BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Regio Cruris
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Tulang ini
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya
terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada pangkal
proksimal berartikulasi dengan tulang femur. Bagian distal berbentuk pipih untuk
berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada tepi luar berlekatan dengan tulang fibula.
Pada ujung medial terdapat maleolus medialis. Sedangkan tulang fibula merupakan
tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul, tidak berartikulasi dengan tulang
femur, pada ujung distalnya terdapat maleolus lateralis (Johannes, Chihiro & Elke
2007).
Gambar 1. Tulang tibia dan fibula (Johannes, Chihiro & Elke 2007).
14
perdarahan cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (Rasjad 2000;
Graham 2010).
3.2.2 Mekanisme Penyebab Fraktur
Trauma dapat bersifat:
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan.
2) Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila
tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula
atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-
berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
3.2.3 Patofisiologi Fraktur
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari
yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai
17
c. Retensi/imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
20
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin atau implan logam
(Reeves, Roux & Lockhart 2001).
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Status neurovaskuler
dipantau, ansietas maupun ketidaknyamanan dikontrol melalui pendekatan.
Latihan isometrik dan setting otot (Reeves, Roux & Lockhart 2001).
2. Tujuan utama penanganan adalah :
a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan menjaga (atau memulihkan, dalam
kasus fraktur terbuka) kulit (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
b. Mencegah atau mengenali sindroma kompartemen
c. Mempertahankan keselarasan dari fraktur
d. Memulai weightbearing (memulai penyembuhan)
e. Memulai gerakan sesegera mungkin (Solomon, Warwick & Nayagam 2010)
Low energy fractures
Sebagian besar patah tulang yang low energy, termasuk cedera Gustilo I dilihat
dari luka bisa diobati dengan non-operatif. Jika fraktur undisplaced atau minimal
displaced, full-length dari atas paha sampai leher metatarsal diterapkan dengan cara
menekuk lutut dan pergelangan kaki pada sudut kanan. Displacement dari fraktur
fibula, kecuali melibatkan sendi pergelangan kaki dapat diabaikan (Solomon,
Warwick & Nayagam 2010).
Ekstremitas diangkat dan diobservasi selama 48-72 jam. Jika terjadi edema lokasi
pemasangan gips dibagi. Pasien biasanya diperbolehkan pulang pada hari kedua atau
ketiga dengan berat badan ditopang tongkat. Penggunaan gips mungkin tidak
digunakan jika viabilitas kulit diragukan, penggunaan traksi skeletal beberapa hari
berguna sebagai langkah awal (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
Setelah 2 minggu, kontrol pemeriksaan dengan xray. Perubahan gips dari atas ke
bawah lutut mungkin sekitar 4-6 minggu. Ketika fraktur ‘lengket’, gips dipertahankan
(jika longgar gips diperbaharui) sampai fraktur menyatu yaitu sekitar 8 minggu untuk
21
anak-anak dan untuk dewasa jarang dibawah 12 minggu (Solomon, Warwick &
Nayagam 2010).
a. Exercise
Dari awal, pasien diajarkan untuk melatih otot-otot kaki, pergelangan kaki dan
lutut. Ketika gips dilepas pasien harus melatih otot-ototnya jangan dibiarkan diam.
b. Functional bracing
Pada fraktur yang stabil dengan pemasangan gips dapat berubah 4 – 6 minggu
untuk penahan fungsional lutut bawah. Ini memudahkan lutut dan melakukan full
weightbearing (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
c. Indications for skeletal fixation
Jika follow up x-ray menunjukkan hasil yang tidak memuaskan dan wedging
gagal untuk memperbaikinya, gips dilepas dan dilakukan tindakan operatif.
d. Closed intramedullary nailing
Ini adalah pilihan untuk fiksasi internal. Fraktur berkurang pada x-ray. Pada ujung
proksimal tibia yang terkena, kawat diturunkan ke kanal meduler dan kanal yang
reamed. Paku dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dipasang dari ujung proksimal
garis fraktur. Sekrup pengunci melintang dimasukkan pada proksimal dan distal.
Paska operasi, partial weightbearing dimulai sesegera mungkin, progres ke full
weightbearing jika sudah nyaman (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
e. Plate fixation
Plating baik untuk fraktur metaphyseal. Kadang juga digunakan untuk fraktur
poros tibialis yang stabil pada anak-anak.
f. External fixation
Metode ini adalah alternatif untuk nailing tertutup. Partial weightbearing
diperbolehkan dari awal dan fixator eksternal dapat diganti dengan penjepit yang
fungsional setelah ada tanda-tanda union (Solomon, Warwick & Nayagam 2010).
dan menghindari operasi terbuka kecuali sudah ada luka terbuka. Untuk patah tulang
tertutup, fiksasi eksternal dan nailing tertutup sama cocoknya (Solomon, Warwick &
Nayagam 2010).
2.2.8 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang
tidak steril (Buckley 2004).
2. Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen (Buckley 2004).
3. Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur (Buckley 2004).
4. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplay darah (Buckley 2004).
5. Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan
terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang
tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya
oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan
(Buckley 2004).
6. Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti
adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan (Buckley 2004).
7. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
8. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
23
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah (Buckley 2004).