Anda di halaman 1dari 25

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Kulit


Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira
16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai
berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, penghantar panas, penyerap, indera
perasa, dan fungsi sekresi (Setiabudi, 2008).
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang dan hitam,
warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003).
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis
terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada
garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora,
Derrickson, 2009).
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel
yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel
pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,

12
13

dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes) (Djuanda, 2003).

Gambar 3.1 Lapisan Kulit


3.1.1 Lapisan Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu :
1. Lapisan Basal atau Stratum Germinativum
2. Lapisan Malpighi atau Stratum Spinosum
3. Lapisan Granular atau Sratum Granulosum
4. Lapisan Tanduk atau Stratum Korneum
Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan
granular yaitu Stratum Lusidium atau lapisan-lapisan jernih.
Stratum Lusidium, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah
sel-selnya sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi
jernih sekali dan tembus sinar. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang
bening, batas- batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidium.7
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di
14

atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti
yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin
warna. Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut
terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan
membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis.
Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu korium menonjol
pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis
menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut Rete Ridges atau Rete Pegg
(prosessus interpapilaris).
Lapisan Malpighi atau lapisan spinosum/akantosum, lapisan ini merupakan
lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel–
selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel–selnya
terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk
(spina). Disebut akantosum karena sel–selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk
tersebut adalah hubungan antara sel yang lain disebut Interceluler Bridges atau
jembatan interseluler.
Lapisan granular atau stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel–sel
pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar
dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut
keratohiolin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena
banyaknya butir–butir stratum granulosum. Stratum korneum, selnya sudah mati,
tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus,
rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya
mengatur suhu tubuh, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan.
Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat pada selaput
lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta, yang terbanyak di telapak
tangan. Sekretnya cairan jernih, kira–kira 99% mengandung klorida, asam laktat,
nitrogen, dan zat lain. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang
bermuara ke folikel rambut. Tardapat di ketiak, daerah anogenital, puting susu,
dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di tapak tangan,
tapak kaki, dan punggung kaki. Terdapat banyak kulit kepala, mukakening, dan
15

dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat
lain.
Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tumbuh dari folikel rambut di
dalamnya epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasrnya
terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung
paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut. Pada folikel rambut
terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut. Rambut terdiri dari rambut
panjang di kepala, pubis dan jenggot, rambut pendek dilubang hidung, liang
telinga dan alis, rambut bulu lanugo diseluruh tubuh, dan rambut seksual di pubis
dan aksila (ketiak).
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutuoi
permukan dorsal ujung jari tangan dan kaki. Lempeng kuku terdiri dari 3 bagian
yaitu pinggir bebas, badan, dan akar yang melekat pada kulit dan dikelilingi oleh
lipatan kulit lateral dan proksimal. Fungsi kuku menjadi penting waktu mengutip
benda–benda kecil.
3.1.2 Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis
yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis
dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis
besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare
yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di
bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah
umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah
mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
3.1.3 Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
16

besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan
(Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).
3.1.4 Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus
seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya
bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi
terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap
lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan
umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat,
kekuning–kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat,
memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena
penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada
kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi
perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat
membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku
bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit
putih dari eropa dan lain-lain.
17

Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit.
Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas,
dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf
telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung
yang berselubung ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik
berakhir sekitar folikel rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau
berselubung untuk persarafan kulit.
Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat
dilihat dari keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-daerah
tersebut. Pada pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang
yang berfungsi sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap
rangsangan raba. Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan
gerakan rambut menimbulkan perasaan (raba taktil). Walaupun reseptor sensorik
kulit kurang menunjukkan ciri khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik.
Satu jenis rangsangan dilayani oleh ujung saraf tertentu dan hanya satu jenis
perasaan kulit yang disadari.
Rasa mekanik, rasa suhu dan rasa nyeri berbeda dengan alat indra yang
lain. Reseptornya tergabungdalam satu organ tertentu. Masing–masing reseptor
modalitas rasa ini berdiri sendiri secara terpisah dan tersebar hampir diseluruh
bagian tubuh. Serat aferennya tidak membentuk berkas saraf khusus tetapi
tersebar pada banyak saraf perifer dan jaringan saraf di pusat. Dengan demikian
modalitas rasa ini tidak membentuk alat indra tertentu yang khas.
Rasa mekanik mempunyai beberapa modalitas (kualitas) yaitu rasa tekan,
rasa raba, dan rasa geli yang berbeda di setiap bagian tubuh tetentu. Dengan
menggunakan aestesiometer dapat diketahui bagian kulit yang paling peka
terhadap rangsangan. Pada permukaan kulit yang peka, titik tekan lebih padat
dibandingkan dengan kulit lain. Titik rasa tekan tersebut merupakan manifestasi
adanya reseptor tekan pada bagian kulit di bawahnya.
Rasa suhu mempunyai dua submodalitas yaitu rasa dingin dan rasa panas.
Reseptor dingin/panas berfungsi mengindrai rasa dingin/rasa panas dan refleks
pengaturan suhu tubuh. Reseptor ini dibantu oleh reseptor yang terdapat di dalam
sistem saraf pusat. Dengan pengukuran waktu reaksi, dapat dinyatakan bahwa
18

kecepatan hantaran rasa panas. Dengan anastesi blok rasa dingin/panas dapat
diblok sehingga objektif maupun subjektif rasa dingin dan panas dapat
dipisahkan.
Rasa propriosepsi berasal dari dalam tubuh sendiri atau disebut juga rasa
dalam. Reseptor tidak terdapat pada kulit tetapi dibagian lebih dalam yaitu di
dalam otot, tendo, dan sendi. Informasi propriosepsi dihantarkan ke medulla
spinalis melalui kolom dorsal masuk ke serebelum. Sebagian berjalan ke
laminikus medial dan thalamus ke korteks. Impuls berasal dari komparan otot,
organ sensorik di dalam, dan sekitar sendi. Neuron dalam korteks sensoris
berespons terhadap gerakan–gerakan tertentu.
Rasa nyeri timbul oleh rangsangan yang merusak. Rasa nyeri ini terutama
berfungsi untuk pelindungi, mencegah kerusakan lebih lanjut dari jaringan yang
terkena. Modalitas rasa nyeri dibagi atas submodalitas nyeri somatik dan nyeri
visera. Nyeri somatik dibagi menjadi submodalitas nyeri permukaan dan nyeri
dalam. Zat kimia pada kadar tertentu dapat menimbulkan nyeri (misalnya :
asetilkoin, serotonin, histamine yang juga menimbulkan rasa gatal). Rasa nyeri
terdiri dari nyeri proyeksi. nyeri alih, hiperalgesia, hipalgesia dan nyeri kronis.
Rasa gatal merupakan bentuk khusus rasa nyeri yang timbul pada kondisi
perangsangan tertentu. Perangsangan yang berurutan dengan rangsangan makin
kuat. Suatu saat rasa gatal yang timbul diganti dengan rasa nyeri. Bila
rangsangannya mencapai intensitas yang tinggi, rasa gatal yang dialami dapat
hilang. Bila jaras spinotalamatik yang sedang dilewati rasa gatal. Rasa nyeri
dengan cara tertentu jika titik gatal sama dengan titik nyeri. Reseptor gatal terletak
pada bagian kulit permukaan sedangkan reseptor nyeri terdapat lebih dalam dari
kulit (Djuanda, 2003).
3.2 Definisi Luka Bakar
Luka Bakar (Combustio) adalah kerusakan pada jaringan kulit baik secara
langsung maupun tidak langsung dan tidak menutup kemungkinan sampai ke
organ dalam, kerusakan ini bisa disebabkan oleh kontak langsung dengan sumber
panas yaitu api, air atau uap panas, bahan kimia, radiasi maupun arus listrik (Bare
& Smeltzer 2001).
19

3.3 Etiologi
A. Termal
Luka bakar karena panas paling sering terjadi akibat tersiram air panas
yang akan membentuk luka lepuh, hingga terjadi denaturasi protein, pembentukan
oksigen radikal bebas, dan akhirnya kematian sel dengan pembentukan bekas luka
bakar (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).

Gambar 3.2 Luka bakar melepuh (kiri) dan luka bakar akibat kontak langsung
dengan benda panas (kanan) pada anak (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
B. Luka bakar listrik
Luka bakar listrik terjadi akibat aliran listrik yang diubah menjadi panas
dan menjalar ke jaringan tubuh yang merupakan konduktor yang buruk. Jumlah
panas yang dihasilkan, dan tingkat kerusakan jaringan, sama dengan 0,24
dikalikan dengan tegangan dan resistan. Listrik untuk keperluan domestic
biasanya bertegangan rendah dan cenderung menyebabkan luka bakar kecil.
Aliran listrik yang lebih besar dari 1000 Volt dapat menyebabkan kerusakan otot,
rabdomiolosis, dan gagal ginjal.
20

Gambar 3.3 Perbedaan luka bakar karena tegangan tinggi dan flash
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004)

C. Luka bakar kimiawi


Luka bakar kimiawi disebabkan paparan zat asam atau basa. Luka bakar
akibat paparan zat basa umumnya lebih dalam dibandingkan zat asam. Hal ini
karena basa menyatu dengan jaringan lemak di kulit sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih progresif, sedangkan luka bakar akibat asam akan
menyebabkan koagulasi protein (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015
& Karimi et al 2015).

Gambar 3.4 Luka bakar kimia akibat asam sulfat (Hettiaratchy &
Dziewulski 2004).
21

D. Luka bakar api


Luka bakar api sering berhubungan dengan cedera inhalasi dan penyerta
lainnya, serta cenderung mengenai kulit yang lebih dalam. Luka bakar api dan
luka bakar tersiram air panas adalah penyebab paling umum luka bakar pada
anak-anak dan dewasa di seluruh dunia (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry
2015 & Karimi et al 2015).
3.4 Patofisiologi
Kulit dapat bertahan terhadap panas sampai suhu tertentu karena adanya
kandungan air yang cukup. Pada daerah dengan vaskularisasi yang banyak,
memungkinkan terjadinya penghantaran panas dari tempat luka bakar ketempat
lain sehingga mengurangi kedalaman luka bakar. Keparahan luka bakar
ditentukan oleh derajat panas, lamanya jaringan terpapar dan ketebalan kulit yang
terkena oleh sumber panas. Kerusakan jaringan pada luka bakar jarang sekali
homogen dan biasanya terbagi atas 3 zona yaitu zona koagulasi, stasis dan
hiperemia (Gambar 2.4).
Zona ini dikenal dalam teori Jackson (Jackson’s thermal wound theory),
yang biasanya terlihat sebagai bull’s-eye pattern. Zona koagulasi merupakan
jaringan mati yang membentuk parut, terletak di pusat luka terdekat dengan
sumber panas. Jaringan pada zona ini tidak dapat diselamatkan karena telah terjadi
koagulasi nekrosis. Jaringan yang masih sehat berdekatan dengan daerah nekrotik
disebut zona stasis. Penurunan perfusi didaerah tersebut dapat menyebabkan
nekrosis. Edema yang berlangsung lama, infeksi, intervensi bedah yang tidak
perlu, dan hipotensi dapat mengkonversi zona ini ke zona koagulasi. Pada zona
hiperemia terjadi peningkatan perfusi dan merupakan daerah dengan kerusakan
minimal (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).
22

Gambar 3.5 Zona luka bakar menurut Jackson (Hettiaratchy & Dziewulski
2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015)

Gambar 3.6 Ada nekrosis di sentral dikelilingi oleh zona stasis dan zona
hyperemia (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
Proses mendasar yang terjadi pada luka bakar dapat berupa reaksi
inflamasi lokal dan sistemik, dengan hasil akhir terjadinya perpindahan cairan ke
ruang intersitisial. Efek sistemik luka bakar akan jelas terlihat bila luas luka bakar
mencapai > 20%. Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan pada luka bakar
adalah inflamasi, edema, kehilangan cairan dan elektrolit, infeksi. Pada luka bakar
terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin,
tromboksan, komplemen dan sitokin lainnya sebagai respons tubuh terhadap
adanya trauma mekanis. Hal itu menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan protein ke ruang interstisial sehingga
terjadi edema. Pada luka bakar yang luas terjadi pelepasan vasoaktif ke sirkulasi
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sistemik. Selain itu terjadi
penurunan aktivitas potensial transmembran sel sehingga terjadi perpindahan
23

sodium dan air dari ekstrasel ke intrasel yang menyebabkan pembengkakan sel
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).
Salah satu fungsi kulit adalah menapis masuknya kuman ke dalam
sirkulasi. Dengan hilangnya kulit (epidermis dan dermis) maka proses inhibisi
kuman ke sirkulasi terganggu. Kuman dapat langsung kontak ke sirkulasi
sehingga proses infeksi mudah terjadi. Infeksi secara luas akan menimbulkan
sepsis yang dapat menyebabkan kematian. Selain itu infeksi dapat terjadi akibat
translokasi bakteri dan peningkatan permeabilitas dari gastrointestinal
(Hansbrough 2010, Krishnamoorthy, Ramaiah & Bhananker 2012 & Hendry
2015).
3.5 Klasifikasi
a. Kedalaman Luka Bakar
Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya dibagi dalam 4 derajat,
dengan pembagian sebagai berikut: (Tabel 2.1).

Gambar 3.7 Klasifikasi kedalaman luka bakar sesuai lapisan anatomi kulit
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
24

Tabel 3.1. Derajat luka bakar (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).


Kedalaman Gambaran Melepuh Sensasi Waktu
Luka Bakar Penyembuhan
Epidermis Merah Tidak Ada Sangat Nyeri 1 minggu
Superficial merah jambu, Melepuh Sangat Nyeri 2-3 minggu
partial basah, waktu
Thickness pengisian
kapiler cepat
Deep partial pucat, merah Mungkin Nyeri 3 minggu, skin
thickness menetap, melepuh berkurang graft, eksisi
waktu
pengisian
kapiler
kurang
Full thickness kulit putih Tidak Tidak eksisi dan skin
atau coklat graft

b. Luas area tubuh yang terbakar


Luka bakar pada daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki dan genetalia
adalah area khusus dan harus mendapatkan perawatan (Yasti et al 2015).

Gambar 3.8 (a) the rule of nines. (b) skema estimasi area permukaan tubuh pada
dewasa (Yasti et al 2015)
25

Gambar 3.9 Skema Lund-Browder (Yasti et al 2015).

Gambar 3.10 Estimasi praktis menggunakan telapak tangan (Yasti et al


2015)
26

Gambar 3.11 Lund and Browder charts (Noor et al 2011)


c. Keparahan Luka bakar
1. Minor burns
a. Derajat II pada dewasa dengan luas luka bakar < 15% Total Body
Surface Area (TBSA)
b. Derajat II pada anak dengan luas < 10% TBSA
c. Derajat III pada anak atau dewasa dengan luas < 2% TBSA
2. Moderate burns
a. Derajat II pada dewasa dengan luas 15-25% TBSA
b. Derajat II pada anak dengan luas 10-20% TBSA
c. Derajat III pada anak atau dewasa dengan luas 2-10% TBSA
3. Mayor burns
a. Derajat II pada dewasa dengan luas > 25% TBSA
b. Derajat II pada anak dengan luas > 20% TBSA
c. Derajat III pada anak atau dewasa dengan luas > 10% TBSA
d. Trauma inhalasi
e. Luka bakar listrik
f. Luka bakar dengan trauma lain (trauma kepala, trauma
intraabdominal, patah tulang).
g. Luka bakar saat kehamilan
27

h. Penyakit komorbid yang menambah resiko (diabetes mellitus,


penggunaan kortikosteroid, imunosupressan).
i. Luka bakar pada mata, telinga, wajah, tangan, kaki, sendi mayor
dan genetalia.
Luka bakar minor bisa mendapatkan rawat jalan sedangkan luka bakar
sedang maupun berat harus mendapatkan perawatan inap di rumah sakit (Yasti et
al 2015).
3.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis luka bakar berdasarkan klasifikasi derajat luka bakar
(Tanto, Liwang & Hanifati 2014).

Gambar 3.12 Klasifikasi luka bakar (Tanto, Liwang & Hanifati 2014)

3.7 Penatalaksanaan
a) Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Minor
1. Hentikan proses luka bakar. Jauhkan semua sumber luka bakar. Pakaian
sebaiknya dilepaskan karena dapat menahan panas. Apabila pada trauma
listrik maka hubungan listrik harus diputuskan.
2. Dinginkan luka bakar. Efektif pada 20 menit pertama. Irigasi dengan air
15°C selama 20 menit. Hal tersebut dapat melepas bahan berbahaya,
mengurangi nyeri dan mengurangi edema dengan menstabilkan sel mast
dan pelepasan histamin. Jangan menggunkan air es karena vasokontriksi
dapat menyebabkan progresi luka bakar. Namun, mendinginkan area luka
bakar yang luas dapat menyebabkan hipotermia, terutama pada anak-anak.
Luka bakar akibat bahan kimia dapat diirigasi air sebanyak-banyaknya.
28

3. Analgesik. Obat golongan NSAIDs dapat diberikan seperti ibuprofen.


4. Tutup luka bakar. Sebaiknya dressing yang digunakan lentur, lembut,
tidak menempel, kedap, dan transparan. Penutup hanya untuk menutupi
luka tanpa membungkus luka bakar. Selimut baik untuk menjaga pasien
tetap hangat (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Indikasi pasien luka bakar dapat di rawat jalan, yaitu:
- Luka bakar derajat II menutupi <10% total permukaan tubuh dewasa
- Luka bakar derajat II menutupi <5% total permukaan tubuh anak-anak
- Tidak ada komorbid (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Tatalaksana lanjutan, yaitu:
1. Bersihkan luka dengan sabun dan air atau cairan antibakteri seperti
klorheksidin. Bila terdapat bula yang besar maka dipecahkan dari bagian
dasar, kulit mati sebaiknya dibuang dengan gunting atau jarum steril. Bula
yang kecil sebaiknya dibiarkan saja.
a. Luka bakar derajat I
- Cuci dengan air dan sabun, berikan pelembab atau antibiotik
topikal.
b. Luka bakar derajat II
- Bila terdapat bula intak, biarkan karena dapat membantu
penyembuhan luka.
- Bila bula sudah terbuka, buang semua kulit mati.
- Berikan antibiotik topikal, biasanya krim neomicyn basitrasin
(Nabecetin®) atau salep MEBO® dua kali sehari dan tutup dengan
penutup kering.
- Derajat II superfisial biasanya sembuh dalam 10-14 hari,
sedangkan derajat II dalam dapat sembuh selama 3-4 minggu.
c. Luka bakar derajat III
- Berikan antibiotik topikal, biasanya butuh waktu minimal 4
minggu untuk sembuh dan sembuh dengan jaringan parut
hipertrofik.
- Biasanya membutuhkan eksisi tangensial dan skin graft (kecuali
luka dengan diameter < 4cm).
29

2. Gunakan penutup
Idealnya dalam 24 jam perlu dilakukan dressing ulang. Pertama kali
dressing diganti setelah 48 jam kemudian setiap 3-5 hari berikutnya. Bila
luka yang diberikan dressing terasa nyeri, berbau, terkontaminasi, keluar
cairan berlebihan, atau tanda-tanda infeksi seperti demam, segera ganti
dressing. Bila luka tidak sembuh dalam 3 minggu, segera rujuk ke bedah
plastik yang menangani luka bakar. Bekas luka bakar akan kering dan
sensitif. Dalam masa penyembuhan dapat terasa gatal. Sebaiknya berikan
krim pelembab dan hindari paparan dari sinar matahari langsung.
3. Luka bakar di wajah
Sebaiknya rujuk ke spesialis bedah plastik. Namun, bila hanya Sunburn,
maka luka sebaiknya dibersihkan 2 kali sehari dengan solusio klorohksidin
terdilusi. Sebaiknya dilapisi krim seperti paraffin cair setiap 1-4 jam untuk
meminimalkan pembentukan krusta. Pasien sebaiknya tidur dengan 2
bantal dalam 48 jam pertama untuk mencegah edem wajah (Tanto, Liwang
& Hanifati 2014).
b) Tatalaksana Awal Luka Bakar Mayor
Luka bakar yang mencapai 25% atau lebih dari total permukaan tubuh.
Namun luka bakar sudah lebih dari 10% sebaiknya diperlakukan sama
dengan luka bakar mayor (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Anamnesis
Dari anamnesis dapat diketahui:
- Bahan yang menyebakan luka bakar (api, air panas, listrik, atau kimia).
- Bagaimana kontaknya dengan pasien.
- Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tatalaksana lanjutan
yang telah diberikan.
- Adakah kejadian lain yang menyertai (jatuh, tabrakan, atau ledakan).
- Adakah resiko trauma inhalasi (terutama pada kejadian ruangan
tertutup).
- Kapan terjadi dan berapa lama pejanannya.
- Sudahkah resusitasi cairan dimulai (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
30

Survey Primer :
1. Airway
Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut, sebaiknya servical tetap
dilindungi kecuali tidak terdapat jejas servical. Inhalasi gas panas dapat
menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemudian. Oleh karena itu, jaga
jalan nafas tetap paten. Bila diperlukan maka dapat dilakukan intubasi.
Tanda-tanda trauma inhalasi, yaitu:
- Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup.
- Luka bakar yang luas dan dalam area wajah, leher, atau upper torso.
- Bulu hidung yang terbakar.
- Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.
2. Breating
Seluruh pasien luka bakar sebaiknya mendapat oksigen 100% dengan non-
rebreathing mask.
- Luka bakar yang mengelilingi dada atau sangat luas dan dalam di area
dada dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi
inadekuat. Dibutuhkan tindakan eskarotomi.
- Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension pneumothorax,
kontusio paru, dan trauma alveolar yang menyebabkan adult
respiratory distress syndrome.
- Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat masuk ke dalam paru-
paru dan dapat mengiritasi paru yang menyebabkan inflamasi,
bronkospasme, bronkokhorea. Silia pneumosit yang rusak dapat
berlanjut menjadi atelektasis atau pneumonia. Dapat diberikan
nebulizer atau ventilasi tekanan positif dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP).
- Afinitas ikatan karbonmonoksida dengan deoksihemoglobin 40 kali
lebih kuat dibandingkan dengan afinitas oksigen. Karbonmonoksida
juga berikatan dengan protein intraseluler terutama melalui jalur
sitokrom oksidase. Kedua proses tersebut menyebabkan hipoksia
31

ekstraseluler dan intraseluler. Pulse oximetry tidak dapat membedakan


keduanya sehingga dapat menunjukkan hasil yang normal. Analisa gas
darah dapat menunjukkan asidosis metabolik dan peningkatan karboksi
hemoglobin. Berikan oksigen 100% untuk menggeser kedudukan
karbon monoksida dengan cepat.
3. Circulation
Buat jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
4. Disability
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.
5. Exposure
Seluruh permukaan tubuh pasien harus diperiksa termasuk punggung,
untuk mendapat estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang
menyertai. Pasien sebaiknya segera ditutupi selimut karena rentan
hipotermia, termasuk anak-anak.
6. Fluid Resuscitatian
Luka bakar >20% diperlukan pemasangan kateter urin untuk
memonitor keluaran urin. Pada anak, bila tidak memungkinkan dengan
akses intravena maka dapat menggunakan akses interoseus untuk
sementara. Namun, jalur intravena harus segera dipasang. Setelah periode
24 jam pemberian kristaloid, selanjutnya dapat diberikan ekspansi volume
intravascular (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
32

Resusitasi Cairan Formula Parkland


Total cairan yang dibutuhkan dalam 24 jam
4mL x persentase (%) luas luka bakar x berat badan (kg)
Diberikan 50% dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam setelahnya.

Pada anak-anak ditambahkan dosis pemeliharaan dalam tiap jamnya


4mL/KgBB untuk 10kg pertama berat badan, (ditambah)
2mL/KgBB untuk 10kg kedua berat badan, (ditambah)
1mL/KgBB untuk >20kg berat badan (Tanto et al, 2014).
Target Keluaran Urin
Urin output dewasa: 0,5-1mL/Kg/jam
Urin output anak-anak: 1-2mL/kg/jam (Tanto et al, 2014).
Resusitasi Cairan Formula Baxter
4cc x KgBB x % luas permukaan luka bakar
½ dari cairan ini diberikan 8 jam pertama
½ dari cairan ini diberikan 16 jam kedua
Hari pertama dberikan larutan elektrolit seperti RL karena terjadi
defisiensi ion Natrium. Hari ke dua diberikan ½ cairan dari hari pertama
(Yovita, 2010).

Tatalaksana luka bakar akibat api, yaitu:


- Jauhkan sumber panas dari pasien dan pindahkan pasien dari tempat
kejadian. Bila tidak memungkinkan maka padamkan api.
- Periksa pasien apakah ada intoksikasi asap atau carbon monoxide. Bila ada
beri oksigen 100%.
- Kebutuhan untuk intubasi trakea dievaluasi (Yasti et al 2015).
Tatalaksana luka bakar akibat listrik, yaitu:
- Sumber listrik harus diputuskan dan atau jauhkan pasien dari sumber yang
menyebabkan luka bakar.
- Kebutuhan untuk resusitasi cardiopulmonary segera dievaluasi (terutama
di luka yang diakibatkan oleh listrik tegangan rendah).
- Lihat adakah tanda-tanda trauma multipel, trauma tumpul atau trauma
penetrasi (Yasti et al 2015).
Tatalaksana luka bakar akibat kimia, yaitu:
- Bila terkena bahan kimia maka dialirkan dengan air mengalir sampai nyeri
hilang.
33

- Agen menetralisir tidak dianjurkan (kontra-indikasi menyebabkan panas


berlanjut) (Yasti et al 2015).
c) Tindakan Suportif :
Berikan analgesik, terutama luka bakar superfisial kerana sangat nyeri.
Bila NSAIDs tidak mengatasi nyeri maka dapat diberikan morfin oral
(pada luka kecil) atau intravena dengan dosis 2-3 mg setiap kali pemberian
dan dititrasi untuk kontrol. Hait-hati pada pemberian dosis yang berlebihan
karena dapat menyebabkan pasien tidak bernafas (Tanto, Liwang &
Hanifati 2014).
d) Indikasi MRS pada pasien luka bakar, yaitu:
• Pada semua usia, derajat II dan derajat III luka bakar dengan TBSA >
20%.
• Pada semua usia, derajat III luka bakar dengan TBSA ≥ 5-10 %.
• Pasien yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 50 tahun dengan
luka bakar derajat kedua dan ketiga dengan TBSA ≥10 %.
• Luka bakar pada wajah, telinga, tangan dan kaki.
• Luka bakar termasuk sendi utama.
• Luka bakar pada genital dan perineum.
• Luka bakar kimia.
• Luka bakar listrik.
• Sambaran petir.
• Cedera inhalasi.
• Beberapa trauma yang terkait.
• Komorbiditas (diabetes, hipertensi, penyakit jantung, defisiensi imun,
gangguan neurologis).
• Kehamilan.
• Ada atau dicurigai pelecehan anak (Yesti et al., 2015).
e) Indikasi Rujuk ke Unit Luka Bakar :
Seluruh luka bakar yang kompleks harus dirujuk, yaitu:
1. Usia < 5 tahun atau > 60 tahun.
2. Luka bakar mengenai wajah, tangan, atau perineum.
- Di kaki, bila kehilangan banyak kulit.
34

- Bila mengenai lipatan seperti aksila atau leher.


- Luka bakar yang meligkar diekstremitas , torso, atau leher.
3. Trauma inhalasi.
4. Trauma kimia > 5% total area tubuh, pejanan terhadap radiasi yang
mengionisasi, trauma listrik tegangan tinggi, trauma panas tekanan
tinggi, luka bakar asam hidrofluorat > 1% total luas permukaan tubuh
5. Luas kulit yang terkena:
- anak-anak usia < 16 tahun bila > 5% dari total luas permukaan
tubuh.
- dewasa > 16 tahun bila > 10% dari total luas permukaan tubuh.
6. Adanya kondisi komorbid lain yang menyertai seperti kehamilan,
imunosupresi, gangguan jantung, fraktur kepala atau kecelakaan
(Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
35

Gambar 3.13 Algoritma Penatalaksanaan Luka Bakar (Brunicardi et al., 2010)


3.8 Prognosis
Mortalitas pada pasien luka bakar dapat diprediksi menggunakan skor
Baux dengan rumus (Mortalitas = umur + persetase Total Body Surface Area
/TBSA). Kemajuan dalam pewaratan luka bakar dapat menurunkan mortalitas
pasien luka bakar dibawah skor Baux sehingga skor ini mungkin tidak akurat lagi.
Namun, berdasarkan usia, luas luka bakar, trauma inhalasi merupakan penanda
paling kuat dalam mortalitas luka bakar. Pasien dengan komorbiditas seperti HIV,
36

kanker yang telah bermetastase, penyakit ginjal dan hati dapat mempengaruhi
mortalitas pada pasien luka bakar (Brunicardi et al., 2010).

3.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi, yaitu (Brunicardi et al, 2010; Pruthi et al,
2015) :
1. Hipovolemi, Hipotermia, Gangguan pernapasan
2. Infeksi
3. Scarring, Kontraktur

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen9 halaman
    Bab Ii
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB III Revisi
    BAB III Revisi
    Dokumen11 halaman
    BAB III Revisi
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Revisi
    Bab Ii Revisi
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii Revisi
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Pleno
    Pleno
    Dokumen6 halaman
    Pleno
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Elbow & Shoulder
    Elbow & Shoulder
    Dokumen29 halaman
    Elbow & Shoulder
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen17 halaman
    BAB II Fix
    rickyfauzan
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen2 halaman
    BAB I Fix
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB III Fix
    BAB III Fix
    Dokumen1 halaman
    BAB III Fix
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • BAB III Fix
    BAB III Fix
    Dokumen1 halaman
    BAB III Fix
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Terapi
    Terapi
    Dokumen1 halaman
    Terapi
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik
    Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik
    Dokumen17 halaman
    Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik
    taufiqholmes
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Elbow & Shoulder
    Elbow & Shoulder
    Dokumen29 halaman
    Elbow & Shoulder
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Jurnalku
    Jurnalku
    Dokumen7 halaman
    Jurnalku
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Resume Jurnalku
    Resume Jurnalku
    Dokumen3 halaman
    Resume Jurnalku
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan Jurnalku
    Terjemahan Jurnalku
    Dokumen3 halaman
    Terjemahan Jurnalku
    Agis Cliquers
    Belum ada peringkat