Anda di halaman 1dari 15

Laki-laki yang Menderita Penyakit HIV

Theresia Ervina
102016033
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Terusan Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat, 11510Email :
theresiapuumbatu@yahoo.com

Abstrak : Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan macam manifestasi klinis seperti demam, nyeri otot, dan nyeri sendi,
serta disertai dengan leukopenia, trombositopenia, dan penurunan hematokrit yang khas
sebagai penanda terjadinya kebocoran plasma. DHF ini terdiri dari 4 fase yang mana
fase 3 dan 4 adalah fase syok. Jika DHF tidak ditanangani dengan segera maka akan
menyebabkan DSS (Dengue Shock Syndrome) yang berujung kepada kematian.

Kata kunci : Virus dengue, penurunan hematokrit, leukopenia, trombositopenia, dan


Sindrom Syok Dengue.

Abstract : Dengue hemorrhagic fever is an infectious disease caused by dengue virus


with wide clinical manifestations such as fever, muscle aches, and joint pain, and
accompanied by leucopenia, thrombocytopenia , and decreased hematocrit
characteristic as a marker of plasma leakage . DHF is composed of 4 phases where
phase 3 and 4 is the shock phase. If DHF isn’t immediately handled, it will cause DSS
( Dengue Shock Syndrome ) that could lead to death.

Keywords : Dengue’s virus, Decrease of hematocrit, Leucopenia, Trombocytopenia,


and Dengue Shock Syndrome.

Pendahuluan
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam
waktu yang sangat pendek (beberapa hari). Penyebaran pertama dari demam berdarah
dengue dilaporkan terjadi di Filipina pada tahun 1953. Dengan cepat menyebar ke
Thailand, Vietnam, Indonesia, dan negara Asia lainnya, penyakit ini menjadi bersifat
endemis dan wabah di beberapa negara tersebut.1 Penyakit ini masuk ke Indonesia tahun
1968 melalui pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980 DHF telah dilaporkan tersebar
luas di seluruh provinsi di Indonesia.2 Demam berdarah dengue banyak ditemukan di
daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.3
Demam berdarah dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Indonesia, demam berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun
1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
(Angka Kematian (AK) = 41,3%).3 Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke
seluruh Indonesia.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi
virus dengue.3 Virus dengue penyebab demam dengue (DD), demam berdarah dengue
(DBD), dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod
Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunya 4 jenis serotipe, yaitu : Den-1, Den 2, Den 3, dan Den-4.3
Gejala klinis DHF berupa demam tinggi yang berlangsung terus menerus selama
2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda
khas berupa bintik-bintik merah (petechia) pada badan penderita.1 Penderita dapat
mengalami syok dan meninggal.1 Sampai saat ini penyakit DHF masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat.

Skenario
Skenario 6 menceritakan tentang seorang laki-laki berusia 20 tahun dibawa
keluarganya ke IGD karena tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu.

Rumusan Masalah
Berdasarkan skenario yang didapatkan maka rumusan masalah yang diambil
adalah pasien laki-laki berusia 20 tahun tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu.

Analisis Masalah

Berdasarkan rumusan masalah, maka analisis masalah akan dijabarkan dalam


bentuk mindmap sebagai berikut :

Anamnesis Demam sejak 5 hari yang lalu, naik


turun, pegal, mual, BAB hitam sejak 1
hari yang lalu.

Pemeriksaan
Apatis, Compos Mentis, TD : 60/Palpasi,
Pasien tidak Fisik Nadi : 110x/menit lemah, Nafas : 24x/menit,
sadarkan diri sejak Vocal Fremitus paru kiri lemah, nafas lemah.
1 jam yang lalu Pemeriksaan
Laboratorium
Hb : 16, Hematokrit : 54 %, Leukosit : 4.000
sel /uL, Trombosit : 40.000 sel / uL.
Working Diagnose Differential
Diagnoses Shock sepsis, shock neurogenik, shock
hipovolemik, tyfoid toxic, malaria cerebral.
Dengue Shock Syndrome
(DSS)

Gambar 1. Mindmap skenario 6


Sumber : Hasil diskusi kelompok PBL B3.
Hipotesis

2
Berdasarkan analisis masalah, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah pasien
laki-laki tersebut diduga menderita Dengue Shock Syndrome (DSS).

Sasaran Pembelajaran
Adapun sasaran pembelajaran dalam tinjauan pustaka kali ini adalah :
1. Mahasiswa mampu melakukan tindakan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium yang menunjang Dengue Shock Syndrome (DSS).
2. Mahasiswa mengetahui patogenesis, etiologi, epidemiologi, vektor, cara
penularan, dan gambaran klinis yang berkaitan dengan Dengue Shock Syndrome
(DSS).
3. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari Dengue Shock Syndrome (DSS)
secara medica mentosa maupun non-medica mentosa, sehingga mampu
memutuskan tindakan pengobatan secara rasional berstandar SOP (cari
kepanjangannya).
4. Mahasiswa mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Dengue Shock
Syndrome (DSS) dan mampu meramalkan prognosis dari diagnosis kerja yang
ditegakkan.

Pembahasan

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit si
pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya
yaitu segala hal yang diceritakan penderita. Anamnesis merupakan serangkaian tindakan
dokter untuk mengetahui masalah pasien.
Tujuan anamnesis adalah untuk mengumpulkan keterangan yang berkaitan
dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat
riwayat penyakit, sejak gejala pertama, perkembangan gejala dan keluhan. Selain itu,
proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasien dan juga sebaliknya.
Dengan bertanya, dokter sudah mengantongi sebagian besar kemungkinan-
kemungkinan diagnosisnya yang disebut diagnosis banding.4
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas (nama, alamat, pekerjaan, keadaan
sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, kondisi lingkungan
tempat tinggal untuk mengetahui apakah itu penyakit menular atau tidak.
Pada anamnesis penting diketahui riwayat pekejaan pasien, apakah termasuk
kelompok orang dengan resiko tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai,
atau sawah.
Maka adapun yang menjadi keluhan utama seperti pada skenario adalah seorang
pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke IGD karena tidak sadarkan diri sejak 1 jam
yang lalu, berdasarkan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien sudah mengalami
demam sejak 5 hari yang lalu dan panasnya naik-turun.

3
Adapun keluhan tambahannya adalah pasien tersebut juga mengalami pegal,
mual, BAB hitam sejak 1 hari yang lalu.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah tindakan pemeriksaan yang dilakukan langsung dari
diri pasien. Pemeriksaan dapat dilakukan dari bagian kepala sampai kaki. Dilaksanakan
sesuai skema dan mencakup inspeksi (mengamati), perkusi (mengetuk), auskultasi
(mendengarkan dengan stetoskop), dan palpasi (meraba).4 Dengan pemeriksaan ini,
maka dapat membantu dokter membuang diagnosis banding yang tidak cocok dengan
hasil pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan fisik yang di dapatkan sebagai berikut :
1. Pasien tampak apatis.
2. Compos mentis.
3. Tekanan darah : 60/Palpasi.
4. Nadi : 110x/menit lemah.
5. Nafas : 24x/menit
6. Vocal fremitus paru kiri : lemah, nafas lemah pada paru kiri.

Pemeriksaan Penunjang / Laboratorium


Pada pemeriksaan penunjang, yang biasanya dapat diperiksa adalah sampel tinja,
urin, dan darah. Kegunaannya adalah untuk mengetahui keakurata diagnosis suatu
penyakit. Dokter dapat meminta pemeriksaan ini bila dirasa perlu dan memang beberapa
penyakit memiliki penentuan diagnosis yang didasarkan pada pemeriksaan penunjang.4
Adapun pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosis dengue shock syndrome
(DSS) dan menyingkirkan diagnosis bandingnya adalah dengan melakukan pemeriksaan
darah yang rutin. Hal ini bertujuan untuk menapis pasien tersangka demam dengue,
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran plasma biru.5
Diagnosa pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG.-lebih banyak.5
Adapun parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit), disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.5 Ditemukannya limfosit plasma biru merupakan suatu indikasi dari
infeksi virus.6 Nilai rujukan normal leukosit adalah 4.500-11.000/uL.7
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa terjadi leukopenia. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa
leukosit pasien sebesar 4.000/uL.

4
2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. 5 Nilai rujukan
normal trombosit adalah 150.000-350.000/uL.7 Penurunan trombosit merupakan
akibat dari supresi haematophoetic sumsum tulang. Berdasarkan data-data yang
dikumpulkan maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa terjadi
trombositopenia. Dimana hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa
trombosit yang dimiliki oleh pasien sebesar 40.000 sel /uL.

3. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan


hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.5 Nilai rujukan normal hematokrit pada laki-laki adalah 40-48%,
sedangkan pada perempuan 37-43%.6 Berdasarkan data-data yang dikumpulkan
maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa terjadi peningkatan hematokrit
pasien sebesar 54%. Pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi
sekitar 50% atau lebih menunjukkan adanya kebocoran plasma.3

4. Hemostasis : dilakukukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau


FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.

5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.5

6. SGOT/SGPT dapat meningkat.5

7. Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.5

8. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.5

9. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.5

10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.


IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2, dan dapat bertahan seumur hidup. 3,5

11. Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.5

12. NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
ke delapan/ sensitivitas antigen NS1 berkisar 63-93,4% dengan spesifisitas
100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.5

5
Adapun pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan pasien sesuai pada
skenario adalah pemeriksaan Hb, dimana di dapati hasil Hb pasien sebesar 16. Dimana
nilai normal yang dapat menjadi rujukan pada pemeriksaan Hb adalah pada pria dewasa
sebesar 13,5-18,0 gram/dL, pada wanita dewasa sebesar 12,0-16,0 gram/dL, dan wanita
hamil 10,0-15,0 gram/dL. Berdasarkan data yang dikumpulkan maka Hb pasien tersebut
dalam batasan normal.

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus , keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.5
Terdapat empat serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakanserotipe terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti yellow fever,
Japanese encephalitis, dan West Nile virus.5
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak
didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian
terhadap arthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
Aedes (Stegomyia) dan Toxorhyncites.5
Vektor utama DHF adalah nyamuk kebun yang disebut Aedes aegypti,
sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus. Dimana Aedes aegypti dewasa
berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex
quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama
pada kakinya. Morfologi khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih
pada punggungnya (mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang
bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larvanya mempunyai pelana yang
terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.2

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti


Sumber : http://sinarharapan.co/foto_berita/84nyamuk-Aedes_aegypti.jpg&imgrefurl

Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di


atas permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata 100 butir tiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan

6
pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi
dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9
hari.2
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih
yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500
meter dari rumah. Tempat perindukannya tersebut berupa tempat perindukan buatan
manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot
bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun
yang berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun
tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu, dan lubang pohon yang
berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti seringkali ditemukan larva Aedes
albopictus yang hidup bersama-sama.2
Nyamuk betina menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik
di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai
petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan
sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa
semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di
halaman/kebun/pekarangan rumah. Juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam
rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain sebagainya. Unsur nyamuk dewasa
betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium mencapai dua bulan.
Aedes aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya
pendek yaitu kurang lebih 40 meter.2

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia merupakan wilayah endemis dengan sbearan di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga 2% pada tahun
1999.5
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina
yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan
air lainnya).5
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus
dengue yaitu : 1). Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). Pejamu :
terdapatnya penderita di lingkunga/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk,
usia, dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan
penduduk. 5
Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan
di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di

7
pedesaan. Penyebarannya dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Aedes aegypti
terbawa melalui transportasi.2
Walaupun umurnya pendek yaitu kira-kira sepuluh hari, Aedes aegypti dapat
menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.2

Patogenesis5
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat mekanisme imunopatologis
yang berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue
(DSS).
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a).
Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikaso virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut Antibody dependent enhancement (ADE);
b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2, dan limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selain itu aktivasi komplemen oleh
kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti
lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-
helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Iterferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
seperti TNF-α, IL-1, PAF (Platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang
mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang
juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi virus dengue terjadi melalui mekanisme : 1).
Supresi sumsum tulang, 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sum-sum tulang pada awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah nadir tercapai akan terjadi peningkatan
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoeitin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama koagulopati dan

8
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan
pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin, dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi ebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
kooagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue
factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor IXa namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom
syok dengue (DSS) dan sindrom dengue diperluas.
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selama 2-3 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase
ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan
renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul
gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan
perasaan lelah.
Demam dengue (DD) probable dengue merupakan penyakit demam akut selama
2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut : nyeri kepala,
nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau
uji bendung positif), leukopenia (Leukosit <5.000), trombosit <150.000, dan hematokrit
naik 5-10%. Dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Gambar 2. Karakteristik DHF


Sumber : https://www.google.co.id/search?
q=nyamuk+aedes+aegypti&biw=1280&bih=622&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved
=0CAYQ_AUoAWoVChMIkpbyw4iUyQIVkgWOCh2cOgY2#tbm=isch&q=dengue+s
hock+syndrome&imgrc=NkTJCqQ5kB_KaM%3A

Kriteria WHO untuk penegakkan diagnosis penyakit Demam berdarah dengue


(DBD), bila kriteria diputuskan terpenuhi sebagai berikut demam atau riwayat demam

9
akut selama 2-7 hari, biasanya bifasik; terdapat minimal satu dari manifestasi
perdarahan seperti 1). uji bendung positif, 2). petekie, ekimosis, atau purpura; 3).
perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain; dan 4). hematemesis atau melena ; trombositopenia (jumlah trombosit
<100.000 sel/uL) ; terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage yaitu peningkatan
hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin;
penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan nilai
hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.
Berikut merupakan klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium


DD Demam disertai 2 atau Leukopenia, trombositopenia, Serologi Dengue
lebih tanda : sakit tidak ditemukan bukti kebocoran Positif.
kepala, nyeri retro- plasma.
orbital, mialgia, dan
artralgia.
DBD I Gejala di atas ditambah Trombositopenia (<100.000/µL),
uji bendung positif. bukti ada kebocoran plasma.
DBD II Gejala di atas ditambah Trombositopenia (<100.000/µL),
perdarahan spontan. bukti ada kebocoran plasma.
DBD III Gejala di atas ditambah Trombositopenia (<100.000/µL),
kegagalan sirkulasi bukti ada kebocoran plasma.
(kulit dingin dan
lembab serta gelisah).
DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia (<100.000/µL),
dengan tekanan darah bukti ada kebocoran plasma.
dan nadi tidak terukur.
*. DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue.
Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
Sumber : IPD PAPDI hal.543

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan


manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin, dan lembab serta tampak gelisah.

Diagnosa Banding
Diagnosa banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, chikunguya, dan leptospirosis.5 Adapun
diagnosa banding lainnya adalah syok sepsis, syok neurogenik, syok hipovolemik,
malaria cerebral, dan tyfoid toxic.
Pada anamnesis juga diketahui bahwa pasien sudah mengalami demam sejal 5
hari yang lalu dan panasnya naik turun. Panas yang naik turun ini mirip dengan gejala
dari malaria. Adapun ciri lainnya yang membingungkan untuk menegakkan diagnosis
adalah demam yang disertai rasa pegal serta mual, sehingga gejala ini mirip dengan

10
gejala penyakit leptospirosis. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium,
untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut.

Diagnosa Kerja
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
laboratorium, maka kemungkinan besar terkena dengue shock syndrome (DSS). Sebab
seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin, dan lembab serta gelisah.5
Dan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan terdapat kebocoran plasma
yang menyebabkan DSS menyebabkan akumulasi cairan dengan distress pernafasan,
gangguan sirkulasi atau syok (takikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian
kapiler (CPR) >3 detik, gangguan kesadaran, serta tekanan nadi yang lemah atau tidak
terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut yang tidak terukur
tekanan darah sehingga digunakan teknik palpasi untuk menghitung tekanan darah
pasien.3,5

Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa5


Bila berhadapan dengan DSS maka hal pertama yang harus diingat adalah
bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular
yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali
lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan terjadi karena
keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan
yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini,
dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 L/menit. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (PDL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 mL/kgBB dan
dievaluasi selama 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan
darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang
dari 100x/menit dengan volume cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta
diuresis 0,5-1 mL/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 5 mL/kgBB/jam. Bila waktu 60-120 menit kemudian tetap
stabil pemberian cairan menjadi 3 mL/kgBB/jam. Bila 24-49 jam setelah renjatan
teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka
pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang
mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus
terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru, atau gagal jantung dapat
terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak renjatan (karena selain proses patogenesis

11
penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam pemberian). Oleh karena untuk
mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda
vital, yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas,
pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah
diuresis. Diuresis diusahakan 2 mL/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin,
hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan
penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 mL/kgBB, dan kemudian dievaluasi
setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit
meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid
merupakan pilihan, tetapi bila hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan internal
(internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan
dapat diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-
sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan
cepat 10-20 mL/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena
sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 mL/kgBB
(maksimal 1-1,5m/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila
keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila
tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Prognosis
DSS adalah suatu kondisi berbahaya yang dapat berujung kepada kematian.
Diagnosis ditegakkan sebagian besar pada gejala-gejala klinis tertentu. Belum ada terapi
yang secara spesifik terbukti untuk menangani DSS ini.8

Pencegahan
Pada saat ini pemberatasan Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan
untuk memberantas demam berdarah dengue , karena vaksin untuk mencegah dan obat
untuk membasmi virusnya belum tersedia. Pemberantasan Aedes aegypti dapat
dilakukan terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya.
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan = fogging) dengan insektisida yaitu :
1. Organofosfat misalnya malation, fenitrotion.
2. Piretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, permetrin.
3. Karbamat.
Pemberantasan jentik dikenal dengan istilah pemberantasan terhadap sarang
nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara :

12
1. Kimia : pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dikenal dengan
abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Formulasi temefos
yang digunakan ialah granules (sandgranules). Dosis yang digunakan 1 ppm
atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan
temefos tersebut mempunyai efek residu 3 bulan.
2. Biologi : misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan
guppy).
3. Fisik : cara ini dikenal dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)
yaitu menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah
tangga (tempayan, drum, dan lain-lain), serta mengubur atau memusnahkan
barang bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain). Pengurasan TPA perlu
dilakukan sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat itu.
Apabila PSN dilaksanakan seluruh masyarakat maka diharapkan nyamuk
Ae.aegypti dapat terbasmi. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada
masyarakat secara terus menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan jentik
nyamuk tersebut berkaitan dengan perilaku masyarakat.

Gambar 3. Gerakan 3M plus


Sumber : https://www.google.co.id/search?
q=nyamuk+aedes+aegypti&biw=1280&bih=622&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved
=0CAYQ_AUoAWoVChMIkpbyw4iUyQIVkgWOCh2cOgY2#tbm=isch&q=gerakan+
3M&imgrc=zmvqv4-ucgbYfM%3A

Pengendalian Ae.aegypti dilakukan dengan berbagai cara : 1. Perlindungan


perseorangan dengan mencegah gigitan Ae.aegypti yaitu dengan memasang kawat kasa
di lubang-lubang angin di atas jendela atau pintu, tidur dengan kelambu, penyemprotan
dinding rumah dengan insektisida dan penggunaan repellent pada saat berkebun; 2.
Pembuangan atau mengubur benda-benda di pekarangan atau di kebun yang dapat
menampun air hujan seperti kaleng, botol, ban mobil, dan tempat-tempat lain yang
menjadi perindukan Ae.aegypti (man made breeding places); 3. Mengganti air atau
membersihkan tempat-tempat air secara teratur tiap minggu sekali, pot bunga,
tempayan, dan bak mandi; 4. Pemberian temefos ke dalam tempat penampungan
air/penyimpanan air bersih (abatisasi); 5. Melakukan fogging dengan malation setidak-
tidaknya 2 kali dengan jarak waktu 10 hari di daerah yang terkena wabah di daerah
endemi DHF; 6. Pendidikan kesehatan masyarakat dapat memelihara kebersihan
lingkungan dan turut secara perseorangan memusnahkan tempat-tempat perindukan
Ae.aegypti di sekitaran rumah.

13
Pemantauan kepadatan populasi Ae.aegypti merupakan hal yang penting sekali
untuk meningkatkan kewaspadaan wabah DHF.
Pengukuran kepadatan populasi dilakukan dengan cara survei larva. Pada survei
larva semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiak Ae.aegypti
diperiksa untuk mengetahui ada/tidaknya larva. Untuk memeriksa tempat penampungan
air (TPA) yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum, dan bak
penampungan air lainnya, jika pada pandangan (penglihatan pertama tidak ditemukan
larva, tunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa larva benar tidak ada.
Untuk memeriksa tempat berkembangbiak yang kecil seperti vas bunga dan botol, maka
air didalamnya perlu dipindahkan ke tempat lain, sedangkan untuk memeriksa larva
yang di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh digunakan lampu senter. Survei larva
dapat dilakukan dengan singel larval method atau cara visual. Pada single larval
method survei dilakukan dengan mengambil satu larva di setiap TPA lalu diidentifikasi.
Bila hasil identifikasi menunjukkan Ae.aegypti maka seluruh larva yang ada dinyatakan
sebagai larva Ae.aegypti. pada cara visual, survei cukup dilakukan dengan melihat ada
atau tidaknya larva di setiap TPA tanpa mengambil larvanya. Dalam program
pemberantasan DBD survei larva yang biasa digunakan adalah cara visual. Ukuran yang
dipakai untuk mengetahui kepadatan larva Ae.aegypti ialah angka bebas jentik dan
house index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah
sedangkan Breteau Index menunjukkan kepadatan dan penyebaran larva Ae.aegypti.
Container Index menggambarkan kepadatan nyamuk.

Penutup
DHF merupakan penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang memiliki resiko renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Dengan
perawatan yang tepat dan cepat, DSS dapat diharapkan untuk disembuhkan. Namun
alangkah lebih baik kalau dapat mencegah penyakit DHF tersebut hingga dapat
menurunkan resiko terkena renjatannya, dengan cara penggunaan repellent, melakukan
3M (Menutup, Mengubur, dan Menguras), serta melakukan pemberantasan sarang
nyamuk.

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Dengue, dengue hemorrhagic fever and dengue


shock syndrome in the context of the integrated management of childhood
illness.FCH/CAH 2005;13:1-18.
2. Sutanto Inge, Ismid Is Suhariah, Sjarifuddin Pudji K., Sungkar Saleha. Buku ajar
parasitologi kedokteran, Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ; 2015 :
hal.265.
3. Sudjana Primal. Buletin jendela epidemiologi : diagnosis dini penderita dbd
dewasa. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI
Agustus 2010;2:1-28.

14
4. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran : bagaimana dokter berpikir,
bekerja, dan menampilkan diri. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 2006. H.50-
6.
5. Setiati Siti, Alwi Idrus, Sudoyo Aru W, K Marcellus Simadibrata, Setiyohadi
Bambang, Syam Fahrial Ari. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna
Publishing;2014:Hal. 539-48.
6. Sinsanta. Pemeriksaan laboratorium hematologi dasar. Jakarta : UKRIDA ; 2015
: Hal.141.
7. Sudiono Herawati, Iskandar Ign., Edward Harny, Halim Sanarko Lukman,
Kosasih Richard. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta : PT.Sinar Surya
Megah Perkasa ; 2014 : Hal.60.
8. Rajapakse Senaka. Dengue shock. J Emerg Trauma Shock Jan-Mar
2011;4(1):120-127.

15

Anda mungkin juga menyukai