Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN
Carik Celup
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dilakukan setelah anamnesis dan
pemeriksaan fisik sebagai data dasar. Secara umum pemeriksaan laboratorium
bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis dan memantau perkembangan
penyakit selama pengobatan. Maka sebelum melakukan pemeriksaan harus tahu
tujuan agar bias memberikan petunjuk diagnosis suatu penyakit
Pemeriksaan urin (urinalisis) sebagai penunjang diagnosis telah lama dikerjakan
bahkan setelah berabad-abad dan mungkin merupakan tes yang paling tua.
Pemeriksaan urin amat sering dilakukan oleh karena sampel urin mudah didapatkan
dan teknik pemeriksaan tidak sukar.
Pada pemeriksaan ini menggunakan metode carik celup. Menggunakan metode
carik celup dapat dilakukan dengan mudah , cepat, dan praktis.

Glukosameter
Glukosa diperlukan sebagai sumber energi terutama bagi sistem saraf dan
eritrosit. Glukosa juga dibutuhkan di dalam jaringan adipose sebagai sumber gliserida
– glisero, dan mungkin juga berperan dalam mempertahankan kadar senyawa antara
pada siklus asam sitrat di dalam banyak jaringan tubuh.
Gulosa berasal sebagian diperoleh dari makanan, kemudian dibentuk dari
berbagai senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis lalu juga dapat
dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenesis.
Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil didalam darah merupakan
salah satu mekanisme homeostatis yang diatur paling halus dan juga menjadi salah
satu mekanisme di hepar, jaringan ekstrahepatik serta beberapa hormon.
Diantara hormon yang mengatur kadar glukosa darah adalah insulin dan glukagon.
Insulin, suatu hormon anabolic, merangsang sintesis komponen makromolekuler sel
dan mengakibatkan penyimpanan glukosa. Glukagon, suatu hormon katabolic,
membatasi sintesis makromolekul dan menyebabkan pengeluaran glukosa yang
disimpan. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam sirkulasi mengakibatkan
peningkatan sekresi insulin dan pengurangan sekresi glukagon, demikian sebaliknya.
Pada percobaan ini menggunakan metode elektrokimia dengan mengunakan alat
glukometer. Kadar glukosa darah normal yang diperiksa melalui alat ini dalam
keadaan puasa  berkisar antara 80-120 gr/100 ml, dalam keadaan setelah makan
berkisar antara 120-140 gr/100 ml.
Pada keadaan setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada manusia
berkisar antara 4,5 – 5,5 mmol/L. Setelah ingesti makanan yang mengandung
karbohidrat, kadar tersebut naik hingga 6,5 – 7,2 mmol/L. Saat puasa kadar glukosa
darah akan turun menjadi sekitar 3,3 – 3,9 mmol/L. Penurunan mendadak kadar
glukosa darah akan menyebabkan konvulsi, seperti terlihat pada keadaan overdosis
insulin, karena pengaturan otak secara langsung pada pasokan glukosa. Namun, kadar
yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi asalkan terdapat adaptasi yang progressif. 

II. TINJAUAN PUSTAKA


Carik Celup
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati,
kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah
warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam
urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urin adalah :
1. Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), senna.
2. Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat
untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
3. Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
4. Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
5. Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
6. Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
7. Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara,
kompleks besi, fenol.

Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas
seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan
diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai
penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa,
protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit
esterase.
Prosedur Tes:
Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup
wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan
kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan
meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan
membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada
botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item.Hasil pembacaan
mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika
pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih
dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu
harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam
leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera
ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia.
Setiap strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada
perubahan warna.
a.       Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul
dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin)
terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang
menurun.Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat
terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu
glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD) dan zat warna.
b.      Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang
diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi
150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml
didefinisikan sebagai proteinuria. Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu
sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan
muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan
jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin.Peningkatan ekskresi albumin
merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan
karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan
ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif
untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Dipsticks mendeteksi protein dengan
indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang
sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
c. Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk
(terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh
glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat.
Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar),
ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
d. Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai
area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-
kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar
menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang
melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi
dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen
urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang
parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah,
kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan
sejumlah kecil urobilinogen.
e. Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan
saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung
pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi
sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu
menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari
(bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan
keseimbangan asam-basa jug dapat mempengaruhi pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka
pH akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak
memadai terhadap albuminuria dan unsure - unsur mikroskopik sedimen urine, seperti
eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang hari
kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat
menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi. pH asam : ketosis (diabetes,
kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan
fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolik memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
Berat Jenis (Specific Gravity, SG) Berat jenis (yang berbanding lurus dengan
osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni
serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan
urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap
wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025,
sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan
selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan
tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi
tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018,
kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna
radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan
dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk
menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.
f. Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk
hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah
mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor
oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas
peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik
sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang
disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat
terjadi karena urine encer, pH alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu kamar.
Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat
kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga
berlebihan, konvulsi.Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah
difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : Hasil positif
palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau
peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase.
Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis
tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi,
atau berat jenis sangat tinggi. Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat
memberikan hasil positif.

g. Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi
untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan.Asam aseotasetat
dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber
energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas
jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam
urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui
batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah
aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak
seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis.
diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein,
febris.

h. Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme
protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin
(Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung
enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah
berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak
terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau
urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih
kurang dari 4 jam.Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah
mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa
dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan
perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan
nitrit.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : Hasil positif palsu
karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh
sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin). Hasil negatif palsu terjadi karena diet
vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik
mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi
nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam,
atau berat jenis urine tinggi.
i. Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi.Hasil
tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik
secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas
esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil
mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine
tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar
asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin.
Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid.Urine basi dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Glukosameter
Glukosa dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi atau kalori. Glukosa dalam
darah berasal dari penyerapan usus dari makanan yang mengandung zat tepung/
karbohidrat dari nasi, ubi, jagung, kentang dll, dan sebagian dari pemecahan
simpanan energi dalam jaringan( glikogen ).Mekanisme gula darah masuk melalui
dinding usus halus ke dalam aliran darah, glukosa merupakan hasil akhir dari
pencernaan dan diabsorsi secara keseluruhan sebagai karbohidrat. Kadar glukosa
darah bervariasi dengan daya penyerapan, glukosa dalam darah menjadi lebih tinggi
setelah makan dan akan terjadi penurunan jika tidak ada makanan yang masuk dalam
beberapa jam. Glukosa dapat keluar masuk ke dalam sel dan digunakan sebagai
sumber energi, glukosa disimpan sebagai glikogen dalam jaringan dan sel hati oleh
insulin yaitu hormon yang disekresi oleh pankreas. Glikogen akan diubah kembali
menjadi glukosa jika tubuh tidak ada makanan yang masuk sebagai energi oleh
glukogen yaitu hormone lain yang dihasilkan oleh pankreas dan hormone adrenalin
yang disekresi oleh kelenjar adrenalin.
Kadar glukosa dalam darah dapat melonjak atau berlebihan/hiperglikemi keadaan
ini akan menjadi penyakit diabetes mellitus (DM), yang merupakan suatu kelainan
yang terjadi karena tubuh kekurangan atau kerusakan hormone insulin, yang
mengkibatkan glukosa tetap beredar dalam darah dan sukar menembus dinding sel.
Kondisi ini disebabkan oleh faktor keturunan, pola makan, stress, infeksi, konsumsi
obat-obatan tertentu. Gejala hiperglikemi ditandai dengan poliuri, polidipsi,
poliphagia serta cepat lelah.

Pengukuran kadar gula darah terdapat beberapa pemeriksaan, menurut jenis


pemeriksaan kadar gula darah ada beberapa jenis:
a. Gula darah puasa, pemeriksaan gula darah dimana pasien sebelum pengambilan
darah dipuasakan selama 10-14 jam
b. Gula darah sewaktu, pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa
memperhatikan waktu terakhir pasien makan
c. Gula darah 2 jam, pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkan, karena
makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam jangka
waktu 2 jam, sebelum pengambilan darah pasien perlu duduk istirahat tenang
tidak melakukan kegiatan yang berat dan tidak merokok.

Menurut metode pemeriksaan kadar gula darah terdapat beberapa metode yaitu

a. Metode kimia atau gula reduksi

Prinsip dari metode kimia adalah proses kondensasi dengan akromatik amin
dan asam asetat glacial pada suasana panas, sehingga terbentuk senyawa berwarna
hijau yang kemudian diukur secara fotometris.

b. Metode enzimatik
b.1. Metode glukosa oksidase
Prinsip dari metode enzimatik adalah enzim glukosa oksidase mengkatalis
reaksi glukosa menjadi glukonolakton dan hydrogen peroksida. Enzim glukosa
oksidase yang digunakan pada reaksi pertama menyebabkan reaksi spesifik untuk
glukosa, sedangkan reaksi kedua tidak spesifik karena zat yang bisa teroksidase
menyebabkan hasil pemeriksaan rendah. Asam urat, asam askorbat, bilirubin, dan
glutation akan menghambat reaksi karena zat-zat ini akan berkompetisi dengan
kromogen bereaksi dengan hidrogen peroksida sehingga hasil pemeriksaan akan lebih
rendah.

b.2. Metode heksokinase


Prinsip dari metode ini adalah enzim heksokinase akan mengkatalis reaksi
fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa 6- fosfat dan ADP. Enzim kedua
yaitu glukosa 6-fosfat dehidrogenase akan mengkalis oksidasi glukosa 6-fosfat
dengan nikolinamide adenine dinucleotide phosphate (NAPP+).

c. Reagen kering ( Glucodr)


Prinsip dari metode ini tes strip menggunakan enzim glukosa oksidase dan
didasarkan pada teknologi biosensor yang spesifik untuk pengukuran glukosa, tes
strip mempunyai bagian yang dapat menarik darah utuh dari lokasi pengambilan/
tetesan darah ke dalam zona reaksi. Glukosa oksidase dalam zona reaksi akan
mengoksidasi glukosa di dalam darah. Intensitas arus elektron akan terukur oleh alat
dan terbaca sebagai konsentrasi glukosa dalam darah.

III. TUJUAN
Carik Celup

Tujuan daari praktikum ini adalah untuk melakukan evaluasi skrining


terhadap fungsi ginjal melalui pemeriksaan urin

Glukosameter

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar glukosa darah
dengan menggunakan alat glukosameter.

IV. ALAT DAN BAHAN


Carik Celup
Alat dan bahan yang digunakan adalah:
1. Strip
2. Urin sewaktu
3. Jas Lab
4. Handscun
5. Conteiner
6. Kit Reagensia (pembaca Hasil Urinalisis)
7. Tabung reaksi
8. Tissue
9. Buku panduan praktikum

Glukosameter
Putri
V. CARA KERJA
Carik Celup
1. Mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2. Mengambil urin segar atau urin sewaktu dan menaruhnya di tempat penyimpanan
urin (container).
3. Memindahkan urin yang ada di container ke tabung reaksi.
4. Miringkan tabung reaksi lalu sentuhkan urin dengan strip reagensia
5. Meniriskan secara perlahan strip reagensia pada tissue yang telat tersedia smpai
cairan pada strip tidak terlalu basah.
6. Membaca hasil pada strip tersebut dengan mencocokkan pada kit reagensia yang
telah tersedia.
7. Mencatat hasil yang telah didapat dan melaporkannya ke dalam laporan Patologi
klinik hasil tersebut.

Glukosameter

1. Sebelum melakukan pemeriksaan masukkan penyesuaian kode alat dengan cara


masukkan strip ke alat. Pada layar monitor di alat akan tampak yang artinya
belum ada kode yang tersimpan di memori alat . masukkan nomor kodeyang
tertera di tabung strip pemeriksaan .

2. Pilih daerah pengambilan darah kapiler, seperti ujung jari keempat, atau daerah
voler lengan bawah.

3. Bersihkan daerah yang di pilih dengan kapas alkohol, biarkan mengering.

4. Tusuk daerah yang tersebut dengan lanset.

5. Ketika muncul simbol [?] pada layar monitor alat , sentuh dan tahan setetes darah
pada bagian atas strip, darah akan terserap oleh gaya kapilaritas dan strip.

6. Jika darah yang terserap cukup, jendela konfirmasi pada strip akan terisi penuh,
dan alat akan mulai menghitung mundur mulai dari 5 hingga 1, kemudian hasil
pemeriksaan akan muncul di layar monitor.

7. Bila strip tidak cukup menghisap darah , jendela konfirmasi tidak terisi penuh.
Jangan tambahkan darah pada strip pemeriksaan. Buang strip dan ulangi dengan
strip yang baru.
VI. HASIL
Carik Celup

Nama Responden : Andi Pratama


Umur : 21 Tahun
Tinggi Badan : 180 Cm
Berat Badan : 100 Kg

Hasil Urinalisis
1. Darah : -
2. Bilirubin :-
3. Urobilirubin :-
4. Keton : -
5. Glukosa :-
6. Protein : -
7. Nitrit :-
8. Leukosit :-
9. pH :7
10. BJ (SG) : 1,020

Nama Responden : Tiara Roidah Marwasasmi


Umur : 21 Tahun
Tinggi Badan : 163 Cm
Berat Badan : 44 Kg
Hasil Urinalisis
1. Darah : -
2. Bilirubin :-
3. Urobilirubin : 0,2
4. Keton : -
5. Glukosa :-
6. Protein : -
7. Nitrit :-
8. Leukosit :-
9. pH :8
10. BJ (SG) : 1,005

Nama Responden : Yoke Dharma Sumahing


Umur : 21 Tahun
Tinggi Badan : 160 Cm
Berat Badan : 67 Kg
Hasil Urinalisis
1. Darah : -
2. Bilirubin :-
3. Urobilirubin : 0,2
4. Keton : -
5. Glukosa :-
6. Protein : -
7. Nitrit :-
8. Leukosit :-
9. pH :6
10. BJ (SG) : 1,015
Kit reagen dengan strip dari urin salah satu responden

Glukosameter

Strip Pemeriksaan Glukosameter


VII. PEMBAHASAN
Carik Celup
ERITROSIT
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya darah
pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada
seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Tiap-tiap sel darah
merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin.
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di
dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin,
yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian
hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk
eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak.
Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.
Oleh karena itu, bila di dalam urin terdapat sedikit kandungan eritrosit adalah
wajar, karena memang tubuh membuang sel-sel darah merah yang sudah mati keluar
dari tubuh salah satunya melalui urin. Namun, bila jumlahnya sangat banyak diatas
batas normal maka bisa saja pasien memiliki kerusakan pada bagian glomerulus di
ginjal yang berfungi untuk menyaring zat-zat penting dari dalam darah.

BILIRUBIN

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu
sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel
membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah
harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam
hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat
sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim
glukoroniltransferase.

Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke


saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi
membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan
bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas


yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut
lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin
tidak langsung. Jadi bila dalam urin ditemukan adanya peningkatan kadar bilirubin
yang berlebih, dapat diduga pasien tersebut menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor).

UROBILINOGEN
Urobilinogen. Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin
terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin
menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen berkurang di feses, sejumlah
besar kembali ke hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses ulang
menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam. Ekskresi
mencapai kadar puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan
pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut. Adapun nilai rujukan adalah
sebagai berikut:
a. Urin acak : negatif (kurang dari 2mg/dl>
b. Urin 2 jam : 0.3 – 1.0 unit Erlich
c. Urin 24 jam : 0.5 – 4.0 unit Erlich/24jam, atau 0,09 – 4,23 µmol/24 jam (satuan SI)
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar
menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang
melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi
dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan
sejumlah kecil urobilinogen. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik
obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang
dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang
berat.
Pemeriksaan urobilinogen dalam urin berdasarkan reaksi antara urobilinogen
dengan reagen Ehrlich (paradimethylaminobenzaldehiyde serta buffer asam).
Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu 60
detik. Warna yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urin.
Urin yang terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi,
sedangkan urin yang terlalu asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah
dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan hasil negatif palsu.
KETON

Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam
β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang
berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat
(misalnya diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat
(kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan
absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa,
sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga


dapat menghabiskan cadangan basa (misalnya bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan
menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga
mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat
diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada
plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat
ketosis. Benda keton yang dijumpai di urin terutama adalah aseton dan asam
asetoasetat.
Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih
sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Berdasarkan reaksi antara asam
asetoasetat dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda
bila tidak terjadi reaksi, dan warna ungu untuk hasil yang positif.

Hasil yang diperoleh berupa negatif, trace(5 mg/dl), +1(15 mg/dl), +2(40
mg/dl), +3(80 mg/dl), +4(160 mg/dl). Hasil positif palsu dapat terjadi apabila urin
banyak mengandung pigmen atau metabolit levodopa serta fenilketon. Urin yang
mempunyai berat jenis tinggi, ph yang rendah dapat memberikan reaksi hingga
terbaca hasil yang sangat sedikit (5 mg/dl). Untuk dewasa dan anak : uji keton negatif
(kurang dari15 mg/dl).\

Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis),


kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat,
pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa
levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan
untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein). Diet rendah karbohidrat
atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. Urin yang disimpan pada
suhu ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif palsu serta
adanya dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat. Anak penderita
diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa.

PROTEIN

Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang


diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan
spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi
menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan
sebagai proteinuria.

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan
daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas
juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan
proteinuria selama usia 3 hari pertama.

Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan


glomerulus dan atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein dalam
urin berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan ph oleh adanya protein. Sebagai
indikator digunakan tetrabromphenol blue yang dalam suatu sistem buffer akan
menyebabkan ph tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan oleh adanya protein, urin
yang mengandung albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan perubahan
warna hijau muda sampai hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitif
terhadap albumin. Perubahan warna terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya
dilaporkan sebagai negatif, +1 (30 mg/dl), +2(100 mg/dl), +3(300 mg/dl), +4(2000
mg/dl). Adapun nilai rujukan adalah urin acak : negatif (≤15 mg/dl).

Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita


yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik
dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent (tetap ≥ +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan)
biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan
memberi hasil ≥ +1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine
sewaktu setelah melakukan aktivitas.

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin
merupakan pertanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan
karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan
ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif
untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.

Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein


dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24
jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria
rendah (kurang dari 500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin,
sulfonamide, sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid
(Diamox), natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida,
toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius akut,
preeklampsia. Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.

Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi


molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat, pencemaran urine oleh
senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), urine yang sangat
basa (pH > 8). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer,
urine sangat asam (pH di bawah 3).

NITRIT

Test nitrit urine adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bakteri
penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Di dalam urin
orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika
terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli,
Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase,
akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada dalam
kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negatif bukan berarti pasti tidak terdapat
bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urin memang
tidak mengandung nitrat, atau urin berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam.
Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi
nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen. Spesimen terbaik untuk
pemeriksaan nitrit adalah urin pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab
penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar
saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit. Faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium :
a. Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri invitro apabila
pemeriksaan tertunda, urin merah oleh sebab apapun, pengaruh obat
(fenazopiridin).
b. Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan
nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah
metabolisme bakteri, organisme penginfeksi mungkin tidak
mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam
kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urin tinggi.

Hasilnya dilaporkan sebagai positif bila pita dalam 40 detik menjadi merah atau
kemerahan yang berarti air kemih dianggap mengandung lebih dari 10 5kuman per ml.
negative bila tidak terdapat nitrit maka warna tidak berubah. Warna yang terbentuk
tidaklah sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah
0,075 mg/dl nitrit.
LEUKOSIT

Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang merupakan enzim pada
granula azurofil atau granula primer dari granulosit dan monosit. Esterase akan
menghidrolisis derivate ester naftil. Naftil yang dihasilkan bersama dengan garam
diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari coklat muda menjadi warna ungu.
Banyaknya esterase menggambarkan secara tidak langsung jumlah leukosit di dalam
urine. Leukosit neutrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil
tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik
secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas
esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil
mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup. Temuan laboratorium
negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urin tinggi (>500mg/dl), protein urin tinggi
(>300mg/dl), berat jenis urin tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urin mengandung
cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet
formaldehid.

Apabila urine tidak segar, pH urine menjadi alkalis, neutrofil mudah lisis
sehingga jumlah neutrofil yang dijumpai dalam sedimen urine berkurang dibandingkan
dengan derajat positifitas pemeriksaan esterase leukoit, jika terdapat glukosa dan protein
dalam konsentrasi tinggi atau pad urine dengan berat jenis tinggi, dapat terjadi hasil
negative palsu, karena leukosit mengkerut dan menghalangi penglepasan esterase.
Kehadiran esterase leukosit di urin merupakan pertanda peradangan, yang umumnya
disebabkan oleh infeksi saluran kemih.

pH

pH urine normal berkisar antara 4,8-7,5 (sekitar 6,0). Pembacaan pH hendaknya


segera dilakukan (urine dalam kondisi segar), karena urine yang lama cenderung menjadi
alkalis (karena perubahan ureum menjadi amonia). Penentuan pH dapat dilakukan dengan
menggunakan : kertas lakmus, nitrazin paper, pH-meter, dan dengan tes Carik Celup.
Pemeriksaan pH urine segar dapat memberi petunjuk kearah infeksi saluran kemih.
Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan infeksi oleh Proteus
yang merombak ureum menjadi amoniak menyebabkan urine menjadi basa. Filtrat
glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul
dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH
kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa
menjelang makan berikutnya. Urin pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam.
Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa juga dapat
mempengaruhi pH urin. Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi
pH urin :

a.       pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
b.      pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis
sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolik
memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
Pemeriksaan pH urine berdasarkan adanya indicator ganda (methyl red dan
bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan warna sesuai pH yang berkisar dari
jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan. Rentang pemeriksaan pH meliputi pH
5,0 sampai 8,5.

BERAT JENIS
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur
konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan urin serta dipakai untuk menilai
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. BJ urine yang rendah
persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Untuk mengukur berat jenis
urine dapat menggunakan urometer, refraktometer dan carik celup. Pemeriksaan berat
jenis dalam urine berdasarkan pada perubahan pKa (konstanta disosiasi) dari
polielektrolit (methylvinyl ether/maleic anhydride). Polielektrolit terdapat pada carik
celup akan mengalami ionisasi, menghasilkan ion hydrogen (H +). Ion H+ yang dihasilkan
tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urine. Pada urine dengan berat jenis
yang rendah, ion H+ yang dihasilkan sedikit sehingga pH lebih ke arah alkalis.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh spesific gravity pada laki-laki sebesar 1,005 dan
pada perempuan sebesar 1,01.
Bila dibandingkan dengan berat jenis urin normal yaitu antara 1,003-1,030, maka
sampel urin masih dalam batas normal. Hal ini menandakan tidak terjadi gangguan fungsi
reabsorpsi tubulus. Selain itu, Berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa, makin
besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi
berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin yang
mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik.
Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan
berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan,
hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun. Berat jenis yang rendah ini bisa
disebabkan oleh banyak minum, udara dingin, dan diabetes insipidus. Berat jenis yang
tinggi disebabkan oleh dehidrasi, proteinuria, dan diabetes mellitus.

Glukosameter
Putri
VIII. KESIMPULAN
Carik Celup

Dari hasil pemerikasaan disimpulkan bahwa pada sampel urin baik laki – laki
maupun perempuan, semua parameter (protein, glukosa, eritrosit, leukosit, nitrit,
keton, urobilinogen, bilirubin, berat jenis, dan pH) menunjukkan nilai normal.

Glukosameter
DAFTAR PUSTAKA

 http://eprints.undip.ac.id/35606/3/Bab_2.pdf
 http://repository.usu.ac.id/
 http://www.medscape.com/
 http://journal.ui.ac.id/home/
 http://jurnal.ugm.ac.id/
 http://jurnal.unpad.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai