Anda di halaman 1dari 8

REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK

RENER BRANCHO KARWUR, S.STP


KELAS C

1. Dimana regulasi yang mengatur tentang prinsip-prinsip Standar Pelayanan Minimum (SPM)?
Tuliskan dan jelaskan prinsip-prinsip tersebut!
- Prinsip SPM diatur dalam PP No. 65/2005. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah:
a. SPM adalah instrumen bagi pemerintah dan daerah untuk menjamin akses dan mutu
pelayanan dasar bagi masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan
wajib. Sebagai negara kesatuan, negara memiliki kompetensi untuk mengatur standar
pelayanan yang berlaku secara nasional. SPM dirancang sebagai instrumen NKRI untuk
menjamin hak-hak dasar warga dan masyarakat untuk memperoleh jenis dan mutu
pelayanan dasar tertentu. SPM dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mewujudkan
pemerataan dan keadilan dalam pelayanan publik. Semua warga di mana pun mereka
bertempat tinggal memiliki hak-hak untuk memperoleh akses terhadap jenis pelayanan
dasar dengan mutu yang ditentukan oleh pemerintah.
b. SPM dirumuskan dalam rangka melaksanakan urusan wajib. Pemerintah mewajibkan
daerah untuk menyelenggarakan pelayanan wajib yang diatur dalam UU No. 32/2004
dan PP No. 38/2007. Sebagian dari urusan wajib terkandung pelayanan dasar tertentu
yang pelaksanaannya oleh daerah harus berdasarkan SPM yang ditentukan oleh
pemerintah. Daerah tidak boleh melaksanakan pelayanan dasar sesuai dengan
keinginannya sendiri, terkait dengan jenis dan mutunya. Minimal jenis dan mutu
pelayanan dasar ditentukan oleh pemerintah melalui SPM. Tentu ini tidak berarti bahwa
daerah tidak boleh menyelenggarakan pelayanan yang berbeda dengan yang diatur
dalam SPM. Daerah boleh, bahkan dianjurkan, menyelenggarakan pelayanan dasar yang
jenis dan mutunya di atas standar minimal yang ditentukan oleh pemerintah.
c. SPM berlaku untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah
mendesentralisasi urusannya kepada provinsi dan kabupaten/kota. Di antara urusan
yang didesentralisasikan kepada provinsi dan kabupaten/kota sebagian bersifat wajib
dan di dalamnya terkandung pelayanan dasar tertentu. Provinsi dan kabupaten/kota
dalam menyelenggarakan pelayanan dasar harus berdasar pada SPM yang ditentukan
oleh pemerintah.
d. SPM dirumuskan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan prioritas nasional dan
daerah. Kebutuhan dan aspirasi pelayanan dasar masyarakat bersifat dinamis. SPM tidak
bersifat konstan tetapi dapat berubah setiap saat sesuai dengan dinamika yang terjadi
pada tingkat nasional ataupun daerah. Dalam merumuskan SPM pemerintah
memperhatikan prioritas nasional. Prioritas nasional perlu ditentukan mengingat
kapasitas pemerintah dan daerah terbatas sementara jumlah pelayanan dasar dan
mutunya cenderung meningkat sesuai dengan meningkatnya aspirasi dan kebutuhan
masyarakat.
e. Daerah dapat melaksanakan SPM sesuai dengan prioritas daerah. Oleh karena
variabilitas daerah dalam banyakaspek kehidupan sangat tinggi, maka daerah perlu
diberi ruang dalam menentukan prioritas pelaksanaan SPM. Kemampuan keuangan,
kapasitas kelembagaan dan personel berbeda-beda karenanya daerah dapat
menentukan prioritas pelaksanaan SPM sesuai dengan kemampuannya.
f. SPM dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan keuangan dan kapasitas
kelembagaan pemerintah dan daerah serta dapat dilaksanakan secara bertahap. SPM
hanya akan dapat berjalan dengan baik ketika standar yang ditentukan bersifat realistis
dan sesuai dengan kemampuan pemerintah dan daerah. Jika standar pelayanan terlalu
tinggi dan melebihi kemampuan pemerintah memberi dukungan kepada daerah dan
melebihi kapasitas daerah melaksanakannya maka SPM tidak akan efektif. Perumusan
SPM harus mempertimbangkan keseimbangan antara aspirasi pelayanan dan kapasitas
daerah melaksanakannya.
g. Daerah dapat melaksanakan SPM secara bertahap sesuai dengan kemampuannya.
Daerah yang karena pertimbangan kemampuan keuangan, kelembagaan, dan personel
belum mampu menyelenggarakan pelayanan dasar tertentu sesuai dengan yang diatur
dalam SPM dapat menyusun prioritas pencapaiannya secara bertahap. Pemerintah
melakukan pengembangan kapasitas daerah, Binwas, serta monitoring dan evaluasi
kepada daerah untuk memastikan bahwa semua daerah dapat menyelenggarakan
pelayanan dasar sesuai SPM yang telah ditentukan. Pengembangan kapasitas, Binwas,
serta monitoring dan evaluasi kepada daerah provinsi dilakukan oleh pemerintah,
sedangkan untuk kabupaten/ kota dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah.
h. SPM bersifat sederhana, konkret, dan mudah diukur. Standar yang sederhana, konkret,
dan mudah diukur penting agar warga dan masyarakat luas dapat memahaminya
dengan mudah. Jika SPM mudah dipahami oleh warga dan penyelenggara pelayanan
maka mereka akan dapat menggunakannya dengan baik. Warga dapat menggunakan
SPM untuk mengetahui hak-hak dasar yang dijamin pemenuhannya oleh pemerintah
dan melindungi hak-haknya ketika dilanggar oleh daerah dan/atau rezim pelayanan.
Penyelenggara pelayanan dapat menggunakan standar sebagai dasar dan pedoman
dalam menyelenggarakan pelayanan.

2. Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan SPM?


- Masalah tersebut secara umum bersumber dari dua hal, yaitu kerancuan konsep dan
indikator SPM dan strategi implementasi yang tidak efektif. Kerancuan konsep dan indikator
SPM memiliki kontribusi terhadap munculnya berbagai kendala dan problem dalam
implementasi SPM. Ketidakjelasan konsep SPM memberi ruang kepada kementerian dan
LPND untuk mendefinisikan SPM secara berbeda. Ketidakjelasan konsep dan indikator juga
menimbulkan kebingungan para agen pelaksana di provinsi dan kabupaten/kota tentang
tindakan yang harus dilakukannya dan bagaimana kinerja akan dinilai. Interaksi antara
problem dalam perumusan SPM dan problem dalam implementasi SPM menambah
kompleksitas yang sudah ada dalam implementasi SPM. Rendahnya komitmen dan
kepedulian aktor-aktor daerah terhadap pelaksanaan SPM, terbatasnya sumber daya yang
tersedia untuk implementasi SPM sebagai akibat dari mismanajemen dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, rendahnya efektivitas monitoring, serta evaluasi
dan Binwas yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga. Kekaburan konsep dan indikator
SPM cenderung memperburuk kualitas implementasi SPM oleh daerah.

3. Bagaimana seharusnya strategi Pemerintah dalam mereformasi untuk efektivitas pelaksanaan


SPM?
- Untuk melembagakan SPM dalam penyelenggaraan pemerintahan dan mempercepat
pelaksanaannya, maka pemerintah perlu melakukan serangkaian kegiatan sebagai berikut:
a. Mengingat kapasitas pemerintah yang terbatas, sebaiknya pemerintah fokus pada
sejumlah pelayanan dasar yang memang sangat strategis untuk diberi prioritas dalam
pemenuhannya. Jumlah pelayanan dasar yang diatur dalam SPM dapat ditambah secara
bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah pusat dan daerah.
b. Dalam merumuskan SPM sebaiknya pemerintah fokus pada perumusan standar tentang
jenis dan mutu pelayanan yang menjadi hak setiap warga negara yang minimal harus
dipenuhi oleh negara. Mengacu pada praktik internasional, standar pelayanan biasanya
mengatur tentang standar yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan, bukan
sebagai target cakupan pelayanan yang harus dicapai oleh pemerintah daerah.
c. Dalam merumuskan standar pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang
menjadi urusan wajib daerah K/L sebaiknya fokus pada standar hasil/outcome.
Mengingat kapasitas pemerintah terbatas dan variabilitas daerah dalam berbagai aspek
sangat tinggi, maka standar sebaiknya fokus pada standar hasil. Mewajibkan pemerintah
daerah untuk mencapai standar input, proses bukan hanya tidak efisien tetapi juga
sering tidak menjamin terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas.
d. Adanya kerancuan perumusan SPM yang diterbitkan oleh kementerian sektoral
menunjukkan bahwa peran Kemdagri sebagai focal point dalam perumusan dan
pelaksanaan SPM tidak berjalan dengan baik. Untuk itu, pemberdayaan staf
Kementerian Dalam Negeri, terutama yang terlibat dalam proses konsultasi dan fasilitasi
perumusan SPM harus dilakukan. Mereka harus memiliki pemahaman yang sama
tentang substansi SPM, terutama tentang tujuan pembuatan standar, perumusan
standar yang benar, cara perumusan indikator, dan cara pengintegrasian program
pelaksanaan SPM dengan rencana pembangunan daerah.
e. Perlu ada pembagian peran yang jelas antara Kemdagri sebagai focal point dan
penanggung jawab urusan pemerintahan umum dan K/L sebagai penanggung jawab
urusan teknis/sektoral dalam pembinaan dan peningkatan kapasitas daerah untuk
penerapan SPM. Ketidakjelasan pembagian peran yang jelas antara Kemdagri dengan
K/L terkait sering menghasilkan tumpang-tindih dan kekosongan dalam Binwas, Monev,
dan pembangunan kapasitas daerah.
f. Pemerintah perlu melakukan mainstreaming penerapan SPM secara konsisten. Untuk
itu, berbagai insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah untuk mengintegrasikan
SPM dalam RPJMD, menjadikan pencapaian indikator kinerja sebagai IKU (indikator
kinerja utama) dalam alokasi anggaran, dan menjadikannya sebagai bagian dari evaluasi
kinerja daerah perlu dilakukan. Lebih dari itu, tekanan kepada pemerintah daerah untuk
secara konsisten menerapkan SPM perlu dibuat. Salah satu caranya dengan melakukan
pendidikan publik terutama para pemangku kepentingan tentang pentingnya peran
penerapan SPM sebagai kebijakan untuk menjamin hak-hak konstitusional warga dalam
pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar. Membangun kesadaran warga tentang hak-
hak dasar mereka dan bagaimana mereka dapat mengawasi kinerja pemerintahnya
dalam memenuhi hak-hak dasarnya sangat penting dilakukan oleh Kemdagri sebagai
focal point bagi penerapan SPM.

4. Siapa yang harus mengambil tindakan dan tindakan apa yang harus di ambil dalam usaha
mengembalikan Reformasi Birokrasi kejalur yang benar?
- Yang harus berperan aktif dalam usaha mengembalikan Reformasi Birokrasi kejalur yang
benar tentu saja adalah Pemerintah, dengan mengambil tindakan sebagai berikut:
- Pertama, RB harus kontekstual dan melibatkan para pemangku kepentingan. RB menjadi
kontekstual manakala perubahan internal birokrasi ditentukan oleh kebutuhan dan aspirasi
pemangku kepentingannya. Misalnya, perubahan yang harus dilakukan oleh Kementerian
Perindustrian ditentukan oleh kebutuhan untuk melayani dan memfasilitasi pengusaha,
pekerja dan pelaku industri lainnya. Area perubahan dan indikator keberhasilannya harus
didiskusikan dan disepakati bersama oleh representasi mereka, seperti ASPINDO, KADIN,
dan Serikat Pekerja. Bahkan, mereka seharusnya dilibatkan dalam menilai keberhasilan dari
pelaksanaan RB di Kementerian tersebut.
- Kedua, pemerintah mendatang perlu mengaitkan pelaksanaan RB dengan pencegahan
korupsi. Sebagian besar kasus korupsi terjadi di dalam, melalui, atau sedikitnya melibatkan
birokrat. RB dapat memberi kontribusi pencegahan korupsi kalau RB dikaitkan dengan
pengembangan sistem integritas di masing-masing K/L. Sementara itu, pemerintah
cenderung terperangkap pada seremoni pencanangan zona integritas dan wilayah bebas
korupsi, tetapi tidak memiliki efek terhadap penguatan sistem integritas. Sistem integritas
hanya dapat diperkuat kalau setiap K/L memiliki institusi dan mekanisme yang jelas untuk
mencegah konflik kepentingan, pengelolaan gratifikasi. Kemajuan internalisasi sistem
integritas harus menjadi ukuran yang penting dari keberhasilan RB di masing-masing K/L/D.
- Ketiga, pemerintah sebaiknya mentransformasi pemberian renumerasi menjadi perbaikan
sistem penggajian yang berkeadilan.
- Keempat, pemerintah mendatang perlu mengubah karakter pegawai ASN agar lebih sesuai
dengan pelayan warga dan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk membawa Indonesia
memasuki globalisasi. Dalam konteks ini, revolusi mental yang digagas Jokowi–JK menemui
relevansinya. Oleh karena memiliki mindset, sikap dan perilaku sebagai penguasa yang juga
membuat para pegawai ASN sering kali terperangkap pada perilaku korupsi.

5. Kenapa perlu adanya Reformulasi Fungsi Pemerintah?


- Reformulasi fungsi pemerintah perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah tepat, sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan publik, dan mampu
menjawab tantangan yang dihadapi baik domestik maupun global. Ada beberapa
pertimbangan mengapa reformulasi urusan pemerintahan perlu dilakukan.
a. Pertama, pemerintah telah melakukan desentralisasi sebagian besar urusannya kepada
daerah. Akan tetapi, realitasnya lembaga pemerintah pusat, termasuk pegawai, gedung,
dan anggaran yang dikelolanya justru makin bertambah banyak. Kementerian dan
lembaga di lingkungan Pemerintah Pusat tetap mempertahankan dan berusaha
membengkakkan lembaganya walaupun fungsi dan perannya semakin berkurang.
b. Kedua, kemampuan dunia usaha dan masyarakat sipil dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat semakin besar. Sebagian dari urusan yang dulu dikerjakan pemerintah dapat
diserahkan kepada lembaga nonpemerintah. Pemerintah cukup membuat peraturan,
mengalokasikan anggaran, mendorong lembaga nonpemerintahuntuk
menyelenggarakan pelayanan dan melakukan pembinaan dan pengawasan.
Transformasi kelembagaan pemerintah karenanya perlu dilakukan sesuai dengan
perubahan peran pemerintah.
c. Ketiga, keberpihakan dan kepedulian pemerintah terhadap satu masalah publik tidak
harus diwujudkan dengan membentuk K/L tertentu. Pembuat UU berasumsi ketika
muncul masalah publik tertentu perlu dibentuk lembaga baru yang secara khusus
menangani masalah tersebut. Cara berpikir seperti ini perlu di kritisi. Proses
pembentukan UU tersebut di samping terlalu jauh masuk ke ranah eksekutif juga sangat
beresiko dilihat dari pertimbangan efisiensi dan efektivitas pemerintah.
d. Keempat, pembengkakan birokrasi terus berlangsung secara intens melalui berbagai
cara, antara lain pembentukan unit baru di K/L termasuk kantor perwakilan di daerah,
peningkatan status eselon pejabatnya, dan perluasan lingkup kegiatannya.
Pembengkakan birokrasi membuat pemerintah menjadi semakin terfragmentasi dan
membuat proses pemerintahan menjadi kompleks, mahal, dan menimbulkan benturan
antar-K/L. Akibatnya, masyarakat akan semakin sulit ketika berhubungan dengan
pemerintahnya, termasuk ketika mereka akan mengakses pelayanan publik.

6. Kapan Negara Indonesia dapat membangun Pemerintah Berkelas Dunia?


- Ketika Pemerintah Indonesia mendatang berani mengambil langkah strategis untuk menata
kembali struktur kelembagaan pemerintahan agar menjadi lebih solid, efisien, dan efektif.
Untuk itu, diperlukan kepemimpinan yang kuat dan visioner yang berani mengambil
tindakan yang tidak populer untuk membentuk kelembagaan yang tepat fungsi dan tepat
ukuran. Pengalaman selama ini, penataan kelembagaan kementerian dan LPNK dapat
dilakukan tanpa harus menimbulkan gejolak dan resistensi internal yang berarti. Oleh
karena itu, penataan kelembagaan pemerintahan sebenarnya dapat dilakukan.

Pemerintah mendatang juga perlu mengembalikan kebijakan reformasi birokrasi ke jalur


yang tepat dengan mengaitkan reformasi birokrasi secara langsung dengan misi birokrasi
untuk menyelenggarakan pelayanan publik dan/atau menyelesaikan masalah publik, seperti
pemberdayaan penduduk miskin, pemberantasan perilaku korupsi, dan masalah-masalah
lainnya yang menjadi perhatian publik. Reformasi birokrasi dirancang bukan untuk birokrasi
itu sendiri, tetapi untuk memastikan birokrasi mampu memberikan kontribusi terhadap
penyelesaian masalah publik. Oleh karena itu, reformasi birokrasi harus kontekstual, fokus
pada pemenuhan kebutuhan publik, dan menyentuh problematika kultural yang selama ini
menghambat kinerja birokrasi.

Untuk mempercepat transformasi menuju pemerintah berkelas dunia, pemerintah perlu


mempercepat terbentuknya kepemimpinan transformatif dalam lingkungan ASN.
Kepemimpinan transformatif itu dapat diwujudkan melalui pembentukan sekolah kader
yang memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, jiwa kepeloporan yang tinggi, mampu
menunjukkan keteladanan, dan memiliki kemampuan bertindak berdasarkan perspektif
“whole-of-government. Pembentukan kepemimpinan transformatif juga dapat dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan kepemimpinan berbasis eksperensial di lingkungan ASN.
Pemerintah juga perlu memberi dukungan yang konkret bagi upaya peningkatan kapasitas
pegawai ASN untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara Asia lainnya. Training rate
yang rendah yang dimiliki pegawai ASN tidak memungkinkan mereka untuk memberi
kontribusi dalam pembentukan pemerintah berkelas dunia. Apa pun yang dilakukan untuk
membenahi kelembagaan dan birokrasinya, tanpa diikuti dengan peningkatan kompetensi
dan profesionalisme pegawai ASN, cita-cita untuk membentuk pemerintah berkelas dunia
amat sulit diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai