Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEM (DRP) PADA PASIEN YANG

TERDIAGNOSA DEMAM TIFOID DAN DISPEPSIA TIPE II DI UNIT RAWAT INAP


DAHLIA RUMAH SAKIT Dr SUYOTO
DRUG RELATED PROBLEM (DRP) ANALYSIS ON PATIENTS DYNAMICED
TIFOID FEVER AND DISPEPSIA IN UNIT RAWAT INAP DAHLIA HOSPITAL Dr.
SUYOTO
Disusun oleh :
Darmawan Jusman. S. Farm

Abstrak
Demam tifoid (Tifus abdominalis, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhosa/Eberthella typhosa/ Salmonella typhi yang merupakan kuman gram
negatif, bergerak dengan rambut getar dan tidak menghasilkan spora. Mengkaji profil
pengobatan dan terapi obat pasien typhoid dan dispepsia mengidentifikasi dan mengevaluasi
adanya drug related problem, serta menilai pengobatan rasional pada pasien yang sedang dirawat
di ruang Dahlia Rumah Sakit dr. Suyoto Jakarta. Terjadi kesalahan pemberian obat yang didapat
oleh pasien, obat yang didapat pasien kurang tepat yaitu pemberian ondacentron, pemberian
dosis obat yang melebihi dosis maksimun, terjadinya interaksi obat antara Phenyltoxamine
dengan obat antiemetik. Pasien sudah diberikan pengobatan semaksimal mungkin sesuai dengan
kondisi pasien walaupun masih terdapat beberapa penggunaan obat yang di anggap kurang tepat
dan data tentang kondisi pasien yang dicatat oleh dokter dan perawat kurang lengkap

Abstract
Typhoid fever (typhoid abdominal, enteric fever) is an acute infection of the gastrointestinal tract
with symptoms of fever over a week or more with digestive tract disorders with or without
impaired consciousness. The disease is caused by infection with Salmonella typhosa / Eberthella
typhosa / Salmonella typhi which is a gram negative bacteria, moves with vibrating hair and does
not produce spores. Assess medication and therapeutic profile of typhoids and dyspepsia patients
identify and evaluate the presence of drug-related problems, as well as assess rational treatment
in patients being treated in the Dahlia Hospital spaces dr. Suyoto Jakarta. There was a mistake in
the administration of the drug received by the patient, the medication that the patient received
was not accurate, the ondacentron administration, the dosage of the drug that exceeded the
maximum dose, the drug interaction between Phenyltoxamine and antiemetic drugs. Patient has
been given treatment as much as possible in accordance with the condition of the patient
although there are still some drug usage that is considered less precise and data about the
condition of patients recorded by doctors and nurses less complete
Pendahuluan B. Dispepsia
A. Typhoid Diperkirakan bahwa hampir 30 %
Di Indonesia, insiden demam tifoid kasus pada praktek umum dan 60 % pada
diperkirakan sekitar 300-810 kasus per praktek gastroenterologist merupakan kasus
100.000 penduduk per tahun, berarti jumlah dispepsia. Berdasarkan penelitian pada
kasus berkisar antara 600.000-1.500.000 populasi umum didapatkan bahwa 15-30 %
pertahun. Hal ini berhubungan dengan orang dewasa pernah mengalami hal ini
tingkat higienis individu,sanitasi lingkungan dalam beberapa hari. Dari data pustaka
dan penyebaran kuman dari karier atau Negara Barat didapatkan angka
penderita tifoid. Pada daerah endemis yang prevalensinya berkisar 7-14 %, tapi hanya
sanitasi dan kesehatannya terpelihara baik, 10-20 % yang akan mencari pertolongan
demam tifoid muncul sebagai kasus medis (Abdullah, 2012).
sporadic. (Girgis,N.I Dkk 2016). Menurut profil data kesehatan
Berdasarkan hasil survei kesehatan Indonesia tahun 2011 yang diterbitkan oleh
rumah tangga (SKRT) 1986 Depkes RI pada tahun 2012, dispepsia
demamtifoidmenyebabkankematian 3% dari termasuk dalam 10 besar penyakit rawat
seluruh kematian di Indonesia. Rata-rata inap di rumah sakit tahun 2010, pada urutan
kasus kematiandan komplikasi demam tifoid ke-5 dengan angka kejadian kasus sebesar
selalu berubahantar wilayah endemis yang 9.594 kasus pada pria dan 15.122 kasus pada
berbeda. wanita. Sedangkan untuk 10 besar penyakit
S. typhi dapat menyebabkan penyakit rawat jalan di rumah sakit tahun 2010,
yang parah di suatu wilayah tetapi hanya dispepsia berada pada urutan ke-6 dengan
menimbulkan gejala angka 2 kejadian kasus sebesar 34.981 kasus
penyakityangringanpadawilayah yang pada pria dan 53.618 kasus pada wanita,
lain,berarti ada hubungan antara perbedaan jumlah kasus baru sebesar 88.599 kasus.
wilayah dengan tingkat keparahan penyakit Secara garis besar, penyebab sindrom
Indonesia merupakan salah satu negara dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok,
berkembang di kawasan Asia Tenggara yaitu kelompok penyakit organik ( seperti
dengan konsekuensi pertumbuhan dan tukak peptik, gastritis, batu kandung
perkembangan ekonomi yang cepat, empedu,dll ) dan kelompok dimana sarana
menimbulkan dampak terjadinya urbanisasi penunjang diagnostik yang konvensional
dan migrasi pekerja antar negara yang atau baku ( radiologi, endoskopi,
berdekatan seperti Malaysia, Thailand dan laboratorium ) tidak dapat memperlihatkan
Filipina. Mobilisasi antar pekerja ini adanya gangguan patologis struktural atau
memungkinkan terjadinya perpindahan atau biokimiawi, disebut gangguan fungsional
penyebarangalur (S. typhi) antar negara (Djojoningrat, 2013).( Tya Eka Yulianti,
endemis. (Johnson,A.G 2015) 2014).
Hasil dan Pembahasan
A. IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap : Tn. M. ZIKRI SALAM ADYAS

Alamat : Jl. Bintaro Tengah No.XX / Pesangrahan DKI

Umur : 31 Tahun
Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang / 19 Maret 1986
Pendidikan Akhir : Tamat Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Karyawan Swasta
No. RM : 05-xx-xx
Status Pengobatan Pasien : BPJS/ Rawat Inap
Ruang Perawatan : Angrek
Tanggal Masuk / Keluar RS : 8 Februari 2017 / 12 Februari 2017
Riwayat Penyakit Pribadi : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat Alergi : -
Ketergantungan Obat : -
Keluhan Utama : Deman, mual, muntah, kepala pusing, perut
terasa kembung, lemas, diare.
Diagnosa Awal : Typhoid Fever
Diagnosa Akhir : Typhoid, Dispepsia
Anamnesa : Pasien baru dari UGD diantar oleh Ny. H.
datang dengan Keluhan sakit sejak 2 hari yang
lalu.
B. DATA SUBJEKTIF PASIEN
C. DATA OBJEKTIF PASIEN
1. Tanda-tanda Vital Pasien

2. Data Laboratorium
D. PROFIL PENGOBATAN PASIEN
1. Obat Selama Pasien Dirawat

E. Obat Pasien Pulang

F. ASSESSMENT AND PLAN


G. Pembahasan terapi pengobatan pasien
1. Keluhan dan terapi pengobatan pasien di hari ke 1
Tanggal 08 Februari 2017 pasien atas nama Tn. M.Z masuk di IGD Rumah sakit dr.
Suyoto pukul 12.30 wib dengan keluhan Pasien demam sejak 2 hari, mual dan muntah
dirumah, kepala pusing, perut terasa kembung, lemas dan diare.
dengan hasil pemeriksaan laboratorium: tekanan darah: 120/80 mmHg, frekuensi
nadi 100x/menit, frekuensi nafas: 20 x/menit, suhu: 39 0C, Hb: 14,1 Ht: 42, trombosit:
210.000, leukosit: 5.500.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut pasien di diagnosa Typhoid Fever dan
dyspepsia.
Adapun terapi pengobatan pertama diberikan pada awal dirawat:
 Infus Ringer Lactat untuk pengganti cairan elektrolit selama pasien menderita diare
 Omeprazole 2X40 mg untuk mengatasi mual dan muntah
 Ceftriaxone 1X2 gr sebagai antibiotik golongan cephalosporin dimana antibiotik ini
digunakan untuk pada pasien dengan leukosit yang rendah.
 New Diatab 3X2 Tab untuk diare
 Imodium 1 Tab untuk diare di konsumsi saat tiap diare
 kemudian pada sore hari pukul 18.00 pasien diberikan obat inpepsa 3X1 untuk gejala
tukak lambung
 Codiprant 2X1 sebagai Terapi simtomatik utk batuk iritatif (batuk kering/non produktif)
yg disebabkan alergi
 Sanmol 3X1 tab untuk gejala nyeri atau demam
 KSR 2X1 untuk Pencegahan & pengobatan hipokalemia. kemudian untuk selanjutnya
dilakukan pengecekan Ureum, Kreatinin, Elektrolit.
2. Keluhan dan terapi pengobatan pasien di hari ke 2
Hari kedua pasien menjalani rawat inap, pasien mengeluhkan badan menggigil,
demam, pusing, mual, kembung, dan batuk kering.
setelah itu dilakukan pengecekan tanda-tanda vital rutin seperti tekanan darah:
120/70 mmHg, frekuensi nadi 83 x/menit, frekuensi nafas: 20 x/menit, suhu: 370C.
adapun terapi pengobatan di ubah dari sebelumnya oral menjadi intravena yakni:
 Omeprazole injeksi 2X1 pada pukul 09.00 dan 21.00 wib untuk tukak lambung dan
gejala gastriostenal
 Urief injeksi 1X2 gr pada pukul 15.00 wib untuk Obstruksi saluran keluar kandung
kemih yg berhubungan dengan hiperplasia prostat jinak
 Sanmol Injeksi 3X1 pada pukul 15.00 wib untuk nyeri dan deman
 Ondancentron 3X2 mg pada pukul 21.00 wib untuk indikasi gejala mual dan muntah
 obat oral sebelumnya yakni inpepsa, codiprant, KSR tidak di gunakan pada hari ke dua
untuk melihat dan membandingkan bioavaibilitas obat yang tepat bagi pasien,
terutama untuk obat omeprazole dan sanmol yang diganti menjadi oral, namun untuk
obat antibiotik ceftriaxone di hentikan pemakaiannya karena tidak tepat indikasi,
adapun resep obat yang di tambahkan seperti urief dan ondancentron.
3. Keluhan dan terapi pengobatan pasien di hari ke 3
Hari ketiga pasien menjalani rawat inap, pasien mengeluhkan kepala penat, sedikit
pusing, sudah tidak mual, masih batuk
setelah itu dilakukan pengecekan tanda-tanda vital rutin seperti tekanan darah:
130/80 mmHg, frek nadi 86 x/menit, frek nafas: 20 x/menit, suhu: 37 0C immunoserologi
(Tubex) : 4 nilai normal <= 2 Negatif, 4 Positif Lemah, 6-10 Positif.
adapun terapi pengobatan Yang diberikan:
 pada pukul 06:00, 12:00, dan 18:00 Wib yaitu: inpepsa 3X1 untuk gejala tukak
lambung
 Sanmol 3X1 tab untuk gejala nyeri atau demam
 pada pukul 06:00 dan 18:00 Wib diberikan Codiprant 2X1 sebagai Terapi simtomatik
utk batuk iritatif (batuk kering/non produktif) yg disebabkan alergi
 KSR 2X1 untuk Pencegahan & pengobatan hipokalemia
 pada pukul 20:00 Wib diberikan Medixon tab 3X4 mg untuk indikasi seperti: Asma
bronkial Rinitis alergi (bersin-bersin akibat alergi) Urtikaria atau biasa disebut dengan
biduran yang menyebabkan bentol dan gatal pada kulit. Dermatitis kontak alergi
(DKA), dan dermatitis kontak iritan (DKI) Dermatitis atopik Penyakit-penyakit kulit
lainnya yang tidak disebabkan oleh infeksi Rematik fever Reumatoid Arthritis atau
radang sendi rematik Systemic Lupus Eritematosus atau penyakit lupus Idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP) Anemia hemolitik dapatan Colitis ulserative Ginjal
bocor (Nefrotic Syndrome) Mieloblastosis Limfogranulomatosis Setelah transplantasi
organ untuk menekan respon imun penolakan organ baru Sitostatika Pengganti
hormon pada penderita insufiseinsi adrenal
 adapun obat injeksi tetap diberikan seperti : Omeprazole injeksi 2X1 pada pukul 09.00
dan 21.00 wib untuk tukak lambung dan gejala gastriostenal
 Ondancentron 3X2 mg pada pukul 06:00, 11:00, dan 17.00 wib untuk indikasi gejala
mual dan muntah. pada hari ke 3 perawatan dan terapi pengobatan sanmol injeksi di
ganti dengan sanmol tab.

4. Keluhan dan terapi pengobatan pasien di hari ke 4


Hari ke empat pasien menjalani rawat inap, tidak ada keluhan serius yang dialami
pasien, pasien hanya mengatakan masih batuk
setelah itu dilakukan pengecekan tanda-tanda vital rutin seperti tekanan darah:
145/65 mmHg, frekuensi nadi 60 x/menit, frekuensi nafas: 20 x/menit, suhu: 360C.
adapun terapi pengobatan yang diberikan:
 pada pukul 06:00, 12:00, dan 18:00 Wib yaitu: inpepsa 3X1 untuk gejala tukak
lambung
 Sanmol 3X1 tab untuk gejala nyeri atau demam
 pada pukul 06:00 dan 18:00 Wib diberikan Codiprant 2X1 sebagai Terapi simtomatik
utk batuk iritatif (batuk kering/non produktif) yg disebabkan alergi
 KSR 2X1 untuk Pencegahan & pengobatan hipokalemia
 pada pukul 06:00, 12:00, dan 20:00 Wib diberikan Medixon tab 3X4 mg untuk
indikasi seperti: Asma bronkial Rinitis alergi (bersin-bersin akibat alergi) Urtikaria
atau biasa disebut dengan biduran yang menyebabkan bentol dan gatal pada kulit.
Dermatitis kontak alergi (DKA), dan dermatitis kontak iritan (DKI) Dermatitis atopik
Penyakit-penyakit kulit lainnya yang tidak disebabkan oleh infeksi Rematik fever
Reumatoid Arthritis atau radang sendi rematik Systemic Lupus Eritematosus atau
penyakit lupus Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) Anemia hemolitik dapatan
Colitis ulserative Ginjal bocor (Nefrotic Syndrome) Mieloblastosis
Limfogranulomatosis Setelah transplantasi organ untuk menekan respon imun
penolakan organ baru Sitostatika Pengganti hormon pada penderita insufiseinsi adrenal
 adapun obat injeksi tetap diberikan seperti : Omeprazole injeksi 2X1 pada pukul 09.00
dan 21.00 wib untuk tukak lambung dan gejala gastriostenal,
 Ondancentron 3X2 mg pada pukul 06:00, 11:00, dan 17.00 wib untuk indikasi gejala
mual dan muntah
 adapun resep obat yang ditambahkan dalam terapi pada pukul 18:00 Wib yaitu:
Cefixime 2X200 mg untuk membunuh bakteri-bakteri yang sensitif sebagai berikut:
Escherichia coli, Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae, Proteus mirabilis,
Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Enterobacteriaceae, Salmonella
spp, Serratia spp, Shigella spp. Dengan penyakit-penyakit di bawah ini: Bronkitis Akut
& bronkitis kronis eksaserbasi akut Otitis Media atau infeksi telinga bagian tengah
Faringitis / Tonsilitis (radang tenggorokan/ amandel) Gonore atau kecing nanah (raja
singa) Infeksi Saluran Kemih Demam tifoid atau penyakit tipes Cefixime juga kadang-
kadang digunakan untuk mengobati infeksi sinus pada pasien alergi penisilin,
pneumonia, shigella (suatu infeksi yang menyebabkan diare berat)
 Rocer Caps 2X1 digunakan dalam pengobatan gastroesophageal reflux disease
(GERD). GERD adalah penyakit dimana penderita mengalami sensasi terbakar di area
dada dan kerongkongan karena asam lambung naik ke kerongkongan dan terjadi iritasi
 Domperidone 3X1 Secara umum digunakan untuk mengobati mual dan muntah,
keluhan perut yang terjadi akibat pengosongan lambung yang tertunda. Hal ini dapat
mengakibatkan gejala seperti perasaan penuh (selama atau setelah makan), kembung,
bersendawa, mual, mulas dan sakit perut. Lebih khusus obat ini digunakan untuk:
Mengatasi mual dan muntah yang disebabkan oleh efek samping obat, misalnya
levodopa dan bromokriptin.
1. Keluhan dan terapi pengobatan pasien di hari ke 5
Hari ke lima pasien menjalani rawat inap, tidak ada keluhan serius yang dialami
pasien, pasien hanya mengatakan masih batuk
setelah itu dilakukan pengecekan tanda-tanda vital rutin seperti tekanan darah:
127/73 mmHg, frekuensi nadi 71 x/menit, frekuensi nafas: 18 x/menit, suhu: 36 0C,
Natrium : 138 (dari nilai normal 135-147meq/L), Kalium : 3.9 (dari nilai normal 3.5-5.0
meq/L), Klorida : 107 (dari nilai normal 97-108).
berdasarkan data lab diatas selama perawatan pasien mengalami perkembangan
kesehatan yang positif
adapun terapi pengobatan yang diberikan:
 pada pukul 06:00, 12:00, dan 18:00 Wib yaitu: inpepsa 3X1 untuk gejala tukak
lambung
 Sanmol 3X1 tab untuk gejala nyeri atau demam
 pada pukul 06:00 dan 18:00 Wib diberikan Codiprant 2X1 sebagai Terapi simtomatik
utk batuk iritatif (batuk kering/non produktif) yg disebabkan alergi
 KSR 2X1 untuk Pencegahan & pengobatan hipokalemia
 pada pukul 06:00, 12:00, dan 20:00 Wib diberikan Medixon tab 3X4 mg untuk
indikasi seperti: Asma bronkial Rinitis alergi (bersin-bersin akibat alergi) Urtikaria
atau biasa disebut dengan biduran yang menyebabkan bentol dan gatal pada kulit.
Dermatitis kontak alergi (DKA), dan dermatitis kontak iritan (DKI) Dermatitis atopik
Penyakit-penyakit kulit lainnya yang tidak disebabkan oleh infeksi Rematik fever
Reumatoid Arthritis atau radang sendi rematik Systemic Lupus Eritematosus atau
penyakit lupus Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) Anemia hemolitik dapatan
Colitis ulserative Ginjal bocor (Nefrotic Syndrome) Mieloblastosis
Limfogranulomatosis Setelah transplantasi organ untuk menekan respon imun
penolakan organ baru Sitostatika Pengganti hormon pada penderita insufiseinsi adrenal
 pada pukul 06:00 dan 18:00 Cefixime 2X200 mg untuk membunuh bakteri-bakteri
yang sensitif sebagai berikut: Escherichia coli, Haemophilus influenzae, Neisseria
gonorrhoeae, Proteus mirabilis, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes,
Enterobacteriaceae, Salmonella spp, Serratia spp, Shigella spp. Dengan penyakit-
penyakit di bawah ini: Bronkitis Akut & bronkitis kronis eksaserbasi akut Otitis Media
atau infeksi telinga bagian tengah Faringitis / Tonsilitis (radang tenggorokan/
amandel) Gonore atau kecing nanah (raja singa) Infeksi Saluran Kemih Demam tifoid
atau penyakit tipes Cefixime juga kadang-kadang digunakan untuk mengobati infeksi
sinus pada pasien alergi penisilin, pneumonia, shigella (suatu infeksi yang
menyebabkan diare berat)
 Pada pukul 06:00, 12:00, dan 18:00 Rocer Caps 2X1 digunakan dalam pengobatan
gastroesophageal reflux disease (GERD). GERD adalah penyakit dimana penderita
mengalami sensasi terbakar di area dada dan kerongkongan karena asam lambung naik
ke kerongkongan dan terjadi iritasi
 Domperidone 3X1 Secara umum digunakan untuk mengobati mual dan muntah,
keluhan perut yang terjadi akibat pengosongan lambung yang tertunda. Hal ini dapat
mengakibatkan gejala seperti perasaan penuh (selama atau setelah makan), kembung,
bersendawa, mual, mulas dan sakit perut. Lebih khusus obat ini digunakan untuk:
Mengatasi mual dan muntah yang disebabkan oleh efek samping obat, misalnya
levodopa dan bromokriptin.
Pada hari ke 5 perawatan dan pemberian terapi pengobatan ada beberapa obat yang
di hentikan pemakaiannya karena dianggap sudah tidak terdapat gejala atau indikasi obat
itu sendiri, seperti obat:
 Medison tab, Omeprazole Injeksi, Urief Injeksi, Ondancentron Injeksi.

6. Pasien dinyatakan dapat pulang dan melanjutkan pengobatan di rumah


adapun pasien diizinkan pulang setelah 5 hari menjalani perawatan dan pengobatan
dimana penyakit pasien perlahan-lahan sembuh dan dapat melanjutkan perawatan di
rumah atau rawat jalan.
7. adapun obat yang di berikan selama rawat jalan yaitu :
 Domperidon 3X1 dimana Obat domperidone dapat Mengatasi gejala dispepsia
fungsional dalam jangka waktu yang pendek. Obat ini tidak dianjurkan sebagai
pencegahan rutin pada muntah setelah operasi, dan penggunaannya tidak boleh lebih
dari 12 hari.
 Omeprazole 2X1 Untuk mengobati tukak lambung dan tukak usus besar. Tukak
lambung yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylori dan
pemakaian obat-obat NSAID dalam jangka waktu panjang.
 Cefixime 2X1 Obat cefixime digunakan untuk membunuh bakteri-bakteri yang sensitif
Dengan penyakit-penyakit berikut: Bronkitis Akut & bronkitis kronis eksaserbasi akut
Otitis Media atau infeksi telinga bagian tengah Faringitis / Tonsilitis (radang
tenggorokan/ amandel) Gonore atau kecing nanah (raja singa) Infeksi Saluran Kemih
Demam tifoid atau penyakit tipes.
8. Pembahasan Drug Related Problem selama terapi pengobatan
a. Domperidone 10mg + Inpepsa 1gr + Ondancentron 4mg
Pada tanggal 11 februari 2017 domperidone tab diresepkan pada penggunaan
bersamaan dengan inpepsa tab dan Ondancentron Injeksi dimana menurut buku iso
farmakoterapi menganjurkan penggunaan obat antiemetika tunggal untuk sebagian
besar kondisi, pengecualian untuk pasien yang tidak menghasilkan respons atau yang
mendapat kemoterapi emetonik kuat, dibutuhkan multi regimen obat. tetapi dalam
kasus ini pasien tidak atau tidak sedang dalam kondisi mendapat kemoterapi.
Identifikasi Masalah :
penggunaan obat terapi anti emetika thrice drug.
Plan :
Sebaiknya untuk kasus mual, muntah non kemoterapi hanya diberikan obat
domperidone sebagai first line pengobatan.

(ISO Farmakoterapi Buku 1)

b. Ondancentron
penggunaan obat ondancentron pada tanggal 09-11 februari melebihi disis lazim obat.
Identifikasi Masalah :
Ondancentron digunakan dengan dosis 3X8mg injeksi dimana dosis yang diperbolehkan
2X8 mg/24 jam.
Plan :
Rekomendasi penurunan dosis ondancentron menjadi 2X8 mg IV/24 jam.
(http://www.mims.com/indonesia/drug/info/ondansetron/?type=brief&mtype=generic)
c. Codipront
penggunaan obat codiprant (Codeine 30 mg, phenyltoloxamine 10 mg) dari tanggal 08-12
februari 2017 terdapat interaksi.
Identifikasi Masalah :
Phenyltoxamine berinteraksi dengan obat antiemetik dimana menurunkan bioavaibilitas
obat antiemetik itu sendiri.
Plan :
Rekomendasi penggantian obat terapi codiprant dengan ambroxol dengan indikasi yang di
derita pasien berupa batuk kering.

(http://www.mims.com/indonesia/drug/info/codipront/?type=brief)
Kesimpulan
Berdasarkan analisis kefarmasian yang dilakukan kepada pasien Tn. MZ dengan diagnose
Typhoid Fever dan Dispepsia maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Pasien sudah diberikan pengobatan semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi pasien
walaupun masih terdapat beberapa penggunaan obat yang di anggap kurang tepat dalam hal
adanya interaksi dan pemberian dosis lebih dari yang lasim diberikan.
b. Adanya interaksi dan pemberian terapi tetapi tidak ada indikasi karena kurangnya kerjasama
atau komunikasi antara dokter, apoteker dan tenaga kerja kesehatan lain maupun pasien.
Factor lain adalah data tentang kondisi pasien yang dicatat oleh dokter dan perawat kurang
lengkap

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, m. & gunawan, j., 2012. Dispepsia dalam cermin dunia kedokteran. Vol. 39 no. 9.
Available online at : http://www.kalbemed.com/portals/6/ 197_cme dispepsia.pdf
[diakses tanggal 13 mei 2012]
Am j gastroenterol 2016; the american journal of gastroenterology111:602–622; doi:
10.1038/ajg.2016.126; published online 12 april 2016.
Djojoningrat, d., 2013. Dispepsia fungsional dalam buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid i, edisi 5.
Jakarta : internapublishing.
Girgis,n.i.,butler,t.,frenk,r. Azithromycin versus ciprofloxacin for treatment of uncomplicated
typhoid fever in a randomized trial in egypt that included patients with multidrug
resistance. Antimicrob. Agents and chemother. 43: 1441-1444, 2016.
http://www.dexa-medica.com/diakses pada tanggal 6 juni 2017 pukul : 11:00 wib, Jakarta utara.
https://mediskus.com/diakses pada tanggal 11 juli 2017 pukul : 09:00 wib, jakarta utara
http://www.tabletwise.com/indonesia-id/diakses pada tanggal 15 mei 2017 pukul : 20:00 wib,
jakarta utara.
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/diakses pada tanggal 17 juli 2017 pukul : 21:00 wib,
jakarta utara.
Mcquaid k.r. 2007. Gastrointestinal disorders. In s.j.mcphee, m.a.papadakis, l.m.tierney: current
medical diagnosis & treatment 2012. 47th ed. New york: mcgraw-hill. P.482-7
Putra, a. 2012. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam tifoid terhadap
kebiasaan jajan anak sekolah dasar. Semarang: fakultas kedokteran universitas
diponegoro.
Webster me, sagin jf, landy m, johnson ag. Studies on the o antigen of salmonella typhosa. I.
Purification of the antigen. Jimmunol. 2015 jun;74(6):455–465.
Tya eka yulianti, 2014. Mengenal penyakit organ cerna. Jakarta : pustaka populer obor.

Anda mungkin juga menyukai