Anda di halaman 1dari 3

A.

Sejarah Hepatitis B
Salah satu penyakit yang saat ini masih menjadi ancaman menakutkan bagi
masyarakat dunia ialah Infeksi Hepatitis. Infeksi hepatitis dapat terjadi akibat serangan virus
hepatitis pada tubuh yang imunitasnya lemah juga akibat pengaruh alkohol dan obat-obatan.
Namun siapa yang akan menduga jika sebenarnya virus ini telah ada sejak 450 tahun lalu.
Terbukti dengan ditemukannya sebuah mumi anak yang diperkirakan berasal dari abad
pertengahan. Bahwa temuan mumi anak tersebut dulu telah dianggap sebagai bukti tertua
infeksi cacar pada manusia, namun setelah para peneliti melakukan analisis DNA terungkap
bahwa mumi berusia 450 tahun tersebut meninggal akibat hepatitis B. Temuan ini mengubah
pengetahuan tentang infeksi hepatitis pertama pada manusia. Untuk mendapatkan temuan ini,
para peneliti menggunakan pengurutan gen canggih yang menganalisis DNA. DNA tersebut
diambil dari sampel kulit dan tulang mumi anak kecil yang dikuburkan di Basilika Saint
Domenico Maggiore di Naples, Italia pada adab ke-16.
Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C,
D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti Mononukleosis
infeksiosa, demam kuning dan infeksi Cytomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang
utama adalah alkohol dan obat-obatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
kebanyakan orang tidak mengalami gejala sampai mereka terinfeksi hepatitis B selama
beberapa minggu setelah infeksi awal. Pada titik ini, kulit dan mata mereka mulai menguning,
air seni berwarna gelap, dan biasanya merasa tidak sehat hampir semua jenis hepatitis
memiliki gejala yang mirip.
Hepatitis B merupakan penyakit infeksius yang diakibatkan oleh infeksi virus
Hepatitis B (VHB) dengan insidensi tinggi di dunia. Penularan Hepatitis B dapat terjadi
secara horizontal dan vertikal. Penularan secara horizontal terjadi pada 1 individu dengan
virus Hepatitis B ke individu lain melalui kontak langsung dengan alat yang tercemar dengan
Virus Hepatitis B yang dipakai bersama dan melalui cairan tubuh berupa droplet yang
mengandung VHB. Penularan secara vertikal terjadi dari ibu hamil dengan Hepatitis B ke
anaknya melalui plasenta dan pada waktu persalinan normal. Kasus Hepatitis B pada anak
sekitar 90 % dikarenakan penularan vertikal dari ibunya. Virus Hepatitis B telah menginfeksi
240 juta orang secara kronis dan 686.000 orang meninggal setiap tahun dari infeksi virus
Hepatitis B. Infeksi virus Hepatitis B sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
komplikasi kronis seperti sirosis hati dan kanker hati. Prevalensi Hepatitis B tertinggi terjadi
di subSahara Afrika dan Asia Timur, di mana antara 5 – 10% populasi orang dewasa
terinfeksi kronis. Kasus Hepatitis B kronis ditemukan dengan jumlah yang tinggi di Amazon

1
dan bagian selatan Eropa timur dan tengah, Timur Tengah dan anak benua India,
diperkirakan 2 – 5% populasi umum terinfeksi kronis, kurang dari 1% populasi Eropa Barat
dan Amerika Utara terinfeksi secara kronis. Prevalensi Hepatitis B di Indonesia sebesar 1,2
%. Angka ini dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007, prevalensi semakin meningkat
pada penduduk berusia diatas 20 tahun yaitu kelompok tertinggi usia 45-54 tahun (1,4%) dan
usia 65-74 (1,4%). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 52 tahun 2017
tentang Eliminasi Penularan Human Immunodeficiency Virus, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu
ke anak menyatakan bahwa negara wajib menyelenggarakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak sejak dalam kandungan. Usaha Pemerintah untuk meminimalisir
penularan Hepatitis B secara vertikal dilakukan dengan skrining HBsAg pada ibu hamil.
Skrining HBsAg pada ibu hamil menggunakan rapid test bertujuan untuk mengetahui ibu
hamil yang positif HBsAg sehingga pemberian antibodi Hepatitis B Immunoglobulin dapat
diberikan sedini mungkin pada bayi untuk menghindari resiko penularan. Prevalensi Hepatitis
B di Indonesia sebesar 1,2 %. Angka ini dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007,
prevalensi semakin meningkat pada penduduk berusia diatas 20 tahun yaitu kelompok
tertinggi usia 45-54 tahun (1,4%) dan usia 65-74 (1,4%). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 52 tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan Human
Immunodeficiency Virus, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak menyatakan bahwa negara
wajib menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak sejak dalam
kandungan. Usaha Pemerintah untuk meminimalisir penularan Hepatitis B secara vertikal
dilakukan dengan skrining HBsAg pada ibu hamil. Skrining HBsAg pada ibu hamil
menggunakan rapid test bertujuan untuk mengetahui ibu hamil yang positif HBsAg sehingga
pemberian antibodi Hepatitis B Imunoglobulin dapat diberikan sedini mungkin pada bayi
untuk menghindari resiko penularan.

B. Pencegahan
Vaksin untuk mencegah hepatitis B telah rutin direkomendasikan diberikan pada bayi
sejak 1991 di Amerika Serikat. Kebanyakan vaksin diberikan dalam 3 dosis selama beberapa
bulan. Timbalan pada vaksin dinyatakan sebagai konsentrasi antibodi anti-HBs sekurang-
kurangnya 10 mIU/ml pada serum tubuh tervaksinasi. Vaksin lebih efektif diberikan pada
anak-anak dan 95 persennya memiliki antibodi perlawanan tersebut. Antibodi tersebut turun
menjadi 90% pada usia 40 tahun dan menjadi sekitar 75 persen bagi mereka yang telah
berusia 60 tahun. Proteksi vaksinasi bersifat jangka panjang, bahkan sesudah antibodi turun
di bawah 10 mIU/ml. Vaksinasi pada saat kelahiran direkomendasikan untuk semua bayi

2
dengan ibu yang terinfeksi. Kombinasi dari hepatitis B immunoglobulin dan pemberian awal
dari vaksin hepatitis B mencegah penularan hepatitis B pada saat kelahiran sebesar 86%
hingga 99%.
Semua yang beresiko bersinggungan dengan cairan tubuh seperti darah harus divaksinasi, jika
belum lakukan segera. Tes untuk menguji efektifitas imunisasi direkomendasikan dan dosis
lanjutan vaksin diberikan kepada mereka yang belum cukup kebal.
Pada bayi tabung, pencucian sperma tidak diperlukan bagi laki-laki yang menderita
hepatitis B untuk mencegah penularan, kecuali pasangan wanitanya belum efektif
tervaksinasi. Pada wanita dengan hepatitis B, risiko penularan dari ibu ke bayinya
menggunakan teknik IVF maupun kehamilan normal adalah sama. Mereka yang beresiko
tinggi terinfeksi harus dites apakah ada pengobatan yang efektif pada mereka yang memiliki
penyakit ini. Kelompok yang ditapis direkomendasikan termasuk mereka yang belum
divaksinasi dan salah satu dari: masyarakat dari daerah yang tingkat hepatitis B-nya lebih dari
2 persen (Indonesia termasuk), mereka yang terjangkit HIV, pengguna narkoba suntik, lelaki
yang memiliki aktivitas seksual dengan lelaki, dan mereka yang tinggal bersama dengan
penderita hepatitis B. Dalam 10 hingga 22 tahun penelitian tidak ada kasus hepatitis B pada
mereka yang memiliki kekebalan normal dan telah divaksinasi, hanya ada beberapa infeksi-
infeksi kronik yang telah didokumentasikan

Anda mungkin juga menyukai