Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

LAPORAN KASUS

Exty Sri Wahyuni

NIM : 2008024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep dasar Hipertensi


A. Pengertian
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase
darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg
menunjukkan fase darah yang kembali kejantung (Triyanto, 2014).
Hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang sering
terjadi pada lansia, dengan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90mmHg, tekanan sistolik 150-155 mmHg
dianggap masih normal pada lansia (Sudarta, 2013).
Hipertensi merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis,
gagal jantung, stroke dan gagal ginjal ditandai dengan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg,
berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih (Smeltzer & Bare, 2013).
Berdasarkan pengertian dari beberapa sumber tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik, dengan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih
dari 90 mmHg, Hipertensi juga merupakan faktor resiko utama bagi penyakit
gagal ginjal, gagal jantung dan stroke.
B. Etiologi
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi, yaitu:
1. Etiologi
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,
sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak
ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit
renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta ras
menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial termasuk
stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan gaya hidup
(Triyanto, 2014).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal.
2. Faktor resiko
a. Faktor resiko yang bisa diubah
a. Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang
berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia
maka semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung (Triyanto,
2014).
b. Lingkungan (stress)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh
terhadap hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi
melalui saraf simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas saraf
simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara intermitten
(Triyanto, 2014).
c. Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah
kegemukan atau obesitas. Penderita obesitas dengan hipertensi
memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat
badan normal (Triyanto,2014).
d. Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan
katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas miokardial
serta terjadi vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah
(Ardiansyah,2012).
e. Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein
sebagai anti–adenosine (adenosine berperan untuk mengurangi
kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh darah sehingga
menyebabkan tekanan darah turun dan memberikan efek rileks
menghambat reseptor untuk berikatan dengan adenosine sehingga
menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan pembuluh
darah mengalami konstriksi disusul dengan terjadinya peningkatan
tekanan darah (Blush, 2014).
b. Faktor resiko yang tidak bisa dirubah
1) Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 %
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014).
2) Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma
yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, &
Mayer, 2011).
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang dihantarkan
dalam bentuk impuls bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis.
Saraf simpatis bergerak melanjutkan keneuron preganglion untuk melepaskan
asetilkolin sehingga merangsang saraf pasca ganglion bergerak ke pembuluh
darah untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga ikut
bekerja mengatur tekanan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2008). Mekanisme
ini antara lain :
1. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi pembuluh
darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprin oleh medulla
adrenal ke dalam darah. Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di
dalam sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah untuk vasokonstriksi.
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor (Saferi & Mariza, 2013).
2. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi
substratrenin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan tekanan
darah dapat terjadi selama hormon ini masih menetap didalam darah (Guyton,
2012).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia (Smeltzer & Bare, 2013). Perubahan struktural dan fungsional meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan kemampuan
relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah, sehingga menurunkan kemampuan aorta
dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Saferi & Mariza, 2013).

D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
Manisfestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita
mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:
1. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah
tidak mantap.
2. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
3. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
4. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah
akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
5. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi
6. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan
aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun tanda-
tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua kali
pengukuran tekanan darah secara berurutan dan bruits (bising pembuluh darah
yang terdengar di daerah aorta abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan
femoralis disebabkan oleh stenosisatau aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi
hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan dengan keadaan
yang menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab adalah sindrom cushing yang
menyebabkan obesitas batang tubuh dan striae berwarna kebiruan, sedangkan
pasien feokromositoma mengalami sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat
dan perspirasi yang sangat banyak (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2014), Pemeriksaan fungsi kognitif awal bila menggunakan
Minimental-state examination (MMSE) dari folstein dengan skor/ angka
maksimal 30. Jika mempunyai skor dibawah 24, pasien patut dicurigai
mengalami demensia. Meskipun nilai skor ini sangat subjektif karena pengaruh
pedidikan juga berperan pada tingginya nilai skor. Tidak ada perbedaan pada
wanita maupun pria. Jadi pemeriksaan MMSE dianjurkan ditambah dengan clock
drawing test, dengan menggambar jam sekaligus diatur waktu jamnya. Nilai skor
berkisar antara 0-4 dengan perincian skor:
1. Dapat menggambar lingkaran bulat yang benar (nilai 1)
2. Penempatan nomor tepat pada tempatnya (nilai 1)
3. Lengkap 12 nomor tepat (nilai 1)
4. Penempatan panah tunjuk pendek/panjang tepat (nilai 1).
G. Komplikasi
Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2013) menyerang organ-
organ vital antar lain :
1. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infarkmiokard
menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi kemudian
menyebabkan iskemia jantung serta terjadi infark.
2. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan
progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan
aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik
menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin yang
menimbulkan nokturia.
3. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh
darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi apabila terdapat
penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran
darah yang diperdarahi otak berkurang.
H. Pengkajian fokus
Pengkajian merupakan suatu tahap yang sistemastis dalam mengumpulkan data
agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Carpenito,
2014).
Fokus pengkajian pada pasien hipertensi menurut (Nursalam, 2013) meliputi:
1. Idenditas pasien/biodata: Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat
tinggal, tanggal lahir, umur, asal.
2. Keluhan utama : merasakan sakit kepala serta sakit pada tengkuk dan leher.
merasa jantung berdebar-debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit
bernafas, mudah lelah, wajah memerah, telinga berdenging, vertigo,
pandangan kabur.
3. Riwayat keperawatan sekarang
a. Merasa pusing sakit pada tengkuk atau leher.
b. Merasa jantung berdebar-debar, sering buang air kecil di malam hari,
sulit bernafas, mudah lelah, wajah memerah, telinga berdenging, vertigo,
pandangan kabur.
4. Riwayat keperawatan masa lalu
a. Riwayat penyakit terutama riwayat hipertensi sebelumnya.
b. Riwayat alergi makanan/obat-obatan.
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
6. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin
7. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor
stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
8. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
9. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema.
10. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optik
11. Pengkajian nyeri pada klien hipertensi meliputi:
a. Ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat tidak boleh
menyangkal ketika klien mengatakan adanya nyeri karena nyeri sangat
bersifat individual. Rasa nyeri yang dialami seseorang berbeda sekali
terutama skala nyeri yang dirasakan dan hanya orang tersebut yang dapat
menjelaskan nyeri yang dialaminya.
b. Pengkajian karakteristik nyeri dibagi dalam beberapa metode yaitu
P,Q,R,S,T dengan uraian sebagai berikut:
1) P : provocate (Faktor Pencetus)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulasi nyeri pada klien
dengan melakukan observsi pada bagian tubuh yang mengalami nyeri.
Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat
dapat mengeksplorasi perasaan klien dengan menanyakan perasaan
apa yang dapat mencetuskan nyeri.

2) Q : quality(Kualitas Nyeri)
Adalah hal yang paling subyektif diungkapkan klien, klien sering
mendeskripsikan nyeri dengan kalimat berdenyut, tajam, tunpul,
berpindah-pindah, perih seperti tertindih, tertusuk dan lain-lain. Tiap-
tiap klien berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
3) R : region (Lokasi)
Dalam melakukan pengkajian lokasi nyeri perawat meminta klien
untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan nyeri oleh
klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat
meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri,
apabila bersifat difus (menyebar) maka kemungkinan akan sulit untuk
dilacak.
4) S : severe (Keparahan)
Tingkat keparahan klien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subyektif. Pada pengkajian ini klien disuruh menggambarkan
nyeri yang dirasakannya sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.
Kesulitannya adalah makna dari setiap istilah berbeda dari perawat
dan klien, tidak ada batasan khusus yang membedakan antara nyeri
ringan, sedang atau berat. Ini juga disebabkan karena pengalaman
nyeri setiap orang berbeda-beda.
5) T : time (Durasi)
Perawat menanyakan kepada klien untuk menentukan durasi, awitan
dan rangkaian nyeri misalnya menanyakan “ Kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan ?”,”Apakah nyeri
yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”,”Seberapa
sering nyeri kambuh?”.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut NANDA (2015) adalah :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan diri.

J. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah
yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Berdasarkan NANDA (2015),
intervensi atau rencana yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
Hasil yang diharapkan :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
b. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
c. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi Keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
d. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas
e. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
f. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
g. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
h. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Hasil yang diharapkan : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan
tampak nyaman.
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia
f. Beri tindakan terapi non farmakologi seperti tehnik relaksasi
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan diri.
Hasil yang diharapkan :
a. Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan
perawatan dini
b. Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
Intervensi Keperawatan:
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan
dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan
dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan pentingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat,
jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung
kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

K. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap klien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Smeltzer& Bare, 2013).
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a. Diuretik (Hidroklorotiazid) : Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan berlebih dalam tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih
ringan.
b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin) Obat-obatan
jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat aktifitas saraf
simpatis
c. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol) Fungsi dari obat jenis
beta bloker adalah untuk menurunkan daya pompa jantung, dengan
kontra indikasi pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan
seperti asma bronkial.
d. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin) : Vasodilator bekerja secara langsung
pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.
e. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril) Fungsi
utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II dengan
efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
f. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan) Daya pompa jantung
akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat reseptor
angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor.
g. Antagonis Kalsium (Diltiasemdan Verapamil) Kontraksi jantung
(kontraktilitas) akan terhambat.
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis menurut Hidayat
(2015), terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah, yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal, mengatasi obesitas juga dapat
dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan
serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg
maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
b. Kurangi asupan natrium, pengurangan konsumsi garam menjadi ½
sendok teh/hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg
dan tekanan diastolik sebanyak 2,5 mmHg.
c. Batasi konsumsi alkohol, konsumsi alkohol harus dibatasi karena
konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para
peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak meminum beralkohol.
d. Diet yang mengandung kalium dan kalsium kaplan, pertahankan asupan
diet potassium ( > 90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet
tinggi buah dan sayur seperti pisang, alpukat, pepaya, jeruk, apel, dan
kacang-kacangan, kentang dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total.
e. Menghindari merokok, merokok memang tidak berhubungan secara
langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat
menimbulkan resiko komplikasi pada klien hipertensi seperti penyakit
jantung dan stroke, maka perlu dihindari rokok karena dapat
memperberat hipertensi.
f. Berolahraga teratur dapat menyerap dan menghilangkan endapan
kolesterol pada pembuluh nadi. Olah raga yang dimaksud adalah gerak
jalan, berenang, naik sepeda dan tidak dianjurkan melakukan olah raga
yang menegangkan seperti tinju, gulat atau angkat besi karena latihan
yang berat dapat menimbulkan hipertensi.
g. Latihan relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stres atau
ketegangan jiwa. Kendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu
yang damai dan menyenangkan, mendengarkan musik dan bernyanyi
sehingga mengurangi respons susunan saraf pusat melalui penurunan
aktifitas simpatetik sehingga tekanan darah dapat diturunkan.
h. Memberi kesempatan tubuh untuk istirahat dan bersantai dari pekerjaan
sehari-hari yang menjadi beban jika tidak terselesaikan. Jika hal ini
terjadi pada Anda, lebih baik melakukan kegiatan santai dulu. Setelah
pikiran segar kembali akan ditemukan cara untuk mengatasi kesulitan itu.
i. Membagi tugas yang kita tidak bisa selesaikan dengan sendiri dapat
mengurangi beban kita. Orang yang berpendapat dirinya mampu
melakukan segala hal dengan sempurna biasa disebut perfeksionis, orang
ini akan selalu stres dan menanggung beban kerja dan pikiran berlebihan.
Kita harus sadar bahwa kemampuan setiap orang terbatas untuk mampu
mengerjakan segala-galanya. Dengan memberi kesempatan pada orang
lain untuk membantu menyelesaikan tugas kita, beban kita dapat
berkurang dan kita juga banyak teman, yang tentunya akan menimbulkan
rasa bahagia.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2010). Dasar-dasar dokumentasi keperawatan. Jakarta: EGC

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Ardiansyah, M. (2012). Medikal bedah. Yogyakarta: DIVA Press

Asmadi. ( 2008 ). Konsep dasar keperawatan, Jakarta: EGC

Bahrudin dan Najib. (2016). Modul bahan hajar cetak keperawatan : keperawatan
medikal bedah I. Jakarta: BPPSDM Kesehatan

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medical bedah : manajemen klinis
untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika

Carpenito, L. J. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Alih bahasa, Nike Budhi
Subekti; editor edisi bahasa indonesia, Egi Komara yudha (et al.) Jakarta : EGC

DinKes Prov Jateng. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jateng, 2016.


https://dinkesjatengprov.go.id

DinKes Semarang. (2017). Profill Kesehatan Kota Semarang 2016.


dinkes.semarangkota.go.id

Dinkes, Jateng. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016. Semarang:
Dinkes Jateng

Herdman. (2012). Diagnosis keperawatan, definisi dan klasifikasi. Jakarta : EGC

Mubarak, W.I. (2008). Buku ajar kebutuhan dasar manusia : teori dan aplikasi dalam
praktik. Jakarta: Media Aesculapius

Murwani, A. (2011). Perawatan pasien penyakit dalam. Jilid I. Edisi I. Yogyakarta :


Gosyen Publising

Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Nursalam, 2008.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika
Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.
Jakarta : EGC

Potter, & Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses,


Dan Praktik, edisi 7, Volume.3. Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku ajar keperawatan dasar. Edisi 10.
Jakarta : EGC

Saiful Nur Hidayat. (2015). Asuhan keperawatan pada pasien hipertensi. Ponorogo :
UNMUH Ponorogo Press

Sandu Suyoto, dan Ali Sodiq. (2015). Dasar metodologi penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing

Setyawati.2014. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Pada Leher Terhadap Penurunan


Intensitas Nyeri Kepala Pada Pasian Hipertensi Di Rsud Tugurejo Semarang.
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol II No 2 Tahun 2014

Siswanto, dkk. (2013). Metodologi penelitian kesehatan dan kedokteran. Yogyakarta:


Bursa Ilmu

Smeltzer, S. C, dan Bare, B. G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Alih bahasa oleh Agung Waluyo (dkk). Jakarta : EGC

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC.

Udjianti, W. J., (2011), Keperawatan Kardiovaskular, Seleba medika, jakarta.

Anda mungkin juga menyukai