Anda di halaman 1dari 102

Pertimbangan Aspek Hukum

Dan Perundangan

Lintang Sekar Kedaton Barnad 08211840000018

Raykhan Rizqullah Nurdin 08211840000026

Rizqi Mardhothilah 08211840000073


1
UNCLOS adalah United Nations Conventions on the
UNCLOS 1982 Law of the Sea atau konvensi PBB tentang Hukum
Laut.

Konvensi ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab


negara dalam penggunaan lautan di dunia serta
mentapkan pedoman untuk pengelolaan sumber
daya laut.

Konvensi ini bertujuan untuk mencegah dan


mengontrol polusi laut, mengkonservasi dan
mengelola sumber daya hidup yang dimiliki laut

Sumber polusinya adalah berasal dari aktivitas


manusia di darat, aktivitas dasar laut, aktivitas di laut,
pembuangan secara langsung, atmosfer, dan kapal
laut.

Negara-negara di dunia memiliki kewajiban untuk


menciptakan peraturan khusus tentang perlindungan
lingkungan laut.
Ketentuan
UNCLOS 1982
• Pengaturan Batas, Navigasi, Zona Ekonomi Eksklusif, benua
Landas, Jauh Dasar Laut Pertambangan, Rezim Eksploitasi,
Prospek teknologi, Pertanyaan Partisipasi Universal dalam
Konvensi, Pioneer Investor, Perlindungan Lingkungan Laut,
Penyelesaian Sengketa, Zona dan Batas batas Maritim,
Ketentuan Penelitian dan Survei, Pembajakan, Negara
Kepulauan
• Untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah
yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas batas
maritim secara lengkap Penetapan batas ini dilakukan
berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang
diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS
1982 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui
UU No 17 Tahun 1985
Ketentuan
UNCLOS 1982
UNCLOS 1982, membagi laut ke dalam zona-zona yaitu:
Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara
adalah :
1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters)
3. Laut Wilayah (Territorial Sea)
4. Zona Tambahan (Contiguous Zone)
5. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic
Zone)
6. Landas Kontinen (Continental Shelf))
Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu Negara
adalah:
1. Laut Lepas (High Seas)
2. Dasar Laut Dalam/kawasan (Area/Deep Sea Bed)
United Nations • Berperan untuk membantu negara-negara
dalam mengimplementasikan tujuan UNCLOS
Environment di tiap kawasan.

Programme • Pengawasan lingkunganpesisir merupakan


salah satu fokus UNEP.
RAMSAR Convention • Konvensi ini menekankan pada perjanjian internasional
yang memberikan kerangka bagi kebijakan dan program
negara negara di dunia dan kerjasama internasional
tentang konservasi lahan basah dan sumber daya di
dalamnya serta pemanfaatannya yang bijak

• Konvensi ini berisi:


1. konservasi lahan basah berikut flora dan faunanya
dapat dijamin oleh perpaduan kebijakan kebijakan
nasional yang berwawasan luas dengan tindakan
internasional yang terkoordinasi
2. Setiap anggota hendaknya menunjuk lahan basah
yang baik di dalam daerahnya untuk dicantumkan
pada Daftar Lahan Basah Kepentingan Internasional
dan
3. Para anggota hendaknya merumuskan dan
melaksanakan perencanaannya dalam rangka
meningkatkan pelestarian lahan basah yang
Sumber : Jurnal Fakultas Hukum “Aspek Hukum Pelestarian
Lahan Basah pada Situs Ramsar di Indonesia (Studi termasuk dalam daftar dan sejauh mungkin
terhadap Implementasi Konvensi Ramsar 1971 di Taman memanfaatkan lahan basah secara bijaksana di
Nasional TanjungPuting)”
dalam daerahnya
ramsar.org
SITUS WETLANDS
INDONESIA
Indonesia has ratified the Ramsar Convention since 1991 through a
Presidential Decree 48/ 1991. Currently, Indonesia has a total of 7
wetland locations that have been acknowledged as Ramsar Sites,
namely: Berbak National Park, Sembilang National Park (later
combined together into Berbak-Sembilang National Park), Rambut
Island Wildlife Reserve, Sentarum Lake National Park (now combined
into Sentarum Lake-Batang Kerihun National Park), Tanjung Puting
National Park, Rawa Aopa Watumohai National Park, and Wasur
National Park.

Website RAMSAR
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dilegalkan


dalam UU No. 5 Tahun 1983 yang berisikan
hak katas kekayaan alam pada zona seluas
200 mil dari garis dasar pantai. Zona ini
termasuk juga kawasan dasar laut, daratan,
dan perairan. ZEE memiliki makna bahwa
Indonesia memiliki hak untuk melakukan
eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan, dan
konservasi terhadap zona tersebut.
AGENDA 21
CHAPTER 17
PROTECTION OF THE OCEANS, ALL KINDS OF SEAS, INCLUDING
ENCLOSED AND SEMI-ENCLOSED SEAS, AND COASTAL AREAS
AND THE PROTECTION, RATIONAL USE AND DEVELOPMENT OF
THEIR LIVING RESOURCES

Merupakan salah satu dokumen hasil dari UNCED


Program Agenda 21
Chapter 17
1. Integrated management and sustainable development of
coastal areas, including exclusive economic zones;
2. Marine environmental protection;
3. Sustainable use and conservation of marine living resources
of the high seas;
4. Sustainable use and conservation of marine living resources
under national jurisdiction;
5. addressing critical uncertainties for the management of the
marine environment and climate change;
6. Strengthening international, including regional, cooperation
and coordination;
7. Sustainable development of small islands.

https://www.icriforum.org/documents/agenda-21-chapter-17/
Jakarta Mandate, 1995.

• The Jakarta Mandate is a global consensus on the


importance of marine and coastal biological diversity. It
is part of the Ministerial Statement at the COP (The
Conference of the Parties) meeting in Jakarta in 1995 on
the implementation of the Convention of Biological
Diversity. Its work programme was adopted at the COP
meeting in Bratislava in 1998
JAKARTA MANDATE, 1995.
It is to be promoted and coordinated by
the Secretariat of the Convention, and is
founded on six basic principles:
• The ecosystem approach;
• The precautionary principle;
• The importance of science;
• That full use should be made of the The five key programme elements of the
roster of experts; Jakarta Mandate Work Programme are:
• The involvement of local and indigenous • Integrated marine and coastal area
communities (traditional knowledge); and
management (IMCAM);
• Three levels – national, regional and
global – of programme implementation • Marine and coastal living resources
(MCLR);
• Marine and coastal protected areas
(MCPA);
• Mariculture;
• Alien species and genotypes
Kapal perikanan dan Coast Guard China memasuki
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna,
Kepulauan Riau. Indonesia Ocean Justice Initiative
(IOJI) menyatakan kegiatan kapal China menangkap
ikan di wilayah ZEE Indonesia sebagai pelanggaran
hukum.
Sumber: detik.com
Pemerintah Indonesia, berdasarkan pasal 73
ayat 1 UNCLOS, dalam rangka melindungi hak
berdaulatnya atas sumber daya ikan di Laut
Natuna Utara berhak untuk mengambil tindakan
yang diperlukan, termasuk melakukan
penangkapan kapal-kapal dimaksud dan
menindaklanjuti dengan langkah-langkah
penegakan hukum

Sumber: detik.com
1. Pada pasal 56 ayat (1) huruf a Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law
of the Sea/UNCLOS)
2. Laut Natuna Utara adalah wilayah laut yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) karena
masuk dalam rentang jarak 200 nautical miles dari garis dasar (baseline) sebagaimana dimaksud pada
pasal 57 UNCLOS, sehingga Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) terhadap sumber daya
alam di Laut Natuna Utara sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 56 ayat (1)
3. Indonesia telah menandatangani UNCLOS pada tanggal 10 Desember 1982 dan meratifikasinya tanggal 3
Februari 1986. Tiongkok juga telah menandatangani UNCLOS pada tanggal 10 Desember 1982 dan
meratifikasinya pada tanggal 7 Juni 1996.
4. Negara lain tetap memiliki hak namun hanya untuk beberapa hal antara lain hak untuk melintas (freedom of
navigation), penerbangan, membentangkan kabel bawah laut dan pipa serta hak lainnya yang sesuai
dengan UNCLOS (Pasal 58 ayat (1)
5. berdasarkan pasal 73 ayat 1 UNCLOS, dalam rangka melindungi hak berdaulatnya atas sumber daya ikan
di Laut Natuna Utara berhak untuk mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk melakukan
penangkapan kapal-kapal dimaksud dan menindaklanjuti dengan langkah-langkah penegakan hukum.

Sumber: detik.com
2
Wilayah pantai Indonesia memiliki potensi
sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan yang sangat penting untuk
dikembangkan (ekosistem pantai).

Guna menjamin keberlanjutan dari sumber


daya tersebut, pengelolaannya harus
dilakukan secara terencana dan terpadu
serta memberikan manfaat yang besar
kepada semua stakeholders terutama
masyarakat pesisir.
Perundangan tentang kawasan pesisir
sangat dibutuhkan mengingat kawasan
pesisir merupakan salah satu jenis ruang
publik, selain itu perundangan juga
diperlukan untuk menghindari terjadinya
tragedi kepemilikan bersama atau yang
sering dikenal dengan “tragedy of the
common”.
Undang-undang
dan Peraturan
Pemerintah
Terkait (Pesisir
Sebelum
Otonomi)
Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun
1960
BAB I
Tentang Perairan Indonesia. KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1) Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman
Indonesia.
2) Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut sebesar dua belas mil laut yang garis
luarnya diukur tegak lurus atau garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari
garis‐garis lurus yang menghubungkan titik‐titik terluar pada garis air rendah daripada
pulau‐pulau atau bagian pulau‐pulau yang terluar wilayah Indonesia dengan
ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan negara
Indonesia tidak merupakan satu‐ satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah
Indonesia ditarik pada tengah selat.
3) Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam dari garis dasar sebagai yang dimaksud ayat (2).
4) Mil laut ialah, sepenam puluh derajat lintang.
UU No 1 Tahun 1973
Tentang Landas Kontinen Indonesia
BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

a) Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya diluar perairan wilayah Republik
Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 sampai kedalaman 200
meter atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.

b) Kekayaan alam adalah mineral dan sumber yang tak bernyawa lainnya didasar laut dan/atau di dalam lapisan
tanah dibawahnya bersama-sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis sedinter yaitu
organisme yang pada masa perkembangannya tidak bergerak baik diatas maupun dibawah dasar laut atau
tak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah dibawahnya.

c) Eksplorasi dan eksploitasi adalah usaha-usaha pemanfaatan kekayaan alam dilandas kontinen sesuai
dengan istilah yang digunakan dalam peraturan perundangan yang berlaku dibidang masing-masing.

d) Penyelidikan ilmiah adalah penelitian ilmiah atas kekayaan alam dilandas kontinen.
UU No 5 Tahun 1983
Zona Ekonomi Eksklusif

Pasal 2 yang menyebutkan:

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut
wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku
tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya
dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
UU No. 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistem.

RUU Tentang Perubahan atas Undang-


Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan
Ekosistem (Dalam Pembahasan: Pembicaraan
Tingkat I)
UU No. 24 Tahun 1992 Pasal 8
Tentang Penataan Ruang (1) Penataan ruang wilayah Nasional, wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-
pisahkan.
Pasal 9
(1) Penataan ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II, di samping meliputi ruang
daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang
udara sampai batas tertentu yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) (2) Penataan ruang lautan dan penataan ruang
udara di luar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur secara terpusat dengan undang-
undang.
Undang-undang
dan Peraturan
Pemerintah
Terkait (Pesisir
Setelah Otonomi)
Perundangan tentang kawasan pesisir di Indonesia

terbagi menjadi beberapa jenis yaitu:

• Perundangan berdasarkan otoritas pemerintah lokal

• Perundangan sektoral, dan

• Perundangan habitat mangrove.


Perundangan
UU No. 25 Tahun 2000
Berdasarkan Tentang Kewenangan
Pemerintah Dan
Kewenangan Propinsi
Otoritas Sebagai Daerah Otonomi

Pemerintah Lokal
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 3
5) Kewenangan Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokkan
dalam bidang sebagai berikut:
2. Bidang Kelautan
a. Penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut Propinsi.
b. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
sebatas wilayah laut kewenangan Propinsi.
c. Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka
perikanan di wilayah laut kewenangan Propinsi.
d. Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada
perairan laut di wilayah laut kewenangan Propinsi.
e. Pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah laut
kewenangan Propinsi.
Perundangan
Undang Undang Nomor 23
Berdasarkan Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah

Otoritas
Pemerintah Lokal
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 14
1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan,
serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat
dan Daerah provinsi.
6) Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi
hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4
(empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
Perundangan Undang Undang Nomor 7
Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air
Sektoral
UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air

Pasal 2
1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat
dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.
Perundangan Peraturan Pemerintah No. 69
Tahun 2001 Tentang
Kepelabuhan
Sektoral
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001
Tentang Kepelabuhan

Pasal 16

(3) Daerah lingkungan kerja pelabuhan umum, terdiri dari :

a. daerah lingkungan kerja daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang;

b. daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran,
perairan tempat labuh, perairan untuk tempat alih muat antar kapal, kolam
pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan,
tempat perbaikan kapal dan lain-lain.

(4) Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum merupakan perairan pelabuhan


di luar daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk alur pelayaran dari dan
ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka
panjang, penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas
pembangunan dan pemeliharaan kapal.
Perundangan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. 16/
Men/2006 Tentang
Sektoral Pelabuhan Perikanan
Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 16/ Men/2006
Tentang Pelabuhan Perikanan

BAB V Pembangunan Pelabuhan Perikanan


• Pasal 5 (1) Pemerintah menyelenggarakan dan membina Pelabuhan
Perikanan
• Pasal 6 (a) dan (b) Pembangunan dimaksud dalam Pasl 5 ayat (1) wajib
memenuhi persyaratan
• Pasal 7 (1)nPenetapan lokasi pembangunan dimaksud dalam Pasal 6 huruf
a wajib mengacu pada rencana induk secara nasioanal

BAB VI Pengoperasian Pengelolaan dan Pemeiharaan Pelabuhan Perikanan


Perundangan PP No. 19 Tahun 1999
Tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau
Sektoral perusakan laut
PP No. 19 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran dan/atau
perusakan laut

Pasal 2
Perlindungan mutu laut meliputi upaya atau kegiatan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut
bertujuan untuk mencegah atau mengurangi turunnya mutu laut dan/atau rusaknya sumber daya laut.
Pasal 5
3) Dalam hal Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak menetapkan status mutu laut, maka Kepala
instansi yang bertanggung jawab menetapkan status mutu laut.
Pasal 9
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat
menimbulkan pencemaran laut.
Pasal 13
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat
menimbulkan kerusakan laut.
Pasal 15
1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut
yang diakibatkan oleh kegiatannya.
Perundangan UU No. 27 Tahun 2007 Pasal
35 Tentang Larangan-larangan
Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Sektoral dan Pulau-Pulau Kecil
(Sektor Pertambangan)
UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 35

i) Melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis,


ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan
dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat
sekitarnya
j) Melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila
secara teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan
lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan
Masyarakat sekitarnya;
k) Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara
teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan
kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau
merugikan Masyarakat sekitarnya
Perundangan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 34/
PERMEN-KP/2014
Sektoral
Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 34/ PERMEN-
KP/2014
Pasal 3

Prinsip perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Pasal 4

Ruang lingkup perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:

a) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K;

b) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K;

c) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-
K; dan

d) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut
RAPWP-3-K.
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 27 Tahun 1991 Berisikan
Tentang Rawa yang Didalamnya
Memuat Tentang Kawasan Lahan
Basah
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 5 Tahun 2000 tentang Analisa
Mengenai Dampak
Lingkungan di Lahan Basah (AMDAL)
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 5

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 6

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib dilakukan
dengan cara mengintegrasikan kegiatan:
a. antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. antar-Pemerintah Daerah;
c. antarsektor;
d. antara Pemerintah, dunia usaha, dan Masyarakat;
e. antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut; dan
f. antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BAB V Pemanfaatan
Bagian Kesatu tentang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir

Bagian Kedua tentang Pemanfaatan Pulau–Pulau Kecil dan Perairan di


Sekitarnya

Bagian Ketiga tentang Konservasi


HAK PENGUSAHAAN
HP-3 tidak dapat diberikan pada Kawasan Konservasi,
suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan
pantai umum.
PERAIRAN PESISIR
Jangka waktu HP-3 adalah 20 (dua puluh) tahun dimana
dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali melalui 2 (dua)
tahap masing – masing tahap perpanjangan berjangka waktu
20 (dua puluh) tahun. Menteri berwenang memberikan HP-3
di wilayah Perairan Pesisir lintas provinsi dan Kawasan
Strategis Nasional Tertentu.

Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan


Pesisir sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan, dan Perairan Pesisir lintas kabupaten/kota.

Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah


Perairan Pesisir 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan
provinsi.
PEMANFAATAN PULAU–
PULAU KECIL DAN
PERAIRAN DI
SEKITARNYA
Pasal 23
1) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan
kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau
besar di dekatnya.
2) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk

Wajib mempunyai
salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a. konservasi;
b. pendidikan dan pelatihan; Mempunyai kewajiban
c. penelitian dan pengembangan; tertentu

HP-3
d. budidaya laut;
e. pariwisata;
f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;
g. pertanian organik; dan/atau h. peternakan.
KONSERVASI

Pasal 28
(1) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
diselenggarakan untuk
menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain;
melindungi habitat biota laut; dan
melindungi situs budaya tradisional.
UU No. 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
• Ruang Lingkup UU WP3K
• Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
• Larangan
• Pengawasan dan Penelitian
• Penelitian dan Pengembangan
• Penyelesaian Sengketa
• Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana
PERUNDANGAN TENTANG
HABITAT MANGROVE
UU No. 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas UU No. 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
TUMPANG PITU

BANYUWANGI
Terletak di Desa Sumberagung,
Kecamatan Pesanggaran,
Kabupaten Banyuwangi, Provinsi
Jawa Timur dengan kegiatan
utama saat ini terfokus pada unit
bisnis produksi emas dan
tembaga di Tujuh Bukit Operation
atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Tumpang Pitu
1. Gunung Tumpang Pitu adalah ‘tetenger’ bagi mereka saat melaut. Setiap pagi, ketika mereka
berada di laut lepas, titik yang mereka cari untuk menentukan arah adalah pulau Nusa Barong
di sebelah Barat, Gunung Agung di sebelah Timur dan Gunung Tumpang Pitu ditengah-
tengahnya. Jika Gunung Tumpang Pitu menghilang maka bisa dipastikan, mereka akan
kehilangan salah satu tetenger daratan yang menjadi acuan arah.
2. Gunung Tumpang Pitu adalah benteng bagi perkampungan komunitas nelayan yang tinggal di
pesisir teluk Pancer dari ancaman angin Tenggara yang terkenal ganas pada musim-musim
tertentu. Selain itu ia juga berfungsi sebagai benteng utama terhadap bahaya ancaman
gelombang badai tsunami, sehingga cukup dipastikan jika Tumpang Pitu menghilang,
ancaman ini akan berpotensi besar dalam merenggut jumlah korban yang lebih banyak pada
masa mendatang.
Surat keputusan menggunakan
dasar hukum yang salah yaitu tidak
adanya surat keputusan menteri
kehutanan dan belum adanya
persetujuan dari masyarakat.
Melanggar Undang-undang karena telah menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan pesisir
Saham tersebut dapat
Pemerintah Kabupaten digunakan untuk membiayai
Banyuwangi mendapat sekolah anak-anak dan
Golden Share berupa membangun fasilitas di
saham dari PT. Bumi Banyuwangi, khususnya di
Sukses Indo daerah yang terdampak oleh
tambang Tumpang Pitu
2
REKLAMASI
Menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi yaitu
usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang
produktif (seperti rawa, baik rawa pasang surut maupun
rawa pasang surut gambut maupun pantai) menjadi
daerah produktif (perkebunan, pertanian, permukiman,
perluasan pelabuhan) dengan menurunkan muka air
genangan, membuat tanggul/ polder dan memompa air
keluar maupun dengan pengurugan.

Menurut Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran pada pasal 1 ayat 53 menyatakan, bahwa
reklamasi adalah adalah pekerjaan timbunan di perairan
atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur
kedalaman perairan
REKLAMASI

Menurut Undang-Undang No.27 Tahun 2007 pada pasal


1 ayat 23 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, mendefinisikan reklamasi adalah kegiatan
yang dilakukan oleh orang dalam rangka
meningkatkanmanfaat sumber daya lahan ditinjau
darisudut lingkungan dan sosialekonomi dengan
carapengurugan, pengeringan lahan ataudrainase
KETENTUAN UMUM
PEMBANGUNAN
KAWASAN REKLAMASI
Menurut Modul Tata Ruang Kawasan Reklamasi
Pantai (2007) Kegiatan reklamasi pantai dapat
dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan
pengembangan kawasan budi daya yang telah ada
di sisi daratan dan merupakan bagian wilayah dari
kawasan perkotaan yang cukup padat dan
membutuhkan pengembangan wilayah daratan
untuk mengakomodasikan 15 kebutuhan yang ada.
Ketentuan umum meliputi persyaratan; tipologi;
aspek sosial, budaya dan ekonomi kawasan; aspek
pergerakan, aksesibilitas, dan transportasi; serta
aspek kemudahan publik dan ruang publik

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007


TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI
PANTAI
SYARAT Kawasan yang akan direklamasi
khususnya di Indonesia, harus memiliki

PELAKSANAAN syarat-syarat sebagai berikut :


• Telah sesuai dengan ketentuan • Sudah ada studi kelayakan tentang
rencana kota yang dituangkan dalam
REKLAMASI
pengembangan kawasan reklamasi
RTRW Provinsi atau Kota/Kabupaten pantai atau kajian/kelayakan properti
(tergantung posisi strategis dari (studi investasi), berada di luar kawasan
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40
kawasan reklamasi) dan RDTR hutan bakau yang merupakan bagian
/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA
RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI Kawasan Reklamasi, serta dituangkan dari kawasan lindung atau taman
ke dalam Peta Lokasi Laut yang akan nasional, cagar alam, dan suaka
direklamasi. margasatwa;
• Ditetapkan dengan Surat Keputusan • Memenuhi ketentuan pemanfaatan
Gubernur dan atau Walikota/Bupati sebagai kawasan dengan ijin bersyarat
(tergantung posisi strategis dari yang diperlukan mengingat pemanfaatan
kawasan reklamasi) yang berdasarkan tersebut memiliki dampak yang besar
pada tatanan RTRW Provinsi atau bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan
Kota/Kabupaten serta RDTR Kawasan ini antara lain Penyusunan dokumen
Reklamasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
• Bukan merupakan kawasan yang (AMDAL), Penyusunan Upaya
berbatasan atau dijadikan acuan batas Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan
wilayah dengan daerah/negara lain Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL),
Penyusunan Analisis Dampak Lalu
Lintas (ANDALIN), dll
PENETUAN
Penentuan lokasi:
LOKASI lokasi reklamasi dan lokasi sumber material
reklamasi wajib mempertimbangkan aspek teknis,
REKLAMASI aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 122 (tabulasi).
Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan
Pulau-pulau Kecil 1. Aspek teknis meliputi hidro-oceanografi,
hidrologi, batimetri, topografi, geomorfologi,
dan/atau geoteknik.
2. Aspek lingkungan meliputi kualitas air laut,
kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi
ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu
karang), flora dan fauna darat, serta biota
perairan.
3. Aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses
publik, dan potensi relokasi
PENYUSUNAN
RENCANA INDUK Memperhatikan:
• Kajian lingkungan hidup strategis;
Paling sedikit memuat: peruntukan

a. rencana peruntukan lahan reklamasi;


REKLAMASI • Kesesuaian dengan Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil b. kebutuhan fasilitas terkait dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor (RZWP-3-K) Kabupaten/Kota dan/atau reklamasi;
122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Rencana Tata Provinsi, Ruang
Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil c. tahapan pembangunan;
Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota; d. rencana pengembangan; dan
• Sarana prasarana fisik di lahan
e. jangka waktu pelaksanaan reklamasi
reklamasi dan di sekitar lahan yang di
reklamasi;
• akses publik;
• fasilitas umum;
• kondisi ekosistem pesisir;
• kepemilikan dan/atau penguasaan
lahan;
• pranata sosial;
• aktivitas ekonomi;
• kependudukan;
STUDI KELAYAKAN
REKLAMASI
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 122 Tahun 2012 Meliputi: teknis, ekonomi-finansial, dan lingkungan hidup.
Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
1. Kelayakan teknis meliputi kelayakan hidrooceanografi,
hidrologi, batimetri, topografi, geomorfologi, dan
geoteknik.
2. Kelayakan ekonomi-finansial meliputi kelayakan
analisis: rasio manfaat dan biaya [(Benefit Cost Ratio
(B/CR)]; nilai bersih perolehan sekarang [(Net Present
Value (NPV)]; tingkat bunga pengembalian [(Internal
Rate of Return (IRR)]; jangka waktu pengembalian
investasi [(Return of Investment (ROI)]; dan evaluasi
ekonomi lingkungan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
3. Kelayakan lingkungan hidup didasarkan atas keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL
RANCANGAN DETAIL Rancangan detail sekurang-kurangnya memuat rancangan:

REKLAMASI a. penyiapan lahan dan pembuatan prasarana/fasilitas


penunjang reklamasi;
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 122 Tahun 2012
Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil b. pembersihan dan/atau perataan tanah;

c. pembuatan dinding penahan tanah dan/atau pemecah


gelombang;

d. pengangkutan material reklamasi dari lokasi sumber


material darat dan/atau laut;

e. perbaikan tanah dasar;

f. pengurugan material reklamasi;

g. penanganan, penebaran dan penimbunan material


reklamasi dari darat dan/atau laut;

h. pengeringan, perataan dan pematangan lahan reklamasi;


dan

i. sistem drainase
TIPOLOGO KAWASAN
REKLAMASI
Menurut Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan
Reklamasi Pantai (2007), kawasan reklamasi dibedakan menjadi beberapa
tipologi berdasarkan fungsinya yakni :
 Kawasan Perumahan dan Permukiman
 Kawasan Perdagangan dan Jasa
 Kawasan Industri
 Kawasan Pariwisata
 Kawasan Ruang Terbuka (Publik, RTH Lindung, RTH Binaan, Ruang
Terbuka Tata Air)
 Kawasan Pelabuhan Laut / Penyeberangan
 Kawasan Pelabuhan Udara
 Kawasan Mixed-Use
 Kawasan Pendidikan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG


PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
TIPOLOGI KAWASAN REKLAMASI
PANTAI BERDASARKAN LUAS
Selain berdasarkan fungsinya, kawasan reklamasi juga dibagi menjadi
beberapa tipologi berdasarkan luasan dan lingkupnya sebagai berikut :

• Reklamasi Besar yaitu kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha dan
mempunyai lingkup pemanfaatan ruang yang sangat banyak dan
bervariasi. Contoh : Kawasan reklamasi Jakarta
• Reklamasi Sedang merupakan kawasan reklamasi dengan luasan 100
sampai dengan 500 Ha dan lingkup pemanfaatan ruang yang tidak terlalu
banyak ( ± 3 – 6 jenis ). Contoh : Kawasan Reklamasi Manado
• Reklamasi Kecil merupakan kawasan reklamasi dengan luasan kecil
(dibawah 100 Ha) dan hanya memiliki beberapa variasi pemanfaatan
ruang ( hanya 1-3 jenis ruang saja ). Contoh : Kawasan Reklamasi
Makasar

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG


PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40
/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN
TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
TIPOLOGI KAWASAN
REKLAMASI BERDASARKAN
BENTUK FISIK
1. Menyambung dengan daratan

Penerapan tipologi ini sebaiknya tidak dilakukan pada


kawasan dengan karakteristik khusus seperti:
Kawasan permukiman nelayan;
Kawasan hutan bakau;
Kawasan hutan pantai;
Kawasan perikanan tangkap;
Kawasan terumbu karang, padang lamun,
biota laut yang dilindungi;
Kawasan larangan (rawan bencana);
Kawasan taman laut.
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40
/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN
TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
TIPOLOGI KAWASAN
REKLAMASI BERDASARKAN
BENTUK FISIK

Kawasan reklamasi pada kawasan yang potensial


menggunakan teknik terpisah dengan daratan dan
pada bagian yang tidak memiliki potensi khusus
menggunakan teknik menyambung dengan daratan
yang lama

3. Daerah reklamasi gabungan dua


bentuk fisik (terpisah dan menyambung
dengan daratan)
ASPEK SOSIAL, EKONOMI
KAWASAN, BUDAYA
Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus memperhatikan
aspek sosial, ekonomi, dan budaya di kawasan reklamasi,
sebagai berikut:
Reklamasi pantai memberi dampak peralihan pada pola
kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang
perairan masyarakat sebelum direklamasi. Perubahan
terjadi harus menyesuaikan:
1. Peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan;
2. Perubahan di atas berimplikasi pada perubahan
ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk
keragaman/ diversifikasi usaha baru yang
ditawarkan.
Aspek sosial, budaya, wisata, dan ekonomi yang
diakumulasi dalam jaringan sosial, budaya, pariwisata, dan
ekonomi kawasan reklamasi pantai memanfaatkan ruang
perairan/pantai.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40


/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA
RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
ASPEK PERGERAKAN, AKSESIBILITAS,
DAN TRANSPORTASI
• Pola pergerakan kendaraan di ruas ruas jalan harus
terintegrasi terhadap kerangka utama /coastal road yang
melintasi pantai perairan agar publik dapat menikmati
panorama dan kenyamanan pantai
• Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus menyediakan
kanal kanal dan atau ruang perairan lain untuk aksesibilitas
dan integrasi antara pusat kawasan dan sub sub wilayah
kota
• Harus mudah diakses dan terintegrasi dengan sistem kota
dari prasarana dan sarana di perairan , darat dan udara
• Pola pergerakan dan transportasi darat dan perairan harus
memiliki variasi integrase dan variasi transportasi
berdasarkan konsep “ride and park system” di beberapa
tematik kawasan
• Perencanaan manajemen sistem transportasi dan
kelengkapan sarana penunjang transportasi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG


PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
ASPEK KEMUDAHAN DAN
RUANG PUBLIK
• Tata letak bangunan yang figuratif dan garis ketinggian
bangunan yang berhirarki untuk menjaga kemudahan publik
dalam menikmati panorama ruang pantai
• Keberadaan ruang publik yang dapat diakses, dimanfaatkan ,
dan dinikmati secara mudah dan bebas oleh publik tanpa
batasan ruang , waktu , dan biaya
• Potensi elemen elemen pantai untuk direpresentasikan kembali
melalui kreativitas proses penggalian , perancangan , dan
pengemasan potensi alam / laut pantai perairan yang signifikan
agar tercipta kemudahan dan kenyamanan publik

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40


/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA
RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
ASPEK KEMUDAHAN DAN
RUANG PUBLIK
• Potensi alam/pantai yang perlu dikembangkan sekaligus
dikonservasi, misalnya pasir, hutan, flora dan fauna air,
bakau, tebing/bibir pantai, kontur, peneduh, langit, dan
pemandangan/panorama;
• Perwujudan kenyamanan pada elemen pantai dalam bentuk
antara lain: keheningan suasana, keindahan panorama
pantai , kealamiahan desa, kejernihan riak dan gelombang
air pantai, kehijauan bukit & lembah, kerimbunan hutan
pantai, kebersihan pasir, kebiruan langit, keteduhan di
sekitar pantai

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40


/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA
RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
KETENTUAN TEKNIS
PEMBANGUNAN
KAWASAN REKLAMASI
Perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi
penetapan struktur ruang kawasan, pola ruang kawasan,
pengelolaan lingkungan, prasarana dan sarana, serta fasilitas
umum dan sosial

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG


PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
STRUKTUR RUANG KAWASAN
Perencanaan struktur ruang kawasan reklamasi pantai disusun dengan
memperhatikan:
1. Sumbu-sumbu tata ruang kawasan yang memanfaatkan elemen pantai/
kawasan secara visual maupun konseptual;
2. Struktur ruang kawasan yang melewati di daerah paling tepi dari sekitar
batas bibir pantai dengan daratan harus dipertahankan menjadi wilayah
publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum dengan mudah
dimana wilayah Garis Sempadan Pantai (GSP) dapat dimanfaatkan
seperlunya untuk ruangruang terbuka;
3. Pola struktur ruang kawasan yang melewati ruang perairan/pantai dibuat
sealamiah mungkin (linier lurus atau linier lengkung) dengan
mempertahankan morfologi dan elemen-elemen ruang pantai yang ada

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
POLA RUANG KAWASAN
Pola ruang kawasan reklamasi pantai disusun dengan memperhatikan:
1. Keseimbangan antara rencana pemanfaatan lahan untuk fungsi budi daya dan
lahan untuk fungsi lindung dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;
2. Keseimbangan komposisi lahan pemanfaatan ruang antara ruang di daratan
dengan perairan/tata biru/pantai;
3. Peruntukan kawasan reklamasi pantai harus dimanfaatkan secara efektif,
menghargai signifikasi ruang perairan, ada kesinergisan pola ruang kawasan budi
daya dengan lingkungan alami di sekitarnya;
4. Pola ruang di sepanjang garis pantai yang merupakan wilayah Garis Sempadan
Pantai (GSP) harus diarahkan menjadi ruang publik (jalan tepian pantai atau ruang
terbuka) yang dapat diakses dan dinikmati publik;
5. Pola ruang kawasan diarahkan untuk mengakumulasi beberapa fungsi kawasan
yang menghargai, menyatu dan memanfaatkan potensi pantai

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Pengelolaan lingkungan dalam perencanaan tata ruang


kawasan reklamasi harus mempertimbangkan aspek
lingkungan terutama dalam hal penggunaan energi, sumber
daya alam, pembukaan lahan, penanganan limbah. Hal ini
bertujuan untuk meminimalkan dampak terhadap
lingkungan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007


TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN
REKLAMASI PANTAI
PRASARANA DAN SARANA.
Jaringan dan sistem infrastruktur/prasarana sarana dasar
(PSD) dirancang mengikuti pola struktur ruang kawasan PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40
/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN
reklamasi. Rencana Induk Sistem (RIS) kawasan reklamasi TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI
pantai tersebut harus terintegrasi dengan sistem kota.

A. Penyediaan jaringan jalan, jembatan, dan transportasi


Prasarana dan sarana jalan dan transportasi meliputi
jaringan jalan dan jembatan, terminal, dan B. Penyediaan sistem drainase kawasan meliputi: saluran air
pelabuhan/dermaga yang dibutuhkan untuk menunjang hujan, saluran kolektor, bangunan pengendali banjir,
aktivitas kawasan. Termasuk dalam perencanaan tersebut polder, dan stasiun pompa;
adalah penyediaan sarana angkutan umum untuk C. Penyediaan jaringan prasarana pengairan (jaringan air
penumpang dan barang. Cara pengaturan jalan dan bersih, pemadam kebakaran, air kotor, dan air baku untuk
transportasi yang harus diperhatikan: keperluan kawasan);
1) Kebutuhan transportasi dan pola pergerakan lalu D. Penyediaan jaringan prasarana energi untuk menunjang
lintas; kebutuhan tenaga listrik kawasan;
2) Jenis moda dan intensitas yang diperlukan; E. Penyediaan jaringan prasarana telekomunikasi untuk
3) Tingkat pelayanan dan fasilitas pelengkap yang meningkatkan kemudahan aktivitas kawasan;
dibutuhkan. F. Penyediaan jaringan persampahan.
FASILITAS UMUM DAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI

SOSIAL

Fasilitas umum dan sosial di kawasan reklamasi pantai


meliputi pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,
pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi,
kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta fasilitas
penunjang kegiatan umum dan sosial lainnya

Besaran/standar penyediaan fasilitas umum dan sosial


tersebut mengacu pada SNI 03-6981-2004 tentang tata cara
perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak
bersusun di daerah perkotaan
KRITERIA STRUKTUR RUANG, POLA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 40 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI

RUANG, DAN AMPLOP RUANG DI

KAWASAN REKLAMASI PANTAI

Secara umum jenis kawasan lindung yang dapat


dikembangkan pada kawasan reklamasi pantai adalah ruang
terbuka hijau. Sedangkan kawasan budi daya yang dapat
dikembangkan pada kawasan reklamasi pantai meliputi:
a) Kawasan peruntukan permukiman;
b) Kawasan perdagangan dan jasa;
c) Kawasan peruntukan industri;
d) Kawasan peruntukan pariwisata;
e) Kawasan pendidikan;
f) Kawasan pelabuhan laut/penyeberangan;
g) Kawasan bandar udara;
h) Kawasan campuran
DAMPAK
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia,
Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir, Cetakan II, 2005

• Terjadinya peningkatan kualitas dan nilai • Perubahan hidro-oseanografi dan


ekonomi kawasan pesisir,
sedimentasi,

_
• Mengurangi lahanyang dianggap kurang • Peningkatan kekeruhan air,
produktif,
• Pencemaran laut,
• Penambahan wilayah, • Peningkatan potensi banjir dan genangan


Perlindungan pantai dari erosi,

Peningkatan kondisi habitat perairan,


+ •

(rob) di wilayah pesisir,
Rusaknya habitat laut dan ekosistemnya.
Kesulitan akses publik ke pantai,
• Penyerapan tenaga kerjadan lain-lain. • Berkurangnya mata pencaharian
REKLAMASI TELUK JAKARTA
Teluk Jakarta
Teluk Jakarta adalah sebuah kawasan perairan yang kaya dengan hasil lautnya berupa hewan laut seperti
ikan, kerang, kepiting, dan udang. Perairan Teluk Jakarta menjadi salah satu pemasok ikan dan hewan
lainnya di Jakarta.

Tempat ini menjadi muara bagi sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane serta 13 sungai
yang berhulu di Bogor.

Wacana reklamasi teluk Jakarta sebenarnya sudah dimulai sejak era Gubernur Wiyogo Atmodarminto.
Kala itu, sang Gubernur mengalamai kesulitan untuk memperluas wilayah ke daerah Selatan, sehingga
dipilihlah opsi untuk melakukan perluasan ke wilayah utara Jakarta

Jika mengacu pada gagasan awal pembangunan reklamasi, sekitar 2.700 hektar (ha) lahan bakal
bertambah di wilayah Jakarta Utara. Disamping itu, niatan untuk menguruk laut juga disandarkan pada
adanya ketimpangan pengembangan antara kotamadya Jakarta Utara dibanding kotamadya lainnya.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/04/03/o51dj4394-lengkap-kronologi-reklamasi-teluk-jakarta
https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
1995

• pemerintah pusat memaksakan proyek Reklamasi Teluk


Jakarta dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 Tahun 1995
tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang ditetapkan oleh
Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995
• Keppres enetapkan Reklamasi Pantura sebagai satu-satunya
jalan upaya penataan dan pengembangan ruang daratan dan
pantai untuk mewujudkan Kawasan Pantai Utara sebagai
Kawasan Andalan(Kawasan dengan nilai strategis dari sudut
ekonomi dan pengembangan
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2003

• Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat Keputusan No. 14 Tahun


2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi & Revitalisasi
Pantai Utara Jakarta pada 19 Februari 2003. Keputusan tersebut
menyatakan bahwa hasil studi AMDAL menunjukkan kegiatan reklamasi
akan menimbulkan berbagai dampak lingkungan
• Namun, Surat Keputusan tersebut kemudian digugat oleh 6 perusahaan
pengembang yang telah melakukan kerjasama dengan Badan Pengelola
Pantai Utara untuk melakukan reklamasi Pantura Jakarta.
• Gugatan tersebut mempermasalahkan dua hal pokok terhadap SK Menteri
LH No. 14 Tahun 2003 yaitu Kewenangan Menteri LH menerbitkan
keputusan ketidaklayakan lingkungan rencana reklamasi pantura jakarta
dan kewenangan Menteri LH untuk mewajibkan instansi yang berwenang
untuk tidak menerbitkan izin pelaksanaan Reklamasi Pantura
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2003

• Dalam persidangan di PTUN tingkat pertama dan kedua, Majelis Hakim


mengabulkan gugatan para pengusaha (Penggugat).Dalam tingkat kasasi,
Majelis Hakim berhasil memenangkan Menteri LH dan Penggugat
Intervensi lainnya.Namun di tingkat peninjauan kembali, Mahkamah Agung
kembali memenangkan para pengusaha dan mencabut putusan kasasi.
Putusan PK menyatakan dicabutnya status hukum keberlakuan SK Menteri
LH No. 14 Tahun 2003 sehingga proyek reklamasi tetap dilanjutkan
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2008

• Muncul Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang


Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (masa
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono).
• Perpres No. 54 Tahun 2008 ini mencabut Kepres No. 52 Tahun 1995 dan
Keppres No. 73 Tahun 1995 soal reklamasi namun sepanjang yang terkait
dengan penataan ruang
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2012

• DPRD Jakarta fauzi bowo mengesahkan Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (Perda No. 1 Tahun 2012) yang
menggantikan Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang habis masa berlakunya tahun 2010

• Perda tersebut menetapkan jika Kawasan Tengah Pantura akan dijadikan lokasi
program pengembangan baru di DKI Jakarta. Yang berfungsi melayani kegiatan
berskala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Kawasan Tengah Pantura
akan menjadi pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE (Meeting,
Incentives, Convention, Exhibition), dan lembaga keuangan
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2015

• Masa gubernur Ahok, proses pembangunan di Teluk Jakarta


mulai bergerak dengan dikeluarkannya izin reklamasi Pulau G,
Pulau F, Pulau I, dan Pulau K. Masih ada sekitar 13 Pulau yang
belum mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2016
• Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Pemda DKI untuk
menghentikan reklamasi dengan alasan itu adalah wewenang pemerintah pusat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan lalu mengkaji penghentian sementara
(moratorium) reklamasi.

• Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak
boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya

• Akibat kasus suap, DPRD DKI tidak melanjutkan pembahasan karena belum ada
kejelasan dari pemerintah pusat terkait kelanjutan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang memayungi dua Raperda yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura)
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta

2017
• Moratorium reklamasi yang dicanangkan sejak2016 oleh Menko Kemaritiman Rizal
Ramli dicabut oleh Menko Kemaritiman yang baru Luhut Binsar Panjaitan dengan
terbitnya surat Menko Kemaritiman Nomor S78001/02/Menko/Maritim/2017
tertanggal 5 Oktober 2017 dan pencabutan sanksi administrasi reklamasi pulau C
dan D berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
299/menlhk/setjen/kum.9/9/2017 tertanggal 12 September 2017.

• Pemprov DKI Jakarta (masa Anies Baswedan) akhirnya mengirimkan surat


permohonan pembatalan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) tiga pulau
reklamasi C, D, G) kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang yangjuga Kepala Badan
Pertahanan Nasional SofyanDjalil
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2019

• Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk
932 bangunan yang terdiri 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor, dan 311
bangunan lain.

• Aksi tersebut dikatakan oleh sejumlah pihak tidak sesuai prosedur. Lantaran
seharusnya sebelum diterbitkan izin, Pemprov DKI harus menunggu penyelesaian
tuntasnya 2 rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi yakni rencana zonasi
wilayah pesisidan dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) dan rencana tata ruang Kawasan
strategis pantai utara Jakarta

• Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak gugatan pencabutan
izin reklamasi pulau M oleh PT Manggala Krida Yudha terhadap Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan
Rekam Jejak Reklamasi Teluk Jakarta
2020

• Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun


2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Terbitnya perpres ini dianggap sebagai
legalisasi bagi pembangunan empat pulau reklamasi di Teluk Jakarta, Keempat
pulau tersebut adalah Pulau C, D, G, dan N

• Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa Perpres


60 Tahun 2020 ini hanya untuk mengakomodasi pulau-pulau reklamasi yang telah
dibentuk. Nantinya pulau reklamasi diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32
Tahun 2014 Tentang Kelautan serta dalam Rencana Zonasi Kawasan Strategis
Naisonal Tertentu (RZKSNT)
Pulau C memiliki luas lahan 276 ha, dengan komposisi
rencana penggunaan lahan:

1. Minimal 20% untukRTH publik,

2. Minimal 10% untukRTH privat,

3. Minimal 10% untuk RTH privat yang


didedikasikan untuk publik,

4. Minimal 10%untuk ruang terbuka biru,

5. Minimal 10% untukjaringan jalan,

6. Minimal 5% untuk kawasan pelayanan umum


dan sosialdan 40% untuk kawasan vertikal,

7. Maksimal perumahan campuran, horizontal


dan pendukung, pelabuhan, industri
danpergudangan.

Sumber :RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010-2030 dan RTRWTangerang , PT. Pelindo I I , 2 0 11
Pulau D memiliki luas lahan 312 ha dengan
komposisi rencana penggunaan lahan:

Minimal 20%untuk RTH publik,

Minimal 10%untuk RTH privat,

Minimal 10%untuk RTH privat yang


didedikasikan untuk publik,

Minimal 5%untuk ruang terbuka biru,

Minimal 10% untukjaringan jalan,

Minimal 5% untuk kawasan pelayanan umum


dan sosialdan

Maksimal 45% untuk kawasan perumahan


horizontal dan vertical, campuran,
pendukung, pelabuhan, industri dan
pergudangan

Sumber :RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010-2030 dan RTRWTangerang , PT. Pelindo I I , 2 0 11
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai