Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN KASUS Ilmu Dasar Keperawatan 3 ; Emfisema

Diajukan untuk memenuhi nilai tutorial mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan 3

Disusun oleh :
Verawati Monalisa Br Panjaitan
220110160075

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
Pemaparan Kasus Emfisema

A 150 lb, 62 year-old man had a chronic productive cough, exertional dyspnea, mild
cyanosis, and marked slowing of forced expiration.
His pulmonary function and laboratory tests follow:
Frequency 16 breaths/min
alveolar ventilation 4.2 L/min (Assume 150 ml anatomical dead space)
vital capacity 2.2 L
functional residual capacity 4.0 L
total lung capacity 5.2 L
maximum inspiratory flow rate 250 L/min
maximum expiratory flow rate 20 L/min
PaO2 62 mm Hg
PaCO2 39 mm Hg
Pulmonary function tests after bronchodilator therapy:
frequency 16 breaths/min
alveolar ventilation 4.35 L/min
VC 2.4 L
FRC 4.0 L
TLC 5.2 L
Max inspiratory flow rate 250 L/min
max expiratory flow rate 23 L/min
PaO2 62 mm Hg
PaCO2 38 mm Hg
Patofisiologi dan patomekanisme

polusi usia Ekonomi redah Infeksi/pnemonia merokok

Enzim alfa-1-antitripsin, enzim protease

inflamasi
Destruksi kapiler paru

-Elastisitas paru Terbentuk :


Perfusi O2 - Blebs (di distal alveoli)
-Destruksi jaringan paru
- Bulai (di parenkim paru)
Bibir biru, cyanotik
Pelebaran ruang udara Ventilatory dead space
di dalam paru (bronkus area.
perfusi jaringan perifer terminal menggembung)
Pertukaran gas/ darah
ventilasi CO2 / terperangkap
dalam paru Nyeri dyspnea
Upaya menangkap O2
Reflex batuk menurun
- Sesak
RR
- RR > 20 x/menit
- CO2  hiperkapnia Sekret tertahan
Retraksi otot bantu nafas
- O2  hipoksia
Bersihan jalan napas tidak efektif
Pola napas tidak efektif
Ganguan pertukara gas

Lelah/ lemas

Tidak nafsu makan kortikosteroid


Bronkodilator

Berat badan
Menghambat asetilkolin

Menghambat kontraksi saluran napas

Menurunkan sekresi mukus


Resume Farmako

1. Bronkodilator

manfaat klinis bronkodilator di antaranya yaitu meningkatkan kapasitas aktivitas, mengurangi penjebakan
udara di dalam paru-paru, serta meredakan gejala seperti dispnea

- Golongan Teofilin

Teofilin

Biasanya Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L

Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap teofilin. Memiliki riwayat alergi terhadap jagung atau larutan
mengandung dextrose.2

Efek samping:

- mual,
- muntah
- sakit kepala, insomnia, tremor, gelisah, tachyarrhythmia, Stevens-jhonson syndrome, kejang

Dosis :

 Dosis awal : 5 mg/kg dosis awal


 Dosis pemeliharaan : untuk orang dewasa sehat yang tidak merokok : 10 mg/kg/hari
 Untuk perokok sehat : 16 mg/kg/hari
 Pasien gagal jantung bawaan : 5 mg/kg/hari

Interaksi obat : obat ini tidak di anjurkan bersamaan dengan obat lain

2. Kortikosteroid

dengan mengurangi permeabilitas kapiler untuk mengurangi mukus, (b) menghambat pelepasan enzim
proteolitik dari leukosit, dan © menghambat prostaglandin.

Golongan : steroid anti inflamasi

Dosis : budesonid yaitu 400 mcg perhari yang dibagi menjadi 2 dosis dalam bentuk aerosol MDI,
untuk penyakit yang lebih parah dosis dapat ditingkatkan sampai 1,6 mg sampai 2 mg perhari. Dosis
penjagaan disarankan sebesar kurang dari 400 mcg perhari tetapi tidak kurang dari 200 mcg perhari
(Sweetman, 2009)
Efek samping :

- Jenis kortikosteroid
hirup: sariawan, mimisan, suara serak, batuk, jamur di rongga mulut, resiko pneumonia
suntik : infeksi, nyeri, otot lemas
tablet : jerawat, meningkatnya nafsu makan, tukak lambung, glaucoma, katarak, chusing syndrome

kontraindikasi : penderita gangguan hati, memiliki luka, sedang hamil

Interaksi obat:

Interaksi budesonid dengan obat-obatan lain menyerupai interaksi obat golongan kortikosteroid secara umum
yaitu terjadinya gangguan perbaikan jaringan dan gangguan fungsi imun dapat memicu terhambatnya
pengobatan luka, dan meningkatkan resiko terserang infeksi. Peningkatan kemungkinan terjangkitnya infeksi,
seperti septisemia, tuberculosis, infeksi jamur, infeksi virus telah dilaporkan terjadi pasien yang memperoleh
terapi kortikosteroid (Sweetman, 2009)
Daftar pustaka

Ansari, J., 2010. Drug interaction and pharmacist. Journal of young pharmacists : YP, 2(3), 326-331/

Gitawati, R.,2008. Media Litbang kesehatan Volume XVIII Nomor 4 Interaksi obat dan beberapa implikasinya

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK ) Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, (Revisi 2011), 1973–2003)

Anda mungkin juga menyukai