Anda di halaman 1dari 4

Kelompok 3 PA 2018

Adelia Novita Azhari 18020074022


Isma Aliyah Rahmawati 18020074034
Devi Silianti 18020074046
Irodatul Mu’ti S S 18020074055
Dinda Ayu P 18020074109

Analisis Perkembangan Penggunaan Kata

Perubahan bahasa merupakan subdisiplin ilmu dari linguistik komparatif.


Ilmu ini berbicara mengenai proses perkembangan bahasa dari awal mula
keberadaannya hingga kondisinya saat ini, serta mekanisme yang terlibat di
dalamnya. Sifat dari pengkajian perubahan bahasa adalah bergerak dari masa
lampau ke masa kini. Perubahan bahasa pada dasarnya bersifat alami, normal, dan
tak terhindarkan. Perubahan penggunaan bahasa atau kata-kata dalam kehidupan
sehari-hari dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi.
Perubahan bahasa sifatnya alami dan tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini,
terdapat perubahan bahasa yang dapat mempengaruhi makna suatu kata dan tidak
mempengaruhi makna suatu kata. Hal tersebut dapat dilihat pada faktor-faktor
yang mempengaruhi bahasa, yakni sebagai berikut :

1. Faktor Internal
a. Transmisi Intergenerasi
Perubahan bahasa terjadi karena ketidaksempurnaan transisi perolehan
bahasa ibu oleh generasi berikutnya. Ketika melakukan akuisisi bahasa
pertamanya cenderung melakukan penyimpangan, dan bentuk
penyimpangan-penyimpangan tersebut mempengaruhi proses berbahasa dan
mengakibatkan perubahan bahasa
Contoh :
Anak kecil yang melakukan akuisisi bahasa pertamanya seperti kata
“mamam”, yang seharusnya “makan”. Hal tersebut karena anak kecil masih
kesulitan berbicara bahasa sebenarnya sehingga terjadi penyimpangan
bahasa, padahal makna kedua kata tersebut sebenarnya sama.

b. Variasi
Perubahan bahasa terjadi disebabkan oleh masyarakat melalui komunikasi
sehari-hari yang mana dapat memberi inovasi terbaru dalam elemen bahasa
dan menerapkannya pada lingkungan atau golongan orang tersebut.
Contoh :
Kata “gosip” diganti “rumpi”.
c. Teleologi
Perubahan bahasa terjadi karena penuturnya memiliki tujuan yang ingin
dicapai.
Contoh :
Pengungkapan bahasa yang menunjukkan keadaan yang lain.

d. Ekonomisasi
Perubahan bahasa terjadi karena tujuan mempermudah pengucapan dan
mengurangi energi seseorang dalam mengucapkan kata-kata tersebut.
Contoh :
Kalimat “Aku ingin barang itu karena murah” menjadi “Barang itu diskon”.

2. Faktor Eksternal
Penyebab perubahan bahasa dari kontak antara dua orang atau kelompok
dengan dialek atau bahasa yang berbeda. Terdapat dua teori mengenai
perubahan secara eksternal yaitu perubahan karena kelompok minoritas dan
penyederhanaan bahasa.
Contoh :
Pengucapan kata “aku” atau “saya” menjadi penyebutan umum di wilayah
Indonesia. Sedangkan di daerah Jakarta biasanya menyebut diri sendiri dengan
kata “gue”.

Contoh Analisis Perkembangan Kata


1. Perubahan kata panggilan dalam keluarga atau hubungan kekerabatan
a. Pada masa lampau, penyebutan untuk orang tua laki-laki adalah “bapak”,
kemudian berubah menjadi “ayah”. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
inovasi dalam penyebutan panggilan, yang juga terpengaruh dengan
perkembangan zaman. Kata “ayah” dinilai lebih modern dan lebih banyak
digunakan hampir semua masyarakat saat ini.
b. Perubahan penyebutan kata “ayah” menjadi “babe” karena terdapat
perbedaan mitra tutur yang disebabkan asal daerahnya berada sehingga
penyebutan nama menyesuaikan lingkungan tempat tinggal.
c. Perubahan penyebutan kata “ayah” menjadi “papa” dan “papi” karena
dinilai lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman. Biasanya banyak
digunakan pada masyarakat perkotaan.
d. Perubahan penyebutan kata “papi” menjadi “daddy” karena mendapatkan
pengaruh dari budaya barat yang terasa lebih modern dan kekinian.
e. Perubahan penyebutan kata “ayah” menjadi “abah” dan kata “ibu” menjadi
“umi” karena mendapatkan pengaruh dari budaya timur (Arab) yang telah
berkembang di Indonesia.
f. Perubahan penyebutan kata “ibu” menjadi “bunda”, karena hal tersebut
dinilai lebih halus dan terasa lebih keibuan sehingga membuat nyaman
didengar.
g. Perubahan penyebutan kata “ibu” menjadi “mamak”, “bundo”, “enyak”
karena adanya perbedaan mitra tutur yang disebabkan asal daerahnya berada
sehingga penyebutan nama menyesuaikan lingkungan tempat tinggal.
h. Perubahan penyebutan kata “ibu” menjadi “mama” dan “mami” karena
dinilai lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman. Biasanya banyak
digunakan pada masyarakat perkotaan.
i. Perubahan penyebutan kata “mami” menjadi “mommy” karena
mendapatkan pengaruh dari budaya barat yang terasa lebih modern dan
kekinian.
j. Perbedaan panggilan orang tua yang tidak sesuai pasangan nama pada
umumnya, seperti ayah-mama, ayah-bunda, papa-mami, hal tersebut karena
pemikiran bahwa nama pasangan dalam memanggil orang tua bukanlah hal
yang paten. Sehingga tidak semua orang tua sedari kecil meminta anaknya
menyebutkan panggilan mereka sesuai nama pasangan seperti ayah-ibu.

2. Perubahan kata panggilan dalam istilah perdagangan manusia.


Penggunaan terminologi tertentu memberikan efek psikologis tersendiri.
Selain efek psikologis, sebuah kata, istilah atau terminologi juga dapat
memberikan konotasi negatif atau positif, memberikan efek menurunkan
derajat seseorang atau kelompok tertentu, karena memunculkan dan menambah
stigma buruk.

Terjadinya perubahan kata dari pelacur menjadi kupu-kupu malam, wanita


tuna susila, pekerja seks komersil itu untuk menghaluskan kata pelacur yang
didengar agak kasar jika diperbincangkan. Sehingga banyak kata lain yang bisa
menjadi kata ganti pelacur dalam menyebut agar sedikit berbentuk kias. Kata
pelacur cenderung mengarah pada seseorang yang melakukan kegiatan
pelacuran sehingga terkesan merendahkan martabat seseorang. Kata kupu-
kupu malam lebih bermakna pada wanita tuna susila. Disebut tuna susila
karena perempuan itu tidak mempunyai susila.Tidak mempunyai adab dan
sopan santun dalam berhubungan seks berdasarkan norma di masyarakat. Jika
dilihat dari nilai rasa, kata kupu-kupu malam dinilai lebih tinggi dibandingkan
pelacur karena kata kupu-kupu malam merupakan bentuk kias sehingga
cenderung tidak langsung mengarah pada sesuatu yang dituju.
Namun intinya kata pelacur, kupu-kupu malam, wanita tuna susila dan
pekerja seks komersil memiliki inti makna yang sama. Mungkin pembedanya
lebih pada bahasa dari kata tersebut jika diucapkan lebih kias didengar yang
mana dan lebih kasar didengar yang mana.

Kata pelacur dulu sering digunakan untuk mengidentifikasi pekerja seks,


sehingga dapat menambah stigma buruk terhadap profesi yang satu ini.
Terminologi ‘pekerja seks’ adalah kata yang lebih tepat dan sesuai dengan
kekinian, karena itu sesuai dengan apa yang mereka lakukan yaitu bekerja
menjalankan profesi pekerjaannya dengan memberikan layanan seksual. Istilah
lain untuk pekerja seks yang dulu pernah digunakan adalah WTS (Wanita Tuna
Susila). Istilah ini sungguh tidak tepat dan sudah sama sekali tidak boleh
digunakan lagi karena jelas mengandung stigma buruk. Terminologi ‘Wanita
Tuna Susila’ yang terdapat di dalamnya dianggap sangat merendahkan
kelompok pekerja seks, karena tidak semua pekerja seks adalah wanita atau
perempuan. Banyak di antara pekerja seks itu adalah laki-laki dan transgender
atau waria.

Penggunaan istilah “PSK atau Pekerja Seks Komersil” juga kurang tepat
dan bias, karena profesi pekerjaan yang lain juga tidak diembel embeli kata
komersial, meskipun memang tujuan utamanya transaksi komersil. Karena
tidak ada istilah pekerja buruh komersil, pekerja kasar komersil, pengacara
komersil, dokter komersil, pekerja migran komersil, dll. Sebab yang namanya
pekerjaan atau profesi itu sesuai hukum ekonomi itu memang komersil. Untuk
kesetaraan, maka kata “komersil” dihilangkan dan tidak digunakan untuk
profesi pekerja seks.

Jadi, istilah ‘PS atau Pekerja Seks’ jauh lebih tepat dan lebih bermartabat
untuk profesi layanan seks ini. Sayangnya, penggunaan istilah PS atau Pekerja
Seks ini belum terlalu populer dan menyeluruh. Penggunaan terminologi yang
tepat, terutama terminologi yang bersifat sensitif, akan sangat bermanfaat bagi
banyak orang serta makin mencerdaskan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai