Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEHNIK BUDIDAYA IKAN AIR LAUT

Budidaya Ikan Cobia (Rachycentroncanadum)

Dosen pengampu :
Eulis Marlina S.Pi ,M.Si

Di Susun Oleh :
DIMAS REVA ADIYOGA 18742024

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

            Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW dan para sahabat dari dulu, sekarang hingga ahir zaman.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga


kepada ibu Eulis Marlina S.Pi ,M.Si yang telah memberikan ilmu dan
bimbingannya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Budidaya Ikan Cobia (Rachycentroncanadum)” karena telah
menyelesaikan makalah yang merupakan tugas dan kewajiban kami sebagai
mahasiswa. Dalam makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan, “Bahwa tidak ada gading yang tak retak dan bukanlah gading kalau
tidak retak” oleh kaarena itu dengan segala kerendahan hati mohon kritik dan
saran demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, kami berserah diri. Semoga makalah
ini dapat menambah wawasan dan member manfaat bagi semua. Amin, Ya Rabal
‘Alamiin.

Bandar lampung, 13 Desember 2020


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan cobia (Rachycentroncanadum) dapat dijadikan kandidat


dalam aquaculture karena pertumbuhannya relative cepat, tahan terhadap
serangan penyakit dan memiliki kualitas daging yang bagus. Selain hal tersebut,
ikan Cobia merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis. Daging Cobia
dipasarkan dalam bentuk beku, cocok untuk diasap atau bahan
pembuatan sashimi. Pasar Asia selain tertarik pada daging ikan, juga tertarik pada
gonad, stomach dan kepala untuk dimasak menjadi sop/pindang. 

Pada saat ini Cobia mulai populer di Indonesia, ditandai dengan


banyaknya permintaan telur, benih dan ukuran konsumsi dari daerah Jakarta,
Bandung, Bali, Kepulauan Seribudan Kalimantan.

Dalam memproduksi benih yang berkualitas (pertumbuhan bagus, sintasan


tinggi, bebas penyakit, parasit dan virus, serta toleran terhadap perubahan
lingkungan). Maka harus didukung dengan manajemen pemeliharaan larva yang
baik. (Nhu, 2010) menyatakan periode kritis pada pemeliharaan larva cobia adalah
tahap first feeding dan tahap weaning. 

Giri, et al (2002) menyatakan kesuksesan pemeliharaan larva tergantung


pada kecocokan pakan yang dikonsumsi larva, efisiensi tingkat kecernaan dan
nutrisi tinggi untuk mendukung pertumbuhan dan kesehatan. Larva ikan laut
banyak yang termasuk visual predator, sehingga membutuhkan cahaya
untuk efficient planktivory. Tetapi photoperiode yang optimal untuk
perkembangan larva, pertumbuhan serta sintasan adalah berbeda pada masing-
masing larva ikan dan berubah sesuai dengan perkembangan larva. Secara umum
dengan perpanjangan photoperiode dapat meningkatkan performansi  larva ikan,
larva diberi kesempatan perpanjangan waktu untuk makan karena adanya cahaya.

Mengamati pentingnya pasok benih untuk mengimbangi perkembangan


kegiatan budidaya yang berkelanjutan, maka usaha produksi benih masih perlu
ditingkatkan melalui berbagai perekayasaan dengan memperhatikan dan
mengantisipasi berbagai kendala serta melakukan perbaikan managemen pakan
maupun lingkungan dan diharapkan dapat menghasilkan benih yang
berkesinambungan dan berkualitas. Dalam tulisan ini akan diuraikan berbagai
hasil perekayasaan yang mengarah pada peningkatan pertumbuha, kelangsungan
hidup larva dan benih serta perbaikan kualitasnya.

Dengan terbukanya peluang pasar untuk ikan cobia, maka mendorong


masyarakat untuk menyediakan ikan melalui usaha budidaya. Usaha budidaya
akan berjalan, apabila benih dengan kualitas baik tersedia secara kontinyu dan
berkesinambungan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui dan meningkatkan keterampilan dalam melakukan teknik


perbenihan Cobia.

2. Menyelesaikan tugas yang di berikan PLP

3. Mengetahui teknik perbenihan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Taxonomi dan Morfologi Ikan  Cobia (Rachycentron candum)

Ikan cobia memiliki nama Gasterosteus canadus, namun sekarang lebih


dikenal dengan Rachycentron canadum  (FAO,1974). Cobia merupakan ikan
pelagis yang hidup di perairan tropis sampai ke subtropis (Arendt et al., 2001).
Ikan ini banyak ditemukan di perairan Atlantik, Pasifik, dan di sebelah barat
Meksiko (Arendt et al., 2001). Cobia diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom         : Animalia

Phylum            : Chordata                                                             

Class                : Actinopterygii                                                                                  

Order               : Perciformes

Family             : Rachycentridae         

Species            : Rachycentron Canadum

Gambar 1.Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Bagian dorsal tubuh ikan cobia berwarna hitam kecoklatan dengan bagian
lateral berwarna abu-abu dan bagian ventral berwarna putih. Matanya berwarna
hitam, dengan warna hitam juga terdapat pada moncong ikan sampai ke sirip ekor.
Ciri-ciri yang nampak saat masih muda adalah terdapat dua garis pada sisi lateral
yang berwarna hitam dan warna tersebut akan semakin pekat ketika dewasa.
Bentuk tubuh silindris dan panjang dengan kepala berbentruk pipih melebar.
Memiliki mulut lebar dengan rahang yang sempit dan gigi terdapat di dalam
rahang diantara lidah dan mulut (Anonim, 2006).

Selain itu, Cobia juga memiliki sirip dorsal pertama yang seperti duri
berjumlah 7 – 9 (pada umumnya 8) sedangkan sirip dorsal yang kedua ukuranya
lebih panjang. Sirip anal mirip dengan sirip dorsal yang kedua, tetapi ukurannya
lebih pendek. Ketika dewasa sirip caudal berbentuk seperti bulan sabit, dengan
bagian atas lebih panjang dari pada bagian bawah. Sedangkan pada saat mudanya,
sirip caudal berbentuk bulat (Hammond, 2001).

2.2 Kegiatan-kegiatan Perbenihan  Cobia


2.2.1 Pengelolaan Induk
a.       Pengadaan  Induk
Induk ikan cobia yang  ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung  hasil dari budidaya sendiri. Jumlah induk   10 ekor dan mempunyai
berat  3 – 9 kg.

b.      Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan Induk Cobia di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung dilakukan di keramba jaring apung . Jaring yang digunakan terbuat dari
bahan polyethyline.  Ukuran jaring Keramba yang digunakan 3 x 3 x 3 x m dan
ukuran mata jaring 2 inchi dengan ukuran benang D 18.  Jaring yang digunakan
untuk pemeliharaan induk cobia sebayak 1 buah dengan kepadatan induk 10 ekor.

2.2.2 Pemberian Pakan


Selama pemeliharaan induk pakan yang diberikan yaitu berupa ikan segar
(kuniran) dan cumi, dengan frekuensi pemberian 1 hari sekali.  Dalam seminggu
pemberian pakan ikan segar (kuniran) lebih sering diberikan dari pada cumi
karena pakan ikan (Kuniran) memilki protein yang tinggi. Pemberian pakan
secara add satiation (± 3% berat tubuh) dan dilakukan pada pagi hari yaitu pukul
08.30  WIB.

2.2.3  Pemberian Vitamin


Pemberian vitamin dilakukan 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/kg induk.
Adapun jenis vitamin yang diberikan dalam seminggu yaitu :Vitamin C ,Vitamin
E, dan Spirullina.

 Pemberian vitamin ini bertujuan untuk memperlancar kerja fungsi-fungsi


sel kelenjar dengan memacu fungsi hormon gonadotrophin serta meningkatkan
ketahanan tubuh, menjaga kesehatan induk , mempercepat kematangan gonad dan
meningkatkan kualitas telur.

2.2.4      Persiapan Wadah Pemijahan


Sebelum induk diseleksi jaring baru yang berukurann 3 x 3 x 3  m dan hapa
(kolektor) dengan mesh size 500 µm dipasang dirakit keramba,
sambil  paralon  (pipa segiempat) dimasukkan kedalam jaring yang berguna
sebagai pemberat ukuran 3 x 3 x 3 m.  

2.2.5      Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan untuk mengetahui kematangan gonad pada ikan.
Metode yang dilakukan adalah metode kanulasi untuk induk betina
dan stripping  (pengurutan) untuk induk jantan.  Induk yang matang gonad
(terdapat sperma dan oosit) maka dilakukan penyuntikan hormon HCG (HUMAN
CHORIONIC GONADOTROPHIN) 200 IU/kg berat badan. Penyuntikan hormon
ini dilakukan pada bagian sirip dada bagian bawah, karena bagian ini empuk
dan  penyuntikan dibagian ini proses rangsangan induk lebih cepat. 

2.2.6      Proses Pemijahan
Pemijahan yang dilakukan induk cobia yang berada di KJA tepatnya pada
bulan Maret dan bulan Mei 2013   yaitu secara alami dan menggunakan
rangsangan hormonal.  Pengamatan  pemijahan dilakukan dengan mengamati
tanda-tanda seperti : turunnya nafsu makan, perut buncit, kejar-kejaran. Apabila
terjadi pemijahan maka parameter yang  diamati adalah tingkat pembuahan telur
(% FR) .

Pemijahan terjadi pada sore hari (sekitar pukul 16.00) atau malam hari,
umumnya terjadi pada bulan gelap, dengan interval 1  hari. Tetapi terkadang
induk cobia juga dapat memijah secara alami ( 1 kali dalam sebulan). Adapun
jumlah total telur ikan cobia yang dihitung pada tanggal 13 maret dan 15 mei
2013 dapat dilihat pada tebel berikut ini .

2.2.7      PemeliharaanLarva

Pemeliharaan larva merupakan salah satu bagian terpenting dan paling


menentukan dalam keberlangsungan perbenihan maupun budidaya cobia.
Pemeliharaan larva cobia menggunakan metode green water system. Bak yang
digunakan untuk pemeliharaan larva adalah bak beton berbentuk persegi panjang
dengan dimensi 4 x 2 x 1,25 m dan memiliki volume penuh bak 10 m 3 yang
berjumlah 12 unit yang berada dalam ruangan yang disebut hatchery. Bak juga
dilengkapi dengan bak panen yang memiliki dimensi 1 x 0,5 x 0,4 m.

Adapun padat penebaran larva yang ditebar kebak pemeliharaan sebanyak


50.000 ekor/bak. Satu hari setelah penebaran larva dilakukan maka media
pemeliharaan larva cobia diberi minyak ikan. Fungsi dari minyak ikan yaitu untuk
mengikat bahan organik yang mengapung dipermukaan air yang disebut dengan
lapisan vilem.  Pakan yang digunakan di BBPBL Lampung untuk larva ikan cobia
terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Untuk pakan alami yang digunakan
adalah dari jenis fitoplankton yaitu Nanhocloropsis sp dan zooplankton yaitu
rotifer jenis Branchionus plicatilis, Diaphanosoma sp, dan Artemia salina,
sedangkan pakan buatan yang digunakan yaitu   pellet love larva.

 Pencegahan hama dan penyakit pada saat pemeliharaan dilakukan  dengan


cara pemberian Probiotik ( Sano life ) yang bertujuan untuk menetralkan kualitas
air di bak larva,  menekan pertumbuhan bakteri dan mengurai bakteri yang tidak
menguntungkan , sehingga tidak menimbulkan hama penyakit yang akan tumbuh
pada bak pemelihraan.  Dosis pemeberian probiotik yaitu 25 ppm/hari. Probitik ini
mulai diberikan sebelum larva ditebar ke bak pemeliharan. Sedangkan jadwal
peergantian air pada waktu pemeliharaan larva cobia adalah : 0% untuk umur D.0
– D.5, 10% untuk umur D.6 – D10,  30% untuk umur D.11 – D.15, air mengalir
untuk D.16 – D.20.  Pergantian biasanya dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pukul
07.30 dan pukul 14.00. Setelah dilakukan pembuangan air, untuk menstabilkan
kualitas air pada bak pemeliharaan larva,  dilakukan penambahan plankton
jenis Nanochloropsis sp sebanyak 13 x 105 sel/ml .
Pemanenan larva cobia dilakukan apabila larva berumur 20 hari atau saat
larva telah mengalami metamorphosis (larva berubah menyerupai ikan sempurna).
Sebelum pemanenan dilakukan, sebaiknya larva tidak diberi pakan minimal 1
hari. Pemanenan dilakukan pada pagi hari pukul 07.30 WIB sampai selesai.
Tujuan panen   larva adalah melanjutkan pemeliharaan benih ke tahap berikutnya
yaitu kegiatan pendederan. 

2.3 Pendederan Ikan Cobia


2.3.1      Pemeliharaan Benih 

Benih yang digunakan untuk kegiatan pendederan, dipilih benih yang sehat
bebas dari virus, bakteri dan parasit. Adapun padat penebaran yang dilakukan di
bak terkontrol yaitu  ukuran besar (> 5 cm) 150 ekor/bak, ukuran (3,5 cm) sedang
200  ekor/bak dan ukuran kecil (2 cm) 300 ekor/bak.

Pakan  benih ikan cobia yang berada di Balai Besar Pengembangan


Budidaya Laut Lampung yaitu berupa pellet, karena ketersediannya tidak
tergantung dari kondisi alam, kondisi pakan bersih dan tidak membawa bibit
penyakit (bakteri, parasit dan jamur) serta benih cobia mudah beradaptasi dengan
pakan pellet.   Jenis pakan pellet yang digunakan berupa pakan pellet love
larva yang disesuaikan dengan bukaan mulut dan ukuran benih. Frekuensi
pemberian pakan pellet 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum penyiponan
dan pergantian air dilakukan. Pemberian dilakukan secara

 Waktu benih baru dipindahkan dari bak pemeliharaan larva ke bak


pendederan, benih ukuran kecil (2 cm) sebaiknya masih diberikan pakan artemia
dan diaphanosoma selain dilatih pakan buatan (LL1), kurang lebih 3 hari
berturut-turut sampai benih tersebut lancar menerima pakan pellet. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi tingkat kematian benih.  Untuk menjaga kualitas air
pemeliharaan , maka dilakukan penyiponan minimal 2 kali sehari (pagi dan sore).

Grading bertujuan untuk menyeragamkan ukuran benih, mengurangi sifat


kanibalisme dan mengurangi persaingan dalam mendapat makanan. Grading
dilakukan setiap  ukuran benih tidak seragam. Grading atau pemilahan ukuran
adalah salah satu kegiatan dalam pendederan untuk menyeleksi sekaligus
memilah-milah benih sesuai dengan ukurannya.
Kualitas air sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan pendederan.
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan metode sirkulasi (air mengalir) dan
resirkulasi terbuka dengan melakukan pergantian air sebanyak 70 % perhari dari
volume bak, dalam sehari pergantian dilakukan 2 kali pagi dan sore. Pergantian
dapat dilakukan apabila kita telah membersihkan kotoran dan sisa pakan yang tak
termakan oleh benih yang berada pada dasar bak,  melalui penyiponan, sehingga
kualiatas air yang berada di bak pendederan benih selalu stabil  dan benih atau
bibit penyakit akan tidak mudah tumbuh.

Pemanenah benih cobia dilakukan  setelah berukuran 10 – 12 cm atau telah


berumur 50 hari barulah benih bisa dipanen. sebelum panen dilakukan sebaiknya
benih tidak diberi pakan minimal 1 hari.  Pemanenan dilakukan pada pagi hari
untuk mengurangi stress pada benih akibat perbedaan suhu.
BAB III
KESIMPULAN
3.1   Kesimpulan
1. Pemeliharaan induk cobia dilakukan pada KJA (Keramba Jaring Apung)
yang berukuran 3 m x 3m x 3m, dan ukuran mata jaring 2 inchi. Umur
induk 9-10 bulan, dengan berat induk jantan 3-7 kg dan induk betina 5-8
kg.

2. Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara kanulasi


dan pemijatan perut. Apabila terdapat induk yang matang gonad (terdapat
sperma dan oosit) maka dilakukan penyuntikan hormon HCG 200 IU/kg
berat badan di bagian sirip dada bagian bawah.

3. Pakan yang diberikan dalam pemeliharaan larva berupa pakan alami dan
pakan buatan. Pakan alami yang diberikan dari
jenis fitoplankton adalah Nannochloropsis sp dan dari
jenis zooplankton adalah rotifer ,Diaphanosoma  dan Artemiasalina.
Sedangkan pakan buatan yang diberikan berupa pakan pellet dengan
merek dagang Love larva yang disesuaikan  dengan bukaan mulut ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.  2006.  Rachycentroncanadum. Aquaculture. Fisheries


and       Aquaculture Department.

Arendt, M.D.,J.E. Olney. Dan J.A. Lucy. 2001. Stomach content of Cobia.

Effendie, M..I.  1997. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama.  Penerbit


Yayasan dewi Sri.  Bogor.

Hammond, D.L.  2001.  Taxonomy and Basic Description : Cobia (R.


canadum)  Aquaculture.  Marine Freswater.

Anda mungkin juga menyukai