Anda di halaman 1dari 6

PARIWISATA BAHARI

CHAPTER 4
(Akar Ideologi dan Teori Pembangunan Berkelanjutan, Sejarah Pembangunan
Berkelanjutan, Pembangunan Pariwisata Bahari Berkelanjutan (Keberlanjutan
Ekosistem, Keberlanjutan Budaya, dan Keberlanjutan Ekonomi))

Oleh: Kartika Sophiana Safitri

A. AKAR IDEOLOGI DAN TEORI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Dalam World Environment Protection Strategy, definisi pembangunan berkelanjutan
sendiri disebutkan sebagai proses “pembangunan yang dilakukan tanpa menghabiskan dan
merusak sumber daya”. Sementara itu, definisi pembangunan berkelanjutan yang paling
banyak disitasi saat ini adalah “pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri” (WCED, 1987). Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa pembangunan
berkelanjutan dicapai dengan cara mengelola sumber daya agar dapat diperbarui atau dengan
cara beralih dari penggunaan sumber daya yang sulit diperbarui ke sumber daya yang mudah
untuk diperbarui. Generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber
daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan ketersediaan
sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang, sehingga tidak menghilangkan
kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Hal ini
merupakan bentuk upaya melakukan pengelolaan kepariwisataan dengan merealisasikan
prinsip pembangunan berkelanjutan, agar sumberdaya pariwisata selalu bernilai dari
generasi ke generasi dan keseimbangan antara manfaat ekonnomi, kelestarian lingkungan
alam, dan nilai sosial-budaya selalu terjaga.
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (1990) pembangunan (yang pada dasarnya
lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu:
1. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources
2. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya
3. Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.
Mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs) dari UNDP UNWTO
mengembangkan prinsip pariwisata berkelanjutan di tahun 2015. Beberapa prinsip dasarnya
yaitu prinsip keseimbangan antara People, Planet, Prosperity, Peace dan Partnership, yang
sekarang dikenal dengan singkatan 5 Ps, dengan 17 indikator yang menyertainya. Berikut
adalah penjabaran dari 5 Ps tersebut.
1) People: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus
bertujuan untuk menghentikan kemiskinan (poverty) dan kelaparan (hunger), dalam
segala bentuk dan dimensi apapun, dan juga untuk memastikan bahwa semua manusia
memiliki kesetaraan dalam martabat dan dalam lingkungan yang sehat.
2) Planet: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus
bertujuan untuk melindungi planet atau sumberdaya alam beserta iklim yang dapat
selalu mendukung kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
3) Prosperity: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus
bertujuan untuk memastikan bahwa semua manusia dapat menikmati kehidupan yang
sejahtera, kebutuhan hidup yang terpenuhi, serta memastikan kemajuan ekonomi, sosial
dan teknologi berjalan selaras dengan alam.
4) Peace: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus
bertujuan untuk menumbuhkan masyarakat yang menjungjung kedamaian, keadilan, dan
inklusifitas (tidak eksklusif).
5) Partnership: dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan
harus bertujuan untuk menguatkan semangat solidaritas dan kolaborasi global, sehingga
permasalahan lintas geografis dan lintas sektoral dapat ditanggulangi dengan baik.

B. SEJARAH PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mulai digaungkan pada tahun 1980-an
(Sirakaya dkk., 2001). Konsep tersebut sebenarnya diadopsi dan dipostulasikan dari konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai konsep besarnya. Menurut
Maksimeniuk & Timakova (2020), definisi pembangunan berkelanjutan mulai disebutkan
pertamakali dalam “World Environment Protection Strategy” yaitu suatu undang-undang
international mengenai strategi proteksi lingkungan yang dikeluarkan oleh World
Conservation Union atau sekarang dikenal dengan International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN) pada tahun 1980.
Selanjutnya, pembangunan berkelanjutan tidak hanya sebatas dalam konsep yang diteliti
oleh para peneliti dan akademisi saja, tetapi mulai diadopsi dalam berbagai kebijakan dan
peraturan oleh negara-negara di dunia yang selanjutnya menjadi agenda bersama dari
negara-negara PBB.
Pertemuan demi pertemuan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan telah
terselenggara yang diinisiasi oleh negara-negara PBB seperti Earth Summit di Rio de
Janeiro-Brazil (1992), Millennium Summit pada September 2000 di kantor pusat PBB di
New York, KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan di Afrika Selatan (2002),
Konferensi PBB dalam pembangunan berkelanjutan (Rio+20) di Rio de Janeiro-Brazil
(2012), dan puncaknya pada tahun 2015 dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan PBB (the
UN Sustainable Development Summit) terciptalah kebijakan internasional mengenai
pembangunan berkelanjutan yang disebut dengan SDGs (Sustainable Development Goals)
atau agenda 2030.
Sekarang, SDGs terus di-review dan dievaluasi melalui Forum Politik Tingkat Tinggi
tentang Pembangunan Berkelanjutan (High-level Political Forum on Sustainable
Development) yang dilakukan setahun sekali. Dengan adanya SDGs ini, pembangunan
berkelanjutan telah menjadi isu bersama negara-negara di dunia, terutama negara-negara
yang terafiliasi dengan PBB.

C. PEMBANGUNAN PARIWISATA BAHARI BERKELANJUTAN


Latar belakang untuk dapat mengembangkan pariwisata bahari yakni:
1. Membuka destinasi baru di kawasan nusantara
2. Mengangkat akses laut sebagai sarana pencapaian daerah tujuan wisata (DTW) dan
pesisir indonesia yang terisolir.
3. Membentuk untaian destinasi di perairan Nusantara.
4. Menjalin network antara kabupaten, kota dan provinsi.
5. Membuka peluang, informasi, edukasi industri bagi masyarakat dan pemuda pesisir.
6. Memotivasi kaum muda pesisir untuk mau melakukan inovasi dalam wacana
kebaharian.
7. Sebagai sarana promosi kepada dunia dan sarana pendukung PAD dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Menurut Guru Besar FPIK-IPB, Prof. Tridoyo Kusumatanto dalam bukunya “Ocean
Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah”, fokus utama dalam
kebijakan pengembangan pariwisata bahari harus diutamakan untuk beberapa hal.
1) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana publik untuk menciptakan pelayanan
dan kenyamanan.
2) Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam
mengelola pariwisata bahari.
3) Mengembangkan sitem pendataan dan informasi yang lengkap dengan memanfaatkan
teknologi modern, sehingga memudahkan wisatawan dalam mendapatkan informasi dan
akses cepat, mudah, dan murah.
4) Mengembangkan aktivitas ekonomi non-pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan
kegiatan pariwisata bahari, misalnya industri kerajinan, perikanan, restoran semisal
seafood, dan jasa angkutan laut.
5) Meningkatkan jaminan dan sistem keamanan bagi wisatawan yang memanfaatkan
potensi pariwisata bahari.
6) Mengembangkan model pengelolaan pariwisata bahari yang mampu menjaga
kelesatarian ekosistem laut dan budaya masyarakat lokal.

ASPEK – ASPEK PEMBANGUNAN PARIWISATA BAHARI

1. Aspek pembangunan lingkungan alam


a) Physical integrity (keutuhan lingkungan fisik), menjaga dan membangun kualitas
lanskap, dan mencegah pencemaran ekologi serta visual. Salah satu caranya dengan
menjaga kelestarian terumbu karang dan reboisasi pantai dengan penanaman mangrove;
b) Biological diversity (keanekaragaman hayati), mempromosikan dan melindungi
lingkungan, habitat alam dan biota laut, serta meminimalkan dampak pariwisata
terhadap lingkungan alam. Salah satu contoh adalah penangkapan penyu hijau untuk
dimanfaatkan cangkang, telur, dijadikan obat tradisional atau dikonsumsi dagingnya.
Berdasarkan IUCN SSC Marine Turtle Specialist Group, hal ini membuat penyu hijau
kini terancam punah ;
c) Effective waste management (pengelolaan limbah yang efektif), meminimalkan
pemanfaatan sumber daya langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan pariwisata.
Contohnya, minyak bumi yang ditambang dikilang lepas pantai, dan deposit logam
bawah laut seperti logam mangan dan nikel.
d) Clean environment (kebersihan lingkungan alam), meminimalkan pencemaran air,
udara, tanah dan pengurangan limbah oleh wisatawan dan bisnis pariwisata.

2. Aspek pembangunan ekonomi


a) Economic profitability (keuntungan ekonomi), memastikan kelangsungan hidup dan
daya saing destinasi dan bisnis untuk mencapai kelangsungan hidup secara jangka
panjang;
b) Local prosperity (kemakmuran masyarakat setempat), memaksimalkan manfaat
ekonomi dari sektor pariwisata bagi masyarakat setempat, termasuk pengeluaran
wisatawan di destinasi tersebut;
c) Quality of employment (kualitas pekerjaan), meningkatkan kuantitas dan kualitas
pekerjaan di destinasi yang terkait dengan pariwisata, termasuk upah, lingkungan kerja
dan kesempatan kerja tanpa diskriminasi;
d) Sosial equity (kesetaraan sosial), memastikan distribusi manfaat sosial dan ekonomi
yang adil dan merata yang berasal dari pariwisata.

3. Aspek pembangunan sosial-budaya


a) Cultural wealth (kekayaan budaya), memelihara dan mengembangkan warisan budaya
lokal, adat istiadat, dan keunikan karakteristik atau sifat dari komunitas dan masyarakat
setempat. Mengemas dengan lebih apik untuk dijadikan atraksi budaya yang akan terus
dikenang sepanjang masa.
b) Welfare of the community (kesejahteraan komunitas), membangun kesejahteraan
masyarakat termasuk infrastruktur sosial, akses sumber daya, kualitas lingkungan dan
pencegahan korupsi sosial serta eksploitasi sumber daya;
c) Meeting expectations of visitors (memenuhi ekspektasi pengunjung), memberikan
pengalaman wisata yang aman dan menyenangkan, yang dapat memenuhi kebutuhan
dan harapan wisatawan;
d) Local control (pengendalian oleh masyarakat setempat), pelibatan masyarakat
setempat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan destinasi
pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA

Bolnick, Steven (2003). Promoting the Culture Sector through Job Creation and Small
Enterprise Development in SADC Countries: The Ethno-tourism Industry. International Labour
Organization

Maksimeniuk, V., & Timakova, R. (2020). Revisiting the notion of “sustainable tourism”
for legal regulation purposes in russian federation and republic of belarus. Les Ulis: EDP
Sciences. doi:http://dx.doi.org/10.1051/e3sconf/202020806004

Sirakaya, E., Jamal, T. and Choi, H.S. (2001), “Developing tourism indicators for
destination sustainability”, in Weaver, D.B (Ed.), The Encyclopedia of Ecotourism, CAB
International, New York, NY, pp. 411-32.

Texas Park & Wildlife. “What is nature tourism?” diakses pada 20 Oktober 2023 di
https://tpwd.texas.gov/landwater/land/programs/tourism/what_is/#:~:text=Nature%20tourism%2
0–%20responsible%20travel%20to,%2C%20fishing%2C%20and%20visiting%20parks.

Tridoyo Kusumastanto. (2003). Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era
Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

UC NEWS. (2013). “Memajukan Wisata Bahari”. Diakses pada 20 Oktober 2023 pada
https://bit.ly/45P7CKQ.

World Commission on Environment & Development (WCED) (1987), Our Common


Future, Oxford University Press, Oxford.

Anda mungkin juga menyukai