Anda di halaman 1dari 31

PELATIHAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS BAGI PETUGAS

KESEHATAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MATERI INTI 3
MANAJEMEN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
JAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya pembuatan Modul
Pelatihan Penanggulangan TB di Fasyankes Tingkat Pertama (FKTP) yang
terintegrasi dengan keluarga sehat.
Materi Modul Pelatihan TB di Fasyankes Tingkat Pertama ini memberikan petunjuk
pelatihan yang harus diberikan kepada seluruh pelayanan kesehatan tingkat pertama
dalam upaya Penanggulangan TB di Indonesia.
Modul ini menguraikan tentang gambaran umum TB; situasi TB di dunia dan
Indonesia, menjelaskan program penanggulangan TB di Indonesia, strategi dan
kebijakan penanggulangan TB; dan pengorganisasian penanggulangan TB. Selain
itu diberikan petunjuk pelatihan mengenai strategi penemuan kasus, diagnosis TB
pada orang dewasa, diagnosis TB anak, diagnosis TB Resistan OAT, diagnosis TB
ekstraparu, diagnosis TB dengan komorbid, dan definisi kasus TB serta klasifikasi
pasien TB. Setelah ditegakkan diagnosis dan klasifikasi kasus bagi setiap pasien TB
sensitif maupun pasien TB Resistan Obat (RO) dilanjutkan pengobatan yang bisa
dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Di dalam modul ini selain berisi petunjuk pelatihan bagaimana kebijakan, strategi
penanggulangan, yang diikuti bagaimana menemukan dan mengobati tuberkulosis,
terdapat juga petunjuk pelatihan penguatan kepemimpinan program TB; peningkatan
akses pelayanan TB yang bermutu; pengendalian faktor risiko TB; peningkatan
kemitraan; peningkatan kemandirian masyarakat dalam pengendalian TB; dan
penguatan manajemen program TB.
Modul ini juga memberikan petunjuk penanggulangan TB yang berintegrasi dengan
pelaksanakan Program Indonesia Sehat yang diselenggarakan melalui pendekatan
keluarga, yang mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga,
berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih ada kekurangan, untuk itu kami
menerima masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan di masa yang akan
datang.

Penulis

2
TIM PENYUSUN

Pelindung:
dr. H.M. Subuh, MPPM (Direktur Jendral P2P)
Pengarah:
1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML)
2. dr. Asik Surya, MPPM (Kepala Subdit TB)
Sekretaris:
1. Nurjannah, SKM, M.Kes
2. dr. Yullita Evarini Y., MARS

Editor
Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes
Anggota:
1. Audia Jasmin Armanda, SKM
2. dr. Endang Lukitosari, MPH
3. dr. Fatiyah Isbaniah, Sp.P
4. dr. Firza Asnely Putri
5. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM
6. H D Djamal, M.Si
7. dr. Hedy B Sampurno, MPH
8. Dra. Katamanis Tarigan, SKM
9. dr Novayanti Tangirerung
10. Rizka Nur Fadila, SKM
11. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
12. Saida N. Debataradja, SKM
13. dr. Setiawan Jati Laksono
14. drg. Siti Nur Anisah, MPH
15. dr. Sity Kunarisasi, MARS
16. Sulistyo, SKM, M.Epid
17. Suwandi SKM, M. Epid
18. dr. Wihardi Triman, MQIH
19. dr. Zulrasdi Djairas, SKM

3
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN …………………………………………………………………3


DAFTAR ISI ……………………………………………………………….... 4
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………. 5
I. DESKRIPSI SINGKAT …………………………………………………………. 6
II. TUJUAN PEMBELAJARAN …………………………………………………. 6
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ……………………………..….. 6
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ………………………..……… .6
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ………………………....6
IV. METODE PEMBELAJARAN …………………………………………….……. 7
V. ALAT BANTU/MEDIA……….………………………………...………………... 7
VI. LANGKAH–LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN …………………..… 8
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses Pembelajaran ………………...…… 8
B. Langkah 2 : Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan…………….. 8
C. Langkah 3 : Pendalaman Pokok Bahasan dan Sub Pokok
Bahasan…………………………………………………………..……………… 8
D. Langkah 4 : Rangkuman dan Evaluasi hasil belajar …………….… 9
VII. URAIAN MATERI …………………………………………………………….… 9
A. Pemetaan Wilayah …………………………………….…………….… 9
B. Perencanaan program penanggulangan TB ...………………….… 10
C. Sistem Informasi ……………………………………………..……...… 13
D. Pemantauan dan penilaian program penanggulangan TB …….… 16
E. Jejaring Program penanggulangan TB …………………………....… 23
F. PPI TB di Fasyankes …………………………………...…………..… 27
VIII. REFERENSI ……………………….………….…………..…………………… 30
IX. LAMPIRAN…………………………………………….…………………………..31

4
DAFTAR SINGKATAN
AKMS = Advokasi Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APD = Alat Pelindung Diri
ARV = Anti Retroviral Virus
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
BTA = Basil Tahan Asam
CDR = Case Detection Rate
CNR = Case Notification Rate
DM = Diabetes Mellitus
DOTS = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
DPM = Dokter Praktek Mandiri
DUP = Daftar Usulan Pyoyek
ED = Expired Date
FDC = Fixed Dose Combination
FEFO = First expired first out
FKRTL = Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
FKTP = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
HIV = Human Immunodeficiency Virus
IFK = Instalasi Farmasi Kabupaten
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
KIE = Komunikasi, Informasi dan Edukasi
MTBS = Manajemen Terpadu Balita Sakit
LPLPO = Laporan pemakaian dan laporan permintaan obat
LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat
MDR = Multi Drug Resistance
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
PAL = Practical Approach to Lung Health
PMO = Pengawas Menelan Obat
POA = Plan Of Action
PMO = Pengawas Menelan Obat
PPI = Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPM = Puskesmas Pelaksana Mandiri
PRM = Puskesmas Rujukan Mikroskopis
PTM = Penyakit Tidak Menular
PS = Puskesmas Satelit
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
RO = Resistan Obat
RR = Resistan Rifampisin
RS = Rumah Sakit
RSP = Rumah Sakit Paru
SMART = Smart, Measurable, Achievable, Realistic, Time Bound
TAK = Tim Ahli Klinis
TB = Tuberkulosis
TCM = Tes Cepat Molekuler
TOSS = Temukan Obati Sampai Sembuh
UKBM = Upaya Kesehatan Berbasis Masyrakat
WHO = World Health Organization
ZN = Ziehln Neelson

5
I. DISKRIPSI SINGKAT
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penularan melalui udara, sumber penularan adalah
pasien TB yang dahaknya mengandung kuman TB.
Sejak tahun 1995, program penanggulangan TB nasional mengadopsi strategi DOTS
atau Directly Observed Treatment Shortcourse, yang direkomendasi oleh WHO.Bank
Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost
effective.
Materi Program Penanggulangan TB berisi target dan strategi nasional
penanggulangan TB terutama elimanasi TB tahun 2035 dan Indonesia bebas TB
tahun 2050, sehingga diperlukan penguatan kepemimpinan program TB;
peningkatan akses pelayanan TB yang bermutu;pengendalian faktor risiko TB;
peningkatan kemitraan; peningkatan kemandirian masyarakat dalam pengendalian
TB; dan penguatan manajemen program TB.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu melakukan
manajemenpenanggulangan TB di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu:
1. Menjelaskan pemetaan wilayah;
2. Melakukan perencanaan program Penanggulangan TB;
3. Melakukan sistem informasi;
4. Melakukan pemantauan dan penilaian program Penanggulangan TB;
5. Menjelaskan Jejaring penanggulangan TB;
6. Melakukan kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi TB di
Fasyankes.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pemetaan wilayah
1.Peta wilayah
2.Data demografi
3.Jumlah kasus TB
4.Jumlah kader TB
5.Jarak tempuh dari fasyankes ke wilayah berisiko TB

6
B. Perencanaan program Penanggulangan TB
1.Target
2.Logistik
3.Sarana dan Prasarana
4.Sumber Daya Manusia (SDM)
5.Rencana Kerja (POA)
C. Sistem informasi
1. Surveilans
2. Pencatatan
3. Pelaporan
D. Pemantauan dan penilaian program Penanggulangan TB
1. Jenis dan kegunaan Indikator P2TB
2. Pemantauan
3. Penilaian
4. Tindak lanjut hasil pemantauan dan penilaian
5. Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopis TB
E. Jejaring program penanggulangan TB meliputi
1. Jejaring penyedia layanan
2. Jejaring layanan
F. PPITB di fasyankes
1. Pilar-pilar PPI
2. Pelaksanaan PPI

IV. METODE PEMBELAJARAN


1. Curah pendapat,
2. CTJ,
3. Diskusi kelompok,
4. Studi kasus

V. ALAT BANTU/ MEDIA


1. Komputer, 6. Pedoman Studi Kasus,
2. LCD, 7. Bahan tayang,
3. Flipchart, 8. Meta plan,
4. Whiteboard, 9. Modul MI.3
5. Spidol,

7
VI. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah-langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran
1. Kegiatan Pelatih
a. Pelatih memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b. Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri, Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan Manajemen Penanggulangan TB.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang
Manajemen Penanggulangan TB.
f. Memfasilitasi pemilihan ketua.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Pelatih
c. Setiap peserta memperkenalkan diri
d. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
B. Langkah 2 : Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
1. Kegiatan Pelatih
a. Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan A sampai
dengan F secara garis besar dalam waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Pelatih.
C. Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan dan Sub pokok bahasan
1. Kegiatan Pelatih

8
a. Menugaskan kelompok untuk membaca materi inti 1 secara bergantian
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses
penyelesaian latihan, menyimpulkan hasil diskusi.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas pada
pelatih.
b. Melakukan proses membaca materi secara bergantian.
c. Mengikuti diskusi dalam kelompok.
D. Langkah 4 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar
1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan peserta latih menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan
termasuk evaluasi akhir materi dalam lampiran.
b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan
c. Bersama peserta diskusi dan merangkum butir-butir penting dari hasil
proses pembelajaran.
d. Membuat kesimpulan.
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang ditugaskanPelatih.
b. Bersama Pelatih merangkum hasil proses pembelajaran koordinasi lintas
program dan lintas sektor.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Pemetaan Wilayah
1. Peta wilayah
Yang dimaksud dengan peta wilayah adalah menggambarkan situasi
epidemiologi TB di suatu area tertentu dapat berupa wilayah kerja
puskesmas atau wilayah kerja kabupaten/kota.
Peta wilayah secara umum dapat dilakukan oleh fasyankes tingkat pertama
(Puskesmas) sedangkan klinik pratama dan fasyankes tingkat lanjut tidak
mempunyai wilayah kerja sehingga tidak mempunyai kewajiban untuk
membuat peta wilayah.
2. Data Demografi
Data demografi adalah informasi yang bersifat dinamis tentang konfigurasi
kependudukan di dalam suatu wilayah kerja yang memuat karakteristik
jumlah penduduk, jenis kelamin, usia penduduk, pendidikan, dan pekerjaan.

9
3. Jumlah Kasus TB
Jumlah kasus TB (dewasa dan anak) dapat diperoleh dari hasil kegiatan
selama satu tahun sebelumnya yang memuat jumlah terduga TB, jumlah
pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis, jumlah pasien TB yang
terdiagnosis secara klinis, jumlah kasus TB dengan HIV positif, jumlah kasus
TB dengan komorbid DM/ penyandang DM, jumlah kasus TB melalui
pendekatan PAL (Practical Approach to Lung Health), dan jumlah pasien TB
ekstraparu.
4. Jumlah Kader TB
Yang dimaksud kader TB adalah komunitas yang berasal dari masyarakat
dalam wilayah kerja tertentu yang telah diperdayakan dengan mendapatkan
pelatihan tentang ilmu penyakit TB yang dilakukan oleh Puskemas, UKBM,
LSM (Aisyiyah, PPTI, LKNU, dan lain-lain).
Tugas kader diharapkan sebagai perpanjangan petugas puskesmas dalam
menemukan pasien dan menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) baik untuk
pasien TB sensitif obat maupun TB resistan obat (sebagai co PMO).
5. Jarak Tempuh dari FKTP ke Wilayah Berisiko TB
Jarak tempuh adalah suatu jarak yang akan ditempuh dan dapat dilakukan
dalam kegiatan active case finding di dalam suatu wilayah tertentu berupa
active case finding masif untuk komunitas yang kontak dengan pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis, komunitas penyandang DM, HIV, dan atau gizi
buruk.

Pokok Bahasan 2
B. Melakukan perencanaan program Penanggulangan TB
1. Target
Keberhasilan program penanggulangan TB ditandai dengan tercapainya
sasaran yang telah direncanakan berdasarkan evidence based data (data
epidemiologi). Dalam menentukan target saat ini menggunakan metode
modeling secara nasional telah diturunkan sampai ke kabupaten/kota.
Sedangkan target untuk fasyankes yang mempunyai wilayah kerja
(puskesmas) akan diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
2. Logistik
Logistik sebagai bahan pendukung dalam tatalaksana pasien TB di fasyankes
sangat diperlukan ketersediaannya untuk menjamin ketersediaan logistik

10
mulai dari pencegahan, penemuan, pengobatan, dan pemantauan setelah
selesai pengobatan.
Logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan Penanggulangan TB di
fasyankes adalah:
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) termasuk alat suntik dan aquabides
untuk injeksi untuk TB sensitif obat dan TB resistan obat.
2. Logistik non OAT antara lain reagen ZN, kaca sediaan, mikroskop, pot
dahak, minyak imersi, ether alkohol, tisu, ose/aplikator bambu, lampu
spiritus/bunsen, rak pengering, lysol, kertas lensa, dan lain-lain.
3. Obat untuk pencegahan TB dan IPT TB HIV.
4. Larutan tuberkulin untuk tuberkulin tes.
5. Sarana dan bahan-bahan Laboratorium.
6. Formulir, kartu dan buku register.

Program NasionalPenanggulangan TB menyediakan Logistik OAT dan


Logistik non OAT yang digunakan untuk TB sensitif obat dan TB resistan
obat.
 OAT untuk TB sensitif obat disediakan dalam bentuk paket Kombinasi
Dosis Tetap (KDT).
 Pada awal pengobatan, setiap pasien disiapkan satu paket OAT.
Pada kondisi dimana berat pasien berubah, paduan obat boleh
dikemas ulang.
 OAT untuk TB resistan obat disediakan dalam bentuk obat lepas.

a.Perhitungan Kebutuhan Obat TB Sensitif


Penghitungan perencanaan kebutuhan obat pasien TB dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Jumlah OAT yang dibutuhkan = (Kb x Pp) + Bs – (Ss + Sp)
Keterangan:
Kb = Perkiraan kebutuhan OAT perbulan (dalam satuan paket)
Menghitung Kb adalah rata rata konsumsi perbulan tahun lalu atau
target yang akan dicapai pada tahun perencanaan.
Pp = Periode perencanaan (dalam satuan bulan), mulai saatperencanaan
sampai OAT diterima
Bs = Buffer stok (dalam satuan paket) = ...% x (Kb x Pp)
Ss = Stok sekarang (dalam satuan paket)
Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam satuan paket)

11
b. Perhitungan Obat TB Resistan
Perhitungan kebutuhan obat pasien TB MDR dihitung oleh
kabupaten/kota.

c.Perhitungan Kebutuhan Obat Pencegahan


1) Perhitungan Kebutuhan Obat Pencegahan TB pada Anak
Rumus perhitungan estimasi jumlah anak <5 tahun yang memenuhi
syarat diberikan PP INH = Jumlah pasien TB yang akan diobati x
proporsi BTA positif baru (62%) x jumlah pasien TB BTA positif
baru yang memiliki anak (30%) x jumlah anak <5 tahun (2 orang) x
jumlah anak <5 tahun yang tidak sakit TB (90%).
2) Perhitungan Kebutuhan Obat Pencegahan TB pada ODHA
3. Sarana dan Prasarana
Dalam memberikan tatalaksana TB yang baik diperlukan:
a. Ruangan yang sesuai standar PPI
b. Sistem pembuangan limbah
c. Tempat mendahak (sputum booth)
d. Sistem ventilasi
e. Hands rub(cuci tangan dengan antiseptik)
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
Setiap FKTP yang melakukan tatalaksana TB harus mempunyai tenaga
terlatih TB sebagai berikut:
 Dokter
 Paramedis (perawat/ bidan)
 Petugas laboratorium
 Tenaga non kesehatan
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan tatalaksana TB perlu dilakukan
peningkatan kompetensi melalui pelatihan, on the job training (OJT),
workshop, studi banding, dan lain-lain.
Di dalam menentukan petugas yang perlu untuk ditingkatkan kompetensinya
maka FKTP harus membuat perencanaan peningkatan kualitas SDM dalam
bentuk swadana atau berkoordinasi denganPuskesmas setempat/ dinas
kesehatan kabupaten/kota.
5. Rencana Kerja (Plan of Action)
a. Jenis kegiatan:

12
1. Active case finding masif dilakukan pada:
a) Kontak dengan pasien TB terkonfirmasi bakteriologis
b) Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
c) Penyandang DM
d) Gizi buruk
e) Daerah kumuh
f) Populasi padat (pengungsi, imigran, lapas)
g) Daerah perbatasan
2. Passive case finding, promotif aktif, program TB terintegrasi dengan
HIV, PTM, PAL, MTBS yang sifatnya rutin.
3. Membuat jadwal kegiatan:
a) Di dalam gedung
b) Di luar gedung
b. Penanggung jawab
c. Sumber dana
d. Evaluasi dengan menggunakan indikator program
e. Rencana Tindak Lanjut*

Tabel 1. Rencana Kerja FKTP ………… triwulan……. tahun ……

Jenis/sub Sumber Penanggung


No. Lokasi Waktu Keterangan
Kegiatan dana jawab

*
dibuat per 3 (tiga) bulanan

13
Pokok bahasan 3:
C. Sistem Informasi
Sistem informasi program pengendalian TB adalah seperangkat tatanan
yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi dan
sumber daya manusia (SDM) yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu
untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung
pembangunan nasional.
Informasi kesehatan untuk program pengendalian TB adalah informasi dan
pengetahuan yang memandu dalam melakukan penentuanstrategi, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program TB.

Bagan 1.Sistem Informasi Program Pengendalian TB

1. Surveilans TB
Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus menerus
terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan
penanggulangan yang efektif dan efisien.
Surveilans TB merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh data
epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi program
penanggulangan TB.
Terdapat 2 jenis surveilans TB, yaitu
a. Surveilans Berbasis Indikator

14
Surveilansberbasis indikator dilaksanakandenganmenggunakan data
layanan rutin yang dilakukan pada pasien TB.

Sistem surveilans ini merupakan sistem yang mudah, murah dan


masih bisa dipercaya untuk memperoleh informasi tentang TB.
Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu divalidasidenganhasil dari
surveilans periodik atau surveilans sentinel.Data yang dikumpulkan harus
memenuhi standar yang meliputi:
1. Lengkap, tepat waktu dan akurat.
2. Data sesuai dengan indikator program.
Data untuk program Penanggulangan TB diperoleh dari
sistem pencatatan-pelaporan TB. Pencatatan menggunakan
formulir baku secara manual didukung dengan sistem informasi
secara elektronik, sedangkan pelaporan TB menggunakan sistem
informasi elektronik. Penerapan sistem informasi TB secara elektronik
disemua faskes dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan
ketersediaan sumber daya di wilayah tersebut.

b. Surveilans Berbasis Kejadian


1. Surveilans Berbasis Kejadian Khusus
Dilakukan melalui kegiatan survei baik secara periodik
maupun sentinel yang bertujuan untuk mendapatkan data
yang tidak diperoleh dari kegiatan pengumpulan data rutin. Kegiatan
ini dilakukan secara cross-sectional pada kelompok pasien TB yang
dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu.
Contoh: survei prevalensi TB Nasional, sero survei
prevalensi HIV diantara pasien TB, survei sentinel TB
diantara ODHA, surveiresistensi OAT, survei Knowledge
Attitude Practice (KAP) untuk pasien TB dan dokter praktek
mandiri (DPM), dan survei lain-lain.
2. Surveilans Berbasis Kejadian Luar Biasa
Meliputi surveilans untuk kasus-kasus TB lintas Negara terutama
bagi warga negara Indonesia yang akanberangkat
maupun yang akan kembali ke Indonesia (haji dan TKI).
Upaya pengawasan pasien TB yang akan menunaikan
ibadah haji atau TKI yang akan berangkat keluar negeri

15
maupun kembali ke Indonesia memerlukan sistem surveilans
yang tepat.

2. Pencatatan dan Pelaporan


a. Pencatatan dan Pelaporan TB Sensitif Obat
Pencatatan dan pelaporan FKTP menggunakan formulir baku:
a) Daftar atau buku register terduga TB (TB.06).
b) Formulir Permohonan Pemeriksaan Bakteriologis TB (TB.05).
c) Kartu Pengobatan Pasien TB (TB.01).
d) Kartu Pengobatan Pencegahan TB (TB.01 P)
e) Kartu Identitas Pasien TB (TB.02).
f) Register TB Fasilitas Kesehatan (TB.03 faskes).
g) Formulir Rujukan/Pindah Pasien TB (TB.09).
h) Formulir Hasil Akhir Pengobatan Pasien TB Pindahan (TB.10).
i) Register Laboratorium TB untuk Laboratorium Faskes Mikroskopis dan
Tes Cepat (TB.04).
j) Register Laboratorium TB Untuk Rujukan Tes Cepat, Biakan Dan Uji
Kepekaan (TB.04 Rujukan).
k) Formulir Triwulan Uji Silang Sediaan TB Fasilitas Kesehatan
Mikroskopis (TB.12 Faskes).
l) Laporan Pengembangan Ketenagaan Program Penanggulangan TB
Fasilitas Kesehatan (TB.14 Faskes).
m) Pelacakan Kontak Anak (TB.15).
n) Register Kontak Tuberkulosis (TB.16).
b. Sistem Pencatatan dan Pelaporan TB RO
Pencatatan dan pelaporan TB RO menggunakan formulir baku.
1) Pencatatan di Fasilitas Kesehatan Satelit
Pencatatan Faskes Satelit menggunakan:
a) Daftar Terduga TB (TB.06).
b) Buku rujukan pasien terduga TB resisten obat.
c) Formulir rujukan pasien terduga TB resistan obat.
d) Salinan formulir TB.01 MDR (Kartu pengobatan bila mengobati pasien
TB MDR).
e) Salinan formulir TB.02 MDR (Kartu identitas pasien TB MDR bila
mengobati).
f) TB.13A MDR (Permintaan obat ke Faskes Rujukan/Sub rujukan TB
MDR bila mengobati).

16
2) Pencatatan dan Pelaporan di fasyankes TB RO
a) Daftar Terduga TB (TB.06).
b) Formulir data dasar.
c) Formulir Permohonan Pemeriksaan Bakteriologis TB (TB.05).
d) Kartu pengobatan pasien TB MDR (TB.01 MDR).
e) Kartu Identitas pasien TB MDR (TB.02 MDR).
f) Register pasien TB MDR (TB.03 MDR).
g) Formulir rujukan/pindah pasien TB MDR.
3) Pencatatan di Laboratorium rujukan TB RO
Register Laboratorium TB Untuk Rujukan Tes Cepat (TB.04 Rujukan).

D. Pemantauan dan Penilaian Program Penanggulangan TB


1. Jenis dan Kegunaan Indikator P2TB
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur
kinerja dan kemajuan program (marker of progress). Dalam menilai kemajuan
atau keberhasilan program pengendalian TB berdasarkan Permenkes no 67
tahun 2016 digunakan beberapa indikator yaitu indikatordampak, indikator
utama dan indikator operasional.Ketiga indikator tersebut digunakan di tingkat
pusat.Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota digunakan indikator utama dan
operasional.
Beberapa indikator yang digunakan sesuai dengan tingkat fasyankes (lihat
tabel berikut):

Tabel 2. Indikator-indikator yang dapat dimanfaatkan di FKTP

No Indikator Sumber Data Waktu

TB.01, TB.03 Faskes,


Triwulan
Cakupan pengobatan semua kasus TB (case TB.07*, Perkiraan
1
detection rate/CDR) yang diobati jumlah semua kasus TB Tahunan
(insiden)
Angka notifikasi semua kasus TB (case TB.01, TB.03 Faskes, Triwulan
2 notification rate/CNR) yang diobati per TB.07*, data jumlah
Tahunan
100.000 penduduk penduduk

TB.01, TB.03 Faskes, Triwulan


Angka keberhasilan pengobatan pasien TB
3
semua kasus TB.08* Tahunan

17
TB.06, TB.01, TB.03
Faskes, TB.07* tahun Triwulan
4 Cakupan penemuan kasus TB resistan obat sebelumnya untuk
Tahunan
membuat perkiraan
kasus TB resistan obat
Triwulan
Angka keberhasilan pengobatan pasien TB
5 TB.08 MDR**
resistan obat Tahunan

TB.01, TB.03 Faskes, Triwulan


Persentase pasien TB yang mengetahui
6
status HIV TB.07* Blok 3 Tahunan

Persentase kasus pengobatan ulang TB


Triwulan
7 yang diperiksa uji kepekaan obat dengan tes TB.03, TB.06
Tahunan
cepat molukuler atau metode konvensional
Persentase kasus TB resistan obat yang Triwulan
8 TB.07 MDR**, TB.06
memulai pengobatan lini kedua Tahunan
Persentase pasien TB-HIV yang TB.01, TB.03 Faskes, Triwulan
9
mendapatkan ARV selama pengobatan TB TB.08* blok 2 Tahunan
Persentase kasus TB yang ditemukan dan
Triwulan
10 dirujuk oleh masyarakat atau organisasi TB.01, TB.03 Faskes
Tahunan
kemasyarakatan
Keterangan:
* SITT
**eTB Manager

2. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi program TB merupakan salah satu fungsi
manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB.
Monitoring dilakukan secara rutin dan berkala sebagai deteksi awal
masalah dalam pelaksanaan kegiatan program sehingga dapat segera
dilakukan tindakan perbaikan.Monitoring dapat dilakukan dengan
membaca dan menilai laporan rutin maupun laporan tidak rutin, serta
kunjungan lapangan.Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana
pencapaian tujuan, indikator, dan target yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama, biasanya setiap 6
bulan s/d 1 tahun.

18
3. Analisis Indikator
Indikator yang harus dianalisa oleh FKTP secara rutin (triwulan dan tahunan)
adalah sebagai berikut:
a) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR) yang
diobati
Adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di antara
perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden).
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
x 100%
Perkiraan jumlah semua kasus TB
Perkiraan jumlah semua kasus TB merupakan insiden dalam per 100.000
penduduk dibagi dengan 100.000 dikali dengan jumlah penduduk.
Misalnya: perkiraan insiden di suatu wilayah adalah 300 per 100.000
penduduk dan jumlah penduduk sebesar 20.000 orang maka perkiraan
jumlah semua kasus TB adalah (300:100.000) x 20.000 = 60 kasus.
CDR dimaksudkan menggambarkan seberapa banyak kasus TB yang
harus dicapai oleh FKTP (Puskesmas).
Catatan: Di fasyankes, perkiraan jumlah semua kasus TB didapatkan dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

b) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang


diobati per 100.000 penduduk
Adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di antara
100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu.
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
x 100.000
Jumlah penduduk yang ada di suatu wilayah penduduk
tertentu
Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan
kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan kasus dari
tahun ke tahun di suatu wilayah.

c) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus


Adalah jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan lengkap di
antara semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan. Dengan demikian
angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan semua kasus

19
dan angka pengobatan lengkap semua kasus. Angka ini menggambarkan
kualitas pengobatan TB.
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan
lengkap x 100%
Jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan
Angka kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85%
sedangkan angka keberhasilan pengobatan semua kasus minimal
90%.Angka keberhasilan pengobatan ≥95%kurangbermakna terhadap
program jika angka kesembuhannya <85%. Untuk itu perlu perhatian
khusus terhadap kasus putus berobat (lost to follow up) dan“kasus tidak
dievaluasi”yang harus diminimalisir.

d) Cakupan penemuan kasus TB resistan obat


Adalah jumlah kasus TB resisten obatyang terkonfirmasi resistan
terhadap rifampisin (RR) dan atau TB-MDR berdasarkan hasil
pemeriksaan tes cepat molekuler maupun konvensional di antara
perkiraan kasus TB resisten obat.
Rumus:
Jumlah kasus TB yang hasil pemeriksaan tes cepat molekuler
maupun konvensionalnya menunjukkan resistan terhadap
x 100%
rifampisin (RR) dan atau TB-MDR

Perkiraan kasus TB resisten obat


Berdasarkan estimasi WHO, perkiraan kasus TB resisten obat diperoleh
dari 2% dari kasus TB paru baru ditambah 12% dari kasus TB paru
pengobatan ulang.
Indikator ini menggambarkan cakupan penemuan kasus TB resisten obat.

e) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat


Adalah jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB
MDR) yang menyelesaikan pengobatan dan sembuh atau pengobatan
lengkap di antara jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin
dan atau TB MDR) yang memulai pengobatan TB lini kedua.

20
Rumus:
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan
atau TB MDR) yangdinyatakan sembuh dan pengobatan
lengkap x 100%
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan
atau TB MDR) yangmemulai pengobatan TB lini kedua
Indikator ini menggambarkan kualitas pengobatan TB resisten obat.

f) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV


Adalahjumlah pasien TB yang mengetahui status HIV baik sebelum
maupun setelah memulai pengobatan TB dan tercatat pada formulir
pencatatan TB. Indikator ini akan optimal apabila pasien TB mengetahui
status HIV ≤15 hari terhitung dari pasien memulai pengobatan.
Rumus:
Jumlah pasien TB yang mempunyai hasil tes HIV yang dicatat
di formulir pencatatan TB yang hasil tes HIV diketahui
termasuk pasien TB yang sebelumnya mengetahui status HIV
x 100%
positif
Jumlah seluruh pasien TB terdaftar (ditemukan dan diobati
TB)
Angka ini menggambarkan kemampuan program TB dan HIV dalam
menemukan pasien TB HIV sedini mungkin. Angka yang tinggi
menunjukan bahwa kolaborasi TB HIV sudah berjalan dengan baik, klinik
layanan TB sudah mampu melakukan tes HIV dan sistem rujukan antar
TB dan HIV sudah berjalan baik.
Angka yang rendah menunjukan bahwa cakupan tes HIV pada pasien TB
masih rendah dan terlambatnya penemuan kasus HIV pada TB.

g) Persentase kasus pengobatan ulang TB yang diperiksa uji kepekaan


obat dengan tes cepat molekuler atau metode konvensional
Adalah jumlah kasus TB pengobatan ulang yang diperiksa dengan uji
kepekaan terhadap OAT dengan tes cepat molekular atau metode
konvensional di antara jumlah pasien TB pengobatan ulang yang tercatat
selama periode pelaporan.

21
Rumus:
Jumlah kasus TB pengobatan ulang yang diperiksa dengan uji
kepekaan terhadap OAT
x 100%
Jumlah pasien TB pengobatan ulang yang tercatat selama
periode pelaporan
Indikator ini digunakan untuk menghitung berapa banyak kasus
pengobatan ulang yang diperiksa dengan uji kepekaan obat.

h) Persentase kasus TB resistan obat yang memulai pengobatan lini kedua


Adalah jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau
TB-MDR) yang terdaftar dan yang memulai pengobatan lini kedua di
antara jumlah kasus TB yang hasil pemeriksaan tes cepat molekuler
maupun konvensionalnya menunjukkan resistan terhadap rifampisin (RR)
dan atau TB-MDR.
Rumus:
Jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan
atau TB-MDR) yang terdaftar dan yang memulai pengobatan
lini kedua
x 100%
Jumlah kasus TB yang hasil pemeriksaan tes cepat molekuler
maupun konvensionalnya menunjukkan resistan terhadap
rifampisin (RR) dan atau TB-MDR
Indikator ini menggambarkan berapa banyak kasus TB yang terkonfirmasi
TB RR dan atau TB-MDR yang memulai pengobatan.

i) Persentase pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama pengobatan


TB
Adalah jumlah pasien TB-HIV baru dan kambuh yang mendapatkan ARV
selama periode pengobatan TB baik yang melanjutkan ARV sebelumnya
atau baru memulai ARV di antara seluruh pasien TB-HIV. Indikator ini
akan optimal apabila pasien TB mendapat ART ≤8 minggu terhitung dari
pasien memulai pengobatan TB.

22
Rumus:
Jumlah seluruh pasien TB HIV baru dan kambuh yang
mendapatkan ARVselama periode pengobatan TB baik yang
melanjutkan ARV sebelumnya atau baru memulai ARV x 100%
jumlah pasien TB-HIV baik kasus baru dan kambuh selama
periode pengobatan TB
Indikator ini menggambarkan berapa banyak pasien TB HIV yang
mendapatkan ARV. Target untuk indikator ini adalah 100%.

j) Persentase kasus TB yang ditemukan dan dirujuk oleh masyarakat atau


organisasi kemasyarakatan
Adalah jumlah semua kasus TB yang dirujuk oleh masyarakat atau
organisasi kemasyarakatan yang tercatat (TB 01) di antara semua kasus
TB.
Rumus:
Jumlah semua kasus TB yang dirujuk oleh masyarakat
atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat (TB 01)
Jumlah semua kasus TB x 100%
Indikator ini menggambarkan kontribusi dari masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan dalam menemukan dan merujuk kasus TB.

5. Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopis


Untuk menjamin kualitas pemeriksaan mikroskopis TB, semua faskes
mikroskopis TB yaitu Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas
Pelaksana Mandiri (PPM) dan Rumah Sakit wajib dilakukan Pemantapan
Mutu Eksternal (PME) mikroskopis TB berupa uji silang secara rutin 4
(empat) kali setahun. Jejaring laboratorium mikroskopis TB terdiri dari:
a) Terdapat 3 (tiga) komponen uji silang yaitu:
a) Laboratorium Mikroskopis TB di faskes
b) Laboratorium intermediate
c) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

23
Alur uji silang mikroskopis TB sesuai gambar berikut:

Peran petugas TB di faskes dalam kegiatan uji silang mikroskopis TB adalah


sebagai berikut:
a) Pengambilan dan pemilihan sediaan untuk uji silang
Pengambilan dan pemilihan sediaan untuk uji silang dilakukan dengan
metode LQAS.
b) Mengisi formulir TB 12 dan atau perangkat e TB 12 sebagai berikut:
1) Pengisian formulir TB 12
 Lembar 1: tanpamengisihasil pemeriksaan laboratorium TB
faskes padakolom no. 4,diserahkan kepada petugas
pelaksana mikroskopis uji silang di laboratorium
intermediate/rujukan uji silang
 Lembar 2: mengisihasilpemeriksaanfasyankespadakolom
no. 4, diserahkan kepada penanggung jawab laboratorium
uji silang/Ketua tim uji silang/Koordinator uji silang
2) Pengisian perangkat eTB 12
Prinsip pengisian perangkat e TB 12 sama denganpengisian
formulir TB 12. Dengan menggunakan kata sandi, maka petugas
laboratorium intermediate tidak dapat melihat hasil pembacaan
laboratorium mikroskopis TB di faskes sehingga blinded dapat
terjaga.
c) Pengiriman sediaan uji silang ke laboratorium intermediate bersama
dengan formulir TB 12 atau perangkat eTB 12

24
E. Jejaring Penanggulangan TB
Dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan TB dibangun
dandikembangkan koordinasi, jejaring kerja, serta kemitraan antara instansi
pemerintah dan pemangku kepentingan, baik di pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota serta di tingkat fasyankes.
Kegiatan jejaring penanggulangan TB di tingkat FKTP adalah:
1) melakukan penemuan kasus;
2) melakukan pengobatan TB;
3) melakukan pengendalian faktor risiko;
4) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bentuk usulan
SDM yang akan mengikuti pelatihan, melatih kader bersama LSM;
5) melakukan KIE;
6) mengintegrasikan penanggulangan TB;
7) melakukanrujukan.
8) melakukan manajemen uji silang sediaan.

Jenis jejaring dalam program TB terdiri dari:


1. Jejaring Penyedia Layanan
Penyedia layanan adalah semua institusi atau fasilitas kesehatan yang bisa
memberikan pelayanan penanggulangan penyakit TB.Jejaring penyedia
layanan dimaksudkan menuju Akses Universal dan “TOSS TB”. Akses
universal dan “TOSS TB” meliputi:
a. Jejaring kasus;
1) Penemuan dan diagnosis terduga TB, investigasi kontak.
2) Kesinambungan pengobatan pasien TB: rujukan/pindah,
pelacakan pasien TB yang mangkir.
b. Jejaring Laboratorium
Jejaring laboratorium dengan fasyankes yaitu contoh uji dahak.
Jejaring laboratorium itu terdiri dari jejaring rujukan diagnosis maupun
rujukan teknis (pemantapan mutu)
c. Jejaring Logistik,
1) Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan distribusi OAT dan
non OAT ke puskesmas dan rumah sakit.
2) Puskesmas mendistribusikan OAT ataupun non OAT berupa
formulir pencatatan ke Dokter Praktik Mandiri/Klinik Pratama.

25
d. Jejaring Pencatatan dan Pelaporan TB
Pencatatan dan Pelaporan TB di fasyankes dilakukan secara
manual/elektronik dalam Sistem Informasi Terpadu TB (SITT dan e-
TB Manager) dengan penanggung jawab kepala puskesmas.
e. Jejaring Pembinaan
Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pembinaan ke seluruh
fasyankes sedangkan puskesmas melakukan pembinaan ke penyedia
pelayanan di wilayah kerjanya (DPM, klinik pratama, klinik
swasta/perusahaan).

Bagan 2. Penemuan Pasien TB dengan Jejaring Penyedia Layanan TB

Keterangan:
 Mandatory Notification (Notifikasi Wajib) adalah kewajiban setiap
fayankes yang memberikan pelayanan TB untuk mencatat dan
melaporkan kasus TB yang ditemukan dan/atau diobati sesuai dengan
format pencatatan dan pelaporan yang ditentukan. Pelanggaran atas
kewajiban ini bisa mengakibatkan sanksi administratif sampai
pencabutan izin operasional fasilitas kesehatan yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes
nomor 67 tahun 2016).
 DPM dan klinik pratama melaporkan kasus TB ke puskesmas, sedangkan
rumah sakit melaporkan kasus TB ke dinas kesehatan kabupaten/kota.

26
2. Jejaring Layanan
Jejaring layanan adalah hubungan kerja timbal balik baik di dalam maupun di
luar fasyankes untuk mendapatkan kemudahan akses pelayanan dengan
strategi DOTS yang berkualitas.
a. Penemuan pasien TB
 Penemuan pasien TB diawali dengan penemuan terduga TB melalui
pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan pemeriksaan bakteriologis
(mikroskopis, Tes Cepat Molekuler (TCM) atau biakan) dan foto
toraks melalui rujukan.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat
menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupununderdiagnosis.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan
serologis.
1) Faskes yang mempunyai Alat TCM
 Diagnosis TB pada terduga TB dilakukan dengan pemeriksaan
TCM.
 Pada kondisi dimanapemeriksaan TCM tidak memungkinkan
(misalnya alatTCM melampui kapasitas pemeriksaan, alat
TCMmengalami kerusakan, dll), penegakan diagnosis
TBdilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
 Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan terduga TB
dengan HIV positif, harus tetap diupayakan untuk dilakukan
penegakan diagnosis TB dengan TCMTB.
 Contoh uji dahak dengan kualitas yang baik yang diperlukan untuk
pemeriksaan TCM sebanyak 2 (dua) buah.
 Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan rujukan untuk
pemeriksaan foto toraks.
2) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM
 Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses
TCM, penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.
 Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak
2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal
dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau Sewaktu-Pagi.
 Apabila hasil pemeriksaan bakteriologis negatif:

27
- rujuk ke fasyankes yang mempunyai fasilitas foto toraks.
- tidak memilki akses rujukan TCM/biakan berikan antibiotika
spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) selama 1-2
minggu.
- tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik,
pasien perlu dikaji faktor risiko TB antara lain:
 Terbukti ada kontak dengan pasien TB
 Ada penyakit komorbid: HIV, DM
 Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh, dll.
b. Pengobatan pasien TB
 Semua pasien yang sudah terbukti TB baik TB sensitif dan RO
harus segera memulai pengobatan yang baku dan bermutu.
 Sebelum memulai pengobatan harus dilakukan persiapan awal
termasuk melakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
 Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB RR/TB MDR
serta perubahan dosis dan frekuensi pemberian OAT MDR
diputuskan oleh dokter dan atau TAK yang sudah dilatih, dengan
masukan dari tim terapeutik jika diperlukan.
 Inisiasi pengobatan TB RO dapat dimulai di Puskesmas yang telah
terlatih.
 Pada pasien TB sensitif dan TB RO dengan penyulit yang tidak
dapat ditatalaksana di Puskesmas, harus dirujuk ke fasyankes
rujukan.
 Untuk menjamin keberlangsungan pengobatan diperlukan PMO,
sebaiknya petugas kesehatan baik untuk TB sensitif maupun TB
RO.
 Proses desentralisasi (perpindahan) pasien yaitu menerima pasien
TB RO dari FKRTL ke Puskesmas/ fasyankes satelit setelah
dilakukan persiapan sebelumnya bersama dinas kesehatan.

F. Kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi (PPI) TB di Fasyankes


Mencegah penularan TB pada semua orang yang terlibat dalam pemberian
pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.Semua fasyankes
yang memberi layanan TB harus menerapkan PPI TB untuk memastikan

28
berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan dan pengobatan
seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB.
1. Pilar-pilar PPI
Di dalam melaksanakan PPI terdapat 4 pilar yaitu:
a) Pilar pertama: Pengendalian manajerial
Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang efektif
berupa penguatan upaya manajerial bagiprogram PPI TB.
b) Pilar kedua: Pengendalian administratif
Pengendalian secara administratif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi pajanan kuman M.tuberculosis kepada petugas
kesehatan, pasien, pengunjungdan lingkungan sekitarnya dengan
menyediakan, menyebarluaskan dan memantau pelaksanaan prosedur
baku serta alur pelayanan.
c) Pilar ketiga: Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan adalah upaya meningkatkan dan mengatur
aliran udara/ventilasi denganmenggunakan teknologi sederhana untuk
mencegahpenyebaran kuman dan mengurangi/menurunkan
kadarpercikan dahak di udara.
Sistem ventilasi ada 3 jenis, yaitu:
1) Ventilasi Alamiah
2) Ventilasi Mekanik
3) Ventilasi campuran
d) Pilar keempat: Pemanfaatan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan alat pelindung diri pernafasan olehpetugas kesehatan di
tempat pelayanan sangat penting untukmenurunkan risiko terpajan,
sebab kadar percik renik tidakdapat dihilangkan hanya dengan upaya
administratif danlingkungan.
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan (health care particular
respirator) yang biasa digunakan adalah N95, merupakanmasker khusus
dengan efisiensi tinggi untuk melindungiseseorang dari partikelberukuran
<5 mikron yang dibawamelalui udara.Sebelum memakai respirator ini,
petugas kesehatan perlu melakukan fit testuntuk mengetahui ukuran
yang cocok.Perhatian khusus pelaksanaan PPI TB dilakukan pada
rutan/lapas, rumah penampungan sementara, barak-barak militer,
tempat-tempatpengungsi, asramadan sebagainya.Misalnya di
rutan/lapasdilakukan skrining TB pada saat Warga
BinaanPemasyarakatan baru, dan kontak sekamar.

29
2. Pelaksanaan PPI
Strategi penerapan PPI adalah sebagai berikut:
a. Implementasi kebijakan pelaksanaan PPI TB.
b. Tersedianya Standar Prosedur Operasional (SPO) tentang alur semua
pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans.
c. Berfungsinya tim DOTS sebagai tim PPI.
d. Aplikasi program PPI secara komprehensif berupa menyediakan dan
memberikan tisu dan masker bedah kepada terduga dan pasien TB,
masker N95 untuk petugas kesehatan yang melayani pasien TB RO,
serta pembuangan limbah yang sesuai PPI.
e. Mengusulkan perbaikan dan menyempurnakan desain dan pemanfaatan
bangunan sesuai PPI TB kepada instansi terkait.
f. Pemeliharaan sarana dan prasaran terkait PPI TB.
g. Diseminasi informasi bagi semua tenaga terkait pelayanan pasien TB.
h. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB.
i. Melaksanakan promosi pelibatan masyarakat dan organisasi masyarakat
terkait PPI TB dalam bentuk poster, spanduk, dan bahan untuk KIE
j. Melaksanakan Strategi Temukan pasien secepatnya, Pisahkan secara
aman, Obati secara tepat (TemPO) di semua ruangan pelayanan.
k. Memberikan penyuluhan pasien mengenai etika batuk serta melakukan
demonstrasi menggunakan APD.
l. Menyediakan tempat mendahak (sputum booth).
m. Melakukan skrining bagi petugas yang kontak dengan pasien TBdengan
pemeriksaan contoh uji dahak dan foto toraks secara berkala.

VIII. REFERENSI
A. Permenkes TB nomor 67, tahun 2016
B. Strategi Nasional Penanggulangan TB, tahun 2016-2019
C. RAN Sistem Informasi TB, tahun 2016-2019
D. Manual SIT
E. Manual e-TB Manager.

30
IX. LAMPIRAN
Evaluasi akhir materi
1. Sebutkan komponen dalam Pemetaan wilayah!
Jawaban:

2. Apa saja yang anda rencanakan dalam P2TB?


Jawaban:

3. Sebutkan sistem informasi P2TB yang anda ketahui!


Jawaban:

4. Sebutkan jejaring P2TB yang anda ketahui!


Jawaban:

5. Sebutkan pilar-pilar PPI di FKTP!


Jawaban:

31

Anda mungkin juga menyukai