BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Luka bakar melepuh (kiri) dan luka bakar akibat kontak langsung dengan benda
panas (kanan) pada anak (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
B. Luka bakar listrik
Luka bakar listrik terjadi akibat aliran listrik yang diubah menjadi panas dan
menjalar ke jaringan tubuh yang merupakan konduktor yang buruk. Jumlah panas
yang dihasilkan, dan tingkat kerusakan jaringan, sama dengan 0,24 dikalikan
dengan tegangan dan resistan. Listrik untuk keperluan domestic biasanya
bertegangan rendah dan cenderung menyebabkan luka bakar kecil. Aliran listrik
yang lebih besar dari 1000 Volt dapat menyebabkan kerusakan otot,
rabdomiolosis, dan gagal ginjal.
Gambar 2.2. Perbedaan luka bakar karena tegangan tinggi dan flash
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004)
5
Gambar 2.3 Luka bakar kimia akibat asam sulfat (Hettiaratchy &
Dziewulski 2004).
D. Luka bakar api
Luka bakar api sering berhubungan dengan cedera inhalasi dan penyerta
lainnya, serta cenderung mengenai kulit yang lebih dalam. Luka bakar api dan
luka bakar tersiram air panas adalah penyebab paling umum luka bakar pada
anak-anak dan dewasa di seluruh dunia (Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry
2015 & Karimi et al 2015).
2.3 Patofisiologi
Kulit dapat bertahan terhadap panas sampai suhu tertentu karena adanya
kandungan air yang cukup. Pada daerah dengan vaskularisasi yang banyak,
memungkinkan terjadinya penghantaran panas dari tempat luka bakar ketempat
lain sehingga mengurangi kedalaman luka bakar. Luasnya luka bakar ditentukan
oleh derajat panas, lamanya jaringan terpapar dan ketebalan kulit yang terkena
oleh sumber panas. Kerusakan jaringan pada luka bakar jarang sekali homogen
6
dan biasanya terbagi atas 3 zona yaitu zona koagulasi, stasis dan hiperemia
(Gambar 2.4).
Zona ini dikenal sebagai teori Jackson (Jacksons thermal wound theory), yang
biasanya terlihat sebagai bulls-eye pattern. Zona koagulasi merupakan jaringan
mati yang membentuk parut, terletak di pusat luka terdekat dengan sumber panas.
Jaringan pada zona ini tidak dapat diselamatkan karena telah terjadi koagulasi
nekrosis. Jaringan yang masih layak berdekatan dengan daerah nekrotik disebut
zona stasis. Penurunan perfusi didaerah tersebut dapat menyebabkan nekrosis.
Edema yang berlangsung lama, infeksi, intervensi bedah yang tidak perlu, dan
hipotensi dapat mengkonversi zona ini ke zona koagulasi. Pada zona hiperemia
terjadi peningkatan perfusi dan merupakan daerah dengan kerusakan minimal
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).
Gambar 2.4. Zona luka bakar menurut Jackson (Hettiaratchy & Dziewulski 2004,
Hendry 2015 & Karimi et al 2015)
Gambar 2.5. Ada nekrosis di sentral dikelilingi oleh zona stasis dan zona
hyperemia (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
7
Proses mendasar yang terjadi pada luka bakar dapat berupa reaksi inflamasi
lokal dan sistemik, dengan hasil akhir terjadinya perpindahan cairan ke ruang
intersitisial. Efek sistemik luka bakar akan jelas terlihat bila luas luka bakar
mencapai > 20%. Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan pada luka bakar
adalah inflamasi, edema, kehilangan cairan dan elektrolit, infeksi. Pada luka bakar
terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin,
tromboksan, komplemen dan sitokin lainnya sebagai respons tubuh terhadap
adanya trauma mekanis. Hal itu menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan protein ke ruang interstisial sehingga
terjadi edema. Pada luka bakar yang luas terjadi pelepasan vasoaktif ke sirkulasi
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sistemik. Selain itu terjadi
penurunan aktivitas potensial transmembran sel sehingga terjadi perpindahan
sodium dan air dari ekstrasel ke intrasel yang menyebabkan pembengkakan sel
(Hettiaratchy & Dziewulski 2004, Hendry 2015 & Karimi et al 2015).
Salah satu fungsi kulit adalah menapis masuknya kuman ke dalam sirkulasi.
Dengan hilangnya kulit (epidermis dan dermis) maka proses inhibisi kuman ke
sirkulasi terganggu. Kuman dapat langsung kontak ke sirkulasi sehingga proses
infeksi mudah terjadi. Infeksi secara luas akan menimbulkan sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Selain itu infeksi dapat terjadi akibat translokasi bakteri
dan peningkatan permeabilitas dari gastrointestinal. Luka bakar umumnya tidak
steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman. Pada luka bakar derajat III yang di biarkan sembuh sendiri
akan mengalami kotraktur. Bila ini terjadi di persendian akan mengalami
kontraktur(Hansbrough 2010, Krishnamoorthy, Ramaiah & Bhananker 2012 &
Hendry 2015)..
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristaltic usus menurun karena syok. Akibat dari penurunan ion kalium di dalam
sel. Stres serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak dimukosa lambung atau duodenum dengan
gejala yang sama pada tukak peptic. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curcling
atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang sehingga terjadi iskemia
mukosa. Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa
8
lambung. Yang dikhawatirkan pada tukak curling ini adalah perdarahan yang
timbul sebagai hematemesis atau melena (Hansbrough 2010, Krishnamoorthy,
Ramaiah & Bhananker 2012 & Hendry 2015)..
2.4 Klasifikasi
a. Kedalaman Luka Bakar
Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya dibagi dalam 4 derajat,
dengan pembagian sebagai berikut: (Tabel 2.1).
Gambar 2.6. Klasifikasi kedalaman luka bakar sesuai lapisan anatomi kulit (Hettiaratchy & Dziewulski 2004).
Gambar 2.7. (a) the rule of nines. (b) skema estimasi area permukaan tubuh pada dewasa (Yasti et
al 2015)
i. Luka bakar pada mata, telinga, wajah, tangan, kaki, sendi mayor
dan genetalia.
Luka bakar minor bisa mendapatkan rawat jalan sedangkan luka bakar sedang
maupun berat harus mendapatkan perawatan inap di rumah sakit (Yasti et al
2015).
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis luka bakar berdasarkan klasifikasi derajat luka bakar (Tanto,
Liwang & Hanifati 2014).
Gambar 2.11. Klasifikasi luka bakar (Tanto, Liwang & Hanifati 2014)
2.6 Pentalaksanaan
a) Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Minor
1. Hentikan proses luka bakar. Jauhkan semua sumber luka bakar. Pakaian
sebaiknya dilepaskan karena dapat menahan panas. Apabila pada trauma
listrik maka hubungan listrik harus diputuskan.
2. Dinginkan luka bakar. Efektif pada 20 menit pertama. Irigasi dengan air
15C selama 20 menit. Hal tersebut dapat melepas bahan berbahaya,
12
2. Gunakan penutup
Idealnya dalam 24 jam perlu dilakukan dressing ulang. Pertama kali
dressing diganti setelah 48 jam kemudian setiap 3-5 hari berikutnya. Bila
luka yang diberikan dressing terasa nyeri, berbau, terkontaminasi, keluar
cairan berlebihan, atau tanda-tanda infeksi seperti demam, segera ganti
dressing. Bila luka tidak sembuh dalam 3 minggu, segera rujuk ke bedah
plastik yang menangani luka bakar. Bekas luka bakar akan kering dan
sensitif. Dalam masa penyembuhan dapat terasa gatal. Sebaiknya berikan
krim pelembut dan hindari paparan dari sinar matahari langsung.
3. Luka bakar di wajah
Sebaiknya rujuk ke spesialis bedah plastik. Namun, bila hanya Sunburn,
maka luka sebaiknya dibersihkan 2 kali sehari dengan solusio klorohksidin
terdilusi. Sebaiknya dilapisi krim seperti paraffin cair setiap 1-4 jam untuk
meminimalkan pembentukan krusta. Pasien sebaiknya tidur dengan 2
bantal dalam 48 jam pertama untuk mencegah edem wajah (Tanto, Liwang
& Hanifati 2014).
b) Tatalaksana Awal Luka Bakar Mayor
Luka bakar yang mencapai 25% atau lebih dari total permukaan tubuh.
Namun luka bakar sudah lebih dari 10% sebaiknya diperlakukan sama
dengan luka bakar mayor (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Anamnesis
Dari anamnesis dapat diketahui:
- Bahan yang menyebakan luka bakar (api, air panas, listrik, atau kimia).
- Bagaimana kontaknya dengan pasien.
- Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tatalaksana lanjutan
yang telah diberikan.
- Adakah kejadian lain yang menyertai (jatuh, tabrakan, atau ledakan).
- Adakah resiko trauma inhalasi (terutama pada kejadian ruangan
tertutup).
- Kapan terjadi dan berapa lama pejanannya.
- Sudahkah resusitasi cairan dimulai (Tanto, Liwang & Hanifati 2014).
Survery Primer :
1. Airway
Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut, sebaiknya servical tetap
dilindungi kecuali tidak terdapat jejas servical. Inhalasi gas panas dapat
14
menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemudian. Oleh karena itu, jaga
jalan nafas tetap paten.
Tanda-tanda trauma inhalasi, yaitu:
- Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup.
- Luka bakar yang luas dan dalam area wajah, leher, atau upper torso.
- Bulu hidung yang terbakar.
- Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.
2. Breating
Seluruh pasien luka bakar sebaiknya mendapat oksigen 100% dengan
non-rebreathing mask.
- Luka bakar yang mengelilingi dada atau sangat luas dan dalam di area
dada dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi
inadekuat. Dibutuhkan tindakan eskarotomi.
- Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension pneumothorax,
kontusio paru, dan trauma alveolar yang menyebabkan adult
respiratory distress syndrome.
- Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat masuk ke dalam paru-
paru dan dapat mengiritasi paru yang menyebabkan inflamasi,
bronkospasme, bronkokhorea. Silia pneumosit yang rusak dapat
berlanjut menjadi atelektasis atau pneumonia. Dapat diberikan
nebulizer atau ventilasi tekanan positif dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP).
- Afinitas ikatan karbonmonoksida dengan deoksihemoglobin 40 kali
lebih kuat dibandingkan dengan afinitas oksigen. Karbonmonoksida
juga berikatan dengan protein intraseluler terutama melalui jalur
sitokrom oksidase. Kedua proses tersebut menyebabkan hipoksia
ekstraseluler dan intraseluler. Pulse oximetry tidak dapat membedakan
keduanya sehingga dapat menunjukkan hasil yang normal. Analisa gas
darah dapat menunjukkan asidosis metabolik dan peningkatan karboksi
hemoglobin. Berikan oksigen 100% untuk menggeser kedudukan
karbon monoksida dengan cepat.
3. Circulation
Buat jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
4. Disability
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.
5. Exposure
15
Flash injury.
Cedera inhalasi.
Beberapa trauma yang terkait.
Komorbiditas (diabetes, hipertensi, penyakit jantung, defisiensi imun,
gangguan neurologis).
Kehamilan.
Ada atau dicurigai pelecehan anak (Yesti et al., 2015).
yang telah bermetastase, penyakit ginjal dan hati dapat mempengaruhi mortalitas
pada pasien luka bakar (Brunicardi et al., 2010).
2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi, yaitu (Brunicardi et al, 2010; Pruthi et al,
2015):
- Infeksi
- Hipovolemi
- Hipotermia
- Gangguan pernapasan
- Scarring
- Kontraktur