Anda di halaman 1dari 11

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Regio Cruris
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Tulang ini
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya
terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada pangkal
proksimal berartikulasi dengan tulang femur. Bagian distal berbentuk pipih untuk
berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada tepi luar berlekatan dengan tulang fibula.
Pada ujung medial terdapat maleolus medialis. Sedangkan tulang fibula merupakan
tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul, tidak berartikulasi dengan tulang
femur, pada ujung distalnya terdapat maleolus lateralis (Johannes, Chihiro & Elke
2007).

Gambar 1. Tulang tibia dan fibula (Johannes, Chihiro & Elke 2007).
14

Tulang tibia bersama dengan otot-otot yang ada disekitarnya berfungsi


menyangga seluruh tubuh dari femur kearah superior, mengatur pergerakan untuk
menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri. Tulang tibia juga merupakan tempat
deposit mineral (kalsium, fosfor, dan hematopoiesis). Fungsi tulang adalah sebagai
berikut, yaitu:
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
2. Melindungi organ-organ tubuh
3. Untuk pergerakan (otot melekat dengan tulang untuk berkontraksi dan
bergerak)
4. Merupakan deposit mineral
5. Hematopoesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sumsum tulang)
(Johannes, Chihiro & Elke 2007)..
Vaskularisasi region cruris divaskularisasi oleh arteri Tibialis anterior dan
posterior yang merupakan cabang besar dari arteri popliteal. Dan vena savena magna
serta popliteal dengan cabang-cabangnya. Persarafan di region cruris oleh n. tibialis
anterior dan n. proneus yang menginervasi otot extensor dan abductor serta n. tibialis
posterior n. popliteal menginervasi fleksor dan otot tricep surae (Johannes, Chihiro &
Elke 2007).
Struktur otot bagian posterior region cruris superficial terdiri dari lapisan m.
gastrocnemius, tendon m. plantaris, dan m. soleus. Sedangkan pada bagian posterior
terdapat m. flexor digitorum longus. Pada bagian lateral terdapat m. peroneus longus
dan m. brevis, bagian anterior terdapat m. tibialis anterior, m. extensor digitorum
longus dan m. brevis. Otot yang tedapat pada region cruris merupakan otot lurik yang
dapat digerakan sesuai kemauan. Oleh karena itu proses terjadinya kontraksi otot
lurik dengan otot lainnya berbeda , karena memiliki setruktur yang berbeda
(Johannes, Chihiro & Elke 2007).
15

Gambar 2. Jaringan otot cruris


(kiri), Vaskularisasi Cruris (kanan)
(Johannes, Chihiro & Elke 2007).
3.2 Fraktur
3.2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang: terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan.
Fraktur batang femur: terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami laki-laki dewasa. Patah daerah ini dapat menim-bulkan
16

perdarahan cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (Rasjad 2000;
Graham 2010).
3.2.2 Mekanisme Penyebab Fraktur
Trauma dapat bersifat:
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan.
2) Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila
tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula
atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-
berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
3.2.3 Patofisiologi Fraktur
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari
yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai
17

peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran,


kontraksi otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan
otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur,
kedua mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct force dimana
energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan yang
kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana energy kinetik akan
disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami
kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami
kelemahan.
Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah
sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan akan
terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot)
terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan
bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang
yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi
terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema,
nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel
darah putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur
tersebut.
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa:
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra talus atau fraktur buckle pada anak-anak
5. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z.
18

6. Fraktur oleh karena remuk


7. Trauma karena tarikan ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang
(Rasjad 2000; Graham 2010).
3.2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (Smeltzer & Bare
2002).
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang
(Smeltzer & Bare 2002).
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot (Smeltzer & Bare 2002).
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur (Smeltzer &
Bare 2002).
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya (Smeltzer & Bare 2002).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smeltzer & Bare 2002).
3.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi : menentukan lokasi atau luasnya fraktur (Doenges, Marry & Alice
2000)
19

2. Scan tulang, CT Scan/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan


untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : kecurigaan kerusakan vaskuler (Doenges, Marry & Alice 2000)
3.2.6 Penatalaksanaan
a. Periksa Airway, Breathing dan Circulation (Norvell 2015)
b. Periksa status neurologis
c. Penerapan balut steril untuk luka terbuka
d. Penerapan traksi untuk mengurangi deformitas, splint ekstremitas
e. Pengelolaan analgesik yang tepat (Norvell 2015)
1. Prinsip penanganan fraktur terdiri dari 4R, yaitu:
a. Rekognisi/pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnose dan tindakan
selanjutnya (Reeves, Roux & Lockhart 2001)
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimum. Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan.
Metode tertentu dipilih tergantung sifat fraktur. Untuk pemantauan selanjutnya
bisa dilakukan pemeriksaan radiologis foto cruris setelah reduksi dan imobilisasi
untuk menilai keberhasilan reposisi (Reeves, Roux & Lockhart 2001).

c. Retensi/imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
20

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin atau implan logam
(Reeves, Roux & Lockhart 2001).
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Status neurovaskuler
dipantau, ansietas maupun ketidaknyamanan dikontrol melalui pendekatan.
Latihan isometrik dan setting otot (Reeves, Roux & Lockhart 2001).
2. Tujuan utama penanganan adalah :
a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan menjaga (atau memulihkan, dalam
kasus fraktur terbuka) kulit (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
b. Mencegah atau mengenali sindroma kompartemen
c. Mempertahankan keselarasan dari fraktur
d. Memulai weightbearing (memulai penyembuhan)
e. Memulai gerakan sesegera mungkin (Solomon, Warwick & Nayagam 2010)
Low energy fractures
Sebagian besar patah tulang yang low energy, termasuk cedera Gustilo I dilihat
dari luka bisa diobati dengan non-operatif. Jika fraktur undisplaced atau minimal
displaced, full-length dari atas paha sampai leher metatarsal diterapkan dengan cara
menekuk lutut dan pergelangan kaki pada sudut kanan. Displacement dari fraktur
fibula, kecuali melibatkan sendi pergelangan kaki dapat diabaikan (Solomon,
Warwick & Nayagam 2010).
Ekstremitas diangkat dan diobservasi selama 48-72 jam. Jika terjadi edema lokasi
pemasangan gips dibagi. Pasien biasanya diperbolehkan pulang pada hari kedua atau
ketiga dengan berat badan ditopang tongkat. Penggunaan gips mungkin tidak
digunakan jika viabilitas kulit diragukan, penggunaan traksi skeletal beberapa hari
berguna sebagai langkah awal (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
Setelah 2 minggu, kontrol pemeriksaan dengan xray. Perubahan gips dari atas ke
bawah lutut mungkin sekitar 4-6 minggu. Ketika fraktur ‘lengket’, gips dipertahankan
(jika longgar gips diperbaharui) sampai fraktur menyatu yaitu sekitar 8 minggu untuk
21

anak-anak dan untuk dewasa jarang dibawah 12 minggu (Solomon, Warwick &
Nayagam 2010).
a. Exercise
Dari awal, pasien diajarkan untuk melatih otot-otot kaki, pergelangan kaki dan
lutut. Ketika gips dilepas pasien harus melatih otot-ototnya jangan dibiarkan diam.
b. Functional bracing
Pada fraktur yang stabil dengan pemasangan gips dapat berubah 4 – 6 minggu
untuk penahan fungsional lutut bawah. Ini memudahkan lutut dan melakukan full
weightbearing (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
c. Indications for skeletal fixation
Jika follow up x-ray menunjukkan hasil yang tidak memuaskan dan wedging
gagal untuk memperbaikinya, gips dilepas dan dilakukan tindakan operatif.
d. Closed intramedullary nailing
Ini adalah pilihan untuk fiksasi internal. Fraktur berkurang pada x-ray. Pada ujung
proksimal tibia yang terkena, kawat diturunkan ke kanal meduler dan kanal yang
reamed. Paku dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dipasang dari ujung proksimal
garis fraktur. Sekrup pengunci melintang dimasukkan pada proksimal dan distal.
Paska operasi, partial weightbearing dimulai sesegera mungkin, progres ke full
weightbearing jika sudah nyaman (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
e. Plate fixation
Plating baik untuk fraktur metaphyseal. Kadang juga digunakan untuk fraktur
poros tibialis yang stabil pada anak-anak.
f. External fixation
Metode ini adalah alternatif untuk nailing tertutup. Partial weightbearing
diperbolehkan dari awal dan fixator eksternal dapat diganti dengan penjepit yang
fungsional setelah ada tanda-tanda union (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).

High energy fractures


Pertimbangan yang paling penting adalah kelangsungan hidup dari jaringan lunak
yang rusak dan tulang yang mendasarinya. Jaringan di sekitar fraktur tidak terganggu
22

dan menghindari operasi terbuka kecuali sudah ada luka terbuka. Untuk patah tulang
tertutup, fiksasi eksternal dan nailing tertutup sama cocoknya (Solomon, Warwick &
Nayagam 2010).
2.2.8 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang
tidak steril (Buckley 2004).
2. Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen (Buckley 2004).
3. Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur (Buckley 2004).
4. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplay darah (Buckley 2004).
5. Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan
terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang
tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya
oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan
(Buckley 2004).
6. Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti
adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan (Buckley 2004).
7. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
8. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
23

Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah (Buckley 2004).

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen25 halaman
    Bab Iii
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen17 halaman
    BAB II Fix
    rickyfauzan
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen2 halaman
    BAB I Fix
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen9 halaman
    Bab Ii
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Revisi
    Bab Ii Revisi
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii Revisi
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB III Fix
    BAB III Fix
    Dokumen1 halaman
    BAB III Fix
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Pleno
    Pleno
    Dokumen6 halaman
    Pleno
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB III Fix
    BAB III Fix
    Dokumen1 halaman
    BAB III Fix
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Terapi
    Terapi
    Dokumen1 halaman
    Terapi
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik
    Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik
    Dokumen17 halaman
    Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik
    taufiqholmes
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Elbow & Shoulder
    Elbow & Shoulder
    Dokumen29 halaman
    Elbow & Shoulder
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Elbow & Shoulder
    Elbow & Shoulder
    Dokumen29 halaman
    Elbow & Shoulder
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Jurnalku
    Jurnalku
    Dokumen7 halaman
    Jurnalku
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan Jurnalku
    Terjemahan Jurnalku
    Dokumen3 halaman
    Terjemahan Jurnalku
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Resume Jurnalku
    Resume Jurnalku
    Dokumen3 halaman
    Resume Jurnalku
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat