Anda di halaman 1dari 8

LOGIKA & STATISTIKA

Logika agar pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir mempunyai dasar kebenaran,
maka proses berpikir dilakukan dengan cara tertentu. Cara berpikir logic dibagi menjadi dua
bagian, yaitu : “[a] Logika Induktif - cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. [b] Logika
Deduktif – cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir silogismus.  Silogismus.  Disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan
sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari
penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut17. Contoh – karakteristik
berpikir silogismus : [a] Semua makhluk hidup mesti akan mati [premis mayor], [b] Si Pulan
adalah makhluk hidup [premis minor], [c] Jadi si Pulan mesti mati [kesimpulan – konklusi].
Kesimpulan bahwa si Pulan mesti mati, menurut Jujun S. Suriasumantri, kesimpulan tersebut
adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis
yang mendukungnya.  Sedangkan pertanyaan apakah kesimpulan ini benar, maka hal ini harus
dikembalikan kebenarannya pada premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang
mendukungnya benar, maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan tersebut benar. Tetapi dapat saja
kesimpulan tersebut salah, walaupun kedua premisnya benar, sebab cara penarikan
kesimpulannya salah. Selanjutnya Jujun S. Suriasumantri, mengatakan ketepatan penarikan
kesimpulan tersebut tergantung pada tiga hal yaitu : [1] kebenaran premis
mayor, [2] kebenaran premis minor, dan [3] keabsahan pengambilan keputusan. Oleh karena
itu, apabila salah satu dari ketiga unsure tersebut tidak memenuhi persaratan, maka kesimpulan
yang diambil atau diputuskan akan salah.
Contoh berpikir induktif,  simpulan yang diharapkan berlaku umum untuk suatu kasus, jenis, dan
peristiwa, atau yang diharapkan adalah agar kasus-kasus yang bersifat khusus dapat dimasukkan
ke dalam wilayah umum, yang menjadi simpulan. Misalnya : [1] P – penduduk desa A = adalah
pegawai, [2] Q – penduduk desa A = adalah pegawai, [3] R – penduduk desa A = adalah
pegawai, [4] S – penduduk desa A = adalah pegawai, [5] Y – penduduk desa A = adalah
pegawai, [6] Z – penduduk desa A = adalah pegawai. Kesimpulan – jadi semua penduduk  [ P
sampai Z ] yang mendiami desa A adalah pegawai. Menurut Kasmadi, dkk.,  pola berpikir ini
adalah berpikir induksi komplet.
 
Sedangkan Francir Bacon dalam usaha menariuk kesimpulan yang berlaku umum, hendaknya
bertolak dari hasil observasi untuk menentukan ciri-ciri gejala yang didapatinya. Ada tiga jenis
pencatatan ciri sebagai berikut : [1] pencatatan ciri posetif, pencatatan terhadap peristiwa yang
kondisinya dapat dipastikan menimbulkan gejala, [2] pencatatan ciri negatif, pencatatan terhadap
peristitwa yang kondisinya tidak memunculkan gejala, dan [3] pencatatan variasi gejala,
pencatatan mengenai ada atau tidak adanya perubahan gejala pada kondisi yang berubah-ubah
atau diubah-ubah.  Kesimpulan yang dapat diambil sesuai dengan ciri-ciri, sifat-sifat atau unsur-
unsur yang harus ada sebagai gejala yang berlaku umum18.
Statetstika berakar dari teori peluang, Descartes, ketika mempelajari hukum di Universitas
Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi.
Sedangkan, pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif
berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang
menjadi cabang khusus dalam statestika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subyektif.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam
pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad pertengahan. Sedangkan teori
mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim,
namun bukan dalam lingkup teori peluan19 .
Semula statistika baru hanya digunakan untuk mengembarkan persoalan seperti; pencatatan
banayaknya penduduk, penarikan pajak, dan sebagainya, dan mengenai penjelasannya. Tetapi,
dewasa ini hampir semua bidang keilmuan menggunakan statistika, seperti; pendidikan,
psikologi, pendidikaan bahasa, biologi, kimia, pertanian, kedekteran, hukum, politik, dsb.
Sedangkan yang tidak menggunakan statistika hanya ilmu-ilmu yang menggunakan pendekatan
spekulatif20.
Statika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang
melalui pengujian-pengujian yang berdasarkan kaidah-kaidah statistik. Bagi masyarakat awam
kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perketaan statistik biasanya mengandung
konotasi berhadapan dengan deretan angka-angka yang menyulitkan, tidak mengenakan, dan
bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaan dengan
pernyataan di atas, memang statistik merupakan diskripsi dalam bentuk angka-angka dari aspek
kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk ”hitungan” atau
”pengukuran”.
Statistik selain menampilkan fakta berupa angka-angka, statistika juga merupakan bidang
keilmuan yang disebut statistika, seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang
keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema21. ... Bidang keilmuan statistik
merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil
suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut. Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan
bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk
angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengkuran22. Maka, Hartono Kasmadi, dkk.,
mengatakan bahwa, ”statistika [statistica] ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan
fakta, pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuatan keputusan23.
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan.
Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan  dapat diselesaikan, suatu ilmu
dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian statistika  dan semua pernyataan
keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan melakukan pengjian melalui prosedur
pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis,
maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.
Contoh yang dikemukakan Jujun S Suriasumantri24, penarikan kesimpulan tidak menggunakan
prinsip-prinsip statistik, yaitu ” ”Suatu hari seorang anak kecil disuruh ayahnya membeli
sebungkus korek api dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek. Tidak
lama kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri, menyeraahkan
kotak korek api yang kosong, dan berkata, ”Korek api ini benar-benar bagus, pak, semua
batangnya telah saya coba dan ternyata menyala”. ...Tak seorangpun, saya kira, yang dapat
menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak kecil itu”. Apabila semua pengujian
yang dilakukan dengan kesimpulan seperti ini, maka prinsip-prinsip satatistika terabaikan,
...karena menurut Jujun S. Suriasumantri25, ”konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi
variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu”.
Untuk itu, suatu penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksperimen, dilakukan
dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan
sesuai dengan kebutuhan”26.
 
 
D. Statistika dan Berpikir Ilmiah
Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan
gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Dengan statistika
kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan
pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara emperis. Karena pengujian statistika
adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis. Artinya, jika
hipotesis terdukung oleh fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima sebagai kebenaran.
Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu ditolak”. ...Maka, pengujian merupakan suatu proses
yang diarahkan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat
individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika
induktif27.
Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang
ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar
contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin
sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini
memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan
sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan
kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor
atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang
bersifat emperis28.
Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita
untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual.
Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah
tempat, maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksud merupakan sebuah kesimpulan umum yang
ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Dalam hal ini kita menarik
kesimpulan berdasarkan logika induktif29.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang
sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.
Logika ini sering disebut dengan logika material,  yaitu berusaha menemukan prinsip penalaran
yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan. Oleh karena itu kesimpulan hanyalah
kebolehjadian, dalaam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka
kesimpulan itu benar30.
Logika induktif31 tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk
premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan dan kesimpulannya mungkin benar
mungkin juga salah. Misalnya, jika selama bulan November dalam beberapa tahun yang lalu
hujan selalu turun, maka tidak dapat dipastikan bahwa selama bulan November tahun ini juga
akan turun hujan.  Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai tingkat
peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun hujan”.  Maka kesimpulan yang ditarik
secara induktif dapat saja salah, meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan penalaran
induktifnya adalah sah, namun dapat saja kesimpulannya salah. Sebab logika induktif tidak
memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang.
Penarikan kesimpulan secara induktif32 menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan
mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat
umum. Jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia,
umpamanya, bagimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan tersebut. Hal
yang paling logis adalah melakukan pengukuran tinggi badan terhadap seluruh anak 10 tahun di
Indonesia. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan
mengenai tinggi rata-rata anak tersebut di negara kita, tetapi kegiatan ini menghadapkan kita
kepada persoalan tenaga, biaya, dan waktu yang cukup banyak. Maka statistika dengan teori
dasarnya teori peluang memberikan sebuah jalan keluar, memberikan cara untuk dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi. Jadi
untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak melakukan
pengukuran untuk seluruh anak yang berumur tersebut, tetapi hanya mengambil sebagian anak
saja.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk
sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L.Searles [1956]33,
diperlukan proses penalaran sebagai berikut: [1] Langkah pertama, mengumpulan fakta-fakta
khusus. Metode khusus yang digunakan observasi [pengamatan] dan eksperimen. Observasi
harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen terjadi untuk membuat atau mengganti obyek
yang harus dipelajari. [2] Langkah kedua, dalam induksi ialah perumusan hipotesis.  Hipotesis
merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai
petunjuk bagi peneliti lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
harus dapat diuji kebenarannya, harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan
konsekuensinya, harus runtut dengan dalil-dalil yang dianggap benar, hipotesisi harus dapat
meenjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan. [3] Langkah ketiga, dalam hal ini penalaran induktif
ialah mengadakan verifikasi. Hipotesis adalah sekedar perumusan dalil sementara yang harus
dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta
lain untuk diambil kesimpulan umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat
ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil
makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya, makin sedikit
bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah
membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi,
untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori.
[4] Langkah keempat, teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi
ilmiah adalah untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah
untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal
diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan
berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagia semua
hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis34 adalah lebih
tinggi.
 
Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif.  Bagaimana seseorang
dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah
membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap
statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah35.
 
E. Penutup & kesimpulan
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan beberapa
ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam kegiatan atau kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus
menggunakan atau didukung oleh sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa
menggunakan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir ilmiah
dengan baik. [2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan logika
induktif dan logika deduktif. [3]  Penggunaan statistika dalam proses berpikir ilmiah, sebagai
suatu metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang berdasarkan logika
induktif. Karena statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif. [4] Berpkir
induktif, bertitik tolak dari sejumlah hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai pada suatu
rumusan yang bersifat umum sebagai hukum ilmiah

Pengertian Statistika

Statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan
sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan,sejauh apa yang menyangkut
metode, sebenarnya tak lebih dari apa yang di lakukan seseorang dalam mempergunakan
pemikirannya,tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya.walaupun begitu,sangat menolong untuk
mengenal langkah-langkah yang lazim di pergunakan dalam kegiatan keilmuan yang yang dapat
dirincikan sebagai berikut;
1.Observasi ilmuan melakukan observasi mengenai apa yang terjadi,mengumpulkan dan mempelajari
fakta yang berhubungan dengam masalah yang sedang di selidikinya.peranan statistika dalam hal
ini,statistika dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis mana yang akan di pakai dalam
observasi dan tafsiran apa yang dihasilkan dari observasi tersebut.tafsiran ini akan menitik beratkan dari
berbagai kemungkinan dalam membuat kesalahan.
2.Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang di observasi,dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam
sebuah hipotesis,atau teori,yang menggambarkan sebuah pola,yang menurut anggapan di temukan
dalam data tersebut.dalam tahap kedua ini,statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan,mengikhtisarkan,dan menyajikan hasil observasi.cabang statistika yang berhubungan
dalam hal ini dinamakan statistika deskriptif,yakni cabang statistika yang mencakup berbagai metode
dalam merencanakan observasi,analisis,dan penarikan kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah.
3.Ramalan
 Jika teori yang dikemukakan itu memenuhi itu memenuhi syarat deduksi akan merupakan sesuatu
pengetahuan baru,yang belum diketahui sebelumnya secara empiris tetapi didedukasikan dari teori.fakta
baru ini di sebut ramalan,bukan dalam pengertian menuju hari depan,namun menduga apa yang akan
terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu.
4.pengujian kebenaran.  illmuan lalu mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang di
kembang dari teori.mulai dari tahap ini, keseluruhan tahapan sebelumnya berulang seperti sebuah
siklus.dimana ramalan ini di uji kebenaran nya kembali sampai akhirnya ilmuan tersebut menyusun
hipotesis baru yang sesuai dengan fakta-fakta yang telah di kumpulkan sebab tak ada yang proses
pengujian berapa pun jumlahnya justru membuktikan hipotesis itu akan selalu benar.
    Dalam kegiatan keilmuan yang sebenarnya,ke empat langkah ini jalin menjalin sedemikian
eratnya,sehingga sukar untuk menggambarkan perkembangan suatu penyelidikan keilmuan dengan
dengan skema kita yang kaku tersebut. Untuk mengetahui fakta apa yang ada hubungannya dengan
masalah yang sedang di telaah.hipotesis semacam ini di dasarkan pada pengetahuan yang bersifat
empiris,demikian seterusnya.walaupun begitu,keempat tahap ini sangat membantu dalam memfokuskan
diskusi tentang metode keilmuan.

Perbedaan Logika Induktif dengan Logika Deduktif


Penarikan kesimpulan induktif memiliki perbedaan mendasar dengan logika deduktif (seperti
matematika). Dalam penalaran deduktif kesimpulan yang ditarik adalah benar jika premis-premis
yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah.

Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premis-premis yang digunakannya adalah benar
dan prosedur yang digunakan adalah sah, maka kesimpulannya belum tentu benar. Yang dapat
dikatakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.  Dapat dinyatakan
bahwa dasar dari statistika adalah ilmu peluang. Ilmu peluang sendiri adalah cabang dari
matematika, sedangkan statistika merupakan disiplin ilmu tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai