Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kelembagaan Pengelolan Taman Nasional Laut .......... (Hariyani S., Fredinan Y., D ietriech G. Bengen, M.

Mukhlis Kamal)

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLA TAMAN NASIONAL LAUT


KEPULAUAN SERIBU
Institutional Analysis of the ‘Kepulauan Seribu’
National Marine Park Management
*
Hariyani Sambali1, Fredinan Yulianda2, Dietriech G. Bengen2 dan M. Mukhlis Kamal2
1
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Dosen FPIK Institut Pertanian Bogor, Bogor
*
email: hari.sambali@gmail.com
Diterima 23 April 2014 - Disetujui 6 Juni 2014

ABSTRAK
Permasalahan kewenangan secara kelembagaan dalam pengelolaan kawasan
konservasikhususnya Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) masih terus mengemuka, hal
ini dapat berpotensi konflik kewenangan yang berdampak terhadap keberlanjutan pengelolaan.
Penelitian ditujukan untuk mengetahui kelembagaan yang paling berwenang dalam pengelolaan
TNKpS dan dampak penambangan karang terhadap sumber daya terumbu karang.Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengisian kuisioner. Analisis data
menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling) dan data lapangan menggunakan
metode Line Intercept Transects (LIT). Hasil penelitian menunjukkan Kementerian Kehutanan dan
Pemerintah Daerah adalah kelembagaan yang mempunyai pengaruh kuat terhadap keberlangsungan
pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Agar pengelolaan sumber daya Taman Nasional
Kepulauan Seribu dapat berkelanjutan, makaelemen Tujuan Program yang dapat dirujuk sebagai
kebijakan pengelolaan bersama kedua kelembagaan tersebut adalah Kelestarian Sumber daya Taman
Nasional.

Kata Kunci: konservasi, taman nasional laut, interpretative structural modelling

ABSTRACT
Institutional authority is one of the problem in the management of protected areas, especially on
Kepulauan Seribu National Park does still exist and it could have an impact on management sustainability
because of any potential authority conflicts.The objectives of this study are: (1) analyzing and determining
the most influential management institution of TNKpS; and (2) analyzing the impact of coral mining
at coral reef resources.Data was collected using interviews and questionnaires. Data was analyzed
using ISM (Interpretative Structural Modelling) for institutional dataand Line Intercept Transects (LIT) for
field data. The results showed that Ministry of Forestry and Local Government are the most influence
institution in the authority context for management of Kepulauan Seribu National Marine Park.Ensuring
the sustainability of Kepulauan Seribu National Park resource thenthe program elements that can be
referred as joint resource management policies of the two institutions is the National Park Resource
Sustainability.

Keywords: conservation, institutional, interpretative structural modelling, national park

105
J. Sosek KP Vol. 9 No. 1 Tahun 2014

PENDAHULUAN merupakan tantangan dalam pengelolaan baik


secara sosial, politik dan lingkungan karena konflik
Kawasan konservasi sangat erat kaitannya merupakan bagian integral dari semua kegiatan
dengan pemanfaatan sumber daya alam yang pengelolaan. Hilyana (2011), menyatakan dalam
tujuan utamanya agar dapat dicapai kesejahteraan pengelolaan kawasan konservasi di Gili Sulat-Gili
bagi masyarakat dengan tetap mempertahankan Lawang Kabupaten Lombok Timur masih rendahnya
kelestarian fungsi lingkungan. Sumber daya alam sinkronisasi kebijakan lintas sektoral. Gomes et al.
sangat berperan dalam menunjang perekonomian (2008), mensinyalir bahwa pemerintah terkadang
nasional, sehingga mempunyai peran sebagai tidak konsisten dalam perencanaan, pengawasan
penopang sistem kehidupan dan modal dan tingkat implementasi kebijakan.
pertumbuhan ekonomi. Salah satu bentuk kawasan
konservasi adalah Taman Nasional Kepulauan Implikasi dari permasalahan kewenangan
Seribu (TNKpS) yang termasuk dalam ketegori dalam pengelolaan adalah tekanan yang kuat
kawasan yang dilindungi. TNKpS sejak tahun 2002 berupa eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
ditetapkan sebagai salah satu taman nasional laut, alam sehingga terjadi ancaman degradasi fisik
secara yuridis terletak di Kabupaten Administrasi habitat, pencemaran perairan, tangkap lebih
Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta telah (over fishing), pemanfaatan zona peruntukan,
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat ditinjau penambangan pasir dan batu karang untuk
dari segi sosial, ekonomi, budaya dan manfaat dijadikan bahan bangunan. Badan Perencanaan
fisik. Namun demikian dalam pengelolaannya dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI (2001)
masih dijumpai beberapa permasalahan pokok sejak awal telah mengindikasikan terjadinya
yang merupakan potensi konflik, terutama konflik penyimpangan pemanfaatan lahan dan sumber
kewenangan. daya dari rencana peruntukannya, antara lain
pemanfaatan sumber daya perikanan berlebihan,
Pengelolaan TNKpS pada tataran kebijakan sehingga menimbulkan usaha lain yang merusak
Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan) melalui sumber daya laut terutama terumbu karang yang
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) merupakan salah satu ikon pariwisata TNKpS.
sebagai pengelola dan Pemerintah Daerah
mempunyai kebijakan yang berbeda berkaitan Makalah ini bertujuan mengidentifikasi
dengan pengelolaan kawasan TNKpS. Disharmoni kelembagaan yang paling berperan dalam
berkaitan dengan kewenangan pengelolaan pengelolaan dan keberlanjutan pengelolaan
antara kedua pemangku kepentingan tersebut kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu,
menyebabkan peraturan sulit diterapkan lintas serta strategi yang dapat dikembangkan dalam
sektoral. Konflik kewenangan dalam pengelolaan pengelolaan sumber daya alam TNKpS dengan
kawasan TNKpS pada akhirnya mengakibatkan kebijakan pengelolaan. Adanya kebijakan bersama
kinerja pengelolaan kurang optimal. Beberapa yang nantinya sebagai pedoman dalam mengatur,
aspek yang diidentifikasi yang menjadi latar mengarahkan serta mengendalikan berbagai
belakang konflik kewenangan tersaji pada Tabel 1. aktivitas pengelolaan tentunya akan berimplikasi
yang baik untuk ekosistem dan sumber daya
Hal ini jika tidak dilakukan pembenahan pesisir, serta mampu menunjang usaha pemerintah,
maka permasalahan ini dapat menjadi ancaman pengelola taman nasional serta masyarakat yang
terhadap pengelolaan TNKpS yang pada akhirnya mendiami kawasan secara berkelanjutan.
akan berdampak pada keberlangsungan sumber
daya. Dalam rencana pengelolaan Taman Nasional
METODOLOGI
Kepulauan Seribu tahun 1999 dinyatakan bahwa isu
konflik dalam pengelolaan kawasan TNKpS adalah Analisis kelembagaan menggunakan metode
masih tumpang tindihnya pemanfaatan ruang dan Interpretative Structural Modelling (ISM) yang
benturan kepentingan para pemangku kepentingan dikembangkan oleh Saxena et al. (1992) untuk
yang berdampak terjadinya perambahan di zona mengetahui kelembagaan yang paling berperan
inti dan zona pemanfaatan (BTNKpS, 2011). Hal dalam pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan
ini telah dikemukakan sebelumnya oleh Amanah Seribu. Metodologi dan teknik ISM menghasilkan
(2004) adanya tumpang tindih pemanfaatan struktur hirarki elemen sistem dan klasifikasi sub
dan kewenangan antar berbagai pihak dalam elemen kunci berdasarkan hasil wawancara dan
pengelolaan kawasan Kepulauan Seribu. diskusi dengan pakar yang diseleksi secara sengaja
Selanjutnya Cadoret (2009) menyatakan isu konflik (purposive sampling) yaitu Bupati Kabupaten

106
Analisis Kelembagaan Pengelolan Taman Nasional Laut .......... (Hariyani S., Fredinan Y., D ietriech G. Bengen, M. Mukhlis Kamal)

Tabel 1. Aspek-Aspek yang Tidak Harmonis Teridentifikasi dari Pihak Pemerintah Daerah dan
BTNKpS, Sejak Tahun 2002 - Sekarang.
Table 1. Unharmonized Aspects Identified Between Local Government and Kepulauan Seribu
National Park Authority, Since 2002 to Date.

Kab. Administrasi Kep. Seribu/


No. Objek/Object Administration Regency of TNKpS
Seribu Islands
1 Dasar hukum / UU No.32 Tahun 2004 / Act UU No.5 Tahun 1990 /
Primary legislation No.32 of 2004 Act No.5 of 1990
UU No.26 Tahun 2007 / Act No.
26 of 2007
UU No.27 Tahun 2007 / Act
No.27 of 2007
2 Dasar acuan Perda No.1 Tahun 2012 / Local RPTN 1999 – 2019 / Management
rencana operasional/ government decree No. 1 of 2012 plan of National park 1999-2019
Basic reference of
operational plan

3 Pemanfaatan Basis demografi dan aktivitas Berbasis zonasi / Zoning based


kawasan perairan/ ekonomi / Demographics and
Utilization of the economic activities
waters
4 Pulau kecil (daratan)/ Dikembangkan untuk Tidak masuk kewenangan taman
Small Island (land) kepentingan ekonomi / nasional tetapi dapat mempengaruhi
Developed to economic interest kawasan TN / Not in the national
park authority but can affect to
management of national park
5 Terumbu karang/ Boleh dimanfaatkan dan Degradasi dan pemanfaatn dan
Coral reef ditambang / Exploited and mined jasa terbatas / Degradation and
utilization and limited of services
6 Tata ruang / Land Basis pemanfaatan / Base of Sistem zonasi / Zoning system
use utilization
7 Masyarakat / Perlakuan umum seperti di luar Tidak berkewajiban diakomodir / Not
Community kawasan konservasi / Treated as required to be accomodated
non reserves area

8 Perikanan / Fisheries Perlakuan umum / General Tidak diakomodir / Not accomodated


treatment
9 Pasir laut / Sand Dilarang diambil / Prohibited Pemanfaatan terbatas / Limited use

Administrasi Kepulauan Seribu dan Kepala Balai yang dikaji memiliki sifat transvitas dan reflektivitas,
Taman Nasional Kepulauan Seribu. Penentuan sub dan penilaiannya menggunakan empat simbol V, A,
elemen juga melibatkan staf pegawai dilingkungan X, dan O yang mengikuti aturan :
Propinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kabupaten dan
V jika eij = 1 dan eji = 0 (sub elemen (1)
BTNKpS (17 orang). Informasi dari sistem yang
mempengaruhi sub elemen (2), tetapi tidak
dikaji kemudian distrukturisasi dalam bentuk
sebaliknya)
matriks yang disebut Structured Self Interaction
Matrix (SSIM) yang menggambarkan hubungan A jika eij = 0 dan eji = 1 (sub elemen (2)
kontekstual antar sub elemen dan elemen-elemen mempengaruhi sub elemen (1), tetapi tidak
sistem. SSIM kemudian ditransformasi menjadi sebaliknya)
reachability matrix (RM), yaitu matriks bilangan biner

107
J. Sosek KP Vol. 9 No. 1 Tahun 2014

X jika eij = 1 dan eji = 1 (sub elemen (1) dan sub elemen kelembagaan adalah Kementerian
elemen (2) saling mempengaruhi Kehutanan (L1) dan Pemerintah Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu (L3) atau merupakan
O jika eij = 0 dan eji = 0 (sub elemen (1) dan sub
elemen yang paling berpengaruh, kemudian diikuti
elemen (2) tidak saling mempengaruhi
oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta (L2) dan
Nilai eij adalah 1 ada hubungan kontekstual antara Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (L4) yang
sub elemen ke-i dan ke-j masuk dalam sektor IV sebagai independent factor
(strong driver-weak dependent variables) yang
Nilai eij adalah 0 tidak ada hubungan kontekstual
memiliki kekuatan penggerak yang besar terhadap
antara sub elemen ke-i dan
ke-j keberhasilan program pengelolaan (Gambar 2).

Pengambilan data lapangan untuk


L11 L12
menghitung laju kerusakan akibat penambangan Level 1

karang dilakukan dengan menggunakan SCUBA


L10
dan underwater camera, serta wawancara Level 2

dengan pelaku penambangan karang (23 orang).


Pengukuran tutupan karang menggunakan metode Level 3 L8

Line Intercept Transect (LIT) dan nilainya dihitung


berdasarkan rumus English et al. (1997) yaitu: Level 4 L5 L6 L7 L9

n
Li = i x 100 %
Level 5 L2 L4

L Level 6 L1 L3

Li..=..Persentase penutupan biota ke-i; / Li=


Percentage cover of biota to-i; Gambar.1.....Diagram Model Struktural
Kelembagaan Pengelolaan Taman
ni = Panjang total kelompok biota karang ke-i; /ni Nasional Kepulauan Seribu.
Total length of the reef biota group to-i;
Figure.1. ..Diagram Model of Structural
L = Panjang total transek garis/ L Total length of Instutional on Management of The
the transect line Kepulauan Seribu National Marine
Park.
Pengukuran jumlah batu karang yang dapat
diambil oleh penambang dilakukan secara langsung
Kementerian Kelautan dan Perikanan
in situ ketika penambang sedang bekerja, kemudian
(L5), Masyarakat/nelayan (L6), Perguruan tinggi
dipadukan dengan hasil wawancara terhadap
(L7), dan Lembaga Kemasyarakatan Non Formal
para penambang yang rata-rata menambang batu
(SPKP, APL, Sentra Penyuluh) (L9) sebagai linkage
karang sebesar 24,1 m3/bulan/orang. Diasumsikan
factor (strong driver-strong dependence variables).
1 m3 batu karang berukuran sama dengan luas 1 m
Lembaga Swadaya Masyarakat (L8), LIPI (L10),
x 3 m di alam. Penelitian dilakukan pada periode
Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok (L11),
bulan Juni 2011 sampai dengan Oktober 2012
dan Badan Informasi Geospasial (L12) merupakan
dengan melibatkan responden yaitu nelayan dan
dependen factor (weak driver-strongly dependent
masyarakat (285 orang) berkaitan dengan kegiatan
variables). Analisis juga menunjukkan Kementerian
yang dilakukan para penambang dan dampaknya
Kehutanan yang membawahi pengelola taman
terhadap hasil tangkapan ikan nelayan, serta peran
nasional merupakan faktor penggerak yang kuat,
dan kebutuhan masyarakat akan batu karang untuk
demikian juga Pemerintah Kabupaten Administrasi
mereklamasi pantai dan perumahan.
Kepulauan Seribu (independent variables),
berdasarkan diagram model struktural kelembagaan
HASIL DAN PEMBAHASAN berada pada level 6. Pada level 5 Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta dan Balai Taman Nasional
Elemen Kelembagaan
Kepulauan Seribu (independent variables) juga
Hasil analisis dengan metode ISM merupakan lembaga yang memberikan pengaruh
untuk kelembagaan atau pelaku, Gambar 1 kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk
memperlihatkan bahwa sub elemen kunci dari efektivitas dan keberlanjutan dalam pengelolaan

108
Analisis Kelembagaan Pengelolan Taman Nasional Laut .......... (Hariyani S., Fredinan Y., D ietriech G. Bengen, M. Mukhlis Kamal)

Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu Kelautan dan Pertanian, perguruan tinggi yang
bergantung pada ke-empat lembaga tersebut. melalui riset dan teknologi, serta masyarakat
Berdasarkan kajian pengaruh kelembagaan, maka dan lembaga kemasyarakatan non formal dapat
dukungan oleh pemerintah melalui Kementerian menunjang upaya pengelolaan melalui kerjasama
Kehutanan terhadap Balai Taman Nasional sangat dengan pemerintah daerah maupun dengan pihak
menentukan efektivitas pengelolaan. pengelola. Walaupun demikian sub elemen dalam
sektor linkage memiliki ketergantungan pada faktor-
12 faktor kunci independent.
11
(1,3) Sub elemen Lembaga Swadaya
10
9 (2,4) (5,6,7,9)
Masyarakat (L8), LIPI (L10), Stasiun Meteorologi
DRIVER POWER

8 Maritim Tanjung Priok (L11), dan Badan Informasi


7 Independent Linkage Geospasial (L12) masuk dalam sektor Dependent
6 (sektor II) serta berada pada level 3, level 2 dan level
5 (8) 1 yang berdasarkan kajian pengaruh kelembagaan,
4 kurang berpengaruh terhadap kebijakan
(10)
3 pengelolaan taman nasional. Walaupun demikian
(11,12)
2 sub elemen yang masuk dalam sektor dependent
1 Autonomous Dependent ini dapat memberikan informasi maupun data
penunjang untuk pengelolaan, namun pengaruh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 secara langsung yang berkaitan dengan kebijakan
DEPENDENCE seperti yang dapat dilakukan oleh lembaga yang
berpengaruh kuat di sektor independent, tidak terlalu
Gambar 2. Matriks Driver Power-Dependence
kuat. Ketergantungan sub elemen L8, L10, L11,
Kelembagaan (Transivity 92,6%).
dan L12 terhadap lembaga di sektor independent
Figure 2. Matrix of Institutional Driver Power-
tidak ada, walaupun sering terjadi kerjasama dalam
Dependence (Transivity 92,6%).
bidang penelitian.

Perencanaan pembangunan di Kepulauan Elemen Tujuan


Seribu ditetapkan oleh Pemda DKI Jakarta,
Analisis tujuan memperlihatkan yang
berdasarkan ketentuan pada Undang-undang
menjadi sub elemen kunci adalah Kelestarian
Nomor 34 Tahun 1999 pasal 4 yang menyatakan
Sumber daya Taman Nasional (T1) pada
bahwa kewenangan otonomi berada pada Propinsi
posisi level 6 (Gambar 3) merupakan tujuan
DKI Jakarta bukan Kabupaten dan Kota seperti
yang kuat pengaruhnya, namun demikian sub
ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
elemen pada level 5 dan level 4 seperti yang
tentang Pemerintahan Daerah. Namun Kabupaten
ditunjukkan pada Gambar 4 masuk dalam sektor
Administrasi Kepulauan Seribu diberi kewenangan
IV atau sektor independent (strong driver-weak
dalam mengatur wilayahnya dan bertanggung jawab
dependent variable) juga mempunyai pengaruh
secara langsung kepada Pemerintah Propinsi DKI
kuat. Sub elemen T1 menjadi tujuan utama
Jakarta.
atau faktor penggerak utama diikuti sub elemen
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Terjaganya Keseimbangan Ekosistem Perairan
Masyarakat/nelayan, Perguruan tinggi dan (T5), Penegakan Hukum (T9), Adanya Koordinasi
Lembaga Kemasyarakatan Non Formal (SPKP, Antar Kelembagaan (T10), Mengimplementasikan
APL dan Sentra Penyuluh) masuk dalam sektor Strategi Pengelolaan (T11), dan Mewujudkan
III (Linkage) dari sistem, artinya peubah dalam Kelembagaan yang Kuat (T12). Sub elemen T1
sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab merupakan prioritas utama dalam pengelolaan
hubungan antar peubah tidak stabil. Setiap taman nasional yang berdasarkan analisis
tindakan pada peubah tersebut akan memberikan kelembagaan sangat dipengaruhi oleh sub elemen
dampak terhadap peubah lainnya dan umpan Kementerian Kehutanan (L1) dan Pemerintah
balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (L3).
(Marimin, 2009). Dampak yang dimaksud adalah Berdampak Meningkatkan Pendapatan Masyarakat
dapat memperbesar peluang keberhasilan program (T15) pada level 3 adalah sektor dependent yang
pengelolaan, dimana Kementerian Kelautan dan terpengaruh atau bergantung pada terwujudnya
Perikanan melalui programnya melalui Suku Dinas sub elemen sektor independent. Jika ditelusuri

109
J. Sosek KP Vol. 9 No. 1 Tahun 2014

pada elemen kelembagaan terkait dengan sub Berdampak Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
elemen kunci tujuan, pemerintah Kabupaten di Kawasan Taman Nasional (T7), Monitoring
Administrasi Kepulauan Seribu mendukung perubahan Perairan (T8), dan Berdampak Pada
program transplantasi karang melalui suku Dinas Peningkatan PAD/PNBP (T14).
Kehutanan dan Kelautan yang bermitra dengan
Lembaga Kemasyarakatan Non Formal (L9), yaitu 15 (1)
Area Perlindungan Laut (APL). 14
13 (9,10,11,12,13)
12
Level 1 Level 1 T2 T2 11 Independent Linkage
10

DRIVER POWER
(5)
9 (3,4,6,7,8,14)
Level 2 T3 T4 T6 T7 T8 T14 8
Level 2 T3 T4 T6 T7 T8 T14
7
6
Level 3 T15 5
Level 3 T15
4 Autonomous Dependent
3 (15)
Level 4 T9 T10 T11 T12 T13 2
Level 4 T9 T10 T11 T12 T13
1 (2)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Level 5 T5

Level 5 T5
DEPENDENCE
Level 6 T1

Level 6 T1
Gambar 4 Matriks Driver Power-Dependence
Tujuan Program (Transivity 76,4%).
Gambar 3. Diagram Model Tujuan Program Figure 4. Matrix Driver Power-Dependence of
..Pengelolaan Taman Nasional The Goal Program (Transivity 76,4%).
Kepulauan Seribu.
Figure 3. Diagram Model the Goal of Program Sub elemen dalam sektor linkage saling
on Management of The Kepulauan berkaitan satu dengan lainnya, secara teoritis
Seribu National Marine Park. tindakan terhadap peubah dalam sektor dapat
memberikan dampak terhadap peubah lainnya,
Demikian juga Kementerian Kehutanan namun harus ditangani dengan hati-hati karena
yang membawahi Balai Taman Nasional bermitra hubungan antar peubah dalam sektor ini tidak stabil.
dengan Sentra Penyuluh Konservasi Pedesaan Sub elemen kunci Kelestarian Sumber daya Taman
(SPKP) untuk mendukung program penanaman Nasional (T1) jika tercapai maka akan berdampak
mangrove di kawasan taman nasional. Hasil atau berpengaruh terhadap sub elemen lainnya
analisis menunjukkkan bahwa kedua lembaga dalam elemen tujuan (Tabel 2).
yang berpengaruh, mempunyai kepentingan yang
sama terkait dengan pengelolaan sumber daya. Adanya perbedaan persepsi terkait dengan
lembaga yang terlibat yaitu Kementerian Kehutanan
Sektor III atau sektor linkage terdapat yang membawahi Balai Taman Nasional dan
sub elemen Berdampak Pada Produksi Ikan Pemerintah Kabupaten Propinsi Administrasi
Berkelanjutan (T3), Berdampak Memperluas Kepulauan Seribu yang mendapat kewenangan
Lapangan Kerja (T4), Berdampak Terhadap dari Propinsi DKI Jakarta untuk mengelola wilayah.
Kelestarian Sumber daya Perikanan (T6), Hasil wawancara dengan pakar, menunjukkan

Tabel 2. Elemen Sistem dan Sub elemen Kunci Pengelolaan TNKpS.


Table 2. Element System and Sub Element Keys on the Management of TNKpS.

No. Elemen / Element Sub Elemen Kunci / Key of Sub Element


1 Kelembagaan / Institutional • Kementerian Kehutanan / Ministry of Forestry
• Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu / Local Government of District
Administration Kepulauan Seribu

2 Tujuan program / Kelestarian sumberdaya taman nasional /


Programme objective Resource sustainability of national park

110
Analisis Kelembagaan Pengelolan Taman Nasional Laut .......... (Hariyani S., Fredinan Y., D ietriech G. Bengen, M. Mukhlis Kamal)

bahwa perbedaaan terletak pada undang-undang kelembagaan yang terlibat, serta faktor yang dapat
yang menjadi dasar lembaga-lembaga yang terlibat menyebabkan perubahan dalam ekosistem dan
dalam pengelolaan. Kementerian Kehutanan dalam jasa ekosistem merupakan suatu hal yang sangat
mengelola Kawasan Taman Nasional Kepulauan penting untuk dapat merumuskan kebijakan yang
Seribu berdasarkan kewenangan seperti yang memiliki dampak positif dan sekaligus meminimalisir
termaktub dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun dampak negatif.
1990 bahwa pengelolaan kawasan pelestarian alam
yang meliputi taman nasional merupakan kewajiban Salah satu permasalahan berkaitan
pemerintah. Sementara Pemerintah Kabupaten dengan perbedaan kebijakan adalah perijinan untuk
Administrasi Kepulauan Seribu menjadikan dasar kegiatan usaha budidaya perikanan skala besar
pengelolaan kawasan pada Undang-Undang di Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional
Nomor 32 Tahun 2004 pasal 18 yang menyatakan oleh Pemerintah daerah yang mengembangkan
bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan pola pemanfaatan, berbenturan dengan kebijakan
kewenangan untuk mengelola sumber daya di pengelolaan BTNKpS yang menerapkan sistem
wilayah laut, meliputi eksplorasi, eksploitasi, zonasi yang melarang adanya kegiatan budidaya
konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut. skala besar dalam zona tersebut. Perbedaan
tersebut bersumber pada undang-undang yang
Terkait dengan kegiatan masyarakat yang menjadi dasar kebijakan BTNKpS yaitu UU
bersifat merusak di Kawasan Taman Nasional Nomor 5 Tahun 1990 yang belum mengakomodir
Kepulauan Seribu dan solusi bagi permasalahan, kegiatan perikanan dalam kawasan konservasi
maka harmonisasi dalam merumuskan kebijakan dan Pemerintah Daerah dengan UU Nomor 32
dan implementasinya sangat dibutuhkan. Hasil Tahun 2004 pasal 18 ayat 1 yang menyatakan
analisis kelembagaan dengan metode ISM kewenangan daerah untuk mengelola kawasan
menunjukkan empat lembaga dalam sektor pesisir.
independent mempunyai pengaruh kuat, yang
untuk mencapai efektivitas dalam perannya menurut Kegiatan yang bersifat merusak di Kawasan
Sholahuddin (2001) lembaga-lembaga yang terlibat Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah aktifitas
dalam pengelolaan harus memperhatikan tiga penambangan batu karang untuk kebutuhan
aspek, yaitu 1) aspek struktur organisasi yang reklamasi dan pembangunan rumah warga sudah
fleksibel dalam menghadapi kondisi tertentu dan berlangsung selama beberapa tahun sebelumnya.
mampu untuk menyesuikan terhadap lingkungan Kegiatan penambangan hanya akan terhenti pada
yang dihadapi, 2) aspek kejelasan fungsi dari setiap pertengahan Bulan Desember sampai Bulan Januari
lembaga berdasarkan tugas dan fungsi masing- saat musim barat berlangsung laut bergelombang
masing, 3) aspek tata nilai atau norma, dalam cukup tinggi atau cuaca buruk. Aktivitas yang cukup
setiap organisasi harus mempunyai tata nilai yang tinggi terjadi pada musim timur pada saat laut
dipatuhi oleh elemen-elemen dalam organisasi. relatif tenang dan tidak bergelombang. Aktivitas
penambangan berlangsung sekitar 11 bulan dalam
Secara garis besar untuk pemanfaatan setahun, yang diprediksi dalam setahun degradasi
yang lestari diperlukan kelembagaan yang kuat terumbu karang dalam kawasan Taman Nasional
serta efektif dan efisien. Pengelolaan kawasan Kepulauan Seribu sebesar 6.097,3 m3, dengan
taman nasional akan tercapai jika perbedaan nilai Rp. 640.216.500 berdasarkan harga jual
perspektif dalam pengelolaan kawasan dapat penambang kepada masyarakat. Di lain pihak
diatasi dalam rangka untuk keberlanjutan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menganggarkan
jasa ekosistem. Diperlukan pemahaman yang dana untuk rehabilitasi terumbu karang berupa
mendalam dan pengelolaan yang bijak dalam proyek transplantasi karang sebesar kurang
mencapai tujuan bersama untuk jangka pendek lebih Rp. 1.000.000.000 setiap tahun. Hasil
maupun jangka panjang. Pemanfaatan jasa perhitungan memperlihatkan kawasan Taman
ekosistem yang berlebihan dan bersifat merusak Nasional Kepulauan Seribu kehilangan hamparan
tentunya akan berdampak dalam jangka panjang karang sepanjang 18.312,6 m yang setara dengan
dengan berkurangnya ketersediaan jasa tersebut 1,83 hektar setiap tahunnya. Upaya rehabilitasi
untuk masa mendatang. Kelembagaan yang dapat efektif dari segi anggaran dan waktu apabila
efektif dan efisien dapat mengatur akses terhadap penelitian yang berkaitan dengan data kemampuan
sumber daya melalui mekanisme kesetaraan, alami terumbu karang dalam kawasan Kepulauan
keadilan dan keselarasan. Memahami perbedaan Seribu untuk perbaikan diri dalam jangka panjang
persepsi dalam pengelolaan sumber daya antara terus dilakukan.

111
J. Sosek KP Vol. 9 No. 1 Tahun 2014

Strategi yang dapat dikembangkan dalam melalui Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
pengelolaan, yaitu: dan Kabupaten Kepulauan Seribu yang secara
yuridis kawasan TNKpS berada dalam wilayahnya.
1. Peninjauan dan revisi Undang-
Kewenangan BTNKpS berdasarkan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Undang Nomor 5 Tahun 1990 berkewajiban dan
Pemerintahan Daerah dan Undang-
bertanggung jawab dalam pengelolaan taman
undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
nasional, dan Pemerintah Kabupaten Administrasi
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Kepulauan Seribu berdasarkan pada Undang-
dan Ekosistemnya. Substansi yang
Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang
perlu direvisi adalah pasal 17 dan 18
Nomor 26 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 27
dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 belum
Tahun 2007, dan Perda Nomor 1 Tahun 2012 yang
mengakomodir kegiatan perikanan dan
intinya kewenangan daerah untuk mengelola sumber
lebih menitik-beratkan pada pengelolaan
daya di wilayahnya. Perbedaan undang-undang
sumber daya laut, sementara UU Nomor 5
dalam pengelolaan TNKpS oleh kelembagaan
Tahun 1990 lebih terfokus pada konservasi
yang berperan, melatar belakangi perbedaaan
kehutanan/wilayah daratan dan belum
dalam pengambilan kebijakan, sehingga kondisi
mengatur pengelolaan konservasi pesisir
dilapangan sering terjadi perbedaan berkaitan
dan laut.
dengan implementasi kebijakan.
2. Peninjauan dan revisi Peraturan Daerah
DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 pasal 186 Implikasi Kebijakan
yang hanya melarang penambangan pasir
Sub elemen dari Elemen Tujuan Program
laut, sementara Rencana Pengelolaan
yang dapat dirujuk sebagai kebijakan pengelolaan
Taman Nasional Kepulauan Seribu Tahun
bersama kedua kelembagaan tersebut adalah
1999 – 2019 melarang penambangan
Kelestarian Sumber daya Taman Nasional.
pasir dan batu karang.
Saran yang dapat dikemukakan untuk pemangku
3. Pemanfaatan kawasan perairan dalam kepentingan adalah harmonisasi kebijakan dan
kawasan Taman Nasional oleh kegiatan program pengelolaan berbasis ekologi, sosial,
masyarakat maupun pemangku ekonomi dan kelembagaan untuk kawasan
kepentingan lainnya harus ditujukan untuk Kepulauan Seribu dapat mewujudkan pengelolaan
menunjang fungsi kawasan. yang berkelanjutan. Harmonisasi dapat diimple-
mentasikan dalam kebijakan Pemerintah Propinsi
4. Pengawasan dan Pengendalian
DKI yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor
penambangan karang dan pasir disertai
1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
dengan pengadaan material batu dan pasir
2030 dengan Review Rencana Pengelolaan
melalui kebijakan subsidi oleh pemerintah
Taman Nasional Kepulauan Seribu periode tahun
daerah.
1999-2019 BTNKpS.
5. Pendidikan dan keterampilan masyarakat
dalam kawasan konservasi ditingkatkan
DAFTAR PUSTAKA
disertai upaya pengembangan mata
pencaharian alternatif bagi masyarakat. Amanah, S. 2004. Perencanaan Strategis
6. Kolaborasi dalam pengelolaan sumber Pengelolaan Sumber daya Pesisir Terpadu
di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan
daya hayati antara pemerintah daerah dan
Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten
BTNKpS. Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta.
Buletin Ekonomi Perikanan Vol. 5. (2).
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Kesimpulan (BTNKpS). 2011. Review Rencana
pengelolaan Taman Nasional (RPTN)
Berdasarkan analisis kelembagaan dengan Kepulauan Seribu Periode Tahun 1999-2019.
menggunakan ISM-VAXO diperoleh struktur Kementerian Kehutanan. Direktorat Jenderal
kelembagaan yang paling berperan terhadap Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
keberlanjutan pengelolaan Taman Nasional Laut Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Kepulauan Seribu, adalah Kementerian Kehutanan Jakarta.

112
Analisis Kelembagaan Pengelolan Taman Nasional Laut .......... (Hariyani S., Fredinan Y., D ietriech G. Bengen, M. Mukhlis Kamal)

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Gomes, V.F., A. Barocco, A.R. Pereira, C.S. Reis,
(Bappeda) DKI. 2001. Pemantapan rencana H. Calado, J.G. Ferreira, M.D.C. Freitas & M.
tata ruang wilayah Kabupaten Administrasi Biscoito. 2008. Basis for a national strategy
Kepulauan Seribu. Laporan Akhir Tahun for integrated coastal zone management-in
Anggaran 2001. Pemerintah Propinsi Portugal. J. Coast Conserv 12: 3-9
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Marimin, K. 2009. Aplikasi teknik pemodelan
Cadoret, A. 2009. Conflict dynamics in Coastal interpretasi struktural (Intrepetive Structural
Zones: a perspective using the example Modelling). Materi Mata Kuliah Interpretive
of Languedoc-Rousillon (France). J Coast Structural Modelling. Sekolah Pascasarjana
Conserv 13:151-163 Institut Pertanian Bogor.

English, S., C. Wilkinson & V. Baker. 1997. Saxena, J.P., Sushil & P. Vrat. 1992. Hierarchy
Survey Manual for Tropical Marine Resources. and classification of program plan elements
ASEAN-Australian Marine Project. Australia. using interpretative structural modeling: a
case of study of energy conservation in the
Hilyana, S. 2011. Optimasi pemanfaatan ruang Indian cement industry. System Practice.
kawasan konservasi Gili Sulat-Gili Lawang 5(6): 651-670
Kabupaten Lombok Timur. [Disertasi]. Bogor.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Sholahuddin, A. 2001. Analisis Kelembagaan
Bogor. Pengembangan Agroindustri (Studi Kasus
Kabupaten Tebo, Jambi). Thesis. Bogor.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.

113

Anda mungkin juga menyukai