Anda di halaman 1dari 126

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan
manusia sehingga menjadi suatu prioritas dalam pembangunan nasional
suatu bangsa.Hal ini terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia tersebut. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik
dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk didalamnya
mendapatkan makanan, pakaian, perumahan, dan pelayanan kesehatan serta
pelayanan sosial lain yang diperlukan.
Salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah pembangunan di
bidang kesehatan dengan mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan
seluruh masyarakat Indonesia.Beberapa langkah kerja yang dilakukan
pemerintah dalam rangka pembangunan nasional di bidang kesehatan
meliputi tercukupinya ketersediaan obat, meratanya pendistribusian obat,
serta terjangkaunya harga obat oleh masyarakat. Obat menjadi salah satu
faktor utama yang berperan dalam proses penyembuhan maupun perawatan
kesehatan. Tuntutan adanya obat – obatan yang bermutu, aman, dan efektif
semakin meningkat, dengan semakin meningkatnya taraf hidup dan
pendidikan masyarakat. Pengadaan dan produksi obat yang dalam hal ini
dilakukan oleh industri farmasi akan mempengaruhi ketersediaan obat yang
dibutuhkan masyarakat.
Industri Farmasi merupakan tempat dilakukan usaha pembuatan dan
pemasaran produk obat yang dibutuhkan oleh masyarakat.Industri Farmasi
juga harus dapat mendukung dan membantu terlaksananya usaha
pemerintahan untuk menyediakan obat – obatan secara merata dengan mutu
yang tinggi dan harga terjangkau oleh masyarakat.
Peningkatan kebutuhan masyarakat akan obat menyebabkan perlu
dilakukan pengawasan yang menyeluruh pada pembuatan obat yang
bermutu tinggi dengan harga terjangkau. Untuk itu obat yang dibuat tidak
cukup hanya sekedar lulus dari serangkaina pengujian, tetapi kesadaran

1
yang tinggi tentang penerapan prinsip cara produksi dan distribusi obat yang
baik perlu terus ditentukan, sehingga mutu obat juga akan terbentuk
kedalam produk tersebut.
Pemerintahan Indonesia melalui Departemen Kesehatan dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) berusaha menjamin
mutu obat yang dihasilkan Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan
serangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan memenuhi
syarat mutu yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal
– hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan
antara lain pengadaan bahan baku, proses pembuatan dan pengawasan mutu,
sarana bangunan, saranan peralatan, yang digunakan serta personil yang
terlibat dalam proses pembuatan obat tersebut. Aspek-aspek yang
berpengaruh dalam CPOB antara lain manajemen mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu dan audit dan persetujuan
pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali
produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
kualifikasi dan validasi (CPOB, 2012).
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/PER/XII/2010 mengenai Industri Farmasi yang menjabarkan
bahwa penanggung jawab Produksi, Pemastian Mutu, dan Pengawasan
Mutu, harus dipimpin oleh Apoteker yang memiliki kemampuan manajerial
yang handal serta pengetahuan teknis kefarmasian yang profesional.
Pelaksanaan pedoman CPOB di industri farmasi membutuhkan peranan
Apoteker, sehingga seorang calon Apoteker dituntut memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang memadai.Tuntutan tersebut dapat diperoleh salah
satunya melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker diindustri farmasi yang
telah melaksanakan produksi sesuai dengan pedoman CPOB.

2
Universitas 17 Agustus 1945 sebagai salah satu perguruan tinggi yang
menghasilkan tenaga Apoteker, mengadakan kerjasama dalam bentuk
Praktek Kerja Profesi Apoteker ( PKPA ) dengan Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut, yaitu lembaga produksi yang telah memperoleh sertifikat
CPOB. PKPA ini dilaksanakan dari tanggal 2 Mei – 24Mei 2017.Dengan
adanya kegiatan ini diharapkan mahasiswa calon Apoteker dapat lebih
manambah wawasan dan pengalaman praktis diindustri farmasi yang
berdasarkan pada CPOB sebagai implementasi dari teori – teori yang
didapatkan selama perkuliahan.

B. Tujuan
1. Mengetahui peran dan fungsi Apoteker khususnya di Lembaga
Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta.
2. Mengetahui pelaksanaan kegiatan di Industri Farmasi TNI Angkatan
Laut Drs. Mochamad KamalJakarta berdasarkan pengetahuan CPOB
tahun 2012.
3. Memahami dan menguasai aspek-aspek CPOB yang ada di Industri
Farmasi sehingga mempunyai kompetensi ketika harus terjun secara
nyata ke dunia kerja di Industri Farmasi.

C. Manfaat

1. Sebagai bekal pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan


pekerjaan kefarmasian di bidang Industri Farmasi.
2. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang
professional di Industri Farmasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi
1. Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1799/Menkes/XII/2010 adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi meliputi
industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi
merupakan industri yang menghasilkan suatu produk yang telah
melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan
baku merupakan industri yang memproduksi bahan baku dimana
bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik bahan berkhasiat
ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengelolahan
obat.
Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian
mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang
berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam
pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku
farmasi.

2. Fungsi Industri Farmasi


Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

4
1799/Menkes/PER/XII/2010 usaha Industri Farmasi berfungsi sebagai
berikut:
a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat.
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Penelitian dan pengembangan.

3. Persyaratan Izin Usaha Industri Farmasi


Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799/
Menkes/PER/XII/2010 usaha Industri Farmasi wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker
sebagai penanggung jawab pemastian mutu,produksi dan
pengawasan mutu; dan
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau
tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang kefarmasian.
Pengecualian dari persyaratan pada poin 1 dan 2, bagi pemohon
ijin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

4. Izin Usaha Industri Farmasi


Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan
dan wewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama
perusahaan industri farmasi tersebut masih berproduksi dengan
perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi
yang modalnya berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA), izin
masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 Tahun

5
1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Peraturan Pelaksanaannya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1799/Menkes/XII/2010, pasal 8 mengenai pendirian industri
farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan
hidup. Pada pasal tersebut menjelaskan bahwa :
a. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
b. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat
CPOB.
c. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang
memenuhi persyaratan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
carasertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan Pom.

5. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi


Pencabutan izin usaha industri farmasi sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990
dilakukan apabila industri yang bersangkutan melakukan pelanggaran:
a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri
farmasi dan perluasan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3
kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak
benar. 
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat
palsu). 
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

6
B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Berdasarkan Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan, dijelaskan bahwa obat adalah bahan atau panduan
bahan, termaksuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi untuk manusia.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Penerapan CPOB pertama kali
didasarkan pada keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang CPOB, CPOB pertama kemudian
direvisi dengan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
No.HK.00.05.3.02152 Tahun 2001 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB edisi 2001 direvisi kembali
menjadi pedoman CPOB yang dinamis edisi tahun 2006, berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.06.0511, tanggal 24 Januari 2006. Pedoman CPOB edisi 2006
mengalami revisi menjadi pedoman CPOB tahun 2012, berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No. Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012, tanggal 21 Januari 2013.
Perubahan-perubahan dalam konsep CPOB terjadi karena semakin
pesatnya perkembangan teknologi farmasi. Konsep CPOB bersifat dinamis
yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti tuntutan
globalisasi di bidang farmasi. Pedoman CPOB sesuai dengan Dirjen POM
meliputi 12 aspek, yaitu manajemen mutu; personalia; bangunan dan
fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu;
inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan terhadap produk,
penarikan kembali produk dan produk kembalian; dokumentasi;

7
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi dan validasi.

Ada 4 landasan umum dalam CPOB 2012 yaitu:


1. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat
essensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang
bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan
bagi obat yang akan digunakan sebagai penyelamat jiwa atau
memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus
dibentuk ke dalam produk. Mutu obat tergantung pada bahan awal,
proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat.
3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya
mengandalkan hanya pada pengujian tertentu saja. Semua obat
hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau
dengan cermat.
4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar
sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.
CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar
sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, bila
perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat
yang telah ditentukan tercapai. Aspek-aspek pedoman CPOB, antara lain:
1. Manajemen Mutu
Manejemen mutu bertanggung jawab membuat obat sedemikian
rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya,memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif melalui suatu
"Kebijakan Mutu". Kebijakan mutu memerlukan partisipasi dan
komitmen jajaran di semua tempat departemen di dalam perusahaan,

8
para pemasok dan para distributor. Pencapaian tujuan mutu secara
konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu
yang di desain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta
menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Resiko Mutu. Hal ini hendaklah
didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Semua bagian
sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan
personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang
cukup dan memadai. Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan
kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga
produk atau jasa pelayananyang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan
tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
c. Konsep manejemen mutu berdasarkan CPOB, meliputi:
1) Pemastian mutu
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang
mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara
kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua
pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya.
2) Cara pembuatan obat yang baik
CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang
memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara
konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin
edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi

9
dan Pengawasan Mutu.

3) Pengawasan mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang
berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian
yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa
bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta
produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok
sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi
syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai
fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah
independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi
pengawasan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan
dapat diandalkan. Pengawasan Mutu secara menyeluruh
juga mempunyai tugas lain, yaitu menetapkan,
memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan
menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran
label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa
stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau,
mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait
dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam
pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis
dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah
memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
4) Pengkajian mutu produk

10
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah
dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk
ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi
proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan
pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk
dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala
biasanya dilakukan, tiap tahun didokumentasikan dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.
5) Evaluasi mutu
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah
dibuat untuk menentukan tindakan perbaikan dan
pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan.
Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui
hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu.
Hendaklah tersedia prosedur manajemen untuk
manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian
aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut yang
diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila dapat dibenarkan
secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan
menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair,
produk steril, dan lain-lain.
6) Manajemen resiko mutu
Manajemen Resiko mutu adalah suatu proses
sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan
pengkajian Resiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.

2. Personalia

11
Industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang
terkualifikasidan berpengalaman praktis dalam jumlah yang
memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab
yang berlebihan untuk menghindarkan resiko terhadap mutu obat.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab dan memahami
prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang
berkaitan dengan pekerjaannya.
Struktur organisasi yang jelas harus diperhatikan selain jumlah
personil. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi
penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas
tertulis.Tugas merekaboleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk
serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.
Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan
ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada
uraian tugas.
Unsur-unsur personil berdasarkan CPOB:
a. Personil Kunci
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala
bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil
purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/kepala bagian Pengawasan
Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
b. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian
rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen
mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta
tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-
masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana
yang memadai yangdiperlukan untuk dapat melaksanakan

12
tugasnya secara efektif. Hendaklah personil tersebut tidak
mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat
menghambat atau membatasi kewajibannya dalam
melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan pribadi atau finansial.
c. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi
seluruh personil di dalam area produksi, gudang penyimpanan
atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan
petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya
dapat berdampak pada mutu produk.
Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB,
personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas
yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga
diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara
berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui
kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah
disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil
yang bekerja di area dimana pencemaran merupakan bahaya,
misalnya area bersih atau area penanganan bahan berpotensi
tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi. Pengunjung atau personil
yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat
dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu,
terutama mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung
yang dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat. Pelatihan
hendaklah diberikan oleh rang yang terkualifikasi.

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki

13
desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan
kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan
operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadi kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Untuk itu daerah
pabrik dibagi atas tiga zona :
a. Zona hitam (Black Area)
Zona yang bebas dimasuki sembarang petugas.Pada zona
ini dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan
penjagaan ketat terhadap kontaminasi dari udara luar.
b. Zona abu-abu (Grey Area)
Zona tempat proses produksi non steril berlangsung. Pada
zona ini kebebasan karyawan dan barang yang memasuki
ruangan dikurangi.Untuk memasuki daerah ini karyawan
terlebih dahulu harus mencuci tangan dan memakai pakaian
khusus yang bersih.Barang yang memasuki daerah ini harus
diganti kemasannya dengan kemasan khusus.
c. Zona putih (White Area)
Zona produksi aseptis, seperti pembuatan sediaan injeksi
dan salep mata.Untuk memasuki daerah ini karyawan harus
mencuci tangan dan memakai pakaian khusus yang steril.Semua
peralatan yang dipakai harus disterilkan terlebih dahulu, begitu
juga ruangannya.
Syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah
sebagai berikut:
a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk
menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya,
seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan

14
industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak
sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif
terhadap pencemaran tersebut.
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi,
dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh
perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir,
rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga,
burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah
tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan
hama.
c. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi,
laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan
sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih
dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur
dan diperbaiki dimana perlu. Perbaikan serta perawatan
bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar
kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat.
d. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan
ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak
yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan,
atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi dari peralatan.
e. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
1) Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang
mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana
yang berdampingan.
2) Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu
lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau
sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain
yang sedang diproses.
f. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah

15
personil yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area
penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan
sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area
tersebut. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area
yang ditentukan:
1) Penerimaan bahan;
2) Karantina barang masuk;
3) Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas;
4) Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk;
5) Pengolahan;
6) Pencucian peralatan;
7) Penyimpanan peralatan;
8) Penyimpanan produk ruahan;
9) Pengemasan;
10) Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan
akhir;
11) Pengiriman produk; dan
12) Laboratorium pengawasan mutu.

g. Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah


diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat
udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai
tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Penggolongan Kelas Kebersihan

Ukuran Jumlah maksimum partikel /m3 yang diperoleh


Partikel
Non operasional Operasional

≥ 0,5 µm ≥ 5 µm ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm
Kelas

A 3.520 29 3.520 20

16
B 3.520 29 352.000 2.900

C 352.000 2900 3.520.000 2.900

Tidak Tidak
D 3.520.000 29.000 ditetapkan
ditetapkan

Tidak Tidak
E 3.520.000 29.000 ditetapkan
ditetapkan

Catatan: Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk


pembuatan produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan
ruang untuk pembuatan produk nonsteril.

Dalam Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan


Obat yang Baik (CPOB) Jilid I tahun 2013 menyatakan rekomendasi
sistem tata udara untuk tiap kelas kebersihan, yaitu :

17
Tabel 2.2. Rekomendasi Sistem Tata Udara Untuk Tiap Kelas Kebersihan
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
A di bawah 16 – 25 45 – 55 H14 (99,995 %) Aliran udara satu  Pengolahan dan pengisian
aliran udara arah dengan aseptis
laminar kecepatan aliran  Pengisian salep mata steril
udara 0,36 -  Pengisian bubuk steril*
0,54 m/dt  Pengisian suspensi steril

B ruang steril 16 – 25 45 – 55 H14 (99,995 %) Aliran udara Lingkungan latar


turbulen dengan belakang zona kelas A untuk
pertukaran pengolahan dan pengisian aseptis
udara minimal
20 kali

C ruang steril 16 – 25 45 – 55 H13 (99,95 %) Minimal20 kali  Pembuatan larutan bila ada

18
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
risiko di luar kebiasaan
 Pengisian produk yang akan
mengalami terilisasi akhir
 Pembuatan larutan yang akan
disaring kemudian pengisian
secara aseptis dilakukan di kelas
A denganLatar belakang kelas
B
 Pembuatan obat steril dengan
sterilisasi akhir.
D bersih 20 - 27 40 - 60 F8 (75 %) atau Minimal 20kali
90 % ASHRAE Ruang pengolahan
52/76Bilamenggun danpengemasan primerobat
akan sistem single nonsteril,pembuatan

19
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
pass (100 % fresh salepkecualisalep mata
air )
H13 (99,95 %)
Bila menggunakan
sistem resirkulasi
ditambah make
- up air (10 - 20 %
fresh air )

E umum 20 - 27 Maks. 70 F8 (75 % ) atau 5-20


90 % ASHRAE
52/76 Bila Pengolahan bahan
menggunakan higroskopis
sistem

20
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
single pass (100 %
fresh air )

E Khusus 20 – 27 Maks. 40 H13 (99,95 %) 5 – 20


Bila menggunakan
sistem resirkulasi
ditambah make
- up air (10 - 20 %
fresh air )

F Pengemasan 20 - 28 TD F8 (75%) atau TD


sekunder** 90% ASHRAE
52/76 Bila
menggunakan

21
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
sistem single pass
(100 % fresh air)
H13 (99,95 %)
Bilamenggunakans
istemresirkulasi
ditambah make- up
air (10 - 20 %
freshair )

G -Ruang Suhu TP TD TD
masuk kamar*
Karyawan ***

-Daerah Suhu TP TP TD

22
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
penerimaan kamar
bahan awal,
gudang
bahan awal
dan obat jadi

-Ruang ganti Suhu TP TP TD


pakaian luar kamar
-Ruang ganti Suhu TD TP TD
Pakaian kamar
kerja
Suhu TD TD TD
-Ruang kamar
Istirahat

23
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
Suhu TP TD TD
- Kantin kamar

Suhu TP TP TD
-Kamar kamar
Mandi

Suhu TP TP TD
- Toilet kamar

20 - 28 TD TP TD
Laboratoriu
m
≤ 30 TD TD TD

24
Kelas Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Saringan Pertukaran Keterangan
Keber-
o
Bangunan C n Udara Akhir Udara perJam
sihan
Sesuai Nisbi % (Sesuai KodeEN
Kelompok 779 & EN
Kegiatan 1822)***
dan Tingkat
Kebersihan
Gudang:
-R.Suhu

Kamar ≤ 25 TD TD TD
- R. ber-AC 2-8 TD TD TD
- R. Dingin <0 TD TD TD
- R. Beku

25
TP = Tidak Perlu
TD = Tidak Diklasifikasikan
Keterangan :
* Untuk produk tertentu, kelembaban ruangan dapat memengaruhi material
flow pada waktu pengisian bubuk steril sehingga memerlukan kelembaban
nisbi < 40%

** Untuk lingkungan kerja pengemasan sekunder disarankan untuk


tidakberhubungan langsung dengan lingkungan luar
*** Lihat Kode Filter dalam Sistem Tata Udara
**** Suhu kamar ≤ 30oC

4. Peralatan
Peralatan pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu
atau kotoran danhal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu dan
produk.
Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah sebagai
berikut :
a. Desain dan konstruksi
1) Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan
dirawat sesuai dengan tujuannya.
2) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal,
produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan
reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

26
3) Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus,
misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan
dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal,
produk antara ataupun produk jadi.
4) Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor,
tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan,
perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
5) Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa
agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah
dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan
dalam keadaan bersih dan kering.
6) Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan
digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.
7) Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat
buruk pada produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan
dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau
absorbtif yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat buruk
pada produk.
8) Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah
terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di
mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi
dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosif serta
dibumikan dengan benar.
9) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang
dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan
pengawasan.
10) Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan
mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada

27
interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan.
Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah
disimpan.
11) Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah
tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang
mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun
sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang
tidak melepaskan serat.
12) Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk
produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis.
Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran
mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.
b. Pemasangan dan penempatan
1) Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk
mencegah risikokesalahan atau kontaminasi.
2) Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak
yang cukupuntuk menghindarkan kesesakan serta memastikan
tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk.
3) Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka hendaklah
dilengkapi dengan pengaman.
4) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain
hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses
pada tiap tahap proses. Pipa hendaklah diberi penandaan yang
jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran.
5) Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor
identitas yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua
perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit atau
peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut

28
kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu
jenis produk saja.
6) Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah
dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau
setidaknya, diberi penandaan yang jelas.
c. Perawatan
1) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah
malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian produk.
2) Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak
menimbulkan risiko terhadap mutu produk.
3) Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan
alat penguji suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan
proses formal.
4) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat
dan dipatuhi.
5) Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama
hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan
tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau
lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan
yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis
dalam catatan bets.
6) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan
bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah
kontaminasi atau sisa bahan dari proses sebelumnya yang
akan memengaruhi mutu produk termasuk produk antara di
luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah
ditentukan.

29
7) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk
antara yang sama secara berurutan atau secara kampanye,
peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggang waktu yang
sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan
(misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).
8) Peralatan umum (tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan
setelah digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk
mencegah kontaminasi silang.
9) Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status
kebersihannya dengan cara yang baik.
10) Buku log untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat
untuk pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang
telah dilakukan termasuk tanggal dan personil yang
melakukan kegiatan tersebut.

5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene
meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi
serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu
yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higiene yang menyeluruh dan terpadu. Syarat-syarat sanitasi dan higiene
yang ditentukan CPOB adalah sebagai berikut:
a. Higiene perorangan
1) Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah
mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan
yang dilaksanakannya.
2) Prosedur higiene perorangan persyaratan untuk menggunakan

30
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua
personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna
waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada di area
pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota
manajemen senior dan inspektur.
3) Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan
untuk keselamatan personil,hendaklah personil mengenakan
pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya
termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor dan lap
pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah
disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian, dan
bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi.
4) Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan
diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area
pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur
yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan
pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami
dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas
di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah
dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas
selama sesi pelatihan.
5) Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan
pada saat direkrut. Merupakan suatu kewajiban bagi
indu stri agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa
keadaan kesehatan personil yang dapat mempengaruhi mutu
produk diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah
pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan
pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara
berkala. Petugas pemeriksaan visual hendaklah menjalani

31
pemeriksaan mata secara berkala.
6) Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan
yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan
higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan
dengan proses pembuatan hendaklah memperhatikan tingkat
higiene perorangan yang tinggi. Tiap personil yang mengidap
penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan
mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi
sampai kondisi personil tersebut dipertimbangkan tidak lagi
menimbulkan resiko.
7) Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk
melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik,
peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat
merugikan produk.
8) Hendaklah dihindarkan persentuhanlangsung antara tangan
operator dengan bahan awal, produk antara dan produk
ruahan yang terbuka, bahan pengemas primer dan juga
dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
9) Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan
sarana mencuci tangan dan mencucitangannya sebelum
memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang
poster yang sesuai.
10) Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman,
menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau
obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan
dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan
area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.

32
b. Sanitasi bangunan dan fasilitas
1) Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah
didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan
sanitasi yang baik.
2) Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet
dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil
yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.
3) Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk
penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya ditempat
yang tepat.
4) Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan
minuman hendaklah dibatasi di area khusus, misalnya kantin.
Sarana ini hendaklah memenuhi standar saniter.
5) Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah
hendaklah dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai untuk
dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan
dibuang secara teratur dan berkala dengan mengindahkan
persyaratan saniter.
c. Pembersihan dan sanitasi peralatan
1) Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik
bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya
diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan
dari bets sebelumnya telah dihilangkan.
2) Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah
lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah
digunakan dengan hati-hati dan bila mungkin dihindarkan
karena menambah risiko pencemaran produk.

33
3) Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat
dipindah-pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih
hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari
ruangan pengolahan.
4) Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan
sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam
pembuatan obat hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati.
Prosedur ini hendaklah dirancang agar pencemaran peralatan
oleh agen pembersih atau sanitasi dapat dicegah. Prosedur ini
setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal,
metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan
serta metode pembongkaran dan perakitan kembali peralatan
yang mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan
yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur juga meliputi
sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets sebelumnya
serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap
pencemaran sebelum digunakan.
5) Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi,
sterilisasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan
hendaklah disimpan secara benar.
6) Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap
pencemaran mikroba; enceran disinfektan dan deterjen
hendaklah disimpan dalam wadah yang sebelumnya telah
dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu
tertentu kecuali bila disterilkan.
d. Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi
Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat
dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk
produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya

34
operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara
konsisten dan efektif.
Prosedur hendaklah mencantumkan:
1) Penanggung jawab untuk pembersihan alat
2) Jadwal pembersihan, termasuk sanitasi, bila perlu
3) Deskripsi lengkap dari metode pembersihan dan bahan
pembersih yang digunakan termasuk pengenceran bahan
pembersih yang digunakan
4) Instruksi pembongkaran dan pemasangan kembali tiap bagian
alat, bila perlu, untuk memastikan pembersihan yang benar
5) Instruksi untuk menghilangkan atau meniadakan identitas bets
sebelumnya Instruksi untuk melindungi alat yang sudah
bersih terhadap kontaminasi sebelum digunakan, inspeksi
kebersihan alat segera sebelum digunakan dan menetapkan
jangka waktu maksimum yang sesuai untuk pelaksanaan
pembersihan alat setelah selesai digunakan produksi
6) Tanpa kecuali, prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene
hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk
memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan.
7) Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan pelaksanaan
tindakan dan bila perlu kesimpulan yang dicapai untuk
pembersihan dan sanitasi, hal-hal tentang personel termasuk
pelatihan, seragam kerja, higiene; pemantauan lingkungan dan
pengendalian hama.

6. Produksi
Produksi mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi
ketentuan CPOB, yang menjamin senantiasa menghasilkan obat jadi
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan ijin

35
pembuatan dan ijin edar. Persyaratan mutu tersebut harus memenuhi
spesifikasi yang ditentukan dari:
a. Bahan awal
Pembelian bahan awal adalah suatu aktivitas penting dan
oleh karena itu hendaklah melibatkan staf yang mempunyai
pengetahuan khusus dan menyeluruh perihal pemasok.
b. Validasi proses
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB
dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil
validasi dan kesimpulan hendaklah dicatat.
c. Pencegahan pencemaran silang
Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk
lain harus dihindarkan. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul
akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme
dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang
tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko
pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang
tercemar. Diantara pencemar yang paling berbahaya
adalahbahanyang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat
biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan
sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling
terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan
yang diberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan
dalam jangka waktu yang panjang.
d. Sistem penomoran bets/lot
Tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran
bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot
produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.

36
e. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap
sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi
serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap
pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi, dari
gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah
sangat penting.
f. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan yangdikembalikan ke gudang
penyimpananhendaklah didokumentasikan dengan benar dan
direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang
penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum dipakai.
h. Bahan dan produk kering
Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan
pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan
produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain,
pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila
layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode
lain yang sesuai.
i. Pencampuran dan granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah
dilengkapidengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan
sistem tertutup. Parameter operasional yang kritis (misal: waktu,

37
kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan
dan pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi
induk, dan dipantau.
j. Prosedur terperinci
Prosedur terperinci diperlukan agar tidak terjadi kontaminasi
pada proses:
1) Pencetakan Tablet
2) Penyalutan
3) Pengisian Kapsul Keras
4) Penandaan Tablet Salut dan Kapsul
5) Produk Cair, Krim Dan Salep (Nonsteril)
6) Produk Steril
7) Bahan Pengemas.
Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas
primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain
hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal.
k. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan
yang jelas dan disimpan terpisah di "area terlarang" (restricted
area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada
pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang atau
dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
dan dicatat.
l. Pemulihan
Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang
memenuhi persyaratan mutu, digabungan ke dalam bets lain dari
produk yang sama pada suatu tahap pembuatan obat
yangdiotorisasi sebelumnya. Pemulihan ini hendaklah

38
dilakukansesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan setelah
dilakukan evaluasi terhadap resiko yang mungkin terjadi, termasuk
kemungkinan pengaruh terhadap masa edar produk dan harus
dicatat.
m. Karantina dan penyerahan produk jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian
sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan.
Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang
ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan
catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang
ditentukan.
n. Catatan pengendalian pengiriman obat
Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan
sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera
diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan
kembali jika diperlukan.
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi. Semua bahan dan produk
hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko
kecampur bauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan
dan pemeliharaan.Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak
langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup terhadap
sekelilingnya. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan
kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan
kondisi khusus hendaklah disediakan.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk

39
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang
relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau
produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap
hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan. Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga
mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah:
a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu;
b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk;
c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk;
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk;
e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu
produk.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan
prosedur tertulis, dan dicatat dimana perlu.

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan


Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk
mendeteksi kelemahan dalampelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan

40
tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan
secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari
perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan disamping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat
jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan
perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang
efektif. Persyaratan inspeksi diri berdasarkan CPOB:
a. Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang
menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini
hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang
mencakup antara lain:
1) Personalia;
2) Bangunan termasuk fasilitas untuk personil;
3) Perawatan bangunan dan peralatan;
4) Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi;
5) Peralatan;
6) Pengolahan dan pengawasan selama proses;
7) Pengawasan Mutu;
8) Dokumentasi;
9) Sanitasi dan higiene;
10) Program validasi dan revalidasi;
11) Kalibrasi alat atau sistem pengukuran;
12) Prosedur penarikan kembali obat jadi;
13) Penanganan keluhan;
14) Pengawasan label;dan
15) Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala

41
menurut program yang telah disusun untuk memverifikasi
kepatuhan terhadap prinsip Pemastian Mutu.
b. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci
oleh personel (personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen
hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman
dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB.Audit
independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.
c. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan
kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh
hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun.
Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi
diri.
d. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan hendaklah
mencakup:
1) Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan
bila memungkinkan.
2) Saran untuk tindakan perbaikan.
Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat.
e. Hendaklah ada program penindak-lanjutan yang efektif.
Manajemen perusahaan hendaklah mengevaluasi baik laporan
inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila diperlukan.
f. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi
diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau
sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik
untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh
spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk
khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga
dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
g. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah

42
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk
memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok
bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang
telah ditentukan.
h. Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal
dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan
ditinjau ulang.
i. Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan
dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi
hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan
yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah
menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar
CPOB.
j. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara
teratur.

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan


Penarikan Kembali Produk
Semua keluhan dan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah
disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk
yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
Penanganan keluhan, penarikan kembali produk dan produk kembalian
diatur dalam CPOB sebagai berikut:
a. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak
dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya.
Apabila personil tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu

43
(Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami cara penanganan
seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk.
b. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan,
evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk
penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap
obat yang diduga cacat.
c. Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil
evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan
hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian
yang terkait.
d. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah
keluhan disebabkan oleh pemalsuan.
e. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah
dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan
diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian
Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah
tersebut.
f. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka
hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk
memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang
mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah
diselidiki.
g. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan
keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut.
Tindak lanjut ini mencakup:
1) Tindakan perbaikan bila diperlukan
2) Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang
bersangkutan
3) Tindakan lain yang tepat

44
h. Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk
mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang
terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan
kembali produk dari peredaran.
i. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan
kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal
lain yang serius mengenai mutu produk.
j. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk
dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani
semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya.
Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan
dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami segala
operasi penarikan kembali.
k. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala
dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan
penarikan kembali.
l. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan
segera dan tiap saat.
m. Pelaksanaan Penarikan Kembali
1) Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan
segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau
diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan.
2) Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan,
hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan
dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali
hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen.

45
3) Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri
farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan
kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.
4) Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk
hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan
penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif
dari seluruh mata rantai distribusi.
n. Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan
penarikankembali produk hendaklah didokumentasikan dengan
baik.
o. Otoritas pengawas obat negara ke mana produk didistribusikan
hendaklah diinformasikan segera apabila akan dilakukan penarikan
kembali karena cacat atau dugaan cacat.
p. Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil
yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan
distribusi hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai
distributor dan pelanggan yang dipasok secara langsung (dengan
alamat, nomor telepon, dan/atau nomor fax pada saat jam kerja dan
di luar jam kerja, nomor bets dan jumlah yang dikirim), termasuk
distributor di luar negeri untuk produk yang diekspor dan sampel
medis.
q. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan
disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu
keputusan terhadap produk tersebut.
r. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan
dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah
produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali.
s. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah
dievaluasi dari waktu ke waktu.

46
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan
yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Spesifikasi, dokumen, produksi induk/formula pembuatan, prosedur,
metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan
dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Berdasarkan CPOB dokumen yang diperlukan, yaitu:
a. Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas
dan produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal,
hendaklah juga tersedia spesifikasi bagi produk antara dan produk
ruahan.
b. Spesifikasi Bahan Awal
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di mana
diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk:
a) Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal
b) Rujukan monografi farmakope, bila ada
c) Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
d) Standar mikrobiologis, bila ada

47
2) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
4) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
5) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali
c. Spesifikasi Bahan Pengemas
Spesifikasi bahan pengemas hendaklah mencakup, di mana
diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk :
e) nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal
f) rujukan monografi farmakope, bila ada
g) pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
h) standar mikrobiologis, bila ada
i) spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna
2) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
4) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
5) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali
d. Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah
tersedia, apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila
data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi.
Spesifikasi hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau
produk jadi, sesuai keperluan.
e. Spesifikasi Produk Jadi

48
Spesifikasi produk jadi hendaklah mencakup:
1) Nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode
produk)
2) Formula/komposisi atau rujukan
3) Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan,
termasuk ukuran kemasan
4) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan
5) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
6) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila
diperlukan
7) Masa edar/simpan
f. Dokumen produksi
Dokumen yang esensial dalam produksi adalah:
1) Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari
suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu,
tidak tergantung dari ukuran bets;
2) Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan
Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing
berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang
rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan
dan ukuran bets spesifik. Prosedur Produksi Induk
dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat pengesahan
untuk digunakan; dan Catatan Produksi Bets, terdiri dari
Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang
merupakan reproduksi dari masing-masing Prosedur
Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, dan
berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan produksi dari suatu bets produk.

49
3) Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets
dan Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi
dari masing-masing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets
produk. Kadang-kadang pada Catatan Produksi Bets, prosedur
yang tertera dalam Prosedur Produksi Induk tidak lagi
dicantumkan secara rinci.
4) Dokumen Produksi Induk
Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal
hendaklah mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan dan
deskripsi produk, nama penyusun dan bagiannya, nama
pemeriksa serta daftar distribusi dokumen dan berisi hal
sebagai berikut:
a) Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan
pengemas primer yang harus digunakan atau
aternatifnya, pernyataan mengenai stabilitas produk,
tindakan pengamanan selama penyimpanan dan
tindakan pengamanan lain yang harus dilakukan selama
pengolahan dan pengemasan produk
b) Komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis
dan untuk satu sampel ukuran bets
c) Daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan
berubah maupun yang akan mengalami perubahan
selama proses
d) spesifikasi bahan awal
e) daftar lengkap bahan pengemas
f) spesifikasi bahan pengemas primer
g) prosedur pengolahan dan pengemasan

50
h) daftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan
dan pengemasan
i) pengawasan selama-proses pengolahan dan pengemasan
j) masa edar/simpan
5) Prosedur Pengolahan Induk
Prosedur Pengolahan Induk yang disahkan secara
formal hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets
yang akan dibuat. Prosedur Pengolahan Induk hendaklah
mencakup:
a) Nama produk dengan kode referen produk yang
merujuk pada spesifikasinya
b) Deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran
bets
c) Daftar dari semua bahan awal yang harus digunakan,
dengan menyebutkan masing-masing jumlahnya,
dinyatakan dengan menggunakan nama dan referen
(kode produk) yang khusus bagi bahan itu; hendaklah
dicantumkan apabila ada bahan yang hilang selama
proses
d) Pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan
dengan batas penerimaan, dan bila perlu, tiap hasil
antara yang relevan
e) Pernyataan mengenai lokasi pengolahan dan peralatan
utama yang harus digunakan
f) Metode atau rujukan metode yang harus digunakan
untuk mempersiapkan peralatan kritis (misalnya
pembersihan, perakitan, kalibrasi, sterilisasi)

51
g) Instruksi rinci tahap proses (misalnya pemeriksaan
bahan, perlakuan awal, urutan penambahan bahan,
waktu pencampuran, suhu)
h) Instruksi untuk semua pengawasan selama-proses
dengan batas penerimaannya
i) Bila perlu, syarat penyimpanan produk ruahan;
termasuk wadah, pelabelan dan kondisi penyimpanan
khusus, di mana perlu
j) Semua tindakan khusus yang harus diperhatikan
6) Prosedur Pengemasan Induk
Prosedur Pengemasan Induk yang disahkan secara
formal hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets
serta ukuran dan jenis kemasan. Dokumen ini umumnya
mencakup, atau merujuk, pada hal berikut:
a) Nama produk
b) Deskripsi bentuk sediaan dan kekuatannya, di mana
perlu
c) Ukuran kemasan yang dinyatakan dalam angka, berat
atau volume produk dalam wadah akhir
d) Daftar lengkap semua bahan pengemas yang diperlukan
untuk satu bets standar, termasuk jumlah, ukuran dan
jenis bersama kode atau nomor referen yang berkaitan
dengan spesifikasi tiap bahan pengemas
e) Di mana sesuai, contoh atau reproduksi dari bahan
pengemas cetak yang relevan dan spesimen yang
menunjukkan tempat untuk mencetak nomor bets dan
tanggal daluwarsa bets
f) Tindakan khusus yang harus diperhatikan, termasuk
pemeriksaan secara cermat area dan peralatan untuk

52
memastikan kesiapan jalur (line clearance) sebelum
kegiatan dimulai
g) Uraian kegiatan pengemasan, termasuk segala kegiatan
tambahan yang signifikan serta peralatan yang harus
digunakan
h) Pengawasan selama-proses yang rinci termasuk
pengambilan sampel dan batas penerimaan.
7) Catatan Pengolahan Bets
Catatan pengolahan bets hendaklah tersedia untuk tiap
bets yang diolah. Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan
bagian relevan dari Prosedur Pengolahan Induk yang berlaku.
Metode pembuatan catatan ini hendaklah didesain untuk
menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah
mencantumkan nomor bets yang sedang dibuat. Selama
pengolahan, informasi sebagai berikut hendaklah dicatat pada
saat tiap tindakan dilakukan dan setelah lengkaphendaklah
catatan diberi tanggal dan ditandatangani dengan persetujuan
dari personil yang bertanggung jawab untuk kegiatan
pengolahann :
a) Nama produk
b) Tanggal dan waktu dari permulaan, dari tahap antara
yang signifikan dan dari penyelesaian pengolahan
c) Nama personil yang bertanggung jawab untuk tiap tahap
proses
d) Paraf operator untuk berbagai langkah pengolahan yang
signifikan dan, di mana perlu, paraf personil yang
memeriksa tiap kegiatan ini (misalnya penimbangan)
e) Nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah
nyata tiap bahan awal yang ditimbang atau diukur

53
(termasuk nomor bets dan jumlah bahan hasil
pemulihan atau hasil pengolahan ulang yang
ditambahkan)
f) Semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan
dan peralatan utama yang digunakan
g) Catatan pengawasan selama-proses dan paraf personil
yang melaksanakan serta hasil yang diperoleh
h) Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap
pengolahan berbeda dan penting
i) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi
termasuk uraiannya dengan tanda tangan pengesahan
untuk segala penyimpangan terhadap Prosedur
Pengolahan Induk
8) Catatan Pengemasan Bets
Catatan pengemasan bets hendaklah tersedia untuk tiap
bets yang dikemas. Dokumen ini hendaklah dibuat
berdasarkan bagian relevan dari Prosedur Pengemasan Induk
yang berlaku dan metode pembuatan catatan ini hendaklah
didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan
hendaklah mencantumkan nomor bets dan jumlah produk jadi
yang direncanakan akan diperoleh.
Sebelum suatu kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah
dilakukan pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan
tempat kerja telah bebas dari produk dan dokumen
sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukan untuk
pengemasan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan
sesuai untuk penggunaannya.
Selama pengemasan, informasi sebagai berikut
hendaklah dicatat pada saat tiap tindakan dilakukan dan

54
setelah lengkap hendaklah catatan diberi tanggal dan
ditandatangani dengan persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab untuk kegiatan pengemasan:
1) Nama produk
2) Tanggal dan waktu tiap kegiatan pengemasan
3) Nama personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kegiatan pengemasan
4) Paraf operator dari berbagai langkah pengemasan yang
signifikan
5) Catatan pemeriksaan terhadap identitas dan konformitas
dengan Prosedur Pengemasan Induk termasuk hasil
pengawasan selamaproses
6) Rincian kegiatan pengemasan yang dilakukan, termasuk
referensi peralatan dan jalur pengemasan yang
digunakan
7) Apabila dimungkinkan, sampel bahan pengemas cetak
yang digunakan, termasuk spesimen dari kodifikasi
bets, pencetakan tanggal daluwarsa serta semua
pencetakan tambahan
8) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi
termasuk uraiannya dengan tanda tangan pengesahan
untuk semua penyimpangan terhadap Prosedur
Pengemasan Induk
9) Jumlah dan nomor referen atau identifikasi dari semua
bahan pengemas cetak dan produk ruahan yang
diserahkan, digunakan, dimusnahkan atau dikembalikan
ke stok dan jumlah produk yang diperoleh untuk
melakukan rekonsiliasi yang memadai
9) Prosedur dan Catatan

55
Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan
penerimaan,penandaan karantina internal serta penyimpanan
untuk tiappengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas
primer dan bahan pengemas cetak.

10) Pengambilan Sampel


Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan
sampel yang mencakup personil yang diberi wewenang
mengambil sampel, metode dan alat yang harus digunakan,
jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan
yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi
terhadap bahan atau segala penurunan mutu.
11) Pengujian
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian
bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi
yang menguraikan metode dan alat yang harus digunakan.
Pengujian yang dilaksanakan hendaklah dicatat.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedurpelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi
tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu). Dalam Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak terdapat tiga
komponen penting, yaitu:

56
a. Pemberi kontrak
1) Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai
kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan
pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan
bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti.
2) Pemberi Kontrak hendaklah menyediakan semua informasi
yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk
melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar
dan persyaratan legal lain. Pemberi Kontrak hendaklah
memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami
sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau
pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan gedung,
peralatan, personil, bahan atau produk lain.
3) Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua
produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh
Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu).
b. Penerima kontrak
1) Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan
yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil
yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan
oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat
berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri
farmasi yang memiliki sertifikat CPOB ya ng diterbitkan
oleh Badan POM.
2) Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua
produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan
penggunaannya.

57
3) Penerima Kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan
atau pengujian apapun yang dipercayakan kepadanya sesuai
kontrak kepada pihak ketiga, tanpa terlebih dahulu
dievaluasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan
antara Penerima Kontrak dan pihak ketiga mana pun
hendaklah memastikan bahwa informasi pembuatan dan
analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang
sama seperti yang dilakukan pada awalnya antara Pemberi
Kontrak dan Penerima Kontrak.
4) Penerima Kontrak hendaklah membatasi diri dari segala
aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk
yang dibuat dan/atau dianalisis untuk Pemberi Kontrak
c. Kontrak
1) Kontrak hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab
masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi
dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak
hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang
mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi
farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai
dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak.
2) Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan dan memastikan
bahwa tiap bets telah dibuat dan diperiksa pemenuhannya
terhadap persyaratan izin edar yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
3) Kontrak hendaklah menguraikan secara jelas
penanggungjawab pengadaan, pengujian dan pelulusan

58
bahan, produksi dan pengendalian mutu, termasuk
pengawasan selama proses,dan penanggung jawab
pengambilan sampel dan fungsi analisis. Dalam hal analisis
berdasarkan kontrak,hendaklah menyatakan apakah Penerima
Kontrak mengambil atau tidak mengambil sampel di sarana
pembuat obat.
4) Catatan pembuatan, analisis dan distribusi, serta sampel
pertinggal hendaklah disimpan oleh, atau disediakan untuk
Pemberi Kontrak. Semua catatan yang relevan untuk
penilaian mutu produk, bila terjadi keluhan atau cacat
produk, harus dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur
penanganan produk cacat dan penarikan kembali obat yang
dibuat oleh Pemberi Kontrak.
5) Kontrak hendaklah memuat izin Pemberi Kontrak untuk
menginspeksi sarana Penerima Kontrak.
6) Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, Penerima Kontrak
hendaklah memahami bahwa dia merupakan subjek untuk
diinspeksi oleh Badan POM.
7) Kontrak hendaklah menguraikan penanganan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan ruahan, dan produk jadi
bila bahan atau produk tersebut ditolak. Kontrak hendaklah
juga menguraikan prosedur yang harus diikuti bila analisis
berdasarkan kontrak menunjukkan bahwa produk yang diuji
harus ditolak.

12. Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap

59
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian Resiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Unsur-unsur kualifikasi dan validasi yang diatur CPOB, meliputi:

a. Perencanaan validasi
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan.Unsur
utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau
dokumen setara
b. Dokumentasi
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci
kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah
dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah
kritis dan kriteria penerimaan. Hendaklah dibuat laporan yang
mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan
memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi
perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan
dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan
pertimbangan yang sesuai.
c. Kualifikasi
1) Kualifikasi Desain (KD)
Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama dalam
melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan
baru. Desain hendaklah memenuhi ketentuan CPOB dan
didokumentasikan.

60
2) Kualifikasi Instalasi (KI)
Kualifikasi Instalasi (KI) hendaklah dilakukan
terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang
dimodifikasi.
3) Kualifikasi Operasional (KO)
KO hendaklah dilakukan setelah KI selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui.
4) Kualifikasi Kinerja (KK)
KK hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui.
d. Validasi proses
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk
dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal
di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama
proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang
sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
Fasilitas, sistem dan peralatan yang digunakan hendaklah
telah terkualifikasi dan metode analisis hendaklah divalidasi.
Personil yang melakukan validasi hendaklah mendapat pelatihan
yang sesuai. Fasilitas, sistem, peralatan dan proses hendaklah
dievaluasi secara berkala untuk verifikasi bahwa fasilitas, sistem,
peralatan dan proses tersebut masih bekerja dengan baik.Validasi
proses terdiri dari 3 macam, yaitu:
1) Validasi prospektif
Secara umum, 3 (tiga) bets berurutan yang memenuhi
parameter yang disetujui dapat diterima telah memenuhi
persyaratan validasi proses. Ukuran bets yang digunakan
dalam proses validasi hendaklah sama dengan ukuran bets
produksi yang direncanakan. Jika bets validasi akan

61
dipasarkan, kondisi pembuatannya hendaklah memenuhi
ketentuan CPOB, hasil validasi tersebut hendaklah
memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar.
2) Validasi konkuren
Dalam kondisi khusus, dimungkinkan tidak
menyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin
dilaksanakan. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren
harus dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui oleh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Persyaratan dokumentasi untuk validasi konkuren sama
seperti validasi prospektif.
3) Validasi retrospektif
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk
proses yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi
perubahan formula produk, prosedur pembuatan atau
peralatan.
e. Validasi pembersihan
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi
efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan
residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba,
secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat
dicapai dan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analisis
tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau
cemaran. Batas deteksi masing-masing metode analisis hendaklah
cukup peka untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang
dapat diterima. Biasanya validasi prosedur pembersihan dilakukan
hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan
produk.

62
Hendaklah dipertimbangkan juga untuk bagian alat yang
tidak bersentuhan langsung dengan produk. Interval waktu antara
penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian
juga antara pembersihan dan penggunaan kembali. Hendaklah
ditentukan metode dan interval pembersihan. Prosedur
pembersihan untuk produk dan proses yang serupa, dapat
dipertimbangkan untuk memilih suatu rentang yang mewakili
produk dan proses yang serupa. Studi validasi tunggal dapat
dilakukan menggunakan pendekatan kondisi terburuk dengan
memerhatikan isu kritis.
Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga
kali berurutan dengan hasil yang memenuhi syarat untuk
membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut telah
tervalidasi. "Uji sampai bersih" (test until clean) bukan
merupakan pilihan untuk melakukan validasi prosedur
pembersihan. Untuk produk yang beracun atau berbahayadalam
keadaan tertentu dapat disimulasikan dengan produk lain yang
mempunyai sifat fisika kimia yang sama. Metode pengambilan
sampel dan pengujian pada pengambilan sampel pembersihan
terdiri dari:
1) Cara usap
Area sampel secara usap ditentukan secara seksama,
sehingga dapat mewakili seluruh permukaan alat.
Pengambilan sampel dengan cara usap menggunakan batang
usap yang dibasahi pelarut secara langsung dapat menyerap
residu dari permukaan alat. Jenis pelarut yang digunakan
tergantung dari sifat fisik dan kimia residu. Pelarut yang
sering digunakan antara lain adalah air, etanol, heksan.
Sebelum mengambil sampel secara usap lakukan uji

63
perolehan kembali (recovery) dengan larutan yang telah
diketahui kadarnya yang dikeringkan pada sebidang area
(5x5) cm2, kemudian setelah diambil secara usap periksa
menggunakan metode analisis yang ditetapkan.
2) Cara bilas
Untuk memperoleh sampel bilasan (rinse sample)
gunakan pelarut yang diketahui jumlahnya. Pelarut untuk
sampel bilasan dapat digunakan pelarut organik seperti etanol
atau air murni. Kelebihan dari metode ini adalah bila
dikerjakan dengan benar, hasil pengujiannya mencerminkan
kondisi seluruh permukaan alat. Kekurangannya, ada
kemungkinan tidak seluruh bahan larut dalam pelarut yang
digunakan sehingga tidak terdeteksi seluruhnya.
3) Cemaran mikroba di permukaan alat
Pemakaian Rodac plates berisi media yang sesuai
(misal SBDC) atau teknik usap yang direkomendasikan untuk
mengevaluasi tingkat cemaran mikroba.

C. Pengolahan Limbah
Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, dan
daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaaan bersih
dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki bak
kontrol, saluran yang terbuka dan dangkal agar mudah dibersihkan. Sumber
pencemaran limbah farmasi antara lain:
1. Limbah Padat
Sumber pencemaran limbah padat berasal dari debu atau serbuk
obat dari sistem pengendali debu (dust collector), obat rusak, obat
kadaluarsa, obat substandart (reject), kertas, karton, plastik bekas, botol,
dan aluminium foil. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak limbah

64
padat SKMENLHNo.50/MENLH/1995 tentang baku mutu tingkat
kebauan lingkungan pabrik yang bersih, tidak berbau, tidak ada limbah
B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sampah tertata rapi. Upaya
pengelolaan limbah padat:
a. Sampah domestik dibuatkan tempat sampah.
b. Debu/sisa serbuk obat, obat rusak/kadaluarsa dibakar di insinerator.

2. Limbah Cair
a. Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah
1) Saluran air hujan langsung dialirkan keselokan umum.
2) Saluran dari kamar mandi/WC langsung dialirkan ke septic
tank.
3) Saluran dari tempat pencucian alat-alat/sisa produksi dan
laboratorium dialirkan IPAL.
b. Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL)
Metode pengolahan limbah cair meliputi beberapa cara:
1) Dillution (pengenceran), air limbah dibuang ke sungai, danau,
rawa atau laut agar mengalami pengenceran dan konsentrasi
polutannya menjadi rendah atau hilang. Cara ini dapat
mencemari lingkungan bila limbah tersebut mengandung
bakteri patogen, larva, telur cacing atau bibit penyakit yang
lain. Cara ini boleh dilakukan dengan syarat bahwa air sungai,
waduk atau rawa tersebut tidak dimanfaatkan untuk keperluan
lain, volume airnya banyak sehingga pengenceran bisa 30-40
kalinya, air tersebut harus mengalir.
2) Sumur resapan, yaitu sumur yang digunakan untuk tempat
penampungan air limbah yang telah mengalami pengolahan

65
dari sistem lain. Air tinggal mengalami peresapan kedalam
tanah, dan sumur dibuat pada tanah porous, diameter 1-2,5m
dan kedalaman 2,5m. Sumur ini bisa dimanfaatkan 6-10
tahun.
3) Septic tank, merupakan metode terbaik untuk mengelola air
limbah walaupun biayanya mahal, rumit dan memerlukan
tanah yang luas. Septic tank memiliki 4 bagian ruang untuk
tahap-tahap pengolahan, yaitu:
a) Ruang pembusukan, air kotor akan bertahan 1-3 hari
dan akan mengalami proses pembusukan sehingga
menghasilkan gas, cairan dan lumpur (sludge)
b) Ruang lumpur, merupakan ruang tempat penampungan
hasil proses pembusukan yang berupa lumpur. Bila
penuh lumpur dapat dipompa keluar.
c) Dosing chamber, didalamnya terdapat siphon Mc
Donald yang berfungsi sebagai pengatur kecepatan air
yang akan dialirkan kebidang resapan agar merata
d) Bidang resapan, bidang yang menyerap cairan keluar
dari dosing chamber serta menyaring bakteri pathogen
maupun mikroorganisme yang lain. Panjang minimal
resapan ini adalah 10meter dibuat pada tanah porous.

3. Limbah Gas
Sumber pencemaran limbah gas/udara berasal dari debu selama
proses produksi, uap lemari asam di laboratorium, pelarut uap, proses
film coating, asap dari pemanas uap (steam boiler), generator listrik dan
incinerator. Adapun yang menjadi tolak ukurdampak limbah gas adalah
SKMenLHNo.13/MENLH/1995 tentang baku mutu emisi sumber tidak
bergerak. Pemantauan kualitas udara didalam dan diluar lingkungan

66
industri, meliputi H2S, NH3, SO2,CO, NO, TPS (debu), dan Pb. Upaya
pengelolaan limbah gas:
a. Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong asap
±6m2 yang dilengkapi dengan absorbent.
b. Solvent diruang coating digunakan dustcollector (wetsystem).
c. Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust
collector unit.
d. Asap dari genset dan insenerator dibuat cerobong asap ± 6.

D. Sistem Pengolahan Air


Sistem pengolahan air adalah suatu sistem/ unit/sarana penunjang kritis
yang digunakan untuk mengelolah air agar memenuhi persyaratan mutu untuk
bahan baku obat, sehingga obat akan memenuhi persyaratan CPOB. Sistem
pengelolahan air ini diperlukan untuk:
1. Agar air yang digunakan dalam proses produksi memenuhi persyaratan
CPOB.
2. Untuk memurnikan air yang terdapat didalam tanah, karena air yang
berada dalam tanah bukanlah air yang murni.

67
Gambar 2.1Purified Water System

Sistem pengolahan air secara umum berlangsung sebagai berikut:


1. Raw water berasal dari air sumur artesis (sumur dalam)
dengan kedalaman ±100 m,
2. Raw water yang masih memiliki banyak kontaminan
masuk ke multimedia filter untuk menghilangkan lumpur, endapan dan
partikel-partikel yang terdapat pada raw water.
3. Kemudian masuk ke active carbon filter, dimana
karbon aktif adalah karbon yang telah diaktifkan dengan menggunakan
uap bertekanan tinggi / CO2 yang berasal dari bahan yang memiliki daya
adsorbsi yang sangat tinggi. Active carbon berfungsi sebagai pre-
treatment sebelum proses deionisasi untuk menghilangkan klorin.
4. Setelah itu, air masuk ke water softener filter yang
berisi resin anionik yang berfungsi untuk menghilangkan dan atau
menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion Ca2+ dan ion Mg2+
yang menyebabkan tingginya tingkat kesadahan air.
5. Kemudian menuju HE (Heating Exchanger) yaitu alat
penukar panas yang dapat digunakan untuk memanfaatkan atau
mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain.
6. Dari HE masuk ke micron filter water untuk
menghilangkan partikel-partikel berukuran lebih kecil yang masih ada di
dalam air.
7. Kemudian masuk ke reverse osmosis, yaitu teknik
pembuatan air murni (purified water) yang dapat menurunkan hingga
95% Total Dissolve Solids (TDS) di dalam air. RO terdiri dari lapisan
filter yang sangat halus hingga 0,0001 mikron.

68
8. Kemudian melewati Electronic De-Ionization (EDI)
yaitu perkembangan dari ion exchange dimana sebagai pengikat ion + dan
ion – dipakai juga elektroda disamping resin. Elektroda ini dihubungkan
dengan arus listrik searah sehingga proses pemurnian air dapat
berlangsung terus-menerus tanpa perlu regenerasi.
9. Setelah melewati EDI, selanjutnya purified water yang
dihasilkan ditampung dalam tanki penampungan (strorage tank) yang
dilengkapi dengan CIP (cleaning in place) dan looping system dan siap
didistribusikan ke ruang produksi.

Tabel 2.3. Spesifikasi Mutu Air


Spesifikasi Air Murni Air dengan Air untuk injeksi
(Purified tingkat (Water for injection)
water) pemurnian
tinggi (Highly
purified water)
(Eur. Eur. Pharm Eur. USP
Pharm + Pharm
USP)
Konduktivita < 1,3 µs/cm < 1,3 µs/cm < 1,3 µs/cm
s (25oC)
Logam Berat - 0,1 ppm 0,1 ppm -
Nitrat - 0,2 ppm 0,1 ppm -
Jumlah < 500 ppb < 500 ppb < 500 ppb
karbon
organic
Batas < 100 cfu/ml < 10 cfu/ml < 10 cfu/ml
mikroba
Endotoksin - < 0,25 Eu/ml < 0,25 Eu/ml

E. Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditioning (HVAC)

69
HVAC adalah suatu sarana penunjang kritis atau suatu system penunjang
udara yang digunakan untuk mengendalikan kondisi/parameter udara seperti
kelembaban, suhu, mikroorganisme, dan partikel-partikel dalam pergantian
udara perjam agar memenuhi standar atau persyaratan CPOB.HVAC diperlukan
dalam suatu industri farmasi karena, apabila tidak menggunakan HVAC maka
udara tidak memenuhi persyaratan CPOB, dan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Ada pula beberapa tujuan penggunaan HVAC, yaitu:
1. Untuk melindungi produk dari pengaruh kotoran-kotoran diudara
2. Untuk melindungi personil dan membuat nyaman pekerja
3. Untuk melindungi lingkungan, baik lingkungan dalam maupun
lingkungan luar.
Terdapat dua sistem tata udara, yaitu sistem tata udara full fresh air 100%
dan sistem tata udara resirkulasi.Sistem udara full fresh air 100% dengan aliran
udara yang digunakan yang bersifat turbulen. Sistem udara full fresh air ini
menyaring udara yang masuk 100% dan akan dikeluarkan lagi sebanyak 100%,
sehingga beban filter dalam bekerja akan lebih besar. Sedangkan sistem tata
udara resirkulasi adalah suatu system tata udara dimana udara yang masuk
100% dikeluarkan hanya sebagian, dan sisanya disimpan disistem sehingga
beban filter tidak berat. Adapula beberapa komponen HVAC, yaitu:
1. Fan : Digunakanuntukmengetahui volume udara yang disuplai
2. Filter : Menyaring udara yang dikeluarkan oleh blower
3. Ductin : Berfungsi menyalurkan udara dari blower kedalam ruangan
g
4. Dumpe : Mengatur besarnya tekanan udara yang akan masuk
r kedalam ruangan
5. Difuser : Digunakan untuk mensuplai udara dan untuk menerima
udarakembali
6. Heatin : Digunakan untuk mengatur udara yang masuk kedalam
g ruangan.
7. Coolin : Digunakan untuk mengatur suhu, kelembaban, dan selisih
g Coil tekanan udara.

70
Terdapat tiga jenis filterpada HVAC:
1. Pre-filter dengan efisiensi penyaringan 35%.
2. Medium filterdengan efisiensi penyaringan 95%.
3. High Efficiency Particulary Air (HEPA) dengan efisiensi penyaringan
99,997%.

Tabel 2.4. Parameter Kritis HVAC


Persyaratan KELAS KELAS KELAS 3 Kelas 4
1 2 100.000 -
100 10.000 (Grey) (Black)
(White) (White) D E
A,B C
AC + + + ±
Temperatur 16-25 20-28 -
(0C)
Kelembaban 45-55 45-75 -
(%)
Max partikel -
≥ 0,5 µm /m3 3,5 x 103 3,5 x 105 3,5 x 106 -
≥ 5 µm /m3 2 x 103 2 x 104
Efisiensi Filter 99,997 99,995 95 -
Mikroba / m3 5 100 500 -
Sirkulasi >120 x 20-40 x 5-20 x -
Udara /hari
Catatan Produksteril Produk non Gudang dan
steril laboratorium.
Dalam ruang ini obat
tidak boleh dalam
keada anter buka.

71
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

A. Sejarah Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL)


Pada tahun 1950 Angkatan Laut telah mendirikan sebuah unit farmasi di
lingkungan kesehatan Angkatan Laut.Namun unit farmasi yang didirikan masih
sangat sederhana.Unit farmasi ini memiliki satu orang Apoteker yaitu Drs. H.
Mochamad Kamal, beberapa tenaga Asisten Apoteker serta beberapa juru obat
lulusan SD dan SMP tahun 1955 kemudian didirikan Depo Obat Angkatan Laut
Djakarta (DOAL-D).DOAL-D berlokasi di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.
DOAL-D adalah gabungan dari pembuatan obat dan laboratorium dinas farmasi
bidang kesehatan Angkatan Laut dengan PUSPEKBAR seksi farmasi yang
fungsinya sebagai pusat perbekalan barang pengadaan dan distribusi obat untuk
keperluan Angkatan Laut.
Pada saat operasi Trikora, farmasi sangat berperan dalam mendukung
kebutuhan logistik kesehatan farmasi karena saat itu Mayor Drs. Mochamad
Kamal, Apt. ditugaskan untuk mengadakan pembelian peralatan yang
digunakan untuk pembuatan atau produksi obat-obatan ke Yugoslavia dan
Jepang.Pada saat itu obat merupakan barang yang sangat langka sehingga jika
dibuat sendiri akan dapat mengatasi kebutuhan obat dalam operasi Trikora
tersebut.
Pada tanggal 19 Juni 1962 berdasarkan surat keputusan Menteri Kepala
Staf AL No. Kep. M/KSAL 6740-1 maka didirikan Pabrik Farmasi Angkatan
Laut Djakarta (PAFAL-D) di Jakarta dan PAFAL-S di Surabaya untuk
mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan Angkatan
Laut. Pada tanggal 22 Agustus 1963, pabrik farmasi dan laboratorium Angkatan
Laut dibangun di Jalan Bendungan Jatiluhur No. 1 Jakarta Pusat dan diresmikan
oleh Deputi II Menteri/Panglima AL Brigadir Jenderal KKO Ali Sadikin
dengan Direktur PAFAL-D, yang dijabat oleh Kapten Drs. R. Soekaryo, Apt.
sehingga setiap tanggal 22 Agustus diadakan peringatan sebagai hari jadi
Lembaga Farmasi TNI AL.
Pada tahun 1963 dengan Surat Keputusan Ka.Staf Angkatan Laut (SK
Kasal) No. 6740 tanggal 5 November 1943 dibentuk Laboratorium Kimia dan
Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL).Laboratorium ini dibentuk untuk
mengoptimalkan Angkatan Laut dalam mewujudkan misi Angkatan Laut
Republik Indonesia (ALRI) bagi pertahanan, keamanan, dan kemajuan
bangsa.Laboratorium Kimia dan Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL) ini bertugas
untuk melakukan penelitian dalam bidang farmasi, kesehatan laut, dan
persenjataan.Berdasarkan Juklak Kasal No.Juklak/VIII/ 79 tanggal 14 Agustus
1979, PAFAL-D bergabung dengan LKF-AL menjadi Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut (Lafial).Penggabungan ini didasarkan atas pertimbangan
efektifitas dan efisiensi organisasi. Penggabungan ini dilakukan oleh Kadiskesal
Laksamana Pertama TNI AL Dr. Soedibjo Sardadi, MPH., dan Kepala
Lembaga Farmasi TNI AL Letkol Laut (K) Drs. Sugiyanto, Apt. Pada tahun
1998 Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut memperoleh pengakuan dari
Departemen Kesehatan (Depkes) berupa sertifikat CPOB. Pada tanggal 21
September 2005 sesuai Keputusan Kasal No. Skep / 4832 / IX / 2005 tentang
pemberian nama fasilitas kesehatan TNI AL, maka Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut diberi nama menjadi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs.
H. Mochamad Kamal, Apt.

B. Visi dan Misi


1. Visi
Sebagai Lembaga Kefarmasian Matra Laut Nasional yang Profesional
2. Misi
a. Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan anggota
TNI-AL beserta keluarganya.

73
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang
kefarmasian matra laut.

C. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi


Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial) sebagai lembaga
kefarmasian.Lafial secara struktural merupakan badan pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal), sedangkan secara operasional berada di
bawah Datasemen Markas Besar Angkatan Laut (Denmabesal).Tugas pokok
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut adalah membantu Diskesal dalam
menyelenggarakan pembinaan, pelaksanaan produksi, penelitian, dan
pengembangan obat. Dalam melaksanakan tugas tersebut Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan produksi obat-obatan,
2. Melaksanakan pengujian laboratorium instrumen, kimia, mikrobiologi,
makanan dan minuman,
3. Melaksanakan pembinaan material kesehatan,
4. Melaksanakan pendidikan dan latihan kefarmasian,
5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan kefarmasian,
6. Melaksanakan koordinasi dengan badan dan unsur lain, baik di dalam
maupun di luar Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut untuk kepentingan
pelaksanaan tugas sesuai tingkat dan lingkup kewenangannya,
7. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program latihan guna
pencapaian sasaran programnya secara berhasil dan berdaya guna.
8. Mengajukan pertimbangan dan saran kepada Kadiskesal khususnya
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugasnya.
Selain itu, Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut juga pernah ikut
berperan dalam mendukung pengadaan obat-obatan dalam operasi Trikora,
Dwikora, Operasi Timor-Timur, dan perwira Apoteker sebagai prajurit TNI ikut
bergabung bersama-sama Tim Kesehatan TNI-AL melaksanakan operasi tugas-

74
tugas tersebut. Penelitian Farmasi Matra yang dilaksanakan Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut seperti penelitian biota laut di lima kepulauan Indonesia.

D. Struktur Organisasi dan Tugasnya


Berdasarkan Surat Keputusan Kasal No.117/K1/1984 tanggal 11
November 1984 tentang Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut yang sekarang diganti dengan keputusan Kasal
No.1551/XII/2008 tanggal 22 Desember 2008 dibentuklah suatu struktur
organisasi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut yang terdiri dari 3 unsur,
antara lain:
1. Unsur pimpinan, yaitu Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut,
2. Unsur pelayanan, yaitu Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam, dan
3. Unsur pelaksana, yaitu Kabag/Kasubbag/karyawan.
Dalam struktur organisasi Lafial tidak dicantumkan bagian QA, meskipun
tidak dicantumkan Ka. Lafial menerbitkan SP internal yang menyatakan bahwa
kepala bagian QA dijabat oleh Kabag Diklitbang.
1. Unsur Pimpinan
Unsur Pimpinan Lafial dipimpin oleh Kepala Lafial yang dijabat
oleh seorang apoteker.Kepala Lafial merupakan pembantu dan pelaksana
dari Kadiskesal dibidang kefarmasian.Tugas dan kewajibannya adalah
menyelenggarakan pembinaan Lafial serta pengendalian semua unsur di
bawahnya, termasuk program kerja sehingga sasaran program di bidang
produksi dengan menerapkan CPOB terealisasikan.Selain itu,
bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
program kerja sehingga berdayaguna, serta berhak mengajukan
pertimbangan kepada Kadiskesal mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan tugas Lafial.

75
2. Unsur Pelayanan
Unsur Pelayanan Tata Usaha dan Urusan dalam (TAUD) dipimpin
oleh Ka.Taud.Tugas dan kewajibannya bertanggung jawab penuh kepada
Kepala Lafial. Tata usaha dan urusan dalam terdiri dari:
a. Urusan Tata Usaha (UrTU)
Urusan tata usaha bertugas melaksanakan pelayanan
administrasi umum di lingkungan Lafial termasuk membantu
menyiapkan data-data pelaksanaan fungsi Lafial untuk bahan
penyusunan laporan Lafial.
b. Urusan Dalam (UrDal)
Urusan dalam bertugas melaksanakan urusan dalam di
lingkungan Lafial. Dalam melaksanakan tugasnya Urdal
menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Melaksanakan pengamanan atau penjagaan di dalam
kompleks Lafial.
2) Melaksanakan penegakan disiplin anggota dan tata tertib
pengunjung.
3) Melaksanakan pengaturan fasilitas sarana, perbengkelan,
termasuk fasilitas pengelolaan limbah cair dan padat.
4) Melaksanakan pelayanan angkutan personil dan material.
c. Urusan Administrasi Personalia (Urminpers)
Urusan administrasi personalia bertugas mengatur masalah
kesejahteraan karyawan dan kenaikan pangkat dan jabatan, serta
melakukan seleksi untuk memperoleh karyawan honorer.
d. Urusan Keuangan (UrKeu)
Urusan keuangan bertugas melaksanakan administrasi
keuangan termasuk melaksanakan pengurusan serta pembayaran
gaji, dan lain-lain yang berhubungan dengan tugasnya.

76
3. Unsur Pelaksana
Unsur Pelaksana Unsur pelaksana terdiri atas empat bagian, yaitu
Bagian Pendidikan Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang), bagian
Pengawasan Mutu (Wastu), bagian Material Kesehatan (Matkes) dan
bagian Produksi.
a. Bagian Pendidikan dan Pengembangan (DIKLITBANG)
Litbang merupakan suatu bagian dari Lafial yang mengurus
tentang pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk
kepentingan Lafial seperti menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan kefarmasian untuk melaksanakan produksi, farmasi
matra laut, farmasi militer, pendidikan dan latihan tenaga
kefarmasian serta menyusun rencana dan program pelaksanaannya,
serta sesuai dengan SP internal. Kepala Lafial menyatakan bahwa
bagian pendidikan, penelitian dan pengembangan juga
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pemastian mutu.
Bagian Pendidikan Penelitian dan Pengembangan terdiri dari dua
sub bagian, yaitu:
1) Sub bagian Pendidikan dan Pelatihan
Sub bagian ini bertugas menyiapkan dan
melaksanakan pendidikan dan pelatihan personil di bidang
farmasi, terutama pelatihan CPOB secara rutin.
2) Sub bagian Penelitian dan Pengembangan
Sub bagian ini yang mengurus, menyiapkan serta
melaksanakan uji coba dalam rangka pengembangan produksi
dan penelitian farmasi matra laut untuk mendukung kegiatan
operasi militer khusus di laut, memantau perkembangan ilmu
matra laut serta melakukan uji coba dan latihan.

77
Bagian ini mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
a) Melaksanakan uji coba bidang obat-obatan, sediaan farmasi
dan kimia.
b) Melaksanakan pengambilan, penyimpanan, dan pengamatan
setiap item produk secara berkala dalam rangka melaksanakan
validasi mutu.
c) Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan Lafial
maupun Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-AL/TNI
lainnya untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan
farmasi.
d) Melaksanakan pelayanan dan bimbingan pendidikan bagi
mahasiswa yang melakukan penelitian dan praktek kerja
lapangan di Lafial.
e) Melaksanakan uji coba untuk menyempurnakan dan
mengembangkan formula obat Lafial.
f) Melanjutkan kegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan
tentang ilmu farmasi khususnya mengenai CPOB bagi
karyawan Lafial dalam rangka meningkatkan keterampilan.
g) Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan Lafial
maupun Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-AL/TNI
lainnya untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan
farmasi.
b. Bagian Pengawasan Mutu (WASTU)
Wastu bertugas menyelenggarakan pengawasan atau
pengujian mutu pada bahan baku, produk setengah jadi, produk jadi
dan bahan kemas untuk produksi obat Lafial. Selain itu wastu juga
bertugas memastikan semua mutu obat, makanan maupun minuman
yang keseluruhan digunakan oleh kalangan TNI-AL walaupun
bukan diproduksi oleh Lafial.

78
Tiga kebutuhan dasar dari suatu pengawasan mutu adalah
sumber daya yang terdiri dari manusia, peralatan, tugas, dan
sasaran. Berikut merupakan alur proses pemastian mutu bahan baku
yang dilakukan oleh Bagian Pengawasan Mutu:
1) Bahan baku yang datang disimpan dalam gudang Diskesal.
2) Dilakukan sampling oleh bagian pengawasan mutu, sampel
diambil secara acak dengan menggunakan rumus 1+√n
sejumlah minimal 4 sampel.
3) Sampel yang telah disampling kemudian diperiksa mutunya
sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam Certificate of
Analysis.
4) Setelah pengujian selesai bahan baku diberikan label hijau
jika lulus pengujian yang artinya memenuhi persyaratan atau
diberikan label merah jika bahan baku tidak memenuhi
persyaratan.
Produk jadi yang telah diproduksi dalam skala kecil
pemeriksaan mutunya tergantung pada bentuk sediaan yang
dihasilkan. Jika dalam skala kecil produk sudah memenuhi
persyaratan mutu maka kegiatan produksi dapat dilakukan dalam
skala besar, namun selama proses produksi berlangsung tetap
dilakukan In Process Control (IPC). Pemeriksaan mutu yang
dilakukan oleh Bagian pengawasan mutu di Lafial, terdiri dari tiga
Sub bagian, yaitu :
1) Sub bagian Laboratorium Instrumen, bertugas melaksanakan
pemeriksaan menggunakan instrumen analisis fisikokimia
bahan baku obat, obat setengah jadi dan obat jadi, dalam
rangka pengawasan mutu obat Lafial serta pengawasan obat
dan makanan di lingkungan TNI-AL.

79
2) Sub Bagian Laboratorium Kimia, bertugas melaksanakan
pemeriksaan secara kimiawi bahan baku obat, obat setengah
jadi, obat jadi dan bahan pengemas, dalam rangka
pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNI-AL.
3) Sub Bagian Laboratorium Mikrobiologi, bertugas
melaksanakan pemeriksaan secara mikrobiologi bahan baku,
obat setengah jadi dan bahan pengemas dalam rangka
pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNI-AL.
Pemeriksaan di laboratorium ini meliputi:
a) Uji sterilisasi, seperti bahan baku dan bahan penolong.
b) Uji potensi antibiotik, seperti Amoksisilin,
Kloramfenikol, Tetrasiklin.
c) Uji terhadap kualitas air, meliputi pemeriksaan bakteri
patogen Escherichia coli dan bilangan kuman.
d) Uji kebersihan ruang produksi, meliputi ruang produksi
β-laktam dan non β-laktam serta peralatan yang
digunakan.
c. Bagian Material Kesehatan (MATKES)
Matkes bertugas melakukan penyediaan bahan baku produksi,
pemeliharaan material kesehatan, penanggung jawab gudang Lafial
dan perencanaan produksi. Bagian ini terlibat secara langsung
semua kegiatan dari tibanya bahan baku di gudang Diskesal yang
kemudian diuji mutunya oleh Bagian Pengawasan Mutu, jika bahan
baku dinyatakan lulus maka Bagian Matkes membuat SPP (Surat
Perintah Produksi) agar proses produksi dapat segera berjalan.
Bagian Matkes juga bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
semua alat yang terdapat diruang produksi hingga pada pengolahan
limbah produksi. Bagian Matkes terdiri atas tiga Sub Bagian,
diantaranya:

80
1) Sub Bagian Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi yang dilakukan oleh matkes
didasarkan pada permintaan dari fasilitas kesehatan TNI-AL
seluruh Indonesia dan kebutuhan setahun
sebelumnya.Kemudian dilakukan perhitungan kebutuhan
biaya produksi yang dibandingkan dengan anggaran Lafial.
Bila terjadi kelebihan biaya produksi, maka dilakukan
penyeleksian sediaan farmasi yang esensial dan non esensial
dimana untuk pembuatan sediaan farmasi non esensial akan
diatur sedemikian rupa sehingga mencukupi anggaran dana
lafial. Setelah dilakukan perencanaan, Matkes akan
mengadakan pemilihan rekanan perusahaan yang akan bekerja
sama sebagai pemasok bahan baku obat, bahan penolong, dan
kemas dalam sistem pelelangan terbuka, kemudian ditentukan
rekanan yang menawarkan harga efisien dan sesuai dengan
anggaran Lafial. Tujuan pelelangan itu sendiri adalah agar
didapatkan pemasok dengan harga bahan yang ekonomis.
Kemudian perusahaan yang ditunjuk akan mengirimkan
bahan sesuai dengan pesanan, untukbahan baku obat
dikirimkan langsung ke gudang P2 Matkes di Diskesal, yang
kemudian akan berkoordinasi dengan gudang Matkes Lafial,
sedangkan untuk bahan penolong dan bahan pengemas
pengiriman langsung diterima oleh gudang Matkes Lafial.
Bahan-bahan yang diterima akan dilakukan pemeriksaan
dokumen dan kesesuaian bahan, bila telah sesuai dilakukan
sampling oleh Wastu dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Bahan yang sudah dinyatakan lulus spesifikasi
akan didistribusikan ke gudang-gudang matkes.

81
2) Sub Bagian Depo Produksi
Dalam Sub Bagian Depo Produksi, Lafial memiliki
gudang yang terbagi menjadi 7 bagian, yaitu:
a) Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk
tablet dan kapsul
b) Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk
sediaan cair
c) Gudang bahan baku produk non beta-laktam
d) Gudang bahan baku produk beta-laktam
e) Gudang produk jadi beta-laktam
f) Gudang produk jadi non beta-laktam
g) Gudang bahan cairan
Gudang Lafial berada dibawah pengawasan Bagian
Matkes, dimana keluar masuknya barang dari gudang harus
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan gudang bahan
cairan atau mudah terbakar.Penyusunan barang-barang di
dalam gudang berdasarkan FIFO, FEFO dan alfabetik,
dilengkapi dengan alat pengatur udara dan kelembaban.
3) Sub Bagian Pengendalian dan Pemeliharaan Material
(Dalharmat)
Bertugas dalam pemeliharaan dan pengendalian
material kesehatan. Pemeliharaan terhadap alat-alat yang
mengalami gangguan dan kerusakan yang dilakukan oleh
petugas internal, kemudian apabila tidak tertangani akan
ditangani dari pihak luar, serta menginventarisasialat dan
bahan yang ada di Lafial, tetapi tidak dalam pengadaan alat.
Matkes hanya mengajukan permintaan alat ke Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia.

82
d. Bagian Produksi
Bagian Produksi adalah unit pelaksana Lafial yang bertugas
menyelenggarakan pembuatan atau produksi obat. Bagian produksi
pada Lafial terdiri atas 2 sub bagian yaitu:
1) Sub Bagian Beta-laktam, terdiri dari kegiatan pembuatan
tablet, kapsul serta pengemasannya.
2) Sub Bagian Non beta-laktam, terdiri dari kegiatan pembuatan
tablet, kapsul dan cairan serta pengemasannya.
Kegiatan produksi dapat dilaksanakan apabila telah ada SPP
(Surat Perintah Produksi) yang telah diterima oleh Kepala Bagian
Produksi yang akan dicatat dan dibukukan. Kemudian diteruskan ke
sub Bagian produksi yang terlibat untuk dibuat jadwal pelaksanaan
produksi dan disiapkan peralatan, ruang dan personil untuk
keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada
SOP obat Lafial yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk (PPI) yang langkah-langkahnya dicatat pada
Catatan Pengolahan Batch (CPB) yang diparaf oleh petugas
pelaksana dokumentasi. Selama produksi, mutu sediaan di pantau
oleh Bagian Wastu.Pada saat dilakukan pemantauan atau
pemeriksaan ini maka produksi tidak dapat diteruskan. Kegiatan
produksi diteruskan setelah memperoleh tanda lulus dari Bagian
Wastu. Bagian produksi dibagi menjadi 5 urusan, yaitu:
1) Kegiatan Pembuatan Sediaan Tablet
Tahap pembuatan tablet dimulai dari penimbangan,
pencampuran, granulasi, pengeringan, pencetakan dan
penyalutan sediaan tablet tertentu. Untuk memperoleh produk
yang baik, sebelum suatu produk di produksi menyeluruh
dilakukan produksi awal sebanyak 100 tablet untuk dilakukan

83
pengujian awal yang dilakukan oleh Wastu. Selama proses
pengujian berlangsung, bagian produksi tidak boleh
melakukankegiatan produksi produk tersebut sampai
dinyatakan lulus oleh Wastu. Pengujian yang dilakukan
meliputi uji kadar, waktu hancur, kekerasan, kerapuhan, serta
keseragaman bobot dan ukuran. Setelah dinyatakan release
oleh Wastu, produksi bisa dilanjutkan. Selain itu juga
dilakukan proses pemeriksaan mutu secara berkala untuk
menjaga kualitas produk yang disebut in processcontrol.
Pemeriksaan ini biasa dilakukan terhadap produk antara atau
produk ruahan yang dilakukan secara periodik setiap 30 menit
meliputi pemeriksaan keseragaman bobot, ukuran tablet
meliputi diameter dan ketebalan serta kekerasan. Produk
ruahan di bagian ini apabila memenuhi persyaratan bagian
Wastu akan diserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas
sesuai permintaan dalam SPP.
2) Kegiatan Pembuatan Sediaan Cairan
Proses pembuatan cairan dimulai dari proses
penimbangan, pencampuran, pengisian dan pengemasan.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk antara meliputi
pemeriksaan kadar zat aktif dan kekentalan, keseragaman
volume, bobot jenis dan pH. Produk ruahan di bagian ini
apabila memenuhi persyaratan dari Bagian Wastu
akandiserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas sesuai
permintaan dalam SPP.
3) Kegiatan Pembuatan Sediaan Kapsul
Proses pembuatan kapsul dimulai dari proses
penimbangan, pencampuran, pengisian. Untuk memperoleh
produk yang baik, dilakukan produksi skala kecil seperti pada

84
pembuatan tablet yaitu dilakukan produksi awal sebanyak 100
kapsul untuk dilakukan pengujian awal yang dilakukan oleh
Wastu. Selama proses pengujian berlangsung, bagian
produksi tidak boleh melakukan kegiatan produksi produk
tersebut sampai dinyatakan lulus oleh Wastu. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji kadar, waktu hancur, kekerasan,
keregasan, serta keseragaman bobot dan ukuran. Setelah
dinyatakan release Wastu, produksi bisa dilanjutkan. Selain
itu juga dilakukan proses pemeriksaan mutu secara berkala
untuk menjaga kualitas produk yang disebut in process
control.
4) Kegiatan Pembuatan Sediaan Semi Padat (Salep dan Krim)
Proses pembuatan sediaan semi padat dimulai dari
proses penimbangan, pembuatan basis, pencampuran,
pengisian dan pengemasan. Pemeriksaan yang dilakukan,
terhadap produk meliputi pemeriksaan kadar zat aktif, pH,
homogenitas dan viskositas. Produk ruahan di bagian ini
apabila memenuhi persyaratan dari Bagian Wastu akan
diserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas sesuai
permintaan dalam SPP.
5) Kegiatan Pengemasan
Bagian pengemas terdiri dari:
a) Urusan kemas beta-laktan
b) Urusan kemas non beta-laktam
Proses pengemasan baik produk beta-laktam dan non
beta-laktam menggunakan 3 tahapan pengemasan, yaitu
pengemasan dengan kemasan primer, kemasan sekunder dan
selanjutnya kemasan tersier. Pengemasan dengan kemasan
primer adalah pengemasan produk ruahan dengan bahan

85
pengemas yang langsung berhubungan dengan obat.
Pengemasan primer meliputi :
a) Stripping, yaitu pengemasan ke dalam strip, dilakukan
untuk sediaan tablet atau kapsul menggunakan mesin
stripping otomatis, dan dilakukan pengujian kebocoran
tiap 1 jam terhadap 30 tablet atau kapsul.
b) Blister, yaitu pengemasan ke dalam kemasan blister,
dilakukan untuk sediaan tablet atau kapsul
menggunakan mesin blister otomatis, yang selama
proses pengemasan dilakukan pressing dengan suhu
700C untuk merekatkan bagian Press Trough
Packaging (PTP) dan plastik.
c) Hospital packing, yaitu produk ruahan (tablet/kapsul)
dimasukkan kedalam botol plastik.
d) Pada pengemasan sirup di industri besar, pengemasan
yang di lakukan dengan pengemasan botol. Dalam
proses pembotolan memerlukan tenaga kerja yang lebih
sedikit, tahapan pembotolan dalam industri meliputi
memasukan botol kosong ke dalam alat (bottle feeding),
pembersihan botol (bottle cleaning), pengisian
(filling),penutupan(closing), pelabelan (labeling),
penyusunan dan pengemasan untuk transportasi.
Kemasan primer untuk sediaan semisolid dapat
dibedakan berdasarkan bentuk kemasan dan bahan pembuat
kemasan itu sendiri.Berdasarkan bentuk kemasannya,
kemasan primer untuk sediaan semisolid terbagi menjadi
kemasan pot, kemasan tube, kemasan sachet, dan kemasan
botol.Kemasan pot dapat terbuat dari bahan plastik, logam
atau kaca.Umumnya kemasan pot digunakan untuk sediaan

86
semisolid yang dapat digunakan berulang dalam jangka waktu
yang panjang dengan mengoleskan sediaan kebagian tubuh
yang dituju.Kemasan tube dapat dibagi berdasarkan tipe
mulutnya, tube terbagi menjadi tube dengan mulut
konversional, tube dengan mulut panjang dan meruncing
sebagai aplikator, dan tube dengan penutup berupa lapisan
membrane tipis yang terbuat dari logam.Sedangkan
berdasarkan bahan pembuat tube terbagi menjadi tube plastik
dan tube logam.
Pengemasan sekunder adalah pengemasanproduk ruahan
yang telah di kemas dalam kemasan primer seperti
pengemasan ke dalam kardus untuk kemasan strip dan botol.
Pengemasan tersier, yaitu pengemasan dengan bahan
pengemas yang berhubungan langsung dengan bahan
pengemas sekunder dan bertujuan untuk mencegah resiko
kerusakan selama transportasi dan distribusi.
Sejak adanya BPJS, Lafial tidak lagi memproduksi obat
untuk TNI AL, PNS beserta keluarganya.Lafial hanya
memproduksi obat untuk pelayanan kesehatan tertentu yaitu
untuk operasi dan latihan prajurit TNI AL. Hal ini berdampak
pada kuantitas/jumlah produksi obat yang berkurang.
e. Sistem Pengolahan Air
Sistem pengolahan air adalah suatu sistem/ unit/sarana
penunjang kritis yang digunakan untuk mengelolah air agar
memenuhi persyaratan mutu untuk bahan baku obat, sehingga obat
akan memenuhi persyaratan CPOB. Sistem pengolahan air yang ada
di LAFIAL adalah sebagai berikut:

87
3. Raw water yang berasal dari tanah dipompa kemudian
diendapkan untuk menghilangkan partikel-partikel yang
terdapat pada raw water.
4. Penambahan koagulan sehingga terjadi koagulasi dan partikel-
partikelnya akan menggumpalkan partikel-partikel halus
5. Air dialirkan ke dalam saringan pasir (penyaring pasir atau
sand water) sehingga dihasilkan air yang jernih.
6. Air disuntikan gas klor untuk mematikan mikroorganisme
dalam air
7. Air dialirkan kembali dan disaring dengan menggunakan
penyaring karbon aktif dan karbon adsorben menghasilkan air
mineral.
8. Air melaluikation filter dan anion filter.
9. Air masuk ke mixed bed filter untuk memeriksa konduktivitas
dari anion.
10. Air disaring kembali dengan filter 5-10µm dan ditampung
dalam tabung besar yang berisi resin sehingga dihasilkan air
bebas mineral.
11. Kuman dalam air dibunuh dengan menggunakan ozon dan
didapatkan air bebas ion.
12. Penyaringan dengan filter membran.
13. Air dilewatkan pada sinar UV dan selanjutnya purified water
yang dihasilkan ditampung dalam tanki penampungan
(strorage tank) yang dilengkapi dengan looping system dan
siap didistribusikan ke ruang produksi.
f. Bagian Pengolahan Limbah
Limbah dapat menghasilkan dampak yang merugikan jika
tidak ditangani dengan benar.Tujuan adanya sistem penanganan
limbah adalah untuk menghindari pencemaran air tanah serta

88
menghindari penyebaran kuman patogen.Limbah dari industri
farmasi yaitu limbah padat, limbah cair, limbah udara, dan limbah
suara.Limbah yang dihasilkan oleh LAFIAL ialah berupa limbah
padat dan limbah cair.
1) Limbah Cair
Limbah cair di Lafial berasal dari limbah domestik dan
limbah produksi.Limbah produksi dibagi menjadi dua macam
yaitu limbah cair beta laktam dan limbah cair non beta
laktam. Penanganan limbah cair beta laktam dilakukan
dengan cara didestruksi terlebih dahulu dengan NaOH sampai
pH 8-10 kemudian didiamkan selama kurang lebih 2 jam.
Setelah itu dinetralkan dengan asam sulfat sampai pH kurang
lebih 7, sebelum disatukan dengan limbah cair non beta
laktam dan limbah cair dari laboratorium. Limbah cair
tersebut ditampung dalam bak penampungan flokulasi,
kemudian dialirkan ke dalam bak penampungan sedimentasi
yang akan bergabung ke bak limbah domestik. Kemudian di
cek lagi dengan ditampung ke dalam bak yang berisi CaOCl,
masuk ke bak proses augmentasi, kemudian masuk ke bak
flokulasi, dan kemudian dialirkan ke kolam pengendapan
sedimentasi. Di kolam pengendapan tersebut limbah diberi
arang aktif untuk mengendapkan partikel-partikel.Selanjutnya
air limbah tersebut dialirkan ke kolam indikator yang berisi
ikan mas.Apabila ikan mas tersebut tidak mati maka aman
hasil pengolahan air limbah tersebut dialirkan ke sungai.
Apabila ikan mas tersebut mati maka ada kesalahan dalam
pengelolaannya air limbah tersebut.

2) Limbah Padat

89
Limbah padat yang dihasilkan berupa wadah atau bahan
pengemas bahan baku yang digolongkan ke dalam bahan
beracun dan berbahaya. Penanganan limbah padat yang
berupa debu-debu yang dihasilkan selama proses produksi
dikumpulkan dengan dust collector yang terdapat di ruang
produksi, untuk selanjutnya dibakar dengan menggunakan
incenerator pada suhu 1000-1500 ºC selama kurang lebih 4
jam. Sisa pengolahan limbah padat yang berupa abu bisa
langsung dibuang atau ditanam, sedangkan sisa pengolahan
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) harus diolah
kembali di PPLI.B3 merupakan bahan yang sifat dan
konsentrasinya baik secara langsung langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup,
kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.

90
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL)


Industri farmasi merupakan industri yang mempunyai peran sebagai unit
pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit
oriented). Peran industri farmasi sebagai unit pelayanan kesehatan adalah
memproduksi obat atau menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat supaya obat yang dihasilkan industri farmasi senantiasa terjamin
mutu dan kualitasnya.
Lafial merupakan salah satu unit pelaksana teknis Diskesal yang
berkedudukan langsung di bawah Kepala Dinas Kesehatan TNI AL. Lafial
mempunyai tugas pokok memproduksi obat-obatan untuk tujuan pelayanan
kesehatan anggota TNI Angkatan Laut beserta keluarganya dan instansi lain
yang terkait dan dukungan kesehatan bagi anggota TNI Angkatan Laut yang
bertugas di perbatasan. Namun sejak diberlakukannya BPJS bagi seluruh warga
negara Indonesia tak terkecuali PNS, anggota TNI dan POLRI maka pelayanan
kesehatan seluruh anggota TNI AL beralih ke BPJS sehingga saat ini kapasitas
produksi obat Lafial menurun drastis karena hanya menyediakan obat-obatan
untuk tujuan dukungan pelayanan kesehatan tertentu.
Kegiatan produksi yang dilaksanakan Lafial menggunakan dana APBN,
oleh sebab itu Lafial merupakan industri farmasi yang tidak berorientasi pasar
ataupun bisnis mencapai keuntungan (non – profit oriented). Obat-obatan yang
diproduksi Lafial merupakan me too product yaitu dengan mencontoh sediaan
yang telah beredar di pasaran. Obat-obat produksi Lafial dikhususkan bagi
kalangan intern TNI AL, sehingga obat-obat yang diproduksi oleh Lafial tidak
dipersyaratkan memiliki NIE dari BPOM.
Dengan keterbatasan yang ada, Lafial sebagai industri farmasi yang tetap
berusaha untuk melaksanakan seluruh kegiatan produksinya yang berpedoman
pada CPOB, saat ini Lafial memiliki 14 sertifikat CPOB dimana 2 macam
sertifikat untuk golongan β-laktam dan 12 sertifikat untuk golongan non β-
laktam yang sedang proses resertifikasi oleh BPOM. Langkah ini merupakan
upaya Lafial untuk tetap mempertahankan kualitas produk dan meningkatkan
kepercayaan konsumen, sehingga produk yang selama ini hanya diproduksi
untuk kalangan sendiri kedepannya dapat diproduksi untuk masyarakat luas.

B. Penerapan Aspek CPOB di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut


Aspek–aspek CPOB yang telah diterapkan oleh LAFIAL adalah sebagai
berikut:
1. Manajemen Mutu
Penerapan manajemen mutu di Lafial berdasarkan pada sistem mutu
yang terbentuk atas pola kerja yang baik dari struktur organisasi, prosedur
kerja di setiap instalasi, proses produksi serta personil yang terlibat dalam
proses pembuatan suatu produk sehingga produk yang dihasilkan oleh
Lafial memenuhi persyaratan CPOB. Lafial memiliki beberapa bagian
dalam struktur organisasinya mempunyai komitmen dan bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan mutu secara konsisten serta dapat
diandalkan bagian tersebut adalah Bagian Produksi, Bagian Wastu yang
sama dengan QC (Quality Control), Bagian Diklitbang yang sama dengan
R&D (Research and Development) dan Bagian Matkes yang sama dengan
PPIC (Production Planning and Inventory Control). Setiap bagian terdiri
dari beberapa sub bagian yang mempunyai tugas, wewenang dan
tanggung jawab sendiri-sendiri.
Manajemen mutu di Lafial terbagi menjadi dua yakni pemastian
mutu (Quality Assurance) dan pengawasan mutu (Quality Control). Peran
QC yang dilakukan Lafial yakni pengujian pada obat untuk memastikan
bahwa obat tersebut telah memenuhi standar kualitas, sedangkan peran
QA dalam menjamin kualitasobat tersebut mulai dari raw material hingga

92
finished product. Bagian QA di Lafial untuk saat ini masih dirangkap olrh
bagian Diklitbang.
2. Personalia
Personalia merupakan suatu faktor yang penting untuk menjamin
mutu produk yang dihasilkan. Personil kunci di Lafial sudah sesuai
dengan ketentuan dalam pedoman CPOB yaitu penanggung jawab
produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu, namun saat ini bagian
pemastian mutu tidak tercantum dalam struktur organisasi, tupoksi bagian
ini dirangkap oleh bagian diklitbang.
Personil yang dimiliki Lafial sudah terkualifikasi dan
berpengalaman dalam hal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
sesuai yang disyaratkan dalam CPOB.Untuk meningkatkan kualitas
personilnya dilakukan kegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan
tentang ilmu farmasi khususnya di bidang CPOB.Pelatihan CPOB
dilaksanakan dibawah atasan yang bersangkutan, para praktisi dan
profesional di bidang industri farmasi. Ada pelatihan CPOB yang
diterapkan di Lafial, yaitu penyegaran dalam pengetahuan yang
berhubungan dengan CPOB untuk apoteker, asisten apoteker serta
karyawan lain yang dilaksanakan setiap seminggu sekali yaitu pada hari
kamis.
3. Bangunan dan fasilitas
Secara umum bangunan yang ada di Lafial secara keseluruhan telah
memenuhi ketentuan CPOB. Setiap tahapan dalam proses produksi
dilakukan dalam ruangan tersendiri dan terpisah. Bangunan pada ruangan
produksi Lafial (dinding, lantai dan langit-langit) telah dilapisi dengan
epoksi, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka sehingga mudah
dibersihkan.Lantai di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air,
permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan
efisien.Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis

93
berbentuk lengkungan.Lafial hanya memproduksi sediaan non steril
(tablet, kaplet, kapsul, salep dan sirup). Sehubungan dengan hal tersebut
ruangan produksi obat di Lafial hanya terdiri dari black area (daerah
hitam) dan grey area (daerah abu-abu).
Secara keseluruhan ruangan produksi di Lafial dinilai cukup baik,
hal ini dapat dilihat dari bangunan produksi di Lafial yang dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu ruang untuk produksi beta laktam dan non beta
laktam. Kedua ruang produksi tersebut berada dalam satu bangunan tetapi
keduanya sudah dipisahkan dengan sekat dan sistem pengelolaan udara
yang terpisah. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang oleh atau bahan lain. Pada ruang produksi beta laktam, terdapat air
shower yang tidak terdapat di ruang non beta laktam. Ruangan beta
laktam dan non beta laktam juga dilengkapi dengan ruangan berikut ini
ruang pencampuranawal, ruang pembuatan granulasi basah atau kering,
ruang pengeringan, ruang cetak tablet, ruang pembuatan sirup, pengisian
kapsul, ruang pembersih kapsul, ruang tablet salut, ruang pengemasan,
dan lain-lainnya juga sudah terpisah.
Gudang di Lafial terbagi menjadi tujuh yaituGudang bahan
pengemas primer dan sekunder untuk tablet dan kapsul, Gudang bahan
pengemas primer dan sekunder untuk sediaan cair, Gudang bahan baku
produk non beta-laktam, Gudang bahan baku produk beta-laktam,
Gudang produk jadi beta-laktam, Gudang produk jadi non beta-laktam,
Gudang bahan cairan.
Pada gudang bahan baku, gudang bahan pengemas, dan gudang
cairan dimana keduanya terletak dalam satu bangunan dengan ruang
produksi, tetapi dipisahkan oleh pintu antara. Hal ini untuk memudahkan
aliran bahan baku ataupun produk jadi. Dan pada gudang penyimpanan
dilengkapi dengan air conditioner dan dehumidifier untuk mencapai
kondisi yang mendukung penyimpanan yaitu suhu (20-25oC) dan

94
kelembaban (40-60 %). Berdasarkan penyimpanan barang di gudang
Lafial disesuaikan dengan perbedaan jenis sediaannya dan diurutkan
sesuai nama abjad pada masing-masing rak penyimpanan tersebut. Pada
masing-masing depan rak terdapat gantungan kertas yang berisi nama
produk dan nomor urut penyimpanan barang, sehingga mempermudah
pada saat pengambilan dan mengurangi kesalahan pada saat pengambilan.
4. Peralatan
Secara umum peralatan di ruang produksi telah memenuhi
persyaratan CPOB, yang sebagian besar peralatannya terbuat dari bahan
stainless steel.Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan
tertutup yang dilengkapi dengan alat penghisap debu, sehingga dapat
dihindari terjadinya kontaminasi pada setiap proses produksi. Semua
peralatan yang digunakan terlebih dahulu dikualifikasi.Kualifikasi ini
meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasional dan kinerja.
Selain itu juga dilakukan kalibrasi akan tetapi tidak rutin dilakukan.
Perawatan peralatan di Lafial selalu dilakukan oleh sub bagian
Pengendalian dan Pemeliharaan Material (Dalharmat), yaitu dengan cara
dibersihkan setiap kali selesai digunakan dalam produksi obat. Perawatan
peralatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian
suatu produk yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang tertinggal di
alat.Peralatan yang telah dibersihkan dicantumkan keterangan tertulis
yang menyatakan status alat, siapa yang membersihkan, kapan dan siapa
yang mengetahui. Kemudian diberi tanda ”TELAH DIBERSIHKAN”. Ini
bertujuan untuk membedakan peralatan yang telah dibersihkan dengan
peralatan yang belum dibersihkan.Untuk menunjang perawatan peralatan
maka dilaksanakan validasi pembersihan.

95
5. Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan hygiene diharapkan dapat menjamin
perlindungan produk dari pencemaran. Sanitasi ruang dilakukan oleh
masing– masing bagian produksi ketika akan melakukan proses produksi,
setelah selesai melakukan proses produksi dan pada saat penggantian item
obat. Selain ruangan, sanitasi juga dilakukan pada peralatan sebelum dan
sesudah digunakan, setiap peralatan dilakukan pembersihan dimana hasil
bilaan terakhir akan dilakukan pengujian oleh bagian Wastu. Peralatan
hanya dapat digunakan bila sudah diberi label bersih dari pengujian
Wastu.
Semua karyawan dilatih untuk menerapkan higiene perorangan.Tiap
personil yang masuk ke area pembuatan obat diharuskan untuk
mengenakan pakaian pelindung, termasuk penutup rambut. Persyaratan
ini tidak saja diberlakukan bagi para personil atau karyawan, tetapi juga
kepada semua orang yang akan memasuki area produksi, termasuk
pengunjung lain, seperti tamu dan mahasiswa praktek kerja lapangan.
Pakaian pelindung yang dikenakan harus bersih, untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap produk.
Disamping keharusan untuk mengenakan pakaian pelindung dan
penutup rambut, tiap personil dan pengunjung juga diinstruksikan untuk
mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi.Sarana pencuci
tangan sudah tersedia di daerah loker. Akan tetapi belum terpasang poster
yang dapat mengingatkan tiap orang, baik karyawan maupun pengunjung
yang akan memasuki area produksi untuk melaksanakan program ini
demi menjaga agar tidak terjadi kontaminasi yang akan berdampak pada
mutu produk obat. Agar program ini dapat berjalan, dibutuhkan kesadaran
dari masing-masing personil dan juga kemauan keras dari setiap apoteker
dalam memberikan contoh pada karyawan lain dan dengan tegas

96
memberikan peringatan bagi setiap karyawan yang tidak mematuhi
prosedur ini.
Untuk menjaga mutu produk, Lafial juga melarang tiap orang baik
karyawan maupun pengunjung yang berada dalam area produksi,
laboratorium Wastu, area gudang dan area lain yang memungkinkan
dapat kontak dengan produk untuk makan, minum atau merokok karena
dikhawatirkan berdampak terhadap mutu produk. Setelah digunakan,
peralatan dibersihkan, baik bagian luar maupun bagian dalamnya dengan
menggunakan alkohol atau aquadest.Sebaiknya setelah dilakukan
pembersihan pada alat, dicantumkan pada alat keterangan tertulis yang
menyatakan status alat, siapa yang membersihkan, kapan, dan siapa yang
mengetahui. Kemudian diberi tanda ”TELAH DIBERSIHKAN”.
6. Produksi
Rencana produksi obat Lafial disusun atas dasar laporan data
kebutuhan obat dari fasilitas pelayanan kesehatan Angkatan Laut di
seluruh Indonesia yang diolah melalui hasil Rapat Panitia Kerja (Panja)
untuk menetapkan jenis dan kuantitas obat yang akan diproduksi oleh
Lafial serta disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia,
kemudian diserahkan kepada Diskesal. Diskesal selanjutnya akan
membuat rencana produksi (Renprod).
Ada 2 bagian di Lafial yang berperan penting sebelum
melaksanakan produksi, yaitu Material Kesehatan (Matkes) dan
Pengawasan Mutu (Wastu), dimana Matkes melaksanakan perencanaan
dan penyusunan formula obat yang akan diproduksi yang kemudian
diajukan ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal), sedangkan Wastu
sendiri bertugas memeriksa bahan baku yang datang dari gudang Diskesal
dan bahan penolong yang dibeli dari suplier apakah lulus atau tidak untuk
dilaksanakan produksi. Bahan baku dan bahan penolong yang telah lulus
akan diberi label ”HIJAU” sedangkan bahan baku dan bahan penolong

97
yang tidak lulus akan diberi label ”MERAH”, sementara bahan baku dan
bahan penolong yang statusnya belum disamping oleh wastu maka diberi
label “BELUM DIPROSES” sedangkan jika wastu sudah mengambil
bahan tersebut untuk disampling maka diberi label“KARANTINA”yang
diberi label kuning serta diletakkan di area karantina yang terpisah dari
bahan baku dan bahan penolong yang telah lulus uji. Selain itu, Wastu
juga bertanggung jawab dalam pengawasan produksi.
Produksi di Lafial dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan pada CPOB agar dapat menjamin bahwa produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Proses
produksi yang dilaksanakan berdasarkan pada Surat Perintah Produksi
(SPP) yang dikeluarkan oleh Bagian Matkes. Bagian Produksi
melaksanakan produksi untuk semua produk yang telah direncanakan
berdasarkan Standar Operating Procedure (SOP) dari setiap produk yang
telah ada.
Setiap langkah dan tahapan kerja dicatat pada lembaran kerja yang
ditanda tangani oleh petugas pelaksana sebagai dokumentasi untuk
menjadi catatan produksi batch yang sangat penting untuk penelusuran
kembali jika ada keluhan produk dari konsumen serta pengendalian
selama berlangsungnya produksi.
Selama proses produksi dilakukan In Process Control (IPC) untuk
menjamin mutu produk yang dimulai dari bahan masuk sampai menjadi
produk jadi serta untuk menjaga keseragaman mutu selama proses
produksi. IPC dilakukan pada rentang waktu 15 menit saat awal produksi
dan dilanjutkan tiap 30 menit selama proses produksi. Jika dalam IPC
didapatkan hasil yangjauhdari persyaratan maka proses produksi
dihentikan dan dilakukan analisis oleh Bagian Wastu bekerja samadengan
Bagian Produksi. Bentuk sediaan yang diproduksi Lafial adalah sirup,
tablet, kaplet, salep, dan kapsul.

98
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu di Lafial dilakukan oleh Bagian Wastu yang
identik dengan QC yang bertanggung jawab untuk melaksanakan selama
produksi agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan. Sesuai dengan tanggung jawabnya Bagian Wastu
melakukan pengujian yang meliputi semua fungsi analisis termasuk
pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan baku, produk
antara, produk ruahan, kemasan, obat jadi, program uji stabilitas, validasi,
dokumentasi dari suatu batch, penyimpanan contoh pertinggal,
penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi setiap bahan
dan produk termasuk metode pengujiannya. Bagian Wastu berhak
menolak penggunaan bahan baku jika tidak potensial dan tidak memenuhi
sertifikat analisa bahan baku.
Bahan baku sebelum masuk gudang diperiksa terlebih dahulu oleh
Bagian Wastu, jika memenuhi syarat bahan baku diberi label berwarna
hijau (lulus) dan jika tidak memenuhi syarat diberi label warna merah
(tidak lulus) dan dikembalikan ke suplier. Jika ada obat yang
dikembalikan karena klaim dari pemakai mengenai kualitas dan
keefektifannya maka Bagian Wastu akan melakukan analisis secara fisika,
kimia maupun mikrobiologi dan hasil analisis dicocokkan dengan sampel
pertinggal. Ruang Wastu di Lafial letaknya terpisah dari ruang produksi,
dengan tujuan agar laboratorium Wastu bebas dari pencemaran yang bisa
mempengaruhi hasil pengujian.
Bagian Wastu dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu:
a. Sub Bagian Analisis Instrumen, melakukan pemeriksaan pada
sediaan tablet, dan kaplet meliputi kadar, keragaman bobot,
disolusi, kerapuhan tablet, kekerasan tablet, disintegrasi, dan uji
kebocoran pada kemasan primer atau strip, untuk kapsul meliputi
semua aspek diatas kecuali kerapuhan dan kekerasan tablet. Untuk

99
sediaan cairan dan salep dilakukan pemeriksaan kadar, bobot jenis,
pH, kekentalan, volume, kekeruhan, homogenitas dan tes
kebocoran.
b. Sub Bagian Kimia, melakukan pemeriksaan zat didasarkan atas
reaksi-reaksi kimia yang terjadi terhadap zat tersebut dengan
menggunakan reagen-reagen tertentu. Pengujian ini bersifat
kuantitatif dan kualitatif. Selain itu juga pengujian terhadap proses
produksi, bahan obat, obat setengah jadi, sediaan jadi dan bahan
pengemas sediaan.
c. Sub Bagian Mikrobiologi, melakukan pengujian sterilitas bahan
baku, pengujian koefisien fenol, pengujian kualitas air, pengujian
potensi antibiotika, pengujian sterilitas ruangan dan peralatan di
Bagian Produksi. Masing-masing sub bagian tersebut terpisah satu
dengan yang lainnya dan memiliki penanggung jawab dengan
fungsi dan tugas tersendiri.
Masing-masing sub Bagian tersebut terpisah satu dengan yang
lainnya dan memiliki penanggung jawab dengan fungsi dan tugas
tersendiri.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok
Inspeksi diri merupakan cara untukmeninjau seluruh kegiatan dari
setiap segi yang memungkinkan diperoleh jaminan mutu. Inspeksi Diri
dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal – hal yang perlu diinspeksi
antara lain: karyawan, bangunan, fasilitas untuk karyawan, penyimpanan
bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu,
dokumentasi, serta perawatan gedung dan peralatan. Inspeksi untuk
penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi dan
pengawasan mutu dilakukan setiap 6 bulan, sedangkan inspeksi

100
menyeluruh, yang meliputi karyawan, bangunan, fasilitas karyawan,
dokumentasi, serta peralatan gedung dan peralatan dilakukan setiap kali
pergantian pemimpin.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan
yang diperlukan. Sehingga produksi senantiasa berjalan dengan benar
sesuai dengan ketetapan yang berlaku.Untuk mengevaluasi semua aspek
produksi dan pengawasan mutu di industri farmasi diperlukan tim khusus
dalam inspeksi diri yang paling sedikit terdiri dari 3 orang anggota yang
berpengalaman dalam bidangnya masing–masing dan memahami CPOB.
Anggota tim inspeksi tersebut dapat dibentuk dari dalam atau luar
industri, dimana dari luar industri bisa berasal dari pihak Diskesal.
Saat ini inspeksi yang dilakukan di Lafial berasal dari dalam
industri, yaitu dengan dibentuknya tim khusus yang terdiri dari
perwakilan masing–masing bagian yang ditunjuk Kepala Lafial. Dimana
tim ini bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lafial.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
Obat yang diproduksi Lafial tidak diperjualbelikan, hanya untuk
kebutuhan anggota TNI AL dan keluarganya sehingga obat yang
diproduksi sangat kecil jumlahnya bila dibandingkan dengan obat yang
diperdagangkan. Obat yang telah diproduksi akan didistribusikan ke
subdis Yankes TNI AL yang terlebih dahulu bagian laboratorium
meninggalkan contoh pertinggal. Contoh pertinggal ini disimpan pada
ruangan tersendiri untuk penanganan keluhan-keluhan dari obat yang
telah didistribusikan.
Selama ini obat yang diproduksi Lafial belum pernah mengalami
penarikan kembali, karena tidak terjadi perubahan khasiat obat, tetapi
keluhan yang datang hanya berupa keluhan perubahan fisik yang terjadi
karena obat yang disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dengan

101
aturannya.Penanganan keluhan yang terjadi tersebut dilakukan oleh
Bagian Wastu.
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen
yangmeliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
produksi.Dokumentasi berfungsi untuk memudahkan penelusuran sejarah
produk, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan serta mengantisipasi
terjadinya kesalahan dimasa mendatang.
Sistem dokumentasi di Lafial telah dilaksanakan dengan adanya
catatan batch yang memuat dokumentasi dari seluruh proses produksi.
Seluruh kegiatan produksi dan pendukungnya mulai dari bahan baku
hingga obat jadi harus selalu didokumetasikan. Beberapa dokumentasi
yang dilakukan di Lafial:
a. Dokumentasi pada Bagian DikLitBang berupa data hasil
preformulasi, catatan komposisi sediaan, data hasil uji coba
sebelum produk diproduksi, draf preformulasi dan SOP pelaksanaan
proses produksi untuk setiap produk.
b. Dokumentasi dalam produksi antara lain bukti penerimaan bahan
baku, catatan pengolahan batch, catatan pengemasan batch, dan
bukti penyerahan obat jadi.Dokumentasi dalam Wastu antara lain
analisis bahan baku dan obat jadi, sertifikat analisa bahan baku dan
obat jadi, blanko pengawasan mutu selama proses produksi, analisis
sterilitas ruangan produksi.
c. Dokumentasi dalam Wastu antara lain analisis bahan baku dan obat
jadi, sertifikat analisa bahan baku dan obat jadi, blanko pengawasan
mutu selama proses produksi, analisis sterilitas ruangan produksi.
d. Dokumentasi dalam Matkes antara lain surat perintah produksi,
bukti penerimaan barang dari gudang pusat, bukti pengeluaran

102
barang, kartu persediaan obat jadi, kartu laporan kerusakan dan
pemeliharaan alat.
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Lafial belum melaksakan pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak yaitu dengan mengadakan kerja sama dengan industri farmasi
lain yang memerlukan sarana, fasilitas dan tempat untuk memproduksi,
untuk trial skala pilot maupun skala industri, mengemas atau labeling
suatu sediaan obat.
12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi,
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaknya di validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan.Unsur utama
program validasi dirinci dengan jelas dan di dokumentasikan di dalam
rencana induk validasi (RIV) atau dokumen setara.RIV merupakan
dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup
sekurang-kurangnya data antara lain kebijakan validasi, struktur
organisasi kegiatan validasi, peralatan dan proses yang akan di validasi,
format dokumen, penggendalian perubahan, dan acuan dokumen yang
digunakan.
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi
dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui
oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).Protokol validasi
hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.Laporan yang
mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi yang
memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, serta kesimpulan dan rekomendasi di

103
dokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.Setelah kualifikasi
selesai, diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap
kualifikasi dan validasi selanjutnya.

C. Pengolahan Limbah di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut


Limbah dari industri farmasi ada tiga macam yaitu limbah padat, limbah
cair, limbah udara, dan limbah suara.Adapun limbah yang dihasilkan oleh
LAFIAL ialah berupa limbah padat dan limbah cair.
1. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa wadah atau bahan pengemas
bahan baku yang digolongkan ke dalam bahan beracun dan berbahaya.
Penanganan limbah padat yang berupa debu-debu yang dihasilkan selama
proses produksi dikumpulkan dengan dust collector yang terdapat di
ruang produksi, untuk selanjutnya dibakar dengan menggunakan
incenerator pada suhu 1000-1500 ºC selama kurang lebih 4 jam. Sisa
pengolahan limbah padat yang berupa abu bisa langsung dibuang atau
ditanam, sedangkan sisa pengolahan limbah B3 (Bahan Beracun dan
Berbahaya) harus diolah kembali di PPLI.B3 merupakan bahan yang sifat
dan konsentrasinya baik secara langsung langsung maupun tidak langsung
dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia.Penanganan limbah padat ini dilakukan di
Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintoharjo Jakarta.
2. Limbah Cair
Limbah cair di Lafial berasal dari limbah domestik dan limbah
produksi.Limbah produksi dibagi menjadi dua macam yaitu limbah cair
beta laktam dan limbah cair non beta laktam. Limbah cair tersebut
ditampung dalam bak penampungan, kemudian dipompa ke unit proses
hidrolisa dengan penambahan cairan bahan kimia NaOH, kemudian
dipompa ke unit normalisasi yaitu proses pernormalan pH dengan cairan

104
H2SO4. Setelah itu dilakukan proses sedimentasi. Kemudian dilakukan
proses anorganik handling/filter dimana akan mengalir ke ipal biofilter.
Kemudian dilakukan penguraian polutan dan aerasi dibiofilter, kemudian
dilakukan penyaringan dan color handling. Selanjutnya air limbah
tersebutdialirkan ke kolam indikator yang berisi ikan mas. Apabila ikan
mas tersebut tidak mati maka aman hasil pengolahan air limbah tersebut
dialirkan ke sungai. Apabila ikan mas tersebut mati maka ada kesalahan
dalam pengelolaannya air limbah tersebut.Kemudian dialirkan ke perairan
umum.

105
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja ProfesiApoteker (PKPA) yang
dilaksanakan pada tanggal 02 Mei 2017 – 24Mei 2017 di Lembaga Farmasi
Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal
Jakartamerupakan suatu lembaga yang hanya memproduksi obat untuk
memenuhi kebutuhan prajurit, PNS-TNI AL serta keluarganya.
2. Pelaksanaan kegiatan di Industri Farmasi TNI Angkatan Laut Drs.
Mochamad Kamal Jakarta memiliki fasilitas yang hampir memadai dan
telah memenuhi persyaratandalam CPOB tahun 2012.
3. Telah memahami dan menguasai aspek-aspek CPOB yang ada di Industri
Farmasi sehingga mempunyai kompetensi ketika harus terjun secara nyata
ke dunia kerja di Industri Farmasi.

B. Saran
1. Penerapan prinsip CPOB di Industri Farmasi TNI
Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta senantiasa ditingkatkan
sehingga mutu produk yang dihasilkan dapat dipertahankan, dijaga dan
ditingkatkan kualitas produknya.
2. Lembaga Industri Farmasi TNI Angkatan Laut Drs.
Mochamad Kamal Jakartasebaiknya membentuk departemen Pemastian
Mutu (QA) dalam menjalankan tugas sesuai dengan CPOB terkini untuk
menghindari pekerjaan ganda bagi departemen lain (Struktur Organisasi
terlampir pada lampiran 14).

106
DAFTARA PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan


KepalaBadan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pendoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk


Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB
Jilid I). Jakarta

Dinas Kesehatan Angkatan Laut, 1999,Organisasi Dan Prosedur Lembaga


FarmasiTentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Jakarta : Markas Besar
TNI Angkatan Laut

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 1991, Petunjuk Kerja Lafial. Jakarta:Lafial;
Hal.1-29

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 2011,Standar Operasional IPAL LAFIAL


Drs.Mochamad Kamal. Jakarta : Lafial

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta

107
Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFIAL Drs. Mochamad Kamal

Ka. LAFIAL
Pimpinan

Pelayanan Ka. TAUD

Pelaksana

Ka. Ka. Ka. Bag Ka. Bag


BagProd BagWas Diklitbang Matkes

Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag.
Produksi Lab. Diklat Rencana
Beta Laktam Instrumen Produksi

Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag.
Produksi Non Lab. Kimia Litbang Dalharmat
Beta Laktam

Ka. Sub. Bag. Ka. Sub. Bag.


Lab. Depo
Mikrobiologi Produksi
Lampiran 2. Denah Lokasi Lafial Drs. Mochamad Kamal

109
Lampiran 3. Denah Bangunan Produksi Beta Laktam
Lampiran 4. Denah Bangunan Produksi Non Beta Laktam
Lampiran 5.Denah Ruangan Laboratorium LAFIAL
Lampiran 6. Label

Pelulusan Bahan

LABEL TANDA TIDAK LULUS PEMERIKSAAN


TIDAK LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 017/LAFI

LABEL TANDA KARANTINA

KARANTINA

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 017/LAFI

114
LABEL TANDA LULUS PEMERIKSAAN

LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 017/LAFI
Lampiran 7.Alur Proses Produksi Sediaan Tablet

Penimbangan
Bahan Baku

Pengayakan

Pencampuran Fase
Penambahan Pengikat
Dalam

Granulasi Basah

Pengeringan
Lulus Wastu
- Kadar air granul

Granulasi kering
LulusWastu
- Homogenitas IPC :
- Bobot rata-rata
Pencampuran Fase Luar - Bobot satuan
Pengempaan - Waktu hancur
- Kekerasan
- Keregasan
Pengemasan

Penyimpanan

LulusWastu
- Disolusi
Distribusi - Kadar
Lampiran 8. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut

Penimbangan
Bahan Baku

Pengayakan

Penambahan PencampuranFase
Pengikat Dalam

Granulasi basah

Pengeringan
Lulus Wastu
- Kadar air granul

Granulasi kering Lulus Wastu


- Homogenitas IPC
Keseragaman bobot
Keseragaman ukuran
Pencampuran Pengempaan Waktu hancur
Fase Luar Kekerasan
Keregasan
IPC
-Keseragaman bobot Penyalutan
-Keseragaman ukuran
-Waktu hancur
-Homogenitas warna
Pengemasan

Lulus Wastu Penyimpanan


- Disolusi
- Kadar
- Warna

Distribusi
Lampiran 9.Alur Produksi Sediaan Kapsul Keras

Penimbangan
Bahan Baku

Pengayakan

Pencampuran

Lulus Wastu
Homogenitas
IPC : Kadar air
Bobot rata-rata Pengisian
Bobot satuan
Waktu hancur

Polishing

Pengemasan

Penyimpanan

Lulus Wastu
-Disolusi
Distribusi -Penetapan kadar
Lampiran 10.Alur Proses Pembuatan Sediaan Cair

Penimbangan
Bahan Baku

Pembuatan Sirup Panaskan pada suhu 700C

Dinginkan hingga suhu 400C

Lulus Wastu Pencampuran


-pH
-Penetapan kadar
-Viskositas IPC :
Pengisian -Keseragaman volume
-BJ

Pengemasan

Penyimpanan
Lulus Wastu
-Penetapan kadar
-Keseragaman volume
-BJ
-Viskositas
-Pemeriksaan wadah
Distribusi
Lampiran 11.Alur Proses Pembuatan Sediaan Krim

Penimbangan
Bahan Baku

Pembuatan Lulus Wastu


Basis -Homogenitas
-Viskositas
Pencampuran

Penghomogenan

Massa Krim Lulus Wastu


IPC : -Viskositas
-Bobot rata-rata -Penetapan kadar
Pengisian
PC : -Homogenitas
Bobot rata-rata

Pengemasan

Lulus Wastu
-Viskositas Penyimpanan
-Penetapan kadar
-Pemeriksaan wadah
-Homogenitas
Distribusi
Lampiran 12. Alur Pengolahan Limbah Padat LAFIAL

LIMBAH PADAT

PRODUKSI

ΒETA- LAKTAM NON BETA- LAKTAM

DUST COLLECTOR

DIBAKAR
(INCENERATOR)
Lampiran 13.Alur Pengolahan Limbah Cair LAFIAL

Limbah cair beta laktam Limbah cair non beta laktam

Dialirkan ke storage tank

Dipompa ke unit proses hidrolisa


(Penambahan cairan bahan kimia NaOH)

Dipompa ke unit normalisasi


(proses penormalan pH dengan cairan H2SO4)

Proses sedimentasi

Proses anorganik halding/filter (mengalir ke ipal biofilter)

Penguraian polutan dan aerasi dibiofilter


(biofilter stage I dan biofilter stage II)

Filter/odor & color handling

Kolam ikan/kolam indikator

Perairan umum

122
Lampiran 14.Obat-Obat Produksi LAFIAL

No Nama Obat Komposisi Golongan Terapi


1 Amoxicillin 250 mg Amoxicilin Antibiotika
2 Kloramfenikol 250mg Kloramfenikol Antibiotika
3 Cefadroxil 500 mg Sefadroxil Antibiotika
4 Eritromisin 250 mg Eritromisin Antibitioka
5 Gemfibrozil 300 mg Gemfibrozil Hipolipidemik
6 Amoxicillin 500 mg Amoxicillin Antibiotika
7 Antidiare Kaolin Pektin Antidiare
Parasetamol, fenil
8 Antiflu Anti Influenza
propanolamin, CTM
9 Acyclovir 400 mg Acyclovir Antivirus
10 Allopurinol 100 mg Allopurinol Gout
11 Ciprofloxacin 500 mg Ciprofloxacin Antibiotika
12 Eritromisin 500 mg Eritromisin Antibitioka
13 Etambutol 500 mg Etambutol Anti TBC
14 Glibenklamid 5 mg Glibenklamid Antidiabetes
15 Isodoxal INH, Vit B6 Anti TBC
16 Ketokonazol Ketokonazol Antifungal
Mg Trisilikat,
17 Maag Tab Dispepsia
Aluminium hidroksida
Analgetik-
18 Parasetamol 500 mg Parasetamol
Antipiretik
19 Ponstal 500 mg Asam Mefenamat Analgetik
20 Pyrazinamid Pyrazinamid Anti TBC
21 Ranitidin 150 mg Ranitidin Antitukak
22 Sulfatrim Kotrimoksazol Antibiotika
23 Thiamfenal 500 mg Tiamfenikol Antibiotika
24 Vitaneuron Vit B1, Vit B6, Vit B12 Vitamin
Vit B1, Vit B2, Vit B6,
25 Vitarma Vit B12, Vit C, dan Vitamin
Nikotinamida
No Nama Obat Komposisi Golongan Terapi

Dekstrometorfan,
26 Cough syrup Fenilpropanolamin, Batuk
Gliseril guaikolat
27 Difenhidramin Syrup Difenhidramin Antihistamin
28 Parasetamol syrup Parasetamol Analgetik-antipiretik
Antiseptik,
29 Povidon Iodin 1 Liter Povidon Iodin
desinfektan
30 Povidon Iodin 60 cc Povidon Iodin Antiseptik, desinfektan
31 Gentamisin Krim Gentamisin Antibiotika
32 Hidrokortison krim Hidrokortison Kortikosteroid

124
Lampiran 15.Usulan Struktur Organisasi LAFIAL Setelah Ditambahkan Pemastian Mutu (QA)

a
.
K
T
A
U
.
a
K
K
L
A
I
G
A
B
I
G
A
B
A
N
N
A
D
O
R
L
K
I
P
A
I
F
L B
T
K
U
D
K
T
S
A
W
M
I
G
N
S
A E
S
U

125
126

Anda mungkin juga menyukai