Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS JURNAL

RESPON TUMBUHAN TERHADAP STRES GENANGAN

Disusun Oleh Kelompok 2:

Sintia Kadu (432419017)


Ain Nun Djafar (432419018)
Zachriantiy Suaiba (432419019)
Telsy Budiarti Kaawoan (432419020)
Moh Rivan Rahim (432419024)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU


PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
Hasil Analisis : Ain Nun Djafar

A. Identitas Jurnal

1. Nama Jurnal : Jurnal Sains dan seni ITS


2. Volume :5
3. Nomor :2
4. Halaman : 71-77
5. Tahun Penerbit :2016
6. Judul Jurnal : Respon Karakter Fisiologis Kedelai Glycine max L.)
Verietas Grobogan terhadap Cekaman Genangan
7. Nama Penulis : Vita Siti Fatimah dan Triono Bagus Saputro

B. Isi Jurnal

1. Pendahuluan
(Glycine max L.) menjadi komoditas pangan utama selain beras dan jagung
yang telah lama dibudidayakan di Indonesia. Kedelai (Glycine max L.) saat
ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan baku industri pangan, namun juga
ditempatkan sebagai bahan baku industri non-pangan. Kedelai (Glycine max
L.) merupakan salah satu penghasil minyak edible tanaman polongan yang
paling penting karena nilai gizi yang tinggi. Kedelai mengandung protein,
minyak, karbohidrat tidak larut, karbohidrat larut, kadar air serta berbagai
fungsional bahan seperti anthocyanin, isoflavon, saponin, dan serat makanan
Semua faktor tersebut membuat kedelai menjadi salah satu tanaman yang
dominan dan dibudidayakan di seluruh dunia . Beberapa produk yang
dihasilkan dari kedelai antara lain tempe, tahu, es krim, susu kedelai, tepung
kedelai, minyak kedelai, pakan ternak dan bahan baku industri skala besar
hingga kecil atau rumah tangga.Masalah tingginya muka air yang
menyebabkan tanaman tergenang merupakan penghalang yang serius bagi
peningkatan produktivitas kedelai di lahan budidaya tersebut. Permasalahan
yang terjadi akibat genangan adalah kekurangan O2 pada tanaman yang
terendam. Hal ini merupakan faktor utama yang menyebabkan tanaman
kedelai mengalami kerusakan fisiologis dan kerusakan fisik. Dibawah kondisi
pertumbuhan normal, akar tanaman mengambil O2 dari tanah dan kemudian
digunakan dalam respirasi mitokondria. Namun, di bawah kondisi stres
genangan air, tanaman tidak bisa menyerap cukup O2
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui respon karakter fisiologis kedelai
varietas Grobogan dan toleransinya terhadap genangan.
3. Metode Penelitian
dilakukan dengan cara media tanam dalam polybag disiram dengan air
sampai menetes (jenuh) kemudian didiamkan selama kurang lebih 3 hari
sampai tidak ada air yang menetes. Selanjutnya, media tanam ditimbang berat
basah dan berat keringnya. Berat basah ditimbang setelah tidak ada air yang
menetes dari polybag. Berat kering ditimbang setelah media tanam dioven
pada suhu 105oC sampai diperoleh berat konstan.
4. Metode Analisis Data
Analisis data ini dengan pengamatan parameter, yaitu dengan analisa nitrogen
daun, kadar klorofil, bobot basah kering tanaman,konsentrasi etilen pada akar
kedelai
5. Hasil dan Pembahasan
i) Pengaruh Cekaman Genangan Terhadap Nitrogen Daun Kedelai (Glycine
max L.) Varietas Grobogan
Nitrogen merupakan komponen utama penyusun protein, klorofil, enzim,
hormon dan vitamin, oleh karena hal tersebut maka keberadaannya
penting bagi pertumbuahn suatu tanaman. Hasil pengukuran untuk
parameter nitrogen daun Pada penelitian ini sampel daun untuk
pengukuran N didapatkan dari daun muda pada cabang pertama dan kedua
dari titik tumbuh. Hal tersebut dilakukan karena berkaitan dengan
mobilitas N. Nitrogen diserap dalam bentuk ion NO3– dan NH4+ dan
merupakan unsur yang sangat mobile (mudah ditranslokasikan) dalam
tanaman. Oleh karena itu, gejala kekahatan (kekurangan) N akan nampak
pada daun tua karena terjadi relokasi N ke daun yang muda . Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa nitrogen daun kedelai kontrol (G0) lebih
banyak yaitu mencapai 2,45% dibandingkan dengan perlakuan genangan
pada taraf G1 (100%), G2 (150%), dan G3 (200%). Kandungan nitrogen
lebih banyak pada kontrol dikarenakan perbedaan penyerapan unsur N.

ii) Pengaruh Cekaman Genangan Terhadap Kadar Klorofil


Daun Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Varietas Grobogan Klorofil
merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan klorofil ini
relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis Hasil penelitian
menunjukkan bahwa genangan berpengaruh terhadap klorofil daun
kedelai. Klorofil daun kedelai tanpa perlakuan genangan (kontrol) lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan genangan pada taraf G1 (100%),
G2 (150%) dan G3 (200%).

iii) Pengaruh Cekaman Genangan Berat Basah dan Kering Tanaman Kedelai
(Glycine max L.) Varietas Grobogan
Ketersediaan air merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman karena kekurangan
maupun kelebihannya berpengaruh terhadap proses metabolisme.
Pertumbuhan suatu tumbuhan ini dapat diukur melalui berat basah dan
kering serta laju pertumbuhan relatifnya.

iv) Pengaruh Cekaman Genangan Konsentrasi Etilen pada Akar Kedelai


Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Varietas Grobogan
Mekanisme fisiologis yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap kondisi stres genangan diantaranya adalah produksi etilen.
Dijelaskan bahwa kondisi hipoksia akan meningkatkan ACC (1-
aminopropane-1-asam karboksilik) di akar.

C. Kelebihan dan kekurangan

1) Kelebihan: dari jurnal ini memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari
abstrack hingga kesimpulan
Hasil Analisis : Moh Rivan Rahim

A. Identitas Jurnal

1. Nama Jurnal :I Komang, Tri Luchi, Pertumbuhan dan Hasil Beberapa


2. Volume : 22
3. Nomor :2
4. Halaman : 474 - 486
5. Tahun terbit : -
6. Judul jurnal : PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA KULTIVAR
BAWANG MERAH PADA BERBAGAI DURASI GENANGAN
7. Nama penulis : I Komang Sudarma dan Tri Luchi Proklamita

B. Isi Jurnal
1. Pendahuluan
Ketahanan tanaman dalam menghadapi berbagai lingkungannya sangat
tergantung dari jenis dan genetik tanaman. Memperoleh tanaman yang mampu

bertahan dalam kondisi tercekam kelebihan air menjadi salah satu solusi
dalam
memecahkan persoalan perubahan iklim, terutama anomali intensitas dan
distribusi hujan.Genangan air merupakan salah satu kendala yang
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman, terutama di daerah-daerah
yang konsentrasi hujannya rendah. Penyebab utama kerusakan akibat
pengaruh
genangan air adalah kekurangan oksigen yang dapat menyebabkan tanaman
layu, bahkan mempengaruhi serapan nutrisi ketika tertutup oleh kelebihan
air.Genangan air menyebabkan kondisi hipoksia (konsentrasi oksigen rendah)
di
tanah, karena kelarutan oksigen yang rendah dalam air.

2. Tujuan penelitian

3. Metode Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun laboratorium hortikultura,
Politeknik Pertanian Negeri Kupang.Penelitian ini adalah penelitian
eksperimental faktorial 6 x 4 yang dirancang menggunakan rancangan petak
terpisah dengan tiga ulangan. Faktor yang dicobakan adalah faktor durasi
genangan dan kultivar bawang merah. Durasi genangan sebagai petak utama
yang terdiri dari 5 taraf, yaitu:

D0 = tidak digenangi
D1 = durasi genangan 1 hari (24 jam)
D2 = durasi genangan 2 hari (48 jam)
D3 = durasi genangan 3 hari (72 jam)

D4 = durasi genangan 5 hari (96 jam)


D5 = durasi genangan 5 hari (120 jam)

Sedangkan kultivar sebagai anak petak, dengan taraf:


K1 = Kultivar Lokal Sabu
K2 = Kultivar Lokal Rote
K3 = Kultivar Lokal TTS
K4 = Kultivar Introduksi Bima

Bawang ditanam pada polibag berukuran 20 cm x 25 cm. Setiap polibag


ditanam 1 siung bawang, dan setiap unit percobaan terdiri dari 6 polibag
tanaman. Dengan demikian jumlah polybag untuk setiap petak utama adalah
24
polybag, dan total polybag untuk 6 petak utama adalah 144 polybag.

4. Metode Analisis Data

5. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan, dapat dilaporkan respon
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah terhadap durasi genangan
sebagai berikut:
1. Jumlah Anakan
Hasil analisis ragam terhadap jumlah anakan pada durasi genangan dan
kultivar berbeda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah anakan yang
sangat nyata diantara durasi genangan.Jumlah anakan juga berbeda sangat
nyata diantara kultivar yang dicobakan.Namun hasil analisis ragam terhadap
interaksi antara durasi genangan dan kultivar menunjukkan tidak berbeda
nyata terhadap jumlah anakan. Hasil uji BNJ (5%) terhadap jumlah anakan
pada durasi genangan berbeda menunjukkan bahwa jumah anakan nyata
mengalami penurunan setelah diberi genangan 5 hari.
2. Jumlah Daun
Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun pada durasi genangan dan
kultivar berbeda menunjukkan bahwa jumlah daun berbeda sangat nyata
diantara durasi genangan. Jumlah daun juga berbeda sangat nyata diantara
kultivar.Namun, interaksi antara durasi genangan dengan kultivar tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun. Berdasarkan hasil
uji BNJ (5%) terhadap jumlah daun pada durasi genangan berbeda
menunjukkan bahwa jumlah daun tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa
genangan yaitu sebanyak 45,86 helai, namun tidak berbeda nyata dengan
jumlah daun pada genangan 1 hari (40,57 helai) dan genangan 2 hari (39,78
helai). Jumlah daun terendah diperoleh pada durasi genangan 5 hari (28,83
helai). Rata-rata jumlah daun pada durasi genangan berbeda disajikan pada
Tabel .
3. Panjang Akar

Hasil sidik ragam terhadap panjang akar pada durasi genangan dan
kultivar berbeda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan panjang akar yang
sangat nyata diantara durasi genangan. Sementara panjang akar tidak berbeda
nyata diantara kultivar yang dicobakan. Hasil analisis ragam juga
menunjukkan
tidak terdapat interaksi antara durasi genangan dengan kultivar terhadap
panjang akar.
4. Berat Kering Daun
Hasil sidik ragam berat kering daun pada durasi genangan dan kultivar
berbeda menunjukkan bahwa berat kering daun berbeda sangat nyata diantara
durasi genangan. Hasil sidik ragam juga menunjukkan perbedaan berat kering
yang nyata diantara kultivar. Namun interaksi antara durasi genangan dan
kultivar tidak menunjukkan perbedaan yang nayata terhadap berat kering
daun.
Hasil uji BNJ (5%) terhadap berat kering pada durasi genangan berbeda
menunjukkan bahwa berat kering daun tertinggi dihasilkan pada tanpa durasi
genangan (3,85 g), namun tidak berbeda nyata dengan berat kering daun pada
genangan 1 hari (3,45 g). Berat kering daun terendah diperoleh pada durasi
genangan 5 hari (2,45 g). Rata-rata berat kering daun pada durasi genangan
disajikan pada Tabel 1, sedangkan rata-rata berat kering daun pada kultivar
berbeda disajikan pada Tabel 2.
5. Berat Umbi Kering
Hasil sidik ragam berat umbi kering pada durasi genangan dan kultivar
berbeda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan berat umbi kering yang
nyata
diantara durasi genangan.Hasil sidik ragam terhadap berat umbi kering juga
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata diantara kultivar bawang
merah.Namun interaksi antara durasi genangan dan kultivar tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap berat umbi kering. Hasil uji BNJ

(5%) terhadap berat umbi kering pada durasi genangan berbeda menunjukkan
bahwa bawang merah yang diberi genangan 1 hari menghasilkan berat umbi
kering tertinggi (57,89 g).
6. Kandungan Klorofil Total
Hasil analisis ragam terhadap kandungan klorofil total bawang merah
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan klorofil total yang nyata
diantara durasi genangan. Sementara, kandungan klorofil total menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata diantara kultivar. Lebih lanjut, interaksi antara
durasi genangan dan kultivar menunjukkan berbeda nyata terhadap kandungan

klorofil total.

C. Kelebihan dan Kekurangan


1. Kelebihan
1. Hasil data dari karakteristik Tanaman Bawang Merah pada jurnal ini yang
terkena Genangan Lengkap dan sangat Jelas.
2. Tidak dilengkapi dengan tujuan yang jelas pada jurnal ini.
Tidak memiliki metode analisi data sehingga data masih dianggap kurang
pada jurnal ini.
Jurnal ini juga tidak memiliki tahun terbit yang jelas
Hasil Analisis : Zachrianty Suaiba

A. Identitas Jurnal
1.Nama Jurnal : Journal Of Biosintesis Etilen

2.Volume : 15

3.Nomor : 17

4. Halaman : 1-7

5.Tahun Terbit : Desember 2017

6. Judul Jurnal : Adaptasi Tanaman Padi Terhadap Stres Genangan: Biosintesis Etilen

7. Nama Penulis : Danner Sagala

B. Isi Jurnal

1. Pendahuluan

Padi merupakan tanaman semi akuatik yang beradaptasi dengan baik pada kondisi
Rendaman parsial (Fukao & Serres, 2008; Jackson & Ram, 2003). Padi
dikelompokkan ke Dalam tiga ekotipe berdasarkan kebutuhan air dan toleransinya
terhadap genangan, yaitu padi Rawa (deep-water rice), padi sawah tadah hujan (low-
land rice) dan padi gogo (high-land Rice). Dari ketiga ekotipe tersebut, hanya padi
rawa dan padi sawah tadah hujan yang telah Banyak dipelajari untuk menjelaskan
mekanisme toleransi genangan karena kedua kultivar Ini merupakan kultivar yang
ditanam di daerah yang sering mengalami banjir. Padi rawa Ditanam di daerah rawa
pasang surut dan di lahan sawah tadah hujan di Asia Tenggara, MDimana lahan akan
tergenang setingi > 1 m selama musim hujan (Fukao & Serres, 2008).Kebanyakan
petani, khususnya petani sawah tadah hujan, menanam padi pada awal Musim hujan,
karena suplai air untuk sawah tadah hujan sangat tergantung pada air hujan.Oleh
karena itu bibit padi yang masih muda sering terendam. Genangan merupakan
keadaan Dimana air telah mengisi semua pori-pori tanah dan berlebih hingga berada
di atas Permukaan tanah. Selama musim hujan maupun pasang naik pada lahan rawa,
air akan Menggenangi tanah dan genangan terus bertambah tinggi hingga merendam
sebagian (partial Submergence), bahkan seluruh organ tanaman padi (complete
submergence).

2. Tujuan Penilitian
Penelitian ini Bertujuan Untuk Mengetahui Dampak Negatif Adaptasi Tanaman Padi
Terhadap Stres Genangan

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemanjangan. Pemanjanangan selama


genangan, yang merupakan strategi penghindaran, memampukan Tanaman padi
untuk memulai/melakukan metabolisme aerobik dengan mengusahakan pucuk Berada
di atas permukaan air. Padi sawah merespon genangan dengan pemanjangan batang
(pucuk) hingga 25 cm per hari untuk menghindari rendaman penuh. menyimpulkan
bahwa pertumbuhan bawah air yang cepat Merupakan suatu proses boros energi yang
membutuhkan konsumsi cadangan karbohidrat Dan sumber energi lainnya seperti
lipid dan protein. Tanaman yang terendam akan Mengalami krisis energi karena
kehabisan karbohidrat dan cadangan energi lainnya jika air Sangat tinggi dimana
pucuk tidak dapat muncul ke permukaan air. Oleh karena itu, respon Penghindaran
akan berhasil hanya jika organ fotosintesis dapat muncul ke permukaan Sebelum
cadangan energi habis. Sebaliknya, padi yang toleran genangan tidak melakukan
Pemanjangan dan tidak boros energi. Kultivar ini masih mampu bertahan jika
terendam Selama 14 hari.

4. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan Suatu analisa komparatif respon padi rawa (Varietas Plai
Ngam) dan padi tadah hujan Peka (submergence-intoleran; Varietas IR 36) terhadap
genangan menunjukkan perbedaan Respon diantara kedua varietas karena perbedaan
kapasitas biosintesis etilen dan Responsifnya. Genangan mendorong pertumbuhan
pucuk sementara pada kedua varietas. Namun, pada Plai Ngam ada peningkatan
harian tinggi tanaman dibandingkan IR 36 Sehingga bibit Plai Ngam signifikan
bertambah tinggi selama 10 hari genangan. Sesuai Dengan perbedaan tersebut,
jumlah transkrip ACS1 dan ACS5 dan aktifitas enzimatis ACC Oksidase lebih besar
pada Plai Ngam dibandingkan IR 36 selama genangan. Hal ini Menunjukkan adanya
relasi yang positif antara kapasitas produksi etilen dengan Pemanjangan batang
terendam pada tanaman padi. Bukti lain adalah, pemberian etilen Eksogen signifikan
merangsang pemanjangan ruas padi rawa (deepwater) pada kondisi Aerobic
dibandingkan kultivar non-deepwater .

5. Hasil Dan Pembahasan


1. Bibit padi yang ditanam pada keadaan aerobik (kiri), OS-ACS5-GUS terekspresi
sedikit pada daun (LS)Dan dalam merespon genangan penuh ekspresinya dalam
Berkas pembuluh daun muda sangat kuat (kanan).

2. Berkas Pembuluh dalam daun tua (umur 8 minggu). Sel parenkimaFloem (PP)
mengelilingi sieve tube (ST) dan sel companion (CC) dalam floem menunjukkan
ekspresi GUS. Juga sel Parenkima xylem tipis (XP) yang membungkus rongga
Protoxilem (PL) dan sel parenkima xylem tebal (XP) yang Berhubungan dengan
pembuluh metaxilem (MX) Menunjukan aktifitas GUS.CC,Companion cell; G,
Ground tissue; L (1 or 2), leaf (first Or second); LS, Leaf Sheath; M, Mestome
sheath; MX, Metaxylem vessel; P, Phloem; PL (Protoxylem lacuna; PP, Phloem
Parenchyma cell; ST, Sieve Tube; X, Xylem; Xp, Xylem parenchyma cell.

3. Penelitian dengan perlakuan etilen merangsang pertumbuhan ruas tanaman padi


rawa (deep-water). Sebaliknya, pertumbuhan varietas non-rawa tidak dirangsang
dengan Perlakuan etilen. Selama genangan, konsentrasi etilen endogen meningkat
menjadi 1 μl l-1, Suatu konsentrasi yang cukup untuk menrangsang pertumbuhan,
juga apabila diaplikasikan Secara eksogen pada tanaman ini dalam keadaan tidak
tergenang.

4. Penampang membujur sepanjang 20 cm batang padi. Buku Tertinggi kedua (N2)


berada pada 2 cm diatas dasar potongan (C2). Buku Yang dibawa dipisahkan dari
buku teratas (N1) oleh ruas termuda (I). Bagian batang diantara buku tertinggi dan
potongan atas (C1) terdiri dari Helai daun dan daun muda yang sedang berkembang.

5. Bagian yang telah diinkubasi dalam genangan dan aerobic. Setelah 3 hari, bagian
tanaman ini diukur panjang ruasnya. Posisi buku Tertinggi (N1) ditandani dengan
tanda panah dan potongan atas (C1) Ditandai CUT.

6. menunjukkan morfologi tanaman setelah perlakuan. Kedua Perlakuan


menghasilkan tinggi tanaman yang sama. Namun, apabilah di belah akan terlihat
Perbedaan lokasi pemanjangan. Pada tanaman control, pemanjangan terjadi pada
daun. Semetara pada tanaman yang terendam, pemanjangan terjadi pada ruas.
Pemanjangan ruas Dirangsang dengan kuat sementara pemanjangan daun dihambat.
Perangsangan Pemanjangan ruas dan penghambatan pemanjangan daun pada padi
rawa yang tergenang Disebabkan meningkatnya sintesis etilen dalam jaringan ruas
dan akumulasi etilen rongga Batang yang terendam.
Hasil analisis : Sintia kadu

A. Identitas jurnal

1.Nama Jurnal : JOM FAPERTA UR

2.Volume : 4

3.Nomor : 1

4. Halaman : 1-14

5.Tahun Terbit : Februari 2017

6. Judul Jurnal : Respon bibit kelapa sawit (elaeis guineensis Jacques) Yang
mengalami cenkaman genangan air terhadap pupuk daun dan giberelin

7. Nama Penulis : Reza Kurniawan, Gunawan Tabrani, Nurbaiti

B. Isi Jurnal

1. Pendahuluan

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting dalam
perekonomian nasional dan merupakan komoditas andalan untuk ekspor serta telah
meningkatkan pendapatan petani Indonesia. Riau merupakan salah satu provinsi pusat
pengembangan industri kelapa sawit Indonesia terbesar. Luas dan produksi
perkebunan kelapa sawit di Riau setiap tahun mengalami peningkatan. Tahun 2010
tercatat luas areal kebun kelapa sawit provinsi Riau telah mencapai 1.611.381,60 ha
dengan total produksi sebesar 6.293.542 ton (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau,
2012) dan menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Riau pada tahun 2013 luasnya telah
naik 109,29 % atau 3.372.403 ha. Selain itu menurut Dinas Perkebunan Provinsi Riau
(2014) tanaman kelapa sawit yang akan diremajakan pada tahun 2014 mencapai
10.247 ha.
Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan pembibitan kelapa sawit akibat
perubahan pola curah hujan adalah sering tergenangnya areal pembibitan karena areal
pembibitan dekat dengan sumber air sehingga apabila curah hujan tinggi maka bibit
tergenang dan mengalami cekaman jenuh air. Apabila bagian akar tanaman
mengalami kondisi tergenang maka proses metabolisme secara keseluruhan akan
terganggu sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
selanjutnya (Sastrosayono, 2004).

Memulihkan keadaan tanaman akibat cekaman abiotik membutuhkan suplai unsur


hara yang cukup dan cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemupukan melalui
daun. Pemupukan melalui daun merupakan penambahan dan pemberian pupuk
melalui tanah atau akar pada keadaan tertentu dimana daya serap terhadap unsur-
unsur hara penting seperti N, P dan K berkurang (Balai Informasi Pertanian Banda
Aceh, 1986). Pertumbuhan dan perkembangan bibit selain melalui pemberian pupuk
daun, juga dapat dipacu dengan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Giberelin merupakan salah satu hormon tumbuh yang dapat mempercepat
pertumbuhan bagian-bagian tanaman. Giberelin sangat berpengaruh diantaranya
dalam meningkatkan tinggi tanaman, pembungaan, aktivitas kambium serta
mendukung pembentukan RNA baru serta sintesis protein (Abidin, 1990).
Keberhasilan aplikasi giberelin sebagai zat pengatur tumbuh tanaman sangat
ditentukan oleh jenis tanaman, varietas, konsentrasi yang digunakan, metode dan
waktu aplikasi (Lakitan, 2001). Hambatan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang
diberi dengan pupuk daun diperkirakan akan lebih baik pertumbuhannya bila diberi
giberelin

Hasil penelitian Esyka (2016) menyatakan bahwa pemberian giberelin pada


konsentrasi 150 ppm dan 300 ppm tetap dapat meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit
yang diuji terhadappertumbuhan akibat cekaman genangan air. Pupuk daun dan zat
pengatur tumbuh giberelin yang akan diberikan pada bibit kelapa sawit yang
mengalami cekaman genangan air diharapkan dapat memulihkan kondisi bibit.
2. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon bibit kelapa sawit (elaeis
guineensis Jacques) Yang mengalami cenkaman genangan air terhadap pupuk daun
dan giberelin

3. Metode penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas


Riau di Kampus Binawidya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan
Kota Pekanbaru. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan
September hingga bulan Desember 2016. Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bibit kelapa sawit umur 5 bulan hasil persilangan Dura x Pisifera
yang berasal dari penangkar benih Pangkalan Kerinci, Giberelin (GA3), pupuk daun
Growmore, tanah inseptisol sebagai media tanam dari kebun percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Riau, polybag 40 x 35 cm, Carbaryl 85%. Sedangkan alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, plastik, meteran, parang, timbangan,
ember plastik berwarna hitam diameter 60 cm, gelas ukur, gembor, sprayer, jangka
sorong, oven, kamera dan alat tulis.

4. Metode analisis data

Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan menggunakan Rancangan Acak


Lengkap faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Faktor I, konsentrasi pupuk daun (D)
terdiri dari: d0 = tanpa pupuk daun (0 ppm), d1 = pupuk daun konsentrasi 1.500 ppm,
d2 = pupuk daun konsentrasi.

5. Hasil dan pembahasan

Tinggi bibit
Hasil sidik ragam menunjukkan, pengaruh interaksi antara pupuk daun dengan
giberelin dan faktor tunggal konsentrasi pupuk daun tidak nyata terhadap tinggi bibit
kelapa sawit. Tinggi bibit kelapa sawi hanya dipengaruhi oleh konsentrasi giberelin.
Hasil uji Kontras Ortogonal taraf 5% atas tinggi bibit kelapa sawit yang mengalami
cekaman genangan air air disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. menunjukkan, bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman genangan air
yang diberi giberelin lebih tinggi dari bibit yang tidak diberi giberelin dan bibit
kelapa sawit yang diberi giberelin konsentrasi 10.000 ppm lebih tinggi dari pada bibit
kelapa sawit yang diberi giberelin konsentrasi 5.000 ppm. Tinggi bibit kelapa sawit
yang diberi giberelin 10.000 ppm ini memenuhi kriteria standar mutu tinggi bibit
menurut Sihombing (2013) yaitu 52,22 cm. Hal ini menggambarkan, meskipun bibit
kelapa sawit mengalami cekaman genangan air tingginya tetap tumbuh memenuhi
standar, apabila diberi giberelin konsentrasi tinggi. Hal ini menurut Kusumo (1984),
karena peranan giberelin dominan terhadap perpanjangan batang tanaman, dengan
memacu aktifitas perpanjangan sel. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
Esyka (2016), yang menyimpulkan bahwa pemberian giberelin berpengaruh besar
terhadap peningkatan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman
genangan air pada pembibitan awal.

Bibit yang tidak diberi giberelin terhambat pertumbuhan tingginya akibat mengalami
cekaman genangan air. Menurut Harahap dkk. (2000), genangan air pada bibir kelapa
sawit dapat mengakibatkan kerusakan fungsi daun, titik tumbuh dan perakaran.
Susilawati dkk. (2011) menambahkan, genangan air akan merusak struktur silinder
akar, sehingga pengangkutan hara tanaman ke batang menjadi terhambat, padahal
pertumbuhan tinggi tanaman sangat membutuhkan hara dari tanah. Selain itu kondisi
anaerob akibat genangan, menyebabkan proses pembelahan sel menjadi terganggu
dan menghambat pembesaran sel yang mengakibatkan kurangnya pertumbuhan tinggi
tanaman.

Semakin tinggi konsentrasi giberelin diberikan, mengakibatkan bibit kelapa sawit


semakin tinggi. Hal ini menurut Sumiati dan Sumarni (2006), karena peranan
giberelin juga ditentukan oleh tingkat konsentrasinya. Menurut Lakitan (2010), ketika
pucuk apikal menjadi aktif karena giberelin, maka titik tumbuh akan memacu aleuron
dan PHQVLQWHVLV HQ]LP.-amilase, maltase dan enzim pemecah protein
sehingga terjadi pemanjangan dan pembelahan sel yang menyebabkan tanaman yang
diberi berbagai tingkat konsentrasi giberelin akan mengalami pertumbuhan tinggi
yang berbeda. Bidadi dkk. (2010) menyatakan, cara kerja giberelin di dalam batang
yaitu menstimulasi perpanjangan sel dan pembelahan sel. Seperti halnya auksin,
giberelin menyebabkan pelunakan dinding sel dan giberelin merangsang
pemanjangan batang dengan menginduksi pembHQWXNDQ HQ]LP .-amilase yang
menghidrolisis pati sehingga meningkatkan kadar gula dan air masuk ke dalam sel
dan sel memanjang yang berakibat meningkatkan panjang batang.

Jumlah Pelepah Daun


Hasil sidik ragam menunjukkan, pengaruh interaksi antara pupuk daun dengan
giberelin, faktor tunggal konsentrasi pupuk daun dan faktor tunggal konsentrasi
giberelin berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit.

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit
pada penelitian ini terdiri dari 9 ± 10 helai. Jumlah pelepah ini tidak terlalu beda
dibandingkan dengan jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit standar untuk umur 7
bulan menurut Sihombing (2013), yaitu 10,5 helai seperti yang ditunjukkan pada
Lampiran 2. Hal ini menggambarkan, bahwa pupuk daun yang diberikan dengan
giberelin kurang berperan dalam penambahan jumlah daun bibit kelapa sawit.
Menurut Martoyo (2001), peranan pupuk daun terhadap pertambahan jumlah daun
tanaman pada umumnya kurang memberikan gambaran yang jelas karena
pertambahan daun erat hubungannya dengan umur tanaman dan mempunyai
hubungan erat dengan faktor genetik. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Dewi
(2009), Nurbaiti dkk. (2010), Tabrani dkk. (2014), yang menyebutkan bahwa jumlah
pelepah daun bibit kelapa sawit yang mengalami genangan air relatif sama karena
cenderung dipengaruhi oleh faktor genetik.

Diameter Bonggol
Hasil sidik ragam menunjukkan, pengaruh interaksi antara pupuk daun dengan
giberelin, faktor tunggal pupuk daun dan faktor giberelin berpengaruh tidak nyata
terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit. Diameter bonggol bibit kelapa sawit
pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3 Tabel 3. menunjukkan, diameter bonggol
bibit kelapa sawit hasil penelitian ini berkisar antara 2,86 cm ± 3,37 cm. Diameter
bonggol bibit kelapa sawit ini telah memenuhi standar menurut Sihombing (2013)
yaitu 2,7 cm, seperti pada Lampiran 2. Hasil ini menunjukkan, bahwa perkembangan
diameter bonggol bibit kelapa sawit tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk daun
atau pemberin giberelin. Diperkirakan tidak terlihatnya pengaruh pupuk daun dan
giberelin pada diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diteliti, karena pertumbuhan
diameter bonggol didominasi oleh faktor genetis bibit.Setyamidjaja (2006)
menyatakan, bahwa pemberian unsur hara harus memperhatikan tingkat konsentrasi
yang diberikan, jika terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat
meracun tanaman, jika terlalu sedikit tidak memberikan efek yang nyata terhadap
pertumbuhan tanaman.

Lakitan (2010) menyatakan, tanaman yang akarnya tergenang air (bukan tanaman air)
melakukan respirasi anaerob yang menghasilkan sedikit ATP, karena kurang
efisiensinya konversi ADP menjadi ATP, ketersediaan energi metabolik yang terbatas
ini akan menghambat beberapa proses fisiologis tanaman. Pangkal batang bibit kelapa
sawit secara fisiologis berfungsi sebagai penyimpan cadangan makanan dan sebagai
jaringan yang berperan dalam translokasi hara dari akar ke daun. Kapasitas air
mempengaruhi perkembangan diameter batang diantaranya melalui pembelahan sel,
serapan unsur hara, translokasi fotosintat dan berbagai proses metabolisme lainnya.
Khan dkk. (2006) menyatakan, pemberian giberelin lebih merangsang pucuk apikal
batang sehingga proses pemanjangan dan pembelahan sel lebih mengarah pada
pertumbuhan ke atas dari pada ke samping.

Jumlah Akar Adventif


Hasil sidik ragam menunjukkan, pengaruh interaksi antara pupuk daun dengan
giberelin, faktor tunggal konsentrasi pupuk daun, dan faktor tunggal konsentrasi
giberelin berpengaruh nyata terhadap jumlah akar adventif bibit kelapa sawit yang
mengalami cekaman genangan air (Lampiran 3.4.). Menurut Setiawan (2017), apabila
interaksi pada percobaan faktorial berpengaruh nyata, maka yang harus menjadi
perhatian peneliti adalah mencari pengaruh interaksinya, sedangkan pengaruh
mandirinya tidak layak dicari, meskipun pengaruhnya nyata. Oleh karena itu pada
hasil penelitian ini hanya dilakukan pengujian pengaruh interaksi dengan uji Kontras
Ortogonal pada taraf 5%.

Hasil sidik ragam uji Kontras Ortogonal interaksi antara pupuk daun dengan giberelin
terhadap jumlah akar adventif menunjukkan, komponen kontras I nyata, sedangkan
komponen kontras lainnya tidak nyata (Lampiran 3.4.). Hasil uji Kontras Ortogonal
komponen I interaksi antara pupuk daun dengan giberelin terhadap jumlah akar
adventif bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman genangan air disajikan pada
Tabel 4.

Tabel 4. menunjukkan, pemberian pupuk daun bersama dengan giberelin, mengurangi


jumlah akar adventif bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman genangan air
kurang 6,91 helai apabila dilakukan secara mandiri. Pemberian pupuk daun dengan
giberelin, jumlah akar adventif, kurang 7,91 helai apabila diberikan secara bersama-
sama dan pemberian pupuk daun dengan giberelin yang dilakukan secara bersama-
sama, mengakibatkan jumlah kurang 1,00 helai, apabila dibandingkan dengan
pemberian keduanya secara mandiri.

Hasil ini disebabkan, pemberian pupuk daun dengan giberelin secara bersama-sama
telah menyuplai kebutuhan energi bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman
genangan air. Kelihatannya pengurangan respon inisiasi akar adventif ini dikarenakan
pupuk daun dan giberelin yang diberikan pada bibit kelapa sawit yang mengalami
cekaman genangan air telah mampu menyediakan unsur hara tambahan yang
diberikan melalui daun dan merangsangnya kebutuhan energi (ATP) bibit kelapa
sawit dalam kondisi anaerob, sehingga pembentukan akar adventif pada bibit kelapa
sawit yang mengalami cekaman genangan air mengalami penurunan. Harahap dkk.
(2000) menyatakan, genangan air yang semakin lama pada bibit kelapa sawit dapat
mengakibatkan kerusakan fungsi daun, titik tumbuh dan perakaran yang semakin
signifikan namun pemberian pupuk daun dapat mensuplai unsur hara tambahan pada
perakaran yang di respon akar adventif dan juga pemberian giberelin dapat memacu
pertumbuhan tanaman ke pucuk dalam keadaan bibit yang mengalami cekaman
genangan air. Selanjutnya menurut Lakitan (2010), kondisi anaerobik tanah
menyebabkan perubahan-perubahan dalam keseimbangan substansi pertumbuhan
yang dikirim dari akar ke pucuk, kemungkinan sebagai responnya terhadap etilen
eksogenous dalam tanah.

Tabrani dan Adiwirman (2014) menyatakan, bibit kelapa sawit yang mengalami
cekaman genangan air akan memberi respon berupa munculnya akar-akar adventif.
Akibat penggenangan terlalu lama akan terjadi perubahan morfologi akar dan
keadaan ini dapat mengganggu hubungan antara bagian atas tanaman dengan akar.
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan, dengan adanya gangguan pada akar akan
menurunkan laju transpirasi dan menaikkan rata-rata nisbah antara bagian atas
tanaman dengan akar karena akar lebih banyak menentukan suplai oksigen di dalam
tanah pada kondisi tergenang sehingga asupan unsur hara yang dibutuhkan bibit yang
mengalami cekaman genangan air melalui jumlah akar adventif akan semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari pemberian pupuk daun bersama dengan
giberelin, apabila diberikan secara bersama-sama mengakibatkan jumlah akar
adventif mengalami peningkatan. Peran pupuk daun terhadap peningkatan jumlah
akar adventif ini sama dengan hasil penelitian Dewi (2009), Tabrani dkk. (2014), dan
Tabrani dan Syahputra (2015) yang menjelaskan bahwa pupuk pelengkap cair dapat
membantu bibit kelapa sawit yang mengalami gangguan pertumbuhan akibat
cekaman genangan air.

Volume Akar
Hasil sidik ragam menunjukkan, pengaruh interaksi antara pupuk daun dengan
giberelin, faktor tunggal konsentrasi pupuk daun dan faktor tunggal konsentrasi
giberelin tidak nyata terhadap volume akar bibit kelapa sawit yang mengalami
cekaman genangan air. Volume akar bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman
genangan air disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. menunjukkan, volume akar bibit kelapa sawit pada penelitian ini berkisar
antara 22,60 cm3 ± 36,40 cm3. Hal ini menunjukkan, bahwa matinya akar akibat
cekaman genangan air pada bibit yang tidak diberi pupuk daun dan giberelin,
diimbangi oleh inisiasi akar adventif seperti ditujukan pada Tabel 4. Pada Tabel 4.
terlihat bahwa jumlah akar adventif bibit kelapa sawit yang tidak diberi pupuk daun
dan giberelin lebih banyak dibandingkan dengan yang diberi pupuk daun dan
giberelin baik secara mandiri maupun secara bersama-sama. Menurut Bacanamwo
dan Purcell (1999), tanaman yang mengalami cekaman genangan air akan merespon
melalui mekanisme adaptasi morfologi diantaranya berupa inisiasi akar adventif.
Akar ini dapat menggantikan fungsi akar utama. Inisiasi ini biasanya terjadi ketika
sistem perakaran utama mulai tidak mampu lagi memasok air dan mineral yang
dibutuhkan tanaman (Mergemann dan Sauter, 2000).

Hasil ini juga menggambarkan, bahwa pemberian pupuk daun dengan giberelin
diperkirakan mengakibatkan perkembangan akar bibit yang berdampak pada
kapasitas volume akar sehingga meskipun jumlah akar adventif berkurang, volume
akarnya masih sama dengan bibit yang tidak diberi pupuk daun dengan ZPT
giberelin. Hal ini diperkuat oleh Visser dkk. (2004) yang menyatakan, ketika akar
tanaman tergenang air, maka proses respirasi akar dan penyerapan unsur hara menjadi
terbatas. Akibat gangguan respirasi dan penyerapan maka tanaman mengalami
gangguan proses metabolisme secara keseluruhan. Selama periode ini tanaman
memanfaatkan unsur hara yang ada pada tanaman. Harahap dkk. (2000) menyatakan,
pengaruh genangan air akan mengakibatkan pertumbuhan akar yang semakin
berkurang seiring dengan pembentukan akar-akar adventif demi tercukupinya unsur
hara yang dibutuhkan tanaman sehingga akibat adanya gangguan pada akar akan
menurunkan laju transpirasi terutama dari daun dan menaikkan rata-rata nisbah antara
bagian atas tanaman dengan akar karena akar lebih banyak menentukan suplai
oksigen di dalam tanah pada kondisi tergenang.

s
Hasil Analisis : Telsy Budiarti Kaawoan

A. Identitas Jurnal
1. Nama jurnal : Agrikultura
2. Volume :3
3. Nomor : 30
4. Halaman : 117-124
5. Tahun terbit : 2019
6. Judul jurnal : Respons Pertumbuhan dan Fisiologi Beberapa Varietas Tebu
(Saccharum officinarum L.) Asal Kultur Jaringan yang Diberi Cekaman
Genangan Air
7. Nama penulis : Mochamad Arief Soleh , Santi Rosniawaty, dan Erza Febrilla
Sofiani
B. Isi Jurnal
1. Pendahuluan
Produksi tebu pada tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi, seperti pada tahun
2015 mencapai 2,5 juta ton sedangkan pada tahun 2016 mengalami penurunan
yaitu 2,2 juta ton, pada tahun 2017 mengalami penurunan kembali menjadi
1,12 juta ton, dan pada tahun 2018 sedikit mengalami peningkatan menjadi
2,17 juta ton untuk produksi tebu nasional (Dirjenbun, 2018). Usaha yang
dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gula nasional salah satunya
dengan peningkatan produksi tebu di lahan pertanian melalui sistem budidaya
yang baik.
Peningkatan produksi tebu dapat dicapai apabila faktor-faktor pertumbuhan
tebu mendukung dengan baik. Faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman tebu diantaranya adalah faktor abiotik yaitu air, CO2,
cahaya dan nutrisi, khususnya air yang menjadi faktor penting untuk
pertumbuhan. Produksi gula yang tinggi memerlukan pasokan air yang tepat
sesuai umur tanaman tebu. Air memiliki peranan penting sebagai pelarut
berbagai senyawa molekul organik, transportasi fotosintat, menjaga turgiditas
sel dalam pembesaran dan pertumbuhan sel (Salisbury & Ross, 1995). Air
yang berlebih dapat disebabkan oleh mencairnya es di kutub akibat dari
peningkatan suhu bumi.
Usaha untuk mengurangi efek cekaman genangan air pada tanaman salah
satunya dengan memperbaiki sifat bibit. Bibit merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan budidaya tebu dan terbentuknya kemampuan
rendemen serta biomassa tanaman (Putri dkk., 2013).
Kerusakan yang dialami oleh tanaman akibat adanya penggenangan akan
memengaruhi pertumbuhan tanaman (Susilawati dkk., 2012). Zhao dan Li
(2015) menyatakan bahwa pertanaman tebu yang terkena cekaman genangan
air dapat menurun produksinya. Penampilan morfologi daun tanaman tebu
yang mengalami genangan cenderung mengalami klorosis dan hambatan
pertumbuhan bahkan kematian keseluruhan jaringan tanaman (Rachmawati &
Retnaningrum, 2013). Tebu dilaporkan dalam beberapa penelitian dapat hidup
beberapa bulan selama penggenangan (Deren & Raid, 1997). Munculnya stres
lingkungan abiotik akan terjadi bersamaan dengan perubahan bentuk dan
tampilan morfologi tanaman khususnya akar (Vartapetian & Jackson, 1997;
Jackson & Colmer, 2005). Pada kondisi genangan akar tanaman akan
cenderung memanjang lebih cepat menuju daerah kaya akan oksigen. Kondisi
genangan dapat menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang
mengakibatkan menurunnya ketersediaan oksigen bagi akar dan menghambat
pasokan oksigen bagi akar dan mikroorganisme, sehingga pertumbuhan akar
akan terlihat lebih dominan dibanding pada kondisi normal (Nishiuchi et al.,
2012).
Respons varietas yang peka terhadap cekaman genangan yaitu dengan
menghentikan pertumbuhan hingga kematian sedangkan varietas toleran akan
membentuk jaringan aerenkim dan memacu pertumbuhan untuk menghindari
stres (Mickelbart et al., 2015). Hal ini dibuktikan pada penelitian Avivi dkk.
(2018) yang menunjukkan bahwa pada tanaman tebu varietas VMC 76-16
terdapat jaringan aerenkim yang sempurna dengan rongganya yang lebih lebar
dan lebih merata. Menurut Pezeshki dan DeLaune (2012), terbentuknya
jaringan aerenkim merupakan syarat utama tanaman untuk mempertahankan
aktivitas akarnya dalam menyerap unsur hara dan air serta untuk
mempertahankan metabolismenya selama dalam keadaan tercekam genangan.
2. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Respons Pertumbuhan
dan Fisiologi Beberapa Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.) Asal
Kultur Jaringan yang Diberi Cekaman Genangan Air
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
sederhana yang terdiri dari 8 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali dimana
setiap satuan percobaan terdiri dari 3 tanaman, sehingga total tanaman tebu
yang digunakan adalah 96 tanaman. Adapun perlakuan yang digunakan dalam
percobaan adalah sebagai berikut:
V1 : PSJT 941
V2 : PS 862
V3 : PSJK 922
V4 : Kidang Kencana
V5 : PSJT 941 + Penggenangan
V6 : PS 862 + Penggenangan
V7 : PSJK 922 + Penggenangan
V8 : Kidang Kencana + Penggenangan
4. Metode analisis data
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap karakter morfologi
tanaman meliputi: tinggi, jumlah anakan, dan bobot kering tajuk dan akar
tanaman. Pengamatan terhadap karakter fisiologis meliputi: konduktansi
stomata menggunakan alat porometer (Decagon device inc., US) dan klorofill
fluorescence (fv/fm) mengunakan alat Handypea (Hansatech Instrument).
Perlakuan penggenangan dilakukan pada tanaman berumur 60 hari stelah
tanam (HST), dengan durasi penggenangan 30 hari.
5. Hasil dan pembahasan
1. Tinggi Tanaman
Data tinggi tanaman menunjukkan terdapat respons yang berbeda diantara
perlakuan V1-V8. Empat varietas tebu menunjukkan perbedaan respons pada
perlakuan tanpa dan dengan genangan. Pada umur tanam 8 MST atau sebelum
perlakuan genangan, pertambahan tinggi tanaman berkisar dari 53,3 cm untuk
perlakuan V7 sampai 104,7 cm untuk perlakuan V5. Sedangkan pada 10 MST
atau 2 minggu setelah perlakuan genangan pertambahan tinggi tanaman mulai
dari 70.1 cm untuk perlakuan V7 sampai 130,7 cm untuk perlakuan V5. Pada 12
MST atau 4 minggu setelah penggenangan pertambahan tinggi tanaman mulai
dari 85,1 cm untuk perlakuan V7 sampai 161,7 cm untuk perlakuan V5

2. Jumlah Anakan
Semua perlakuan genangan dan non genangan V1 – V8 memperlihatkan
respons jumlah anakan yang tidak signifikan berbeda pad umur 8 MST –
12 MST (Tabel 2). Trend respons jumlah anakan berkisar pada 2 anakan
untuk perlakuan V8 sampai 5 anakan untuk perlakuan V1 pada akhir masa
akhir pengenangan yaitu 12 MST. Hal ini menandakan perlakuan
genangan cenderung menurunkan jumlah anakan tanaman tebu. Dalam
kondisi cekaman genangan, pertumbuhan tanaman akan cenderung
diarahkan ke root dan atau shoot untuk mengatasi kekurangan oksigen,
sehingga pertumbuhan anakan kemunginan akan tertekan (Bakrie dkk.,
2010). Hal ini dapat dilihat pada perlakuan dengan genangan (V5-V8)
jumlah ratarata anakanakn cenderung lebih rendah dari perlakuan tanpa
genangan (V1-V4) walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
3. Bobot Kering Tajuk dan Akar
Bobot kering tajuk berkisar antara 10,4 g untuk perlakuan V7 sampai 40,3
untuk perlakuan V2, sedangkan bobot kering akar berkisar antara 4,4 g
pada perlakuan V8 sampai 48,7 pada perlakuan V6 (Tabel 3). Secara
umum, perlakuan genangan memperlihatkan bobot kering tajuk lebih kecil
dibandingkan dengan bobot kering akar. Hal tersebut merupakan hal
umum bahawa tanaman yang menghadapi cekaman genangan akan
cenderung memperbanyak akar serabut untuk mengatasi kekurangan
oksigen. Akibatnya pertumbuhan akan cenderung diarahkan pada organ
yang mengalami cekamana genangan yaitu akar. Hasil penelitian Budi
(2000) menyatakan bahwa bobot kering akar per tanaman meningkat pada
penggenangan air. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan akar adventif
pada tanaman yang tergenang akan terbentuk pada bagian atas akar
mendekati permukaan tanah dimana oksigen tersedia lebih tinggi. Pada
parameter bobot kering tajuk dan akar, varietas PS862 memperlihatkan
respons terbaik dibanding dengan perlakuan lainya seperti KK dan
PSJK922. Hal ini memungkinkan varietas PS862 memiliki keungulan
morfologi dalam keadaan cekaman genangan seperti halnya varietas PSJT
941 pada parameter tinggi tanaman, selain itu pada Tabel 3 perbedaan
bobot kering tajuk dan akar antara varietas PSJK 941 dan PS862 tidak
berbeda nyata secara statistic
4. Konduktansi Stomata (ks) dan Klorofil Fluorescence (fv/fm)
Secara umum perlakuan genangan air menyebakan nilai konduktansi
stomata diantara varietas tebu lebih rendah dari varietas tanpa perlakuan
genangan. Hal ini seperti terlihat pada 7 Hari Setelah Perlakuan (HSP),
nilai konduktansi stomata V5 sampai V8 menunjukkan nilai lebih rendah
dibandingkan perlakuan tanpa genangan yaitu V1 sampai V4.
C. Kelebihan dan kekurangan
1. kelebihan
Kelebihan dari jurnal ini dapat memaparkan dengan jelas mulai dari
pendahuluan, tujuan, beserta metode yang di paparkan
2. kekurangan
Menurut saya kekurangan dari jurnal ini yaitu Perlakukuan penggenangan
dilakukan pada tanaman berumur 60 hari stelah tanam (HST), dengan durasi
penggenangan 30 hari. Kurang dijelaskan sehingga susah dipahami.

Anda mungkin juga menyukai