Anda di halaman 1dari 10

I.

Jenis Kasus UAP (Unstable Angina Pectoris)


A. Pengertian
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien
dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat
menetap sampai 2 minggu.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak
ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi,
seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang
negatif.

B. Etiologi
Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan
aorta Insufisiensi.
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak stabil :
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris
tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang
mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak
stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya
ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%
akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
b. Trombosis dan Agregasi
Trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan
sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi
faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi
agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih
luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan
dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis
yang intermiten, pada angina tak stabil.
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme
yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil,
dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk
dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemia. e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital,
penyakit inflamasi sistemik.

C. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang bertanggung jawab atas
perkembangan arteriosklerosis.Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan
oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,
arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.Adanya
endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi
untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat
menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini
belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan
lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan
berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk
memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel
jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses
fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.
Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan
demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.

D. Klasifikasi
Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman.
Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.
a. Berdasarkan angina :
1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada
2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak ada
serangan angina dalam 48 jam terakhir
3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik sekali
atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
b. Keadaan klinis:
1) Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris
2) Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak
3) Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
c. Intensitas pengobatan:
1) tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal
2) timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar
3) masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang maksimum,
dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

E. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.
b. Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar
derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung
dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress
test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari stress test
adalah:
a) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan
c) memberi hasil positif kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen STdisertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan
His dan tanpaperubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG pada ATS
berdifat sementaradan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun
bersamaan. Perubahan tersebutimbul di saat serangan angina dan kembali ke
gambaran normal atau awal setelah keluhanangina hilang dalam waktu 24 jam. Bila
perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atauterjadi elevasi gelombang Q, maka
disebut sebagai IMA.
2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau
meningkat tetapi tidak melebihi50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling
sensitive untuk nekrosis ototmiokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini
menunjukkan pentingnyapemeriksaan kadar enzim secara serial untung menyingkirkan
adanya IMA.

F. Penatalaksanaan
1. Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu
pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
2. Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan
kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan
vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam
keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau
infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah
terkendali maka dapat diganti dengan per oral. Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual

b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek


penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-
blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan t
ekanan darah.
Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan
nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik negatif juga kecil
(Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal.
Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung normal
(Contoh : verapamil dan diltiazem).

2) Obat anti-agregasi trombosit


Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti
bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72%
pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk
diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80
sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat
agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga
dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel
dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada
platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP
IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan
ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal - eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk
obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak stabil.
3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III,
bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin
juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada
penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein
plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena cara
pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan
pemeriksaan laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun
platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi
komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin
pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat
menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).

4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner


Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat dan
refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau
penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan
faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua
pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty
(PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik. Dengan
PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke
dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh
yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan
meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan
diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit.
Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling sering
ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan selang
artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan
keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi
tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.

3. Terapi Non Medika Mentosa


1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume
sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal
ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi
duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring,
meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

G. Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,
penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit DM,
hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan
serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.

H. Komplikasi
a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20
menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat
berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak,
berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan
disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal
jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi
sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari
infark miokard.

II MASALAH KEPERAWATAN !ANG MUNGKIN MUNCUL

1. Gangguan ras nyaman nyeri dada b.d iskhemi myokard , infark myokard.
2. gangguan pertukakaran gas b.d oedem paru, kongesti pulmonal.
3. intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan supalai oksigen dengan pemakaian.

III INTERVENSI

1.Gangguan rasa nyaman nyeri dada b.d iskhemi myokard , infark myokard

a. minimalkan konsumsi oksigen myokard dengan tirah baring

b. beri oksigen 2 sampai 4 liter/menit

c. beri lingkungan yang nyaman

d. Ajarkan teknik distraksi

e. kolaborasi medis untuk pemberian obat narkotik atau nitrat

2. Gangguan pertukakaran gas b.d oedem paru, kongesti pulmonal

a. kaji pernapasan, frekuensi, irama, kedalamannya

b. berikan oksigen sesuai pesanan medis

c. Atur posisi yang memudahkan pertukaran gas

d. minimalkan konsumsi oksigene

e. periksa BGA sesuai pesanan medis.


f. kolaborasi medis untuk koreksi BGA, keseimbangan asam basa

g. monitor intake dan output

h. kolaborasi medis untuk pemberian obat (diuretic, amino5lin, dan nitrat)

Anda mungkin juga menyukai