Anda di halaman 1dari 2

Danira Khalishah

XII SOS1 // 09

Studi Menyatakan Depresi Naik 3 Kali Lipat dari Sebelum


Covid-19
Studi terbaru para peneliti dari University of Toronto di Kanada menemukan tingkat depresi meningkat tiga
kali lipat dibandingkan sebelum pandemi Covid-19. Depresi ini menurut penelitian yang diterbitkan
di Journal of American Medical Association, meliputi gejala ringan hingga yang parah.

Dikutip dari Eurekalert, ada lebih 73.000 sampel orang dewasa di Amerika, pendataan mingguan oleh Biro
Sensus AS mengumpulkan informasi dampak sosial dan ekonomi akibat Covid-19.

Peneliti menemukan, orang dewasa yang mengalami empat gejala umum kecemasan dan depresi
memiliki risiko dua kali lebih besar untuk menunda perawatan medis atau, tidak menerima perawatan
medis yang diperlukan di tengah pandemi.

"Hasil penelitian menunjukkan, ini mengkhawatirkan, karena menunda perawatan medis dapat berdampak
buruk pada kesehatan jangka pendek dan panjang, tergantung kondisinya," jelas Kyle T. Ganson, Asisten
Profesor di University of Toronto.

Sementara dikutip dari laman kesehatan WebMD, data keseluruhan memperlihatkan bahwa dalam studi
ini orang miskin yang kehilangan pekerjaan dan tabungan adalah kelompok yang paling terpengaruh.

"Orang dengan pendapatan rendah dua kali lebih mungkin mengalami depresi, dan orang dengan
pendapatan yang sama tetapi memiliki tabungan, lebih sedikit 1,5 kali kemungkinannya mengalami
depresi," kata Ketua Peneliti, Catherine Ettman yang juga Direktur Pengembangan Strategis di Boston
University's School of Public Health dikutip dari WebMD.

"Kami terkejut dengan tingkat depresi yang tinggi. Angka ini lebih tinggi daripada yang kami lihat pada
populasi umum setelah trauma besar lain seperti 11 September dan Badai Katrina," tambah dia.

Menurut Ettman, pandemi ini bukan hanya satu peristiwa, melainkan juga ada ketakutan, kecemasan, dan
konsekuensi ekonomi yang dramatis, terutama di antara orang-orang dengan sumber daya yang lebih
sedikit. Ia pun mengingatkan siapapun untuk memperhatikan masalah kesehatan mental.

Penelitian ini melibatkan lebih dari 1.400 orang berusia 18 tahun ke atas yang menyelesaikan survei
Covid-19 and Life Stressors Impact on Mental Health and Well-Being antara 31 Maret hingga 13 April.
Data ini kemudian dibandingkan dengan data lebih 5.000 orang yang mengikuti Survei Pemeriksaan
Kesehatan dan Gizi Nasional dari 2017 sampai 2018.

Sejak pandemi, 25 persen responden melaporkan depresi ringan, dibandingkan saat sebelum pandemi
tercatat 16 persen. Sementara 15 persen mengalami depresi sedang dan sebelum pandemi tercatat 6
persen.

Sementara seorang ahli yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut berpendapat bahwa tingkat depresi
akibat Covid-19 mungkin akan lebih tinggi dibanding data yang diambil pada Maret dan April itu.
"Saya mengantisipasi bahwa ini bahkan akan lebih, tetapi tidak ada cara untuk mengetahuinya secara
pasti," kata Dr. Robert Dicker yang merupakan Direktur Asosiasi Divisi Psikiatri Anak dan Remaja di
Northwell Health di New Hyde Park.

Dicker menilai, yang juga menambah tekanan dari pandemi ini adalah kekhawatiran orang tua soal
sekolah anak-anak mereka. Stres dan depresi terutama di antara mereka yang paling terpukul secara
ekonomi akan berlangsung lama.

Ia menyarankan, orang yang merasa tertekan sebaiknya tidak mengabaikan perasaan ini.

"Hal pertama adalah waspada dan terbuka terhadap fakta bahwa mereka sah saja mengalami reaksi
emosional terhadap Covid-19. Berbicara dengan anggota keluarga, mungkin dengan dokter ... untuk
benar-benar memahami tingkat gejala depresi," saran Dicker dikutip dari WebMD.

"Dan kemudian lebih dari itu, menjalankan evaluasi secara formal, dan mungkin menangani depresi
dengan psikoterapi individu atau kelompok," kata dia lagi.

Anda mungkin juga menyukai