Anda di halaman 1dari 2

1. Pengelolaan Warisan Berkelanjutan Secara Terpadu.

Pengelolaan warisan budaya ini perlu menganut prinsip berkelanjutan. Berkelanjutan ini
diperuntukkan agar kelestarian dari warisan tersebut dapat terus terjaga. Dalam mencapai prinsip
berkelanjutan, pendekatan secara holistik diperlukan. Pendekatan berkelanjutan dapat dilakukan dari
sisi lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Semua prinsip ini berkisar pada tiga kriteria utama untuk
keberlanjutan yang menurut Organisasi Pariwisata Dunia (McIntyre et al., 1993) adalah:

 Keberlanjutan sosial budaya, untuk memastikan bahwa pembangunan meningkatkan kontrol


masyarakat atas kehidupan mereka, sesuai dengan budaya dan nilai-nilai masyarakat yang
terkena dampaknya, serta mempertahankan dan memperkuat identitas komunitas
 Kelestarian lingkungan, untuk memastikan bahwa pembangunan selaras dengan pemeliharaan
dan pelestarian lingkungan (mencakup lingkungan alam dan lingkungan buatan).
 Keberlanjutan ekonomi, untuk memastikan bahwa pembangunan efisien secara ekonomi dan
sumber daya dikelola sehingga dapat mendukung generasi mendatang.Upaya pengelolaan
warisan berkelanjutan secara terpadu iini menggunakan dua pendekatan yaitu preservasi
warisan budaya dan wisata sejarah. Kedua pendekatan ini mendukung pengelolaan warisan
yang berkelanjutan.

Diluar konsep keberlanjutan, pengelolaan warisan budaya membutuhkan adanya sebuah integrasi dari
dua pendekatan yaitu preservasi warisan budaya dan wisata sejarah. Kebutuhan adanya integrasi
antara pariwisata dan preservasi ini merupakan salah satu tantangan bagi pengelola warisan budaya.
Baik preservasi warisan budaya dan wisata sejarah, keduanya memiliki pendekatannya masing-
masing. Berikut merupakan pendekatan yang perlu dilakukan demi teciptanya preservasi warisan
budaya dan wisata sejarah yang terintegrasi.

a. Pengelolaan objek warisan budaya


Pengelolaan objek warisan budaya ini diawali dengan pemikiran Le Duc dan Ruskin yang
berbicara mengenai penanganan bangunan-bangunan budaya/sejarah. Pendekatan
berdasarkan Le Duc dan Ruskin memiliki tiga aspek utama yaitu:

 Menentukan jenis properti bersejarah yang akan dilestarikan. Properti yang


diidentifikasi untuk pelestarian adalah properti fisik (berwujud).
 Menentukan nilai kekayaan sejarah yang akan dilestarikan. Properti dievaluasi untuk
signifikansi historis dan arsitekturalnya.
 Menentukan jenis perawatan kuratorial yang akan dilakukan pada properti untuk
menjaga integritas sejarah dan arsitekturnya. Terinspirasi oleh filosofi 'scrape-anti
scrape', perawatan untuk properti historis didasarkan pada tingkat perubahan yang
dapat dikenakan pada fitur fisik tanpa mempengaruhi integritas historisnya. Ini
termasuk preservasi, rehabilitasi, restorasi, dan rekonstruksi.
b. Pengelolaan pariwisata sejarah yang berkelanjutan
Pariwisata yang berkelanjutan menurut Organisasi Pariwisata Dunia adalah pariwisata yang
mengarah pada pengelolaan semua sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan
ekonomi, sosial, dan estetika dapat dipenuhi dengan tetap menjaga integritas budaya, proses
ekologi esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. ( McIntyre et al.,
1993). Konsep pariwisata yang berkelanjutan ini memiliki prinsip-prinsip. Salah satu prinsip-
prinsipnya diantaranya dikemukakan oleh Jamieson, 1997; Garrod & Fyall, 1998; Jamal &
Tanase, 2005). Berikut merupakan prinsip-prinsip yang telah dirumuskan:
 Pariwisata berkelanjutan harus memungkinkan pemerataan antargenerasi melalui
pemerataan manfaat dan biaya aspek sosial, ekonomi, ekologi dan budaya (Jamieson,
1997; WTO, 1998; Jamal & Tanase, 2005).
 Pariwisata berkelanjutan harus memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan
keuntungan dari pengembangan pariwisata melalui memungkinkan akses yang adil
ke sumber daya budaya, dan menyediakan lapangan kerja yang berkualitas
(Jamieson, 1997; Jamal & Tanase 2005).
 Pariwisata berkelanjutan harus menjaga keragaman dalam sistem sosial, budaya,
ekonomi dan lingkungan di masyarakat (Fyall & Garrod, 1997).

c. Peran stakeholder dalam mewujudkan pengelolaan yang terintegrasi


Teori pemangku kepentingan dipelopori oleh Freeman (1984) yang mengemukakan bahwa
suatu organisasi dicirikan oleh hubungannya dengan pemangku kepentingan organisasi
(termasuk berbagai kelompok, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan anggota
masyarakat). Freeman (1984) menyatakan bahwa manajemen pemangku kepentingan yang
efektif memerlukan identifikasi semua pemangku kepentingan terkait dan kepentingan
mereka,

Anda mungkin juga menyukai