Anda di halaman 1dari 11

Lex Administratum, Vol. IX/No.

2/Mar/EK/2021

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN COVID- perlindungan berupa upaya hukum perdata,
19 MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA1 upaya hukum pidana dan upaya sanksi
Oleh: Dinda Nur Riyanti2 administrasi. Namun demikian pasien COVID-19
Theodorus H. W. Lumunon3 wajib mentaati dan menjalankan ketentuan UU
Vecky Yanni Gosal4 No. 6 Tahun 2018 tentang karantina agar
penyakitnya tidak menyebar kepada orang lain
ABSTRAK dan juga agar identitasnya tidak diketahui
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk orang banyak.
mengetahui bagaimana hak-hak pasien Kata kunci: covid-19; pasien;
menurut UU Kesehatan UU No. 36 Tahun 2009
dan UU Praktik Kedokteran UU No. 29 Tahun PENDAHULUAN
2004 dan bagaimana perlindungan hukum bagi A. Latar Belakang
pasien COVID-19 menurut hukum positif Hingga saat ini, dunia masih dilanda dengan
Indonesia, di mana dengan menggunakan peristiwa pandemi Corona virus disease 2019
metode penelitian hukum normatif (covid-19) yang di sebabkan oleh virus SARS-
disimpulkan: 1. Undang-undang Nomor 29 CoV-2. Wabah ini pertama kali diindentifikasi di
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien Wuhan, Cina pada Desember 2019, demikian
mempunyai hak-hak untuk mendapatkan dikatakan oleh World Health Organization
penjelasan yang lengkap dari dokternya; (WHO). Pada tanggal 7 Mei 2020, jumlah kasus
meminta pendapat dokter lain; mendapatkan positif telah mencapai lebih dari 3,84 juta kasus
pelayanan sesuai kebutuhan medis; menolak dari 187 negara dan teritori lainnya,
tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam menghasilkan kematian lebih dari 269.000
medis. Sedangkan dalam UU No. 36 Tahun 2009 kematian dan 1,228 juta jiwa pasien telah
tentang Kesehatan menyebutkan bahwa setiap berhasil sembuh (CSSE John Hopkins
orang berhak atas kesehatan; setiap orang University:2020). Di Indonesia sendiri
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh penderita yang positif semakin bertambah pada
akses atas sumber daya di bidang kesehatan, sekitar bulan April sampai dengan Agustus,
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan sampai saat ini penderita COVID-19 sudah
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau menurun. Pandemi ini telah hadir di Indonesia
dan berhak secara amandiri dan sejak 2 Maret 2020, dimana seorang instruktur
bertanggungjawab menentukan sendiri tari beserta ibunya di Depok, Jawa Barat, telah
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi diidentifikasi positif, demikian berita dari
dirinya; setiap orang berhak mendapatkan Antaranews.
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan; setiap orang berhak untuk B. Rumusan Masalah
mendapatkan informasi dan edukasi tentang 1. Bagaimana hak-hak pasien menurut UU
kesehatan yang seimbang dan Kesehatan UU No. 36 Tahun 2009 dan
bertanggungjawab; dan setiap orang berhak UU Praktik Kedokteran UU No. 29 Tahun
memperoleh informasi tentang data kesehatan 2004?
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi
yang telah maupun yang akan diterimanya dari pasien COVID-19 menurut hukum positif
tenaga kesehatan. 2. Perlindungan hukum bagi Indonesia?
pasien COVID-19 adalah terutama untuk tidak
disebar luaskan identitas dirinya ke publik C. Metode Penelitian
demikian juga tentang rahasia kondisi Metode pendekatan yang digunakan adalah
kesehatannya sebagaimana yang sudah diatur yuridis normatif.
dalam peraturan perundang-undangan
kemudian pasien COVID-19 dapat diberikan PEMBAHASAN
A. Hak-Hak Pasien Menurut UU No. 36 Tahun
1 Artikel Skripsi 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 29
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran
NIM 16071101081 Adalah hak setiap orang untuk mendapatkan
3 Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum pelayanan kesehatannya. Hak atas pelayanan

156
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

kesehatan memerlukan penanganan yang sebab masih banyak negara yag tidak atau
sungguh-sungguh, hal ini diakui secara belum mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
internasional sebagaimana diatur dalam The hak pasien itu. Jika hak pasien itu dihubungkan
Universal Declaration of Human Rights tahun dengan pemeliharaan kesehatan, maka hak
1948. Beberapa pasal yang berkaitan dengan utama dari pasien tentunya adalah hak untuk
hak atas pelayanan kesehatan dan hak atas diri mendapatkan pemeliharaan kesehatan (the
sendiri antara lain dimuat dalam Article 3 yang right to health care). Hak untuk mendapatkan
berbunyi: “Everyone has the right to life, liberty pemeliharaan kesehatan yang memenuhi
and the security of person” (setiap orang kriteria tertentu, yaitu agar pasien
mempunyai hak untuk hidup, kebebasan dan mendapatkan upaya kesehatan, sarana
keamanan). Selanjutnya dalam Article 5 kesehatan dan bantuan dari tenaga kesehatan,
disebutkan: “No one shall be subjected to yang memenuhi standar pelayanan kesehatan
torture or to cruel , inhuman or degrading yang optimal.
treatment…..” (tiada seorangpun dapat menjadi Dalam pelaksanaan untuk mendapatkan
subyek dari siksaan yang kejam, perlakuan yang pemeliharaan kesehatan, pasien mempunyai
menurunkan martabat…..). Dalam hak-hak lainnya, sebagai misal antara lain hak
hubungannya dengan hak asasi manusia, hak- untuk mendapatkan informasi tentang
hak pasien berkembang dengan baik terutama penyakitnya, hak untuk dirahasiakan
karena dengan adanya tekanan pada rumah penyakitnya, hak untuk mendapatkan pendapat
sakit yang dilakukan oleh Patien’s Bill of Right, kedua.
sehingga hak-hak pasien diakui di pengadilan. Di Indonesia seperti sudah disebutkan di
Kesemuanya ini terjadi dan berkembang di atas bahwa untuk pemeliharaan kesehatan
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. sudah diusahakan untuk memberikan
Bagaimanakah perkembangan hak-hak pelayanan kesehatan yang memadai yang
pasien di Indonesia? Persoalan mengenai memenuhi standar pelayanan kesehatan dan
kesehatan dalam hubungannya dengan hak sudah diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009
asasi manusia, di negara kita Indonesia diatur tentang Kesehatan. Kebutuhan akan
dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang perlindungan atas hak pasien, terasa semakin
Kesehatan, dimana dalam Bab III Pasal 1 ayat meningkat, sehingga dalam salah satu pasal
(1) dan Pasal 4 menyebutkan: Pasal 1 ayat (1): dari UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari dirasakan sangat perlu untuk diatur tentang
badan, jiwa, dan sosial yangmemungkinkan kewajiban dari tenaga kesehatan untuk
setiap orang hidup produktf secara sosial dan menghormati hak pasien, hal ini tertera dalam
ekonomi”. Pasal 4: “Setiap orang mempunyai Pasal 53.
hak yang sama dalam memperoleh derajat Berikut ini akan dijelaskan satu persatu
kesehatan yang optimal”. tentang hak-hak pasien.
Sehubungan dengan hak atas kesehatan 1. Hak Atas Informasi
tersebut yang harus dimiliki oleh setiap orang, Hak atas informasi ini terproses secara
negara memberi jaminan untuk evolusi, sejalan dengan perkembangan dari hak
mewujudkannya. Jaminan ini antara lain diatur asasi manusia. Inti dari hak atas informasi ini
dalam Bab IV mulai dari Pasal 6 sampai Pasal 9 adalah hak pasien untuk mendapatkan
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada informasi dari dokter, tentang hal-hal yang
bagian tugas dan tanggung jawab pemerintah. berhubungan dengan kesehatannya, dalam hal
Apakah sebenarnya yang merupakan hak- terjadi hubungan dokter – pasien.
hak dari seorang pasien? Hak pasien Pada mulanya, hak ini hanyalah
sebenarnya merupakan hak asasi yang mendapatkan pengakuan dalam etika
bersumber dari hak dasar individual dalam kedokteran. Adalah tindakan yang baik bila
bidang kesehatan, the right of self dokter menginformasikan kepada pasien
determination.5 Hak pasien, dua buah kata bagi tentang kesehatannya. Hak ini kemudian
sebagian negara adalah kata-kata yang mewah, digabungkan dengan hak untuk menentukan
atas diri sendiri yang dilembagakan menjadi
5 Bahan Kuliah Hukum Kesehatan Fakulatas Hukum lembaga yang dikenal dengan nama ‘informed
Unsrat, Op-Cit consent’, yang diatur dalam Peraturan Menteri

157
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585 Persetujuan dan informasi kemudian


tahun 1989 tentang ‘Persetujuan Tindakan dilembagakan, pasien harus menerima
Medik’. informasi dahulu sebelum memberikan
Mengenai isi informasi yang harus diberikan persetujuan. Lembaga ini dikenal dengan
oleh dokter belum diatur secara rinci. Hanya lembaga informed consent yang diatur dalam
disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa: PERMENKES RI Nomor 585 tahun 1989 tentang
“Informasi yang diberikan mencakup Persetujuan Tindakan Medik. Dalam Pasal 2
keuntungan dan kerugian dari tindakan medik ayat (1) disebutkan bahwa:
yang akan dilakukan baik diagnostik maupun “Semua tindakan medis yang akan
teraupetik”. dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan
Melihat rumusan yang ada dalam Pasal 5 persetujuan”.
ayat (1) terkesan bahwa belumlah dapat Kemudian ditetapkan pula, bentuk
terpikirkan apa sajakah yang menjadi cakupan persetujuan ini bisa tertulis bisa pula lisan.
keuntungan dan kerugian dari tindakan medik Persetujuan tertulis diperlukan untuk setiap
yang akan diambil atau diberikan oleh dokter, tindakan medik yang mengandung resiko tinggi,
atau dengan kata lain terlalu sempit kalau isi ditanda-tangani oleh yang berhak memberikan
informasi yang akan diberikan oleh dokter persetujuan. Yang berhak memberikan
dalam rangkaian tindakan medik yang akan persetujuan adalah pasien sendiri, kecuali
diberikan/diambilnya hanyalah tentang pasien masih dibawah umur (belum dewasa),
keuntungan dan kerugian dari tindakan medik tidak sadarkan diri, tidak cakap melaksanakan
yang ada, seperti misalnya kalau seorang akan perbuatan hukum, maka persetujuan diberikan
menjalani operasi maka keuntungannya adalah oleh wali. Dalam hal pasien tidak
pasien akan menjadi sembuh sedangkan sadar/pingsan, serta tidak didampingi oleh
kerugiannya adalah operasi gagal, pasien keluarga terdekat, secara medik berada dalam
meninggal. Idealnya minimal isi informasi yang keadaan gawat atau darurat, yang segera
harus disampaikan oleh dokter adalah: memerlukan tindakan medik, maka tidak
a. diagnose; diperlukan persetujuan siapapun.
b. resiko dari tindakan medik;
c. alternatif terapi; termasuk keuntungan 3. Hak Atas Rahasia Kedokteran
dan kerugian dari setiap alternatif terapi Kerangka pemikiran tentang rahasia
d. prognose;6 kedokteran, timbul pertama-tama dari
Bila mau diperluas, isi informasi yang harus kewajiban profesional untuk merahasiakan
ditambahkan adalah: keterangan yang diperoleh dalam
a. cara kerja dokter dalam proses tindakan melaksanakan profesi. Keterangan yang
medik; didapat oleh para profesional dalam melakukan
b. semua resiko yang mungkin terjadi; profesi, dikenal dengan rahasia jabatan.
c. kemungkinan rasa sakit setelah tindakan Keterangan yang diperoleh dokter dalam
medik.7 melaksanakan profesinya, dikenal dengan nama
‘rahasia kedokteran’. Dokter berkewajiban
2. Hak Atas Persetujuan untuk merahasiakan keterangan tentang
Hak untuk menentukan diri sendiri (the pasien, dan penyakit pasiennya. Kewajiban
right of self determination) juga terproses dokter ini, menjadi hak pasien.
sejalan dengan perkembangan dari hak asasi Hak atas rahasia kedokteran adalah hak
manusia. Adalah hak asasi pasien untuk individu dari pasien. Hak individu ini akan
menerima atau menolak tindakan medik yang dikesampingkan dalam hal hak masyarakat
ditawarkan oleh dokter, setelah dokter menuntut. Sebagai misal, penyakit pasien akan
memberikan informasi.8 membahayakan masyarakat (penyakit
menular), maka dokter, meskipun pasien
menolak untuk dibuka rahasia kedokterannya,
mempunyai kewajiban untuk membuka rahasia
6 Ameln. F, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, tersebut kepada pihak yang berwenang.
Jakarta, 2010, hlm-45
7 Ibid. 4. Hak Atas Pendapat Kedua (Second Opinion)
8 Wila Chandrawila Supriadi, Op-Cit, hlm-18.

158
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

Hubungan dokter-pasien adalah juga Membuat rekam medik menjadi kewajiban


hubungan kepercayaan. Seringkali dalam dari dokter/rumah sakit. Adalah tanggungjawab
praktek, dokter merasa tersinggung, dalam hal masing-masing dokter dan staff rumah sakit
pasien menginginkan pendapat dokter lain, untuk mengusahakan agar pencatatan rekam
tentang penyakitnya. Dokter menganggap medik pasien dilengkapi dalam jangka waktu
sebagai pelecehan terhadap kemampuannya. yang ditentukan sesudah pasien keluar rumah
Dokter merasa pasien meragukan hasil sakit. Bagian rekam medik harus menentukan
pekerjaannya. Memang memerlukan jiwa yang prosedur untuk memberitahukan dokter bila
besar untuk dapat menerima permintaan rekam mediknya tidak lengkap dan harus
pasien, untuk mendapatkan pendapat dari adakan follow-up.10
dokter lain. Sejak diundangkannya Peraturan Menteri
Tetapi kenyataan menjadi bukti, kadang- Kesehatan Republik Indonesia Nomor
kadang terdapat perbedaan pendapat dari 749a/MENKES/PER/XII/1989, membuat rekam
dokter pertama dengan dokter kedua. Dapat medis/medik adalah menjadi kewajiban dari
saja seorang pasien diam-diam pergi sendiri ke dokter/rumah sakit.
dokter kedua tanpa sepengetahuan dari dokter Pengertian rekam medik menurut Pasal 1
yang pertama. butir a, PerMenKes No. 749a tahun 1989 adalah
Yang dimaksud dengan pendapat kedua sebagai berikut:
ialah adanya kerjasama antara dokter pertama “Rekam medik adalah berkas yang berisi
dengan dokter kedua. Dokter pertama akan catatan, dan dokumen tentang identitas
memberikan seluruh hasil pekerjaannya kepada pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dokter kedua. Kerjasama ini bukan atas inisiatif dan pelayanan lain kepda pasien pada
dokter yang pertama, tetapi atas inisiatif sarana pelayanan kesehatan”.
pasien. Kalau inisiatif datang dari dokter, maka Pasal 2 menetapkan sebagai berikut:
terjadi apa yang dikenal dengan istilah ‘rujuk’. “Setiap sarana pelayanan kesehatan yang
Pasien dirujukkan ke dokter yang lebih ahli.9 melakukan pelayanan rawat jalan, maupun
Dalam hak atas pendapat yang kedua, rawat nginap wajib membuat rekam medik”.
dokter kedua akan mempelajari hasil kerja Selanjutnya dalam Pasal 10 ditetapkan
dokter pertama dan bila ia melihat perbedaan tentang kepemilikan dari rekam medik bahwa:
pendapat, maka ia akan menghubungi dokter (1) Berkas rekam medik milik sarana
pertama dan membicarakan tentang perbedaan pelayanan kesehatan
diagnosa yang dibuat keduanya. (2) Isi rekam medik milik pasien.
Dengan dilembagakannya hak atas pendapat Pada pembahasan sebelumnya, penulis
kedua ini sebagai hak pasien, maka keuntungan menyebutkan bahwa hak-hak pasien yang akan
yang didapat oleh pasien sangat besar. dibahas adalah hak-hak pasien dalam kaitannya
Pertama, pasien tidak perlu mengulangi dengan hak asasi pasien untuk pelayanan
pemeriksaan rurtin lagi. Kedua, dokter yang kesehatan secara umum yang sering diabaikan
pertama dapat berkomunikasi dengan dokter oleh dokter, bukanlah hak-hak pasien dalam
yang kedua, sehingga dengan keterbukaan dari rangka pemeliharaan kesehatan. Namun
para pakar yang setingkat kemampuannya, demikian hak-hak pasien dalam rangka
dapat menghasilkan pendapat yang lebih baik. pemeliharaan kesehatan ini mencakup hak-hak
pasien untuk mendapatkan pelayanan
5. Hak Untuk Melihat Rekam Medik kesehatan.
Kebiasaan dari tenaga kesehatan membuat Adapun yang menjadi hak-hak pasien
catatan tentang pasien, yang sering dikenal menurut Fred Ameln dan Leenen seperti yang
dalam istilah kedokteran: “Status Pasien”, kini dikutip oleh Danny Wiradharma adalah sebagai
telah menjadi kewajiban dari setiap tenaga berikut:11
kesehatan yang bekerja dalam sarana 1. hak untuk memperoleh informasi;
kesehatan, untuk membuatnya. Nama yang
dikenal dan memasyarakat adalah “Rekam
10 J. Guwandhi, Op-Cit, hlm- 229.
Medik” (Medical Record). 11 Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Hukum
Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996.
9 Wila Chandrawila Supriadi, Ibid, hlm-21. , hlm-57.

159
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

2.
hak untuk memberikan persetujuan; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
3.
hak atas rahasia kedokteran; Perlindungan Konsumen. Hak-hak pasien dalam
4.
hak untuk memilih dokter; kedudukan sebagai konsumen tersebut adalah
5.
hak untuk memilih sarana kesehatan; sebagai berikut:13
6.
hak untuk menolak 1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan
pengobatan/perawatan; kesehatan;
7. hak untuk menolak tindakan medis 2. hak untuk memilih jasa pelayanan;
tertentu; 3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan
8. hak untuk menghentikan jujur;
pengobatan/perawatan; 4. hak untuk didengar pendapatnya;
9. hak atas ‘second opinion’; 5. hak untuk mendapatkan advokasi,
10.hak ‘inzage’ rekam medis; perlindungan, dan upaya peyelesaian
11.hak beribadat menurut agama dan sengketa;
kepercayaannya. 6. hak untuk mendapat pembinaan dan
Menurut Bahder Johan Nasution, hak-hak pendidikan konsumen, dalam hal ini
pasien secara umum dapat dirinci sebagai konsumen kesehatan;
berikut:12 7. hak untuk dilayani secara benar;
1. hak pasien atas perawatan; 8. hak untuk mendapatkan kompensasi dan
2. hak untuk menolak cara perawatan ganti rugi;
tertentu; 9. hak-hak lainnya.
3. hak untuk memilih tenaga kesehtan dan UU no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
rumah sakit yang akan merawat pasien; menyebutkan dalam Pasal 4 sampai dengan
4. hak atas informasi; Pasal 8 bahwa:14
5. hak untuk menolak perawatan tanpa izin; 1. Setiap orang berhak atas kesehatan (pasal
6. hak atas rasa aman; 4);
7. hak atas pembatasan terhadap 2. Setiap orang mempunyai hak yang sama
pengaturan kebebasan perawatan; dalam memperoleh akses atas sumber
8. hak untuk mengakhiri perjanjian daya di bidang kesehatan, mempunyai
perawatan; hak dalam memperoleh pelayanan
9. hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights; kesehatan yang aman, bermutu, dan
10.hak pasien menggugat atau menuntut; terjangkau dan berhak secara amandiri
11.hak pasien mengenai bantuan hukum; dan bertanggungjawab menentukan
12.hak pasien untuk menasihatkan sendiri pelayanan kesehatan yang
mengenai percobaan oleh tenaga diperlukan bagi dirinya (pasal 5 ayat 1, 2
kesehatan atau ahlinya. dan 3);
Sementara menurut Undang-undang Nomor 3. Setiap orang berhak mendapatkan
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, lingkungan yang sehat bagi pencapaian
pasien mempunyai hak-hak sebagai berikut: derajat kesehatan (Pasal 6);
1. mendapatkan penjelasan yang lengkap 4. Setiap orang berhak untuk mendapatkan
dari dokternya; informasi dan edukasi tentang kesehatan
2. meminta pendapat dokter lain; yang seimbang dan bertanggungjawab
3. mendapatkan pelayanan sesuai (Pasal 7);
kebutuhan medis; 5. Setiap orang berhak memperoleh
4. menolak tindakan medis; informasi tentang data kesehatan dirinya
5. mendapatkan isi rekam medis. termasuk tindakan dan pengobatan yang
Sedangkan menurut Munir Fuady, tidak telah maupun yang akan diterimanya dari
banyak rumah sakit atau dokter yang tenaga kesehatan (Pasal 8).
melaksanakan hak-hak pasien sebagai Selain apa yang diatur dalam UU No. 36
konsumen kesehatan, yang diatur dalam Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 29

12 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan; 13Munir Fuady, Op-Cit, hlm-12.


Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, 14UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Op-Cit, hlm.
hlm- 33. 14 – 15.

160
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, hak- 14. memperoleh keamanan dan
hak pasien juga diatur dalam perundang- keselamatan dirinya selama dalam
undangan lainnya. perawatan rumah sakit;
Pasal 31 dan Pasal 32 UU No. 44 Tahun 15. mengajukan usul, saran, perbaikan
2009 tentang Rumah Sakit, setiap pasien aatas perlakuan rumah sakit terhadap
mempunyai hak:15 dirinya;
1. memperoleh informasi mengenai tata 16. menolak pelayanan bimbingan rohani
tertib dan peraturan yang berlaku di yang tidak sesuai dengan agama dan
rumah sakit; kepercayaan yang dianutnya;
2. memperoleh informasi tentang hak dan 17. menggugat atau menuntut rumah sakit
kewajiban pasien; apabila rumah sakit diduga
3. memperoleh layanan yang manusiawi, memberikan pelayanan yang tidak
adail, jujur, dan tanpa diskriminasi; sesuai dengan standard, baik secara
4. memperoleh layanan kesehatan yang perdata ataupun pidana; dan
bermutu sesuai dengan standard 18. mengeluhkan pelayanan rumah sakit
profesi dan standard prosedur yang tidak sesuai dengan standard
operasional; pelayanan melalui media cetak dan
5. memperoleh layanan yang efektif dan elektronik sesuai dengan ketentuan
efisien sehingga pasien terhindar dari peraturan perundang-undangan.
kerugian fisik dan materi;
6. mengajukan pengaduan atas kulaitas B. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Covid-19
pelayanan yang didaptkan; Menurut Hukum Positif Indonesia
7. memilih dokter dan kelas perawatan Kesehatan merupakan hak asasi manusia
sesuai dengan keinginannya dan atau hak bagi setiap individu (the right of self
peraturan yang berlaku di rumah sakit; determination) yang harus diwujudkan melalui
8. meminta konsultai tentang penyakit jaminan pemberian kesehatan yang aman dan
yang dideritanya kepada dokter lain berkualitas oleh pemerintah dan jasa pelayanan
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) kesehatan termasuk di tengah situasi pandemi
baik di dalam maupun di luar rumah COVID-19 yang telah melanda hampir di semua
sakit; negara di dunia termasuk Indonesia.16 Pandemi
9. mendapatkan privasi dan kerahasiaan COVID-19 telah menimbulkan duka yang
penyakit yang diderita termasuk data- mendalam bagi masyarakat dunia dan
data medisnya. masyarakat Indonesia.
10. mendapatkan informai yang meliputi Berikut ini ada beberapa hal yang berkaitan
diagnosis dan tata cara tindakan medis, dengan perlindungan terhadap identitas pasien
tujuan tindakan medis, alternatif COVID-19:17
tindakan, risiko dan komplikasi yang 1. Pasien, termasuk didalamnya pasien
mungkin terjadi, dan prognosis COVID-19, mempunyai hak untuk
terhadap tindakan yang dilakukan serta mendapatkan privasi dan kerahasiaan
perkiraan biaya pengobatan; penyakit yang diderita, termasuk data-
11. memberikan persetujuan atau menolak data medisnya. Identitas pasien COVID-
atas tindakan yang akan dilakukan oleh 19 merupakan privasi pasien, sehingga
tenaga kesehatan terhadap enyakit identitas pasien COVID-19 harus dijaga
yang dideritanya; kerahasiaannya. (Pasal 32 huruf i UU
12. didampingi keluarganya dalam keadaan No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit)
kritis; 2. Dokter wajib merahasiakan segala
13. menjalankan ibadah sesuai agama atau sesuatu yang diketahuinya tentang
kepercayaannya yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu pasien 16 Nasaruddin Umar, Perlindungan dan Upaya Hukum
lainnya; Pasien COVID-19 atas Hak Kerahasiaan Rekam Medis dan
Informasi Publik, diakses dari rakyatmaluku.com pada
tanggal 15 November 2020.
17 Perlindungan Hukum Terhadap Identitas Pasien COVID-
15 UU tentang Rumah Sakit, Op-Cit. 19, Loc-Cit

161
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

pasien. Artinya, dokter tidak boleh Identitas pasien biasanya dicatat dan
menyebarkan identitas pasien serta disimpan dalam berkas yang bernama ‘rekam
penyakit pasien, termasuk pasien COVID- medis’. Rekam medis ini merupakan berkas
19 (Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 51 huruf c yang berisikan catatan dan dokumen tentang
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
Kedokteran). Bahkan dalam Pasal 48 ayat tindakan dan pelayanan lain yang telah
(1) disebutkan setiap dokter atau dokter diberikan kepada pasien. Dokumen rekam
gigi dalam melaksanakan praktik medis ini harus disimpan dan dijaga
kedokteran wajib menyimpan rahasia kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi
kedokteran. Segala sesuatu yang dokter dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan
atau dokter gigi ketahui tentang pasien, (Pasal 47 ayat (2) UU No. 29 Tahun 2004).
bahkan juga setelah pasien itu meninggal Rekam medis ini merupakan rahasia
dunia, haruslah dirahasiakan karena itu kedokteran yang memuat identitas pasien
merupakan kewajiban dari dokter atau positif COVID-19 yang harus disimpan dan
dokter gigi untuk merahasiakannya.18 dijaga kerahasiaannya oleh rumah sakit atau
3. Rumah Sakit wajib menghormati dan dokter yang bertugas. Dalam UU No. 29 Tahun
melindungi hak-hak pasien. Apabila 2004 tentang Praktik Kedokteran telah
terdapat rumah sakit yang membocorkan ditentukan bahwa ‘setiap dokter atau dokter
data pasien termasuk pasien COVID-19, gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
rumah sakit tersebut dapat dijatuhi wajib membuat rekam medis yang harus
sanksi berupa teguran, teguran tertulis, dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan
denda, bahkan pencabutan Izin rumah kesehatan. Selanjutnya dikatakan bahwa
sakit. (Pasal 29 ayat (2) UU No. 44 Tahun dokumen rekam medis merupakan milik
2009 tentang Rumah Sakit) dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan
4. Tidak sembarang orang bisa mengakses kesehatan, sedangkan isi rekam medis
data dan identitas pasien. Setiap orang merupakan milik pasien.
yang dengan sengaja mengakses riwayat, Kebiasaan dari tenaga kesehatan membuat
kondisi dan perawatan, pengobatan fisik catatan tentang pasien, yang sering dikenal
dan psikis seseorang akan dikenakan dalam istilah kedokteran: “Status Pasien”, kini
sanksi. (Pasal 17 huruf h angka 2 UU telah menjadi kewajiban dari setiap tenaga
No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan kesehatan yang bekerja dalam sarana
Informasi Publik dan Pasal 57 ayat (1) UU kesehatan, untuk membuatnya. Nama yang
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). dikenal dan memasyarakat adalah “Rekam
Kedua pasal ini pada pokoknya mengatur Medik” (Medical Record).
bahwa setiap orang berhak atas rahasia Membuat rekam medik menjadi kewajiban
kondisi kesehatan pribadinya yang telah dari dokter/rumah sakit. Adalah tanggungjawab
dikemukakan kepada penyelenggara masing-masing dokter dan staff rumah sakit
pelayanan kesehatan dan setiap badan untuk mengusahakan agar pencatatan rekam
publik wajib membuka akses bagi setiap medik pasien dilengkapi dalam jangka waktu
pemohon informasi publik untuk yang ditentukan sesudah pasien keluar rumah
mendapatkan informasi publik, kecuali sakit. Bagian rekam medik harus menentukan
salah satunya mengenai riwayat, kondisi prosedur untuk memberitahukan dokter bila
dan perawatan, pengobatan kesehatan rekam mediknya tidak lengkap dan harus
fisik dan psikis seseorang, karena bila adakan follow-up.20
dibuka dan diberikan kepada pemohon Sejak diundangkannya Peraturan Menteri
informasi publik dapat mengungkapkan Kesehatan Republik Indonesia Nomor
rahasia pribadi.19 749a/MENKES/PER/XII/1989, membuat rekam
medis/medic adalah menjadi kewajiban dari
dokter/rumah sakit.
18UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
19Bernadetha Aurelia Oktavira, Jerat Hukum Bagi Peyebar
Identitas Pasien COVID-19, 2020, diakses dari 20 J. Guwandhi, Hukum Medik (Medical Law), FK-UI,
m.hukumonline.com pada tanggal 14 November 2020. Jakarta, 2004, hlm-. 229.

162
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

Pengertian rekam medik menurut Pasal 1 mengatakan bahwa identitas pasien harus
butir a, PerMenKes No. 749a tahun 1989 adalah dikesampingkan dalam artian bisa dibuka
sebagai berikut: karena merupakan pandemi, penyakit COVID-
“Rekam medik adalah berkas yang berisi 19 merupakan wabah, tapi ada ahli lain yang
catatan, dan dokumen tentang identitas mengatakan bahwa identitas pasien COVID-19
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan tidak boleh dibuka berhubungan dengan bunyi
dan pelayanan lain kepda pasien pada aturan yang ada dalam Pasal 46 ayat (1) dan
sarana pelayanan kesehatan”. Pasal 51 huruf c UU No. 29 Tahun 2004 tentang
Pasal 2 menetapkan sebagai berikut: Praktik Kedokteran yang akan memidana
“Setiap sarana pelayanan kesehatan yang mereka yang membuka identitas pasien.
melakukan pelayanan rawat jalan, maupun Pendapat ahli yang mengatakan bahwa
rawat nginap wajib membuat rekam medik”. penyebaran identitas pasien dapat
Selanjutnya dalam Pasal 10 ditetapkan dikesampingkan bertitik tolak pada apa yang
tentang kepemilikan dari rekam medik bahwa: disebutkan oleh UU No. 4 Tahun 1984 tentang
(1). Berkas rekam medik milik sarana Wabah Penyakit Menular, hal ini berdasarkan
pelayanan kesehatan dalil atau asas “lex specialis derogat legi
(2). Isi rekam medik milik pasien. generalis”. Dalam hal ini UU No. 4 Tahun 1984
Salah satu kewajiban rumah sakit adalah merupakan UU yang khusus dan
menghormati dan melindungi hak-hak pasien. mengenyampingkan UU atau aturan hukum
Pelanggaran atas kewajiban rumah sakit akan yang umum yaitu ketentuan dalam UU No. 29
dikenakan sanksi administratif berupa teguran, Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.21
teguran tertulis atau denda dan pencabutan Perlindungan hukum terhadap pasien
izin rumah sakit. sehingga jika rumah sakit tidak COVID-19 dapat dilakukan melalui 3 (tiga)
melindungi identitas psiennya yang positif upaya hukum yaitu:
COVID-19, maka rumah sakit tersebut dapat 1. Upaya Hukum Perdata:
dikenai sanksi administratif. Selain sanksi Kerugian yang diderita baik pasien COVID-19
administratif, rumah sakit dapat juga dikenakan dan keluarga akibat kebocoran rahasia medis
sanksi pidana apabila menyebarkan identitas yang mengakibatkan kerugian material dan
pasien COVID-19. Karena rumah sakit immateriil akibat pelayanan kedokteran dan
memenuhi kriteria sebagai badan publik pelayanan kesehatan dapat digugat secara
sebagaimana disebut dalam Pasal 54 ayat (1) perdata dan menuntut ganti kerugian. Dengan
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan menggunakan gugatan perbuatan melawan
Informasi Publik (KIP) yang berbunyi: hukum yaitu Pasal 1365 KUHPerdata yang
“Setiap orang yang dengan sengaja dan berbunyi:
tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh “Tiap perbuatan melawan hukum, yang
dan/atau memberikan informasi yang membawa kerugian kepada seorang lain,
dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal mewajibkan orang yang karena salahnya
17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, menerbitkan kerugian itu, mengganti
huruf h, huruf i dan huruf j, dipidana dengan kerugian tersebut.”
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan Dengan menggunakan ketentuan Pasal 1365
pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 KUHPerdata, pegawai atau tenaga medis yang
(sepuluh juta rupiah)”. bekerja pada Rumah Sakit Pemerintah, atau
Dalam hal penyebaran identitas pasien pihak yang membocorkan idnetitas atau rekam
COVID-19 adalah dokter atau dokter gigi yang medis pasien di ruang publik dapat di tuntut
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban untuk membayar ganti rugi. Ada tidaknya
dalam Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 51 huruf c UU kelalaian atau kesengajaan tindakan yang
No. 29 Tahun 2004, dapat dipidana dengan mengakibatkan kerugian, baik secara material
pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000 maupun immateriil nantinya akan dihitung
berdasarkan Pasal 79 huruf b dan c UU No. 29 dampak dari bocornya rekaman medis selama
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Penyebaran identitas pasien terlebih pasien 21Fana Suparman, Mahfud Sebut Kerahasiaan Data Pasien
COVID-19 hal ini menjadi dilema, sebab timbul Dikesampingkan di Masa Pandemi, diakses dari
dua pendapat diantara para ahli, ada yang www.beritasatu.com pada tanggal 20 Januari 2021.

163
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

berapa hari. Dengan dasar pembuktian formil Pasal 51 UU No. 29 Tahun 2004 berbunyi
seperti keadaan itu membuktikan dugaan sebagai berikut:24
adanya kelalaian dari tindakan atau kebijakan “Dokter atau dokter gigi dalam
yang dilakukan seseorang hingga menimbulkan melaksanakan praktek kedokteran
kerugian misalnya dari sisi stigma, pemberitaan mempunyai kewajiban:
lewat media koran, media online, perlkuan a. memberikan pelayanan medis sesuai
masyarakat dan lain-lain. Dalam Perdata, lebih standar profesi dan standar prosedur
kepada pembuktian formil bukti-bukti fisik operasional serta kebutuhan medis
seperti rekaman suara, gambar, berita koran pasien;
online, dan lain-lain disertai satu saksi sudah b. merujuk pasien ke dokter atau dokter
cukup sebagai bukti di pengadilan.22 gigi lain yang mempunyai keahlian atau
2. Upaya Hukum Pidana: kemampuan yang lebih baik, apabila
Upaya Hukum Pidana dapat terlihat pada tidak mampu melakukan suatu
peraturan perundang-undangan sebagai pemeriksaan atau pengobatan;
berikut: c. merahasiakan segala sesuatu yang
a. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
kedokteran; setelah pasien itu meninggal dunia;
UU No. 29 Tahun 2004 ini selain mengatur d. melakukan pertolongan darurat atas
masalah hukum administrasi juga banyak dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
mengatur tentang sanksi pidana bagi dokter yakin ada orang lain yang bertugas dan
yang melakukan kesalahan dalam melakukan mampu melakukannya; dan
praktek kedokterannya. e. menambah ilmu pengetahuan dan
Pasal-pasal yang berisi sanksi pidana mengikuti perkembangan ilmu
terdapat pada Pasal 75 sampai dengan Pasal kedokteran atau kedokteran gigi.
80, namun yang berkaitan langsung dengan 3. Upaya Hukum Administrasi
profesi medis terdapat pada Pasal 79 huruf c Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
yang berbunyi sebagai berikut: “Dipidana melaporkan kepada Konsil kedokteran
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) Indonesia (KKI) untuk mendapatkan
tahun atau denda paling banyak Rp. perlindungan, sebab tujuan Konsil Kedokteran
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap Indonesia adalah berdasarkan pada ketentuan
dokter atau dokter gigi dengan sengaja tidak dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud kedokteran adalah untuk melindungi
dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan
d, atau huruf e”.23 dari dokter dan dokter gigi. Disamping itu
Ketentuan Pasal 51 tersebut merupakan ditempuh juga dengan melakukan pengaduan
ketentuan terhadap kewajiban-kewajiban yang kepada Majelis Kehormatan Disiplin apabila
harus dilakukan oleh seorang dokter atau pasien COVID-19 atau setiap orang yang
dokter gigi dalam melaksanakan praktek mengetahui atau kepentingannya dirugikan
kedokteran, manakala kewajiban ini tidak oleh tindakan dokter atau dokter gigi dalam
ditaati maka berakibat sanksi pidana menjalankan praktik kedokteran.25 Pengaduan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 79 UU tersebut dilakukan dengan dibuat secara
No. 29 Tahun 2004 yaitu: Dipidana dengan tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun Disiplin dengan memuat identitas pengadu,
atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 nama dan alamat tempat praktik dokter dan
(lima puluh juta rupiah). waktu tindakan dilakukan dan alasan
pengaduan. Jika terbukti, dokter akan
mendapatkan sanksi peringatan hingga
pencabutan surat tanda registrasi atau surat
22 Nathan Madiuw, Perlindungan dan Upaya Hukum izin praktik.
Pasien COVID-19 atas Hak Kerahasiaan Rekam medis dan
Informasi Publik, 2020, diakses dari rakyatmaluku.com
padatanggal 16 November 2020.
23 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Op- 24 Ibid, hlm. 74.
Cit, hlm. 84. 25 Nathan Madiuw, Op-Cit.

164
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

PENUTUP undangan yaitu UU No. 29 Tahun 2004


A. Kesimpulan tentang Praktik Kedokteran dan UU No.
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
tentang Praktik Kedokteran, pasien haruslah benar-benar pasien dapat
mempunyai hak-hak untuk mendapatkan dinikmatinya dalam rangka untuk
penjelasan yang lengkap dari dokternya; mendapatkan kesehatan yang optimal
meminta pendapat dokter lain; terutam hak untuk mendapatkan
mendapatkan pelayanan sesuai informasi, hak atas persetujuan tindakan
kebutuhan medis; menolak tindakan medik, hak atas rahasia kedokteran , hak
medis; dan mendapatkan isi rekam atas pendapat kedua dan hak untuk
medis. Sedangkan dalam UU No. 36 melihat rekam medik.
Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Perlindungan hukum bagi pasien COVID-
menyebutkan bahwa setiap orang berhak 19 haruslah diterapkan dengan sebaik-
atas kesehatan; setiap orang mempunyai baiknya terutama untuk tidak
hak yang sama dalam memperoleh akses menyebarluaskan identitas dirinya dan
atas sumber daya di bidang kesehatan, kondisi kesehatannya yang menjadi
mempunyai hak dalam memperoleh rahasia kesehatannya sebab hanya
pelayanan kesehatan yang aman, menjadi milik dari pasien sendiri dan
bermutu, dan terjangkau dan berhak tenaga medis dan penyelenggara
secara amandiri dan bertanggungjawab pelayanan kesehatan.
menentukan sendiri pelayanan
kesehatan yang diperlukan bagi dirinya; DAFTAR PUSTAKA
setiap orang berhak mendapatkan Dosen Pengajar Hukum Kesehatan FH Unsrat
lingkungan yang sehat bagi pencapaian Manado, Bahan Kuliah Hukum Kesehatan,
derajat kesehatan; setiap orang berhak 2019
untuk mendapatkan informasi dan Fuady Munir, Sumpah Hippocrates, Citra Aditya
edukasi tentang kesehatan yang Bhakti, Bandung, 2005
seimbang dan bertanggungjawab; dan F Ameln, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka
setiap orang berhak memperoleh Cipta, Jakarta, 2010
informasi tentang data kesehatan dirinya Guwandhi. J, Hukum Medik (Medical Law), FK-
termasuk tindakan dan pengobatan yang UI, Jakarta, 2004
telah maupun yang akan diterimanya dari Machmud Syachrul, Penegakan Hukum dan
tenaga kesehatan. Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang
2. Perlindungan hukum bagi pasien COVID- Diduga Melakukan Medikal Malpraktek,
19 adalah terutama untuk tidak disebar Karya Putra Darwati, Bandung, 2012
luaskan identitas dirinya ke publik Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan;
demikian juga tentang rahasia kondisi Pertanggungjawaban Dokter, Rineka
kesehatannya sebagaimana yang sudah Cipta, Jakarta, 2005.
diatur dalam peraturan perundang- Rahardjo Satjipto, Permasalahan Hukum Di
undangan kemudian pasien COVID-19 Indonesia, Alumni, Bandung, 1983
dapat diberikan perlindungan berupa Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian
upaya hukum perdata, upaya hukum Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat,
pidana dan upaya sanksi administrasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Namun demikian pasien COVID-19 wajib Supriadi Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran,
mentaati dan menjalankan ketentuan UU Mandar Maju, Bandung, 2001
No. 6 Tahun 2018 tentang karantina agar Wiradharma Danny, Penuntun Kuliah Hukum
penyakitnya tidak menyebar kepada Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta,
orang lain dan juga agar identitasnya 1996.
tidak diketahui orang banyak.
Sumber Internet
B. Saran Aep Nurul Hidayah, Pengertian Pasien, diakses
1. Hak-hak pasien sebagaimana sudah dari aepnurulhidayat.com pada tanggal 13
diatur dalam peraturan perundang- November 2020.

165
Lex Administratum, Vol. IX/No. 2/Mar/EK/2021

Bernadetha Aurelia Oktavira, Jerat Hukum Bagi


Peyebar Identitas Pasien COVID-19, 2020,
diakses dari m.hukumonline.com pada
tanggal 14 November 2020.
Bayarisentonoputro.wordpress.com,
Perlindungan Hukum Kepada Aparatur
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementrian
Keuangan (Fiskus) dalam menjalankan
Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)nya:
Kondisi Kini dan Kondisi Yang Seharusnya
(2012), diakses tanggal 24 Oktober 2020.
Fana Suparman, Mahfud Sebut Kerahasiaan
Data Pasien Dikesampingkan di Masa
Pandemi, diakses dari
www.beritasatu.com
Levi Larassaty, Catat, Ini Hak Pasien Saat
Pandemi COVID-19 Yang Perlu Kita
Ketahui, diakses dari health.grid.id pada
tanggal 14 November 2020.

166

Anda mungkin juga menyukai