Pertimbangan Aspek Hukum Dan Perundangan Pesisir
Pertimbangan Aspek Hukum Dan Perundangan Pesisir
Dan Perundangan
Website RAMSAR
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
https://www.icriforum.org/documents/agenda-21-chapter-17/
Jakarta Mandate, 1995.
Sumber: detik.com
1. Pada pasal 56 ayat (1) huruf a Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law
of the Sea/UNCLOS)
2. Laut Natuna Utara adalah wilayah laut yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) karena
masuk dalam rentang jarak 200 nautical miles dari garis dasar (baseline) sebagaimana dimaksud pada
pasal 57 UNCLOS, sehingga Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) terhadap sumber daya
alam di Laut Natuna Utara sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 56 ayat (1)
3. Indonesia telah menandatangani UNCLOS pada tanggal 10 Desember 1982 dan meratifikasinya tanggal 3
Februari 1986. Tiongkok juga telah menandatangani UNCLOS pada tanggal 10 Desember 1982 dan
meratifikasinya pada tanggal 7 Juni 1996.
4. Negara lain tetap memiliki hak namun hanya untuk beberapa hal antara lain hak untuk melintas (freedom of
navigation), penerbangan, membentangkan kabel bawah laut dan pipa serta hak lainnya yang sesuai
dengan UNCLOS (Pasal 58 ayat (1)
5. berdasarkan pasal 73 ayat 1 UNCLOS, dalam rangka melindungi hak berdaulatnya atas sumber daya ikan
di Laut Natuna Utara berhak untuk mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk melakukan
penangkapan kapal-kapal dimaksud dan menindaklanjuti dengan langkah-langkah penegakan hukum.
Sumber: detik.com
2
Wilayah pantai Indonesia memiliki potensi
sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan yang sangat penting untuk
dikembangkan (ekosistem pantai).
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
a) Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya diluar perairan wilayah Republik
Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 sampai kedalaman 200
meter atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.
b) Kekayaan alam adalah mineral dan sumber yang tak bernyawa lainnya didasar laut dan/atau di dalam lapisan
tanah dibawahnya bersama-sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis sedinter yaitu
organisme yang pada masa perkembangannya tidak bergerak baik diatas maupun dibawah dasar laut atau
tak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah dibawahnya.
c) Eksplorasi dan eksploitasi adalah usaha-usaha pemanfaatan kekayaan alam dilandas kontinen sesuai
dengan istilah yang digunakan dalam peraturan perundangan yang berlaku dibidang masing-masing.
d) Penyelidikan ilmiah adalah penelitian ilmiah atas kekayaan alam dilandas kontinen.
UU No 5 Tahun 1983
Zona Ekonomi Eksklusif
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut
wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku
tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya
dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
UU No. 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistem.
Pemerintah Lokal
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 3
5) Kewenangan Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokkan
dalam bidang sebagai berikut:
2. Bidang Kelautan
a. Penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut Propinsi.
b. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
sebatas wilayah laut kewenangan Propinsi.
c. Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka
perikanan di wilayah laut kewenangan Propinsi.
d. Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada
perairan laut di wilayah laut kewenangan Propinsi.
e. Pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah laut
kewenangan Propinsi.
Perundangan
Undang Undang Nomor 23
Berdasarkan Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
Otoritas
Pemerintah Lokal
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 14
1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan,
serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat
dan Daerah provinsi.
6) Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi
hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4
(empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
Perundangan Undang Undang Nomor 7
Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air
Sektoral
UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air
Pasal 2
1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat
dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.
Perundangan Peraturan Pemerintah No. 69
Tahun 2001 Tentang
Kepelabuhan
Sektoral
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001
Tentang Kepelabuhan
Pasal 16
a. daerah lingkungan kerja daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang;
b. daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran,
perairan tempat labuh, perairan untuk tempat alih muat antar kapal, kolam
pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan,
tempat perbaikan kapal dan lain-lain.
Pasal 2
Perlindungan mutu laut meliputi upaya atau kegiatan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut
bertujuan untuk mencegah atau mengurangi turunnya mutu laut dan/atau rusaknya sumber daya laut.
Pasal 5
3) Dalam hal Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak menetapkan status mutu laut, maka Kepala
instansi yang bertanggung jawab menetapkan status mutu laut.
Pasal 9
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat
menimbulkan pencemaran laut.
Pasal 13
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat
menimbulkan kerusakan laut.
Pasal 15
1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut
yang diakibatkan oleh kegiatannya.
Perundangan UU No. 27 Tahun 2007 Pasal
35 Tentang Larangan-larangan
Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Sektoral dan Pulau-Pulau Kecil
(Sektor Pertambangan)
UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 35
Pasal 4
Ruang lingkup perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
a) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K;
b) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K;
c) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-
K; dan
d) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut
RAPWP-3-K.
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 27 Tahun 1991 Berisikan
Tentang Rawa yang Didalamnya
Memuat Tentang Kawasan Lahan
Basah
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 5 Tahun 2000 tentang Analisa
Mengenai Dampak
Lingkungan di Lahan Basah (AMDAL)
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 5
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 6
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib dilakukan
dengan cara mengintegrasikan kegiatan:
a. antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. antar-Pemerintah Daerah;
c. antarsektor;
d. antara Pemerintah, dunia usaha, dan Masyarakat;
e. antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut; dan
f. antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
BAB V Pemanfaatan
Bagian Kesatu tentang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
Wajib mempunyai
salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a. konservasi;
b. pendidikan dan pelatihan; Mempunyai kewajiban
c. penelitian dan pengembangan; tertentu
HP-3
d. budidaya laut;
e. pariwisata;
f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;
g. pertanian organik; dan/atau h. peternakan.
KONSERVASI
Pasal 28
(1) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
diselenggarakan untuk
menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain;
melindungi habitat biota laut; dan
melindungi situs budaya tradisional.
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
• Ruang Lingkup UU WP3K
• Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
• Larangan
• Pengawasan dan Penelitian
• Penelitian dan Pengembangan
• Penyelesaian Sengketa
• Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas UU No. 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
TUMPANG PITU
BANYUWANGI
Terletak di Desa Sumberagung,
Kecamatan Pesanggaran,
Kabupaten Banyuwangi, Provinsi
Jawa Timur dengan kegiatan
utama saat ini terfokus pada unit
bisnis produksi emas dan
tembaga di Tujuh Bukit Operation
atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Tumpang Pitu
1. Gunung Tumpang Pitu adalah ‘tetenger’ bagi mereka saat melaut. Setiap pagi, ketika mereka
berada di laut lepas, titik yang mereka cari untuk menentukan arah adalah pulau Nusa Barong
di sebelah Barat, Gunung Agung di sebelah Timur dan Gunung Tumpang Pitu ditengah-
tengahnya. Jika Gunung Tumpang Pitu menghilang maka bisa dipastikan, mereka akan
kehilangan salah satu tetenger daratan yang menjadi acuan arah.
2. Gunung Tumpang Pitu adalah benteng bagi perkampungan komunitas nelayan yang tinggal di
pesisir teluk Pancer dari ancaman angin Tenggara yang terkenal ganas pada musim-musim
tertentu. Selain itu ia juga berfungsi sebagai benteng utama terhadap bahaya ancaman
gelombang badai tsunami, sehingga cukup dipastikan jika Tumpang Pitu menghilang,
ancaman ini akan berpotensi besar dalam merenggut jumlah korban yang lebih banyak pada
masa mendatang.
Surat keputusan menggunakan
dasar hukum yang salah yaitu tidak
adanya surat keputusan menteri
kehutanan dan belum adanya
persetujuan dari masyarakat.
Melanggar Undang-undang karena telah menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan pesisir
Saham tersebut dapat
Pemerintah Kabupaten digunakan untuk membiayai
Banyuwangi mendapat sekolah anak-anak dan
Golden Share berupa membangun fasilitas di
saham dari PT. Bumi Banyuwangi, khususnya di
Sukses Indo daerah yang terdampak oleh
tambang Tumpang Pitu
2
REKLAMASI
Menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi yaitu
usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang
produktif (seperti rawa, baik rawa pasang surut maupun
rawa pasang surut gambut maupun pantai) menjadi
daerah produktif (perkebunan, pertanian, permukiman,
perluasan pelabuhan) dengan menurunkan muka air
genangan, membuat tanggul/ polder dan memompa air
keluar maupun dengan pengurugan.
i. sistem drainase
TIPOLOGO KAWASAN
REKLAMASI
Menurut Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan
Reklamasi Pantai (2007), kawasan reklamasi dibedakan menjadi beberapa
tipologi berdasarkan fungsinya yakni :
Kawasan Perumahan dan Permukiman
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Kawasan Industri
Kawasan Pariwisata
Kawasan Ruang Terbuka (Publik, RTH Lindung, RTH Binaan, Ruang
Terbuka Tata Air)
Kawasan Pelabuhan Laut / Penyeberangan
Kawasan Pelabuhan Udara
Kawasan Mixed-Use
Kawasan Pendidikan
• Reklamasi Besar yaitu kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha dan
mempunyai lingkup pemanfaatan ruang yang sangat banyak dan
bervariasi. Contoh : Kawasan reklamasi Jakarta
• Reklamasi Sedang merupakan kawasan reklamasi dengan luasan 100
sampai dengan 500 Ha dan lingkup pemanfaatan ruang yang tidak terlalu
banyak ( ± 3 – 6 jenis ). Contoh : Kawasan Reklamasi Manado
• Reklamasi Kecil merupakan kawasan reklamasi dengan luasan kecil
(dibawah 100 Ha) dan hanya memiliki beberapa variasi pemanfaatan
ruang ( hanya 1-3 jenis ruang saja ). Contoh : Kawasan Reklamasi
Makasar
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
POLA RUANG KAWASAN
Pola ruang kawasan reklamasi pantai disusun dengan memperhatikan:
1. Keseimbangan antara rencana pemanfaatan lahan untuk fungsi budi daya dan
lahan untuk fungsi lindung dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;
2. Keseimbangan komposisi lahan pemanfaatan ruang antara ruang di daratan
dengan perairan/tata biru/pantai;
3. Peruntukan kawasan reklamasi pantai harus dimanfaatkan secara efektif,
menghargai signifikasi ruang perairan, ada kesinergisan pola ruang kawasan budi
daya dengan lingkungan alami di sekitarnya;
4. Pola ruang di sepanjang garis pantai yang merupakan wilayah Garis Sempadan
Pantai (GSP) harus diarahkan menjadi ruang publik (jalan tepian pantai atau ruang
terbuka) yang dapat diakses dan dinikmati publik;
5. Pola ruang kawasan diarahkan untuk mengakumulasi beberapa fungsi kawasan
yang menghargai, menyatu dan memanfaatkan potensi pantai
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
SOSIAL
_
• Mengurangi lahanyang dianggap kurang • Peningkatan kekeruhan air,
produktif,
• Pencemaran laut,
• Penambahan wilayah, • Peningkatan potensi banjir dan genangan
•
Perlindungan pantai dari erosi,
Tempat ini menjadi muara bagi sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane serta 13 sungai
yang berhulu di Bogor.
Wacana reklamasi teluk Jakarta sebenarnya sudah dimulai sejak era Gubernur Wiyogo Atmodarminto.
Kala itu, sang Gubernur mengalamai kesulitan untuk memperluas wilayah ke daerah Selatan, sehingga
dipilihlah opsi untuk melakukan perluasan ke wilayah utara Jakarta
Jika mengacu pada gagasan awal pembangunan reklamasi, sekitar 2.700 hektar (ha) lahan bakal
bertambah di wilayah Jakarta Utara. Disamping itu, niatan untuk menguruk laut juga disandarkan pada
adanya ketimpangan pengembangan antara kotamadya Jakarta Utara dibanding kotamadya lainnya.
https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/04/03/o51dj4394-lengkap-kronologi-reklamasi-teluk-jakarta
https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
1995
• DPRD Jakarta fauzi bowo mengesahkan Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (Perda No. 1 Tahun 2012) yang
menggantikan Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang habis masa berlakunya tahun 2010
• Perda tersebut menetapkan jika Kawasan Tengah Pantura akan dijadikan lokasi
program pengembangan baru di DKI Jakarta. Yang berfungsi melayani kegiatan
berskala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Kawasan Tengah Pantura
akan menjadi pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE (Meeting,
Incentives, Convention, Exhibition), dan lembaga keuangan
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2015
• Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak
boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya
• Akibat kasus suap, DPRD DKI tidak melanjutkan pembahasan karena belum ada
kejelasan dari pemerintah pusat terkait kelanjutan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang memayungi dua Raperda yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura)
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2017
• Moratorium reklamasi yang dicanangkan sejak2016 oleh Menko Kemaritiman Rizal
Ramli dicabut oleh Menko Kemaritiman yang baru Luhut Binsar Panjaitan dengan
terbitnya surat Menko Kemaritiman Nomor S78001/02/Menko/Maritim/2017
tertanggal 5 Oktober 2017 dan pencabutan sanksi administrasi reklamasi pulau C
dan D berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
299/menlhk/setjen/kum.9/9/2017 tertanggal 12 September 2017.
• Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk
932 bangunan yang terdiri 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor, dan 311
bangunan lain.
• Aksi tersebut dikatakan oleh sejumlah pihak tidak sesuai prosedur. Lantaran
seharusnya sebelum diterbitkan izin, Pemprov DKI harus menunggu penyelesaian
tuntasnya 2 rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi yakni rencana zonasi
wilayah pesisidan dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) dan rencana tata ruang Kawasan
strategis pantai utara Jakarta
• Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak gugatan pencabutan
izin reklamasi pulau M oleh PT Manggala Krida Yudha terhadap Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2020
Sumber :RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010-2030 dan RTRWTangerang , PT. Pelindo I I , 2 0 11
Pulau D memiliki luas lahan 312 ha dengan
komposisi rencana penggunaan lahan:
Sumber :RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010-2030 dan RTRWTangerang , PT. Pelindo I I , 2 0 11
THANK YOU!