Anda di halaman 1dari 17

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi Luka Bakar


Luka Bakar (Combustio) adalah kerusakan pada jaringan kulit baik yang
disebabkan oleh kontak langsung atau terpapar dengan sumber panas (thermal)
yaitu api, air atau uap panas, bahan kimia (chemical), radiasi (radiation) maupun
arus listrik (electrict) (Bare & Smeltzer 2001).
Luka bakar merupakan penyebab angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Di
Amerika serikat, sekitar 1,25 juta orang dengan luka bakar datang ke unit gawat
darurat setiap tahunnya. Diantaranya 63.000 orang dengan luka bakar minor
mendapatkan perawatan pertama di unit gawat darurat dan 6000 orang dengan
luka bakar mayor memerlukan perawatan inap di rumah sakit (Sheridan 2015).
Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu
27,6% (2012) di RSCM dan 26,41% (2012) di RS Dr. Soetomo (Martina &
Wardhana 2013). Data epidemiologi dari unit luka bakar RSCM pada tahun 2011-
2012 melaporkan jumlah pasien luka bakar sebanyak 257 pasien. Dengan rerata
usia adalah 28 tahun dengan rasio laki- laki : perempuan adalah 2,7 : 1. Rerata
luas luka bakar adalah 26% (range 1-98%) dan rerata lama rawatan adalah 13,2
hari. Angka mortalitas sebanyak 36,6% pada pasien dengan rerata luas luka bakar
44,5%, dengan luas luka bakar > 60 % semuanya mengalami kematian (Martina &
Wardhana 2013).
2.2 Etiologi
A. Termal
Luka bakar karena panas paling sering terjadi akibat tersiram air panas yang
akan membentuk luka lepuh, hingga terjadi denaturasi protein, pembentukan
oksigen radikal bebas, dan akhirnya kematian sel dengan pembentukan bekas luka
bakar (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).
4

Gambar 2.1 Luka bakar melepuh (kiri) dan luka bakar akibat kontak langsung dengan benda
panas (kanan) pada anak (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
B. Luka bakar listrik
Luka bakar listrik terjadi akibat aliran listrik yang diubah menjadi panas dan
menjalar ke jaringan tubuh yang merupakan konduktor yang buruk. Jumlah panas
yang dihasilkan, dan tingkat kerusakan jaringan, sama dengan 0,24 dikalikan
dengan tegangan dan resistan. Listrik untuk keperluan domestic biasanya
bertegangan rendah dan cenderung menyebabkan luka bakar kecil. Aliran listrik
yang lebih besar dari 1000 Volt dapat menyebabkan kerusakan otot,
rabdomiolosis, dan gagal ginjal.

Gambar 2.2. Perbedaan luka bakar karena tegangan tinggi dan flash
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004)
5

C. Luka bakar kimiawi


Luka bakar kimiawi disebabkan paparan zat asam atau basa. Luka bakar
akibat paparan zat basa umumnya lebih dalam dibandingkan zat asam. Hal ini
karena basa menyatu dengan jaringan lemak di kulit sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih progresif, sedangkan luka bakar akibat asam akan
menyebabkan koagulasi protein (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015
& Karimi et al 2015).

Gambar 2.3 Luka bakar kimia akibat asam sulfat (Hettiaratchy &
Dziewulski 2004).
D. Luka bakar api
Luka bakar api sering berhubungan dengan cedera inhalasi dan penyerta
lainnya, serta cenderung mengenai kulit yang lebih dalam. Luka bakar api dan
luka bakar tersiram air panas adalah penyebab paling umum luka bakar pada
anak-anak dan dewasa di seluruh dunia (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry
2015 & Karimi et al 2015).
2.3 Patofisiologi
Kulit dapat bertahan terhadap panas sampai suhu tertentu karena adanya
kandungan air yang cukup. Pada daerah dengan vaskularisasi yang banyak,
memungkinkan terjadinya penghantaran panas dari tempat luka bakar ketempat
lain sehingga mengurangi kedalaman luka bakar. Luasnya luka bakar ditentukan
oleh derajat panas, lamanya jaringan terpapar dan ketebalan kulit yang terkena
oleh sumber panas. Kerusakan jaringan pada luka bakar jarang sekali homogen
6

dan biasanya terbagi atas 3 zona yaitu zona koagulasi, stasis dan hiperemia
(Gambar 2.4).
Zona ini dikenal sebagai teori Jackson (Jacksons thermal wound theory), yang
biasanya terlihat sebagai bulls-eye pattern. Zona koagulasi merupakan jaringan
mati yang membentuk parut, terletak di pusat luka terdekat dengan sumber panas.
Jaringan pada zona ini tidak dapat diselamatkan karena telah terjadi koagulasi
nekrosis. Jaringan yang masih layak berdekatan dengan daerah nekrotik disebut
zona stasis. Penurunan perfusi didaerah tersebut dapat menyebabkan nekrosis.
Edema yang berlangsung lama, infeksi, intervensi bedah yang tidak perlu, dan
hipotensi dapat mengkonversi zona ini ke zona koagulasi. Pada zona hiperemia
terjadi peningkatan perfusi dan merupakan daerah dengan kerusakan minimal
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).

Gambar 2.4. Zona luka bakar menurut Jackson (Hettiaratchy & Dziewulski 2004,
Hendry 2015 & Karimi et al 2015)

Gambar 2.5. Ada nekrosis di sentral dikelilingi oleh zona stasis dan zona
hyperemia (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
7

Proses mendasar yang terjadi pada luka bakar dapat berupa reaksi inflamasi
lokal dan sistemik, dengan hasil akhir terjadinya perpindahan cairan ke ruang
intersitisial. Efek sistemik luka bakar akan jelas terlihat bila luas luka bakar
mencapai > 20%. Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan pada luka bakar
adalah inflamasi, edema, kehilangan cairan dan elektrolit, infeksi. Pada luka bakar
terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin,
tromboksan, komplemen dan sitokin lainnya sebagai respons tubuh terhadap
adanya trauma mekanis. Hal itu menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan protein ke ruang interstisial sehingga
terjadi edema. Pada luka bakar yang luas terjadi pelepasan vasoaktif ke sirkulasi
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sistemik. Selain itu terjadi
penurunan aktivitas potensial transmembran sel sehingga terjadi perpindahan
sodium dan air dari ekstrasel ke intrasel yang menyebabkan pembengkakan sel
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).
Salah satu fungsi kulit adalah menapis masuknya kuman ke dalam sirkulasi.
Dengan hilangnya kulit (epidermis dan dermis) maka proses inhibisi kuman ke
sirkulasi terganggu. Kuman dapat langsung kontak ke sirkulasi sehingga proses
infeksi mudah terjadi. Infeksi secara luas akan menimbulkan sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Selain itu infeksi dapat terjadi akibat translokasi bakteri
dan peningkatan permeabilitas dari gastrointestinal. Luka bakar umumnya tidak
steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman. Pada luka bakar derajat III yang di biarkan sembuh sendiri
akan mengalami kotraktur. Bila ini terjadi di persendian akan mengalami
kontraktur(Hansbrough 2010, Krishnamoorthy, Ramaiah & Bhananker 2012 &
Hendry 2015)..
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristaltic usus menurun karena syok. Akibat dari penurunan ion kalium di dalam
sel. Stres serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak dimukosa lambung atau duodenum dengan
gejala yang sama pada tukak peptic. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curcling
atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang sehingga terjadi iskemia
mukosa. Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa
8

lambung. Yang dikhawatirkan pada tukak curling ini adalah perdarahan yang
timbul sebagai hematemesis atau melena (Hansbrough 2010, Krishnamoorthy,
Ramaiah & Bhananker 2012 & Hendry 2015)..
2.4 Klasifikasi
a. Kedalaman Luka Bakar
Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya dibagi dalam 4 derajat,
dengan pembagian sebagai berikut: (Tabel 2.1).

Gambar 2.6. Klasifikasi kedalaman luka bakar sesuai lapisan anatomi kulit (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).

Tabel 2.1. Derajat luka bakar (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).


Kedalaman Gambaran Melepuh Sensasi Waktu
Luka Bakar Penyembuhan
Epidermis Merah Tidak Ada Sangat Nyeri 1 minggu
Superficial merah jambu, Bula Sangat Nyeri 2-3 minggu
partial basah, waktu
Thickness pengisian kapiler
cepat
Deep partial pucat, merah Mungkin ada Nyeri berkurang 3 minggu, skin
thickness menetap, bula graft, eksisi
waktu pengisian
kapiler
kurang
Full thickness kulit putih atau Tidak Tidak eksisi dan skin
coklat graft

b. Area tubuh yang terbakar


Luka bakar pada daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki dan genetalia
adalah area khusus dan harus mendapatkan perawatan (Yasti et al 2015).
9

Gambar 2.7. (a) the rule of nines. (b) skema estimasi area permukaan tubuh pada dewasa (Yasti et
al 2015)

Gambar 2.8. Skema Lund-Browder (Yasti et al 2015).


10

Gambar 2.9. Estimasi praktis menggunakan telapak tangan (Yasti et al 2015)

Gambar 2.10. Lund and Browder charts (Noor et al 2011)

c. Keparahan Luka bakar


1. Minor burns
a. Derajat II pada dewasa dengan luas luka bakar < 15% Total Body
Surface Area (TBSA)
b. Derajat II pada anak dengan luas < 10% TBSA
c. Derajat III pada anak atau dewasa dengan luas < 2% TBSA
2. Moderate burns
a. Derajat II pada dewasa dengan luas 15-25% TBSA
b. Derajat II pada anak dengan luas 10-20% TBSA
c. Derajat III pada anak atau dewasa dengan luas 2-10% TBSA
3. Mayor burns
a. Derajat II pada dewasa dengan luas > 25% TBSA
b. Derajat II pada anak dengan luas > 20% TBSA
c. Derajat III pada anak atau dewasa dengan luas > 10% TBSA
d. Trauma inhalasi
e. Luka bakar listrik
11

f. Luka bakar dengan trauma lain (trauma kepala, trauma


intraabdominal, patah tulang).
g. Luka bakar saat kehamilan
h. Penyakit komorbid yang menambah resiko (diabetes mellitus,
penggunaan kortikosteroid, imunosupressan).

i. Luka bakar pada mata, telinga, wajah, tangan, kaki, sendi mayor
dan genetalia.
Luka bakar minor bisa mendapatkan rawat jalan sedangkan luka bakar sedang
maupun berat harus mendapatkan perawatan inap di rumah sakit (Yasti et al
2015).
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis luka bakar berdasarkan klasifikasi derajat luka bakar (Tanto,
Liwang & Hanifati 2014).

Gambar 2.11. Klasifikasi luka bakar (Tanto, Liwang & Hanifati 2014)

2.6 Pentalaksanaan
a) Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Minor
1. Hentikan proses luka bakar. Jauhkan semua sumber luka bakar. Pakaian
sebaiknya dilepaskan karena dapat menahan panas. Apabila pada trauma
listrik maka hubungan listrik harus diputuskan.
2. Dinginkan luka bakar. Efektif pada 20 menit pertama. Irigasi dengan air
15C selama 20 menit. Hal tersebut dapat melepas bahan berbahaya,
12

mengurangi nyeri dan mengurangi edema dengan menstabilkan sel mast


dan pelepasan histamin. Jangan menggunkan air es karena vasokontriksi
dapat menyebabkan progresi luka bakar. Namun, mendinginkan area luka
bakar yang luas dapat menyebabkan hipotermia, terutama pada anak-anak.
Luka bakar akibat bahan kimia dapat diirigasi air sebanyak-banyaknya.
3. Analgesik. Obat golongan NSAIDs dapat diberikan seperti ibuprofen.
4. Tutup luka bakar. Sebaiknya dressing yang digunakan lentur, lembut, tidak
menempel, kedap, dan transparan. Penutup hanya untuk menutupi luka
bakar. Selimut baik untuk menjaga pasien tetap hangat (Tanto, Liwang &
Hanifati 2014).
Indikasi pasien luka bakar dapat di rawat jalan, yaitu:
- Luka bakar derajat II menutupi <10% total permukaan tubuh dewasa
- Luka bakar derajat II menutupi <5% total permukaan tubuh anak-anak
- Tidak ada komorbid (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Tatalaksana lanjutan, yaitu:
1. Bersihkan luka dengan sabun dan air atau cairan antibakteri seperti
klorheksidin. Bila terdapat bula yang besar maka dipecahkan dari bagian
dasar, kulit mati sebaiknya dibuang dengan gunting atau jarum steril. Bula
yang kecil sebaiknya dibiarkan saja.
a. Luka bakar derajat I
- Cuci dengan air dan sabun, berikan pelembab atau antibiotik
topikal.
b. Luka bakar derajat II
- Bila terdapat bula intak, biarkan karena dapat membantu
penyembuhan luka.
- Bila bula sudah terbuka, buang semua kulit mati.
- Berikan antibiotik topikal, biasanya krim neomicyn basitrasin
(Nabecetin) atau salep MEBO dua kali sehari dan tutup dengan
penutup kering.
- Derajat II superfisial biasanya sembuh dalam 10-14 hari,
sedangkan derajat II deep dapat sembuh selama 3-4 minggu.
c. Luka bakar derajat II
- Berikan antibiotik topikal, biasanya butuh waktu minimal 4
minggu untuk sembuh dan sembuh dengan jaringan parut
hipertrofik.
- Biasanya membutuhkan eksisi tangensial dan skin graft (kecuali
luka dengan diameter < 4cm).
13

2. Gunakan penutup
Idealnya dalam 24 jam perlu dilakukan dressing ulang. Pertama kali
dressing diganti setelah 48 jam kemudian setiap 3-5 hari berikutnya. Bila
luka yang diberikan dressing terasa nyeri, berbau, terkontaminasi, keluar
cairan berlebihan, atau tanda-tanda infeksi seperti demam, segera ganti
dressing. Bila luka tidak sembuh dalam 3 minggu, segera rujuk ke bedah
plastik yang menangani luka bakar. Bekas luka bakar akan kering dan
sensitif. Dalam masa penyembuhan dapat terasa gatal. Sebaiknya berikan
krim pelembut dan hindari paparan dari sinar matahari langsung.
3. Luka bakar di wajah
Sebaiknya rujuk ke spesialis bedah plastik. Namun, bila hanya Sunburn,
maka luka sebaiknya dibersihkan 2 kali sehari dengan solusio klorohksidin
terdilusi. Sebaiknya dilapisi krim seperti paraffin cair setiap 1-4 jam untuk
meminimalkan pembentukan krusta. Pasien sebaiknya tidur dengan 2
bantal dalam 48 jam pertama untuk mencegah edem wajah (Tanto, Liwang
& Hanifati 2014).
b) Tatalaksana Awal Luka Bakar Mayor
Luka bakar yang mencapai 25% atau lebih dari total permukaan tubuh.
Namun luka bakar sudah lebih dari 10% sebaiknya diperlakukan sama
dengan luka bakar mayor (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).

Anamnesis
Dari anamnesis dapat diketahui:
- Bahan yang menyebakan luka bakar (api, air panas, listrik, atau kimia).
- Bagaimana kontaknya dengan pasien.
- Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tatalaksana lanjutan
yang telah diberikan.
- Adakah kejadian lain yang menyertai (jatuh, tabrakan, atau ledakan).
- Adakah resiko trauma inhalasi (terutama pada kejadian ruangan
tertutup).
- Kapan terjadi dan berapa lama pejanannya.
- Sudahkah resusitasi cairan dimulai (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Survery Primer :
1. Airway
Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut, sebaiknya servical tetap
dilindungi kecuali tidak terdapat jejas servical. Inhalasi gas panas dapat
14

menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemudian. Oleh karena itu, jaga
jalan nafas tetap paten.
Tanda-tanda trauma inhalasi, yaitu:
- Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup.
- Luka bakar yang luas dan dalam area wajah, leher, atau upper torso.
- Bulu hidung yang terbakar.
- Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.
2. Breating
Seluruh pasien luka bakar sebaiknya mendapat oksigen 100% dengan
non-rebreathing mask.
- Luka bakar yang mengelilingi dada atau sangat luas dan dalam di area
dada dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi
inadekuat. Dibutuhkan tindakan eskarotomi.
- Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension pneumothorax,
kontusio paru, dan trauma alveolar yang menyebabkan adult
respiratory distress syndrome.
- Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat masuk ke dalam paru-
paru dan dapat mengiritasi paru yang menyebabkan inflamasi,
bronkospasme, bronkokhorea. Silia pneumosit yang rusak dapat
berlanjut menjadi atelektasis atau pneumonia. Dapat diberikan
nebulizer atau ventilasi tekanan positif dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP).
- Afinitas ikatan karbonmonoksida dengan deoksihemoglobin 40 kali
lebih kuat dibandingkan dengan afinitas oksigen. Karbonmonoksida
juga berikatan dengan protein intraseluler terutama melalui jalur
sitokrom oksidase. Kedua proses tersebut menyebabkan hipoksia
ekstraseluler dan intraseluler. Pulse oximetry tidak dapat membedakan
keduanya sehingga dapat menunjukkan hasil yang normal. Analisa gas
darah dapat menunjukkan asidosis metabolik dan peningkatan karboksi
hemoglobin. Berikan oksigen 100% untuk menggeser kedudukan
karbon monoksida dengan cepat.
3. Circulation
Buat jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
4. Disability
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.
5. Exposure
15

Seluruh permukaan tubuh pasien harus diperiksa termasuk punggung,


untuk mendapat estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang
menyertai. Pasien sebaiknya segera ditutupi selimut karena rentan
hipotermia, termasuk anak-anak.
6. Fluid Resuscitatian
Luka bakar >20% diperlukan pemasangan kateter urin untuk
memonitor keluaran urin. Pada anak, bila tidak memungkinkan dengan
akses intravena maka dapat menggunakan akses interoseus untuk
sementara. Namun, jalur intravena harus segera dipasang. Setelah periode
24 jam pemberian kristaloid, selanjutnya dapat diberikan ekspansi volume
intravascular (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Resusitasi Cairan Formula Parkland
Total cairan yang dibutuhkan dalam 24 jam
4mL x persentase (%) luas luka bakar x berat badan (kg)
Diberikan 50% dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam setelahnya.

Pada anak-anak ditambahkan dosis pemeliharaan dalam tiap jamnya


4mL/KgBB untuk 10kg pertama berat badan, (ditambah)
2mL/KgBB untuk 10kg kedua berat badan, (ditambah)
1mL/KgBB untuk >20kg berat badan (Tanto et al, 2014).

Target Keluaran Urin


Urin output dewasa: 0,5-1mL/Kg/jam
Urin output anak-anak: 1-2mL/kg/jam (Tanto et al, 2014).

Resusitasi Cairan Formula Baxter


4cc x KgBB x % luas permukaan luka bakar
dari cairan ini diberikan 8 jam pertama
dari cairan ini diberikan 16 jam kedua
Hari pertama dberikan larutan elektrolit seperti RL karena terjadi
defisiensi ion Natrium. Hari ke dua diberikan cairan dari hari
pertama (Yovita, 2010).

Tatalaksana luka bakar akibat api, yaitu:


- Jauhkan sumber panas dari pasien dan pindahkan pasien dari tempat
kejadian. Bila tidak memungkinkan maka padamkan api.
- Periksa pasien apakah ada intoksikasi asap atau carbon monoxide. Bila ada
beri oksigen 100%.
- Kebutuhan untuk intubasi trakea dievaluasi (Yasti et al 2015).
16

Tatalaksana luka bakar akibat listrik, yaitu:


- Sumber listrik harus diputuskan dan atau jauhkan pasien dari sumber yang
menyebabkan luka bakar.
- Kebutuhan untuk resusitasi cardiopulmonary segera dievaluasi (terutama
di luka dengan tegangan rendah).
- Lihat adakah tanda-tanda trauma multipel, trauma tumpul atau trauma
penetrasi.
- Dekompresi melalui fasiotomi untuk mencegah sindrom kompartemen
(Yasti et al 2015).

Tatalaksana luka bakar akibat kimia, yaitu:


- Pakaian yang terkena zat kimia segera dilepas.
- Bila terkena bahan kimia maka dialirkan dengan air mengalir sampai nyeri
hilang.
- Agen menetralisir tidak dianjurkan (kontra-indikasi menyebabkan panas
berlanjut) (Yasti et al 2015).
c) Tindakan Suportif :
Berikan analgesik, terutama luka bakar superfisial kerana sangat nyeri.
Bila NSAIDs tidak mengatasi nyeri maka dapat diberikan morfin oral
(pada luka kecil) atau intravena dengan dosis 2-3 mg setiap kali pemberian
dan dititrasi untuk kontrol. Hait-hati pada pemberian dosis yang berlebihan
karena dapat menyebabkan pasien tidak bernafas (Tanto, Liwang &
Hanifati 2014).
d) Indikasi MRS pada pasien luka bakar, yaitu:
Pada semua usia, derajat II dan derajat III luka bakar dengan TBSA >
20%.
Pada semua usia, derajat III luka bakar dengan TBSA 5-10 %.
Pasien yang lebih muda dari 10 tahun atau lebih tua dari 50 tahun dengan
luka bakar derajat II dan III dengan TBSA 10 %.
Luka bakar pada wajah, telinga, tangan dan kaki.
Luka bakar termasuk sendi utama.
Luka bakar pada genital dan perineum.
Luka bakar kimia.
Luka bakar listrik.
17

Flash injury.
Cedera inhalasi.
Beberapa trauma yang terkait.
Komorbiditas (diabetes, hipertensi, penyakit jantung, defisiensi imun,
gangguan neurologis).
Kehamilan.
Ada atau dicurigai pelecehan anak (Yesti et al., 2015).

e) Indikasi Rujuk ke Unit Luka Bakar :


Seluruh luka bakar yang kompleks harus dirujuk, yaitu:
1. Usia < 5 tahun atau > 60 tahun.
2. Luka bakar mengenai wajah, tangan, atau perineum.
- Di kaki, bila kehilangan banyak kulit.
- Bila mengenai lipatan seperti aksila atau leher.
- Luka bakar yang meligkar diekstremitas , torso, atau leher.
3. Trauma inhalasi.
4. Trauma kimia > 5% total area tubuh, pejanan terhadap radiasi yang
mengionisasi, trauma listrik tegangan tinggi, trauma panas tekanan
tinggi, luka bakar asam hidrofluorat > 1% total luas permukaan tubuh
5. Luas kulit yang terkena:
- anak-anak usia < 16 tahun bila > 5% dari total luas permukaan
tubuh.
- dewasa > 16 tahun bila > 10% dari total luas permukaan tubuh.
6. Adanya kondisi komorbid lain yang menyertai seperti kehamilan,
imunosupresi, gangguan jantung, fraktur kepala atau kecelakaan
(Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
18

Gambar 2.12 Algoritma Penatalaksanaan Luka Bakar (Brunicardi et al., 2010)


2.7 Prognosis
Mortalitas pada pasien luka bakar dapat diprediksi menggunakan skor Baux
dengan rumus (Mortalitas = umur + persetase Total Body Surface Area /TBSA).
Kemajuan dalam pewaratan luka bakar dapat menurunkan mortalitas pasien luka
bakar dibawah skor Baux sehingga skor ini mungkin tidak akurat lagi. Namun,
berdasarkan usia, luas luka bakar, trauma inhalasi merupakan penanda paling kuat
dalam mortalitas luka bakar. Pasien dengan komorbiditas seperti HIV, kanker
19

yang telah bermetastase, penyakit ginjal dan hati dapat mempengaruhi mortalitas
pada pasien luka bakar (Brunicardi et al., 2010).

2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi, yaitu (Brunicardi et al, 2010; Pruthi et al,
2015):
- Infeksi
- Hipovolemi
- Hipotermia
- Gangguan pernapasan
- Scarring
- Kontraktur

Anda mungkin juga menyukai