Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN KASUS GOUT ARTHRITIS PADA NY.J DI DESA

MAINDU KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

Dosen Pembimbing : Arief Adriyanto, M.Kep., Sp.Kep. Kom

DISUSUN OLEH :

DOBY OKTOVIAN ALFARIZI WIBOWO

202003121

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan

Gangguan Fisik Sebagai Syarat Pemenuhan Tugas Keperawatan Gerontik

Program Studi Profesi Ners Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto oleh :

Nama : Doby Oktovian Alfarizi Wibowo

Nim : 202003121

Prodi : Profesi Ners

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Lamongan, februari 2021

Mahasiswa

(Doby Oktovian A Wibowo )

Mengetahui,

Pembimbing Akademik,
BAB 1

PENDAHULUAN
(Arief Adriyanto, M.Kep., Sp.Kep. Kom)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring bertambahnya usia seseorang maka terjadi kecenderungan

menurunnya berbagai kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler

maupun pada tingkat organ yang dapat mengakibatkan terjadinya

degenerasi sejalan dengan proses menua. Proses menua ini dapat

berpengaruh pada perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh

terhadap penampilan fisik, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya

pada kehidupan sehari-hari. Setiap individu mengalami perubahan-

perubahan tersebut secara berbeda, ada yang laju penurunannya cepat dan

dramatis, serta ada juga perubahannya lebih tidak bermakna. Pada lanjut

usia terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat

berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai

macam penyakit seperti peningkatan kadar asam urat (Anwar & Yulia,

2020). Asam urat (Gout) merupakan salah satu penyakit yang banyak

diderita masyarakat. Walaupun pada umumnya masyarakat berpikir

penyakit asam urat hanya diderita pada usia lanjut, akan tetapi apabila

tidak diperhatikan pola makan yang sehat tidak menutup kemungkinan,

saat remaja atau muda pun akan menderita penyakit ini. Asam urat terjadi

ketika kandungan purin pada tubuh diambang batas kewajaran (Sakinah,

2015).

Berdasarkan dataWorld Health Organization, prevalensi gout


arthritis di dunia sebanyak 34,2%. Gout arthritis sering terjadi di negara

maju seperti amerika. Prevalensi gout arthritis di Negara amerika sebesar

26,3% dari total penduduk. Peningkatan kejadian gout arthritis tidak hanya

terjadi di negara maju saja. Namun, peningkatan juga terjadi di negara

berkembang, salah satunya di Negara Indonesia (WHO, 2017).

Hasil Riskesdas tahun 2018 tercatat bahwa prevelensi penyakit

sendi di Indonesia berdasarkan wawancara diagnosis dokter (7.3%).

Seiring dengan bertambahnya umur, demikian juga yang diagnosis dokter

prevalensi tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (18.9%). Prevalensi berdasarkan

umur yang didiagnosis dokter lebih tinggi pada perempuan (8.5%)

dibanding laki-laki (6.1%) (RISKESDAS, 2018). Prevalensi gout di Jawa

Timur sebesar 17%. Hasil Riskesdas jawa timur 2018, Proporsi tingkat

ketergantungan lansia usia ≥60 tahun berdasarkan penyakit sendi tertinggi

pada tingkat ketergantungan mandiri (67,51%).

Di Kabupaten Lamongan,Gout arthritis masuk ke dalam 10

penyakit utama pada tahun 2016. Keterangan verbal dari pihak Dinkes

Kabupaten Lamongan pada tanggal 25 Maret 2019, menyebutkan bahwa

masyarakat melakukan pemeriksaan asam urat hanya jika sudah merasa

gejala nyeri persendian sehingga data diagnosa hiperurisemia belum dapat

dilaporkan dengan spesifik (Pangestu, Bakar, & Nimah, 2019).

Faktor penyebab orang terserang penyakit asam urat, adalah

genetik atau riwayat keluarga, asupan senyawa purin berlebihan, konsumsi

alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), hipertensi, gangguan fungsi ginjal


dan obat-obat tertentu (terutama diuretika).

Mereka yang memiliki keluarga penderita asam urat merupakan

salah satu faktor risiko serangan asam urat, sekitar 18 persen penderita

asam uratmemiliki riwayat penyakit yang sama pada salah satu anggota

keluarganya, entah dari orang tua maupun kakek neneknya. Hubungan

antara keturunan dengan kadar asam urat diduga karena adanya

metabolisme yang berlebihan dari purin merupakan salah satu hasil residu

metabolisme tubuh terhadap makanan yang mengandung purin, kondisi ini

secara teoritis dapat diturunkan dari orangtua ke anaknya (Sukarmin ,

2015). Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan

nukleotida purin seperti sarden, jeroan akan meningkatkan produksi asam

urat. Menurut asumsi peneliti bahwa lansia yang memiliki asupan purin

tinggi lebih beresiko mengalami kadar asam urat tinggi atau terjadinya

gout arthritis sebanyak 43,9 kali dibandingkan dengan lansia yang

memiliki asupan purin yang normal (Syarifah, 2018).Mekanisme biologi

yang menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dengan resiko

terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses

pemecahan adeno sintrifosfat dan produksi asam urat. Alkohol memiliki

kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam

urat dalam tubuh. Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara

signifikan dengan resiko arthritis gout. Resiko arthritis gout sangat rendah

untuk pria dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22 tetapi meningkat

tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau lebih besar
(Widyanto, 2014).

Asam urat juga berhubungan dengan tekanan darah, secara teori

menjelaskan hubungan hiperurisemia dengan hipertensi, hipertensi akan

berakhir dalam penyakit mikrovaskuler dengan hasil akhirnya berupa

iskemi jaringan yang akan meningkatkan sintesis asam urat melalui

degradasi adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenin dan xantin (Febrianti,

Asrori, & Nurhayati, 2019). Dalam tubuh seseorang pasti akan ditemui zat

purin, ada yang normal dan ada pula yang berlebih. Apabila kadar purin

berlebih, maka mengakibatkan kerja ginjal tidak akan mampu

mengeluarkan zat tersebut. Kristal asam urat akan menumpuk

dipersendian (Simbolon, Nagoklan, & Ringo, 2019). Penggunaan obat

diuretikmerupakan faktor resiko yang signifikan untuk perkembangan

arthritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi

asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis

rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk kardioprotektif, juga

meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia lanjut.

Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid,

etambutol, dan niasin (Widyanto, 2014).

Faktor-faktor tersebut diatas dapat meningkatkan kadar asam urat,

jika terjadi peningkatan asam urat serta ditandai linu pada sendi, terasa

sakit, nyeri, merah dan bengkak keadaan ini dikenal dengan gout. Gout

termasuk penyakit yang dapat dikendalikan walaupun tidak dapat

disembuhkan, namun kalau dibiarkan saja kondisi ini dapat berkembang


menjadi arthritis yang melumpuhkan (Gustomi & Wahyuningsih, 2016).

Penyebab utamanya adalah tingginya kadar asam urat dalam darah yang

bisa dipicuh oleh bermacam faktor. Rasa nyeri hebat pada persendian yang

dirasakan berulang-ulang sangat mengganggu penderitanya. Jika tidak

segera diatasi, penyakit ini juga bisa menyebabkan kelainan bentuk tulang

serta komplikasi gangguan ginjal,jantung,diabetes mellitus,stroke,dan

oesteoporosis (Nasir, 2017). Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah

gout arthritis, pencegahan dapat dilakukan dengan menjauhi makanan dan

minuman yang dapat memicu penyakit asam urat, menurunkan berat

badan, dan cukup minum air putih (Songgigilan, Rumengan, & Kundre,

2019).

Penanganan gout arhritis difokuskan pada cara mengontrol nyeri,

hal tersebut merupakan hal yang sering dialami oleh penderita gout

arthritis, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan atau

mempertahankan fungsi kualitas hidup. Penanganan meliputi terapi

farmakologis dan non farmakologis, penatalaksanaan nyeri terdiri atas

intervensi yang bersifat independen atau nonfarmakologis dan intervensi

kolaboratif atau pendekatan secara individu salah satu tindakan

nonfarmakologis untuk penderita gout arthritis diantaranya adalah

kompres air hangat. Peran perawat dalam menangani penderita gout

arthritis yaitu dengan memberikan asuhan keperawatan kepada penderita

seperti cara mengontrol nyeri asam urat yang kambuh, perawat juga dapat

memberikan informasi atau pengetahuan kepada penderita tentang


penyebab dan penanganan penurunan skala nyeri gout arthritis (Mulfianda

& Nidia, 2019).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia Ny. J

dengan masalah Kecemasan di Desa Maindu Kecamatan Kedungpring

Kabupaten Lamongan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan Gerontik pada

lansia Ny. J dengan masalah gout artritis di Desa Maindu Kecamatan

Kedungpring Kabupaten Lamongan.

2. Melakukan analisa data dan merumuskan diagnosa Asuhan

Keperawatan Gerontik pada lansia Ny. J dengan masalah gout

artritis di Desa Maindu Kecamatan Kedungpring Kabupaten

Lamongan.

3. Membuat rencana intervensi Asuhan Keperawatan Gerontik

pada lansia Ny. J dengan masalah Gout artritis Desa Maindu

Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan.

4. Melakukan implementasi Asuhan Keperawatan Gerontik pada

lansia Ny. J dengan masalah gout artritis di Desa Maindu Kecamatan

Kedungpring Kabupaten Lamongan.

5. Melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia

Ny. J dengan masalah gout artritis di Desa Maindu Kecamatan


Kedungpring Kabupaten Lamongan.
BAB II

LANDASAN TIORI

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menua bukanlah penyakit, tetapi merupakan Proses yang berangsur-angsur

mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahun tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh

(Kholifah, 2016). Menurut Nugroho (dalam Kholifah 2016) menua atau

menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan, yaitu

anak, dewasa, dan tua.

2.1.2 Batasan Lansia

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (dalam Khushariyadi,

2012), ada empat tahapan yaitu :

1) Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly): 60-75 tahun

3) Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old): >90 tahun

b. Menurut Alm. Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (dalam

Khushariyadi, 2012), guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas

Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia di bagi

menjadi:

1) Masa bayi (0-1 tahun)


2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)

3) Masa sekolah (usia 6-10 tahun)

4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)

5) Masa setengah umur, presenium (usia 40-65 tahun)

6) Masa lanjut usia, senium (usia >65 tahun)

c. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (dalam khushariyadi, 2012), psikologi

dari Universitas Indonesia Kedewasaan

1) Fase iuventus (usia 25-40 tahun)

2) Fase vertalitas (usia 40-50 tahun)

3) Fase presenium (usia 55-65 tahun)

4) Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)

2.1.3 Ciri-Ciri Lansia

Menurut Soejono 2000, dalam Ratnawati (2017) mengatakan

bahwa pada tahap lansia, individu mengalami banyak perubahan baik

secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai

fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.

Perubahan fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai

memutih, muncul kerutan diwajah, ketajaman panca indra menurun, serta

terjadi kemunduran daya tahan tubuh. Dimasa ini lansia juga harus

berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta

perpisahan dengan orang yang dicintai. Maka dari itu, dibutuhkan

kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi

perubahan di usuia lanjut secara bijak.


2.1.4 Karakteristik Lansia

Menurut Kholifah tahun 2016, usia lanjut merupakan usia yang

mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari

60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dan

proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap

penuaan). Masa tua merupakan masa hidup yang terakhir, dimana pada

masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, sosial sedikit

demi sedikit sehinggan tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap

penuaan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,

termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas

fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan

degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf

dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regenaratif yang terbatas,

mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan

dengan orang lain.

2.1.5 Tipe-Tipe Lansia

a. Tipe Arif Bijaksana

Tipe ini di dasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki banyak

pengalaman, kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman mempunyai kesibukan, memiliki kerendahan hati,

sederhana, dermawan dan dapat menjadi panutan.

b. Tipe Mandiri

Tipe mandiri yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi

undangan.

c. Tipe Tidak Puas

Tipe tidak puas terjadi karena konflik lahir batin menentang proses

penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,

sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

d. Tipe Pasrah

Tipe pasrah ialah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe Bingung

Kaget kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, acuh tak acuh

2.2 Konsep Dasar Gout Arthritis

2.2.1 Pengertian

Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin

yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-

ulang. Penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai

usia lanjut dan wanita pasca menopuse. (Nurarif dan kusuma, 2016).

Arthritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena

deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. Gout terjadi akibat

dari hiperurisemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat)

disebabkan karena penumpukan purin dan eksresi asam urat kurang dari

ginjal (Sya’diyah, 2018).


2.2.2 Etiologi

Gangguan metabolik dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini

ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium (MSU) dan

kalsium pirofosfat dihidrat (CCPD), dan pada tahap yang lebih lanjut

terjadi degenarasi tulang rawan sendi (Nurarif dan Kusuma, 2016). Gejala

arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap

pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Kelainan ini

berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yang hiperurisemia

(Sya’diyah 2018). Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:

a. Pembentukan asam urat yang berlebih

1) Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang berlebih

2) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat

berlebih karena penyakit lain, seperti leukimia, terutama bila diobati

dengan sitotistika psoarisis, polisetemia vera dan mielofibrosis

b. Kurang asam urat melalui ginjal

1) Gout primer renal terjadi karena ekseresi asam urat ditubuli distal

ginjal yang sehat.

2) Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal,

misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronis.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Menurut Price & Wilson tahun 2006, dalam Nurarif dan Kusuma

(2016) terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak di obati:

a. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini


asam urat serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari

peningkatan asam urat serum.

b. Stadium kedua arthritis gout terjadi awitan mendadak pembengkakan

dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi

metatarsofalengeal.

c. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis.

Tidak terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung

dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami

serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak di

diobati

d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik dengan timbunan asam urat

yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak

dimulai peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat

mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku juga pembesaran dan pembesaran

dan penonjolan sendi yang bengkak.

2.2.4 Patofisiologi

Menurut Sya’diyah tahun 2018 banyak faktor yang berperan dalamn

mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui perannya

adalah konsentrasi asam urat didalam darah. Mekanisme serangan gout

akut berlansung beberapa fase secara berurut.

a. Presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila

konsentrasi dalam plasma darah 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di

rawan, sonovium, jaringan paraartikuler misalnya bursa, tendon dan


selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus

(coat) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dangan igG akan

merangsang netrofi untuk berespon untuk pembentukan kristal.

b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)

Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotoksis yang

menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi

fagositosis kristal oleh leukosit

c. Fagositosis

Kristal difagositosis oleh leukosit membentuk fagolisosom dan

akhirnya membran vakuala disekeliling kristal bersatu dan membran

leukositik lisosom.

d. Kerusakan lisosom

Terjadi kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi

ikatan hidrogen antara permukaan kristal membran lisosom, peristiwa

ini menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan

oksidae radikal kedalam sitosplasma.

e. Kerusakan sel

Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan

kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas

inflamasi dan kerusakan jaringan.

2.2.5 Penatalaksanaan

Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut

dan penanganan hiperurisemia pada pasien arthritis kronik. Ada 3 tahapan


dalam terapi penyakit ini (Nurarif dan Kusuma, 2016):

a. Mengatasi serangan akut

b. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal asam

urat pada jaringan, terutama persendian.

c. Terapi pencegahan menggunakan terapi hiperurisemia


Alkohol Makanan Penyakit & obat-
(kepeting, seafood dll) obatan
Kadar laktat
dalam darah + Menghambat eksresi asam
Kadar protein +
urat di tubulus ginjal

Survei asam urat - Produksi asam urat >>

Ggg, Metabolisme purin

2.2.6 Pathway

Pelepasan kristal monosodium urat


Diluar cairan tubuh
Penimbunan kristal urat
Didalam dan sekitar sendi
Pengendapan kristal urat
Penimbunan pada membran sinivial &
Perangsangan respon tulang rawan artikular
fagositosis oleh leukosit
Erosi tulang rawan, proliferasi
Leukosit memakan sinovial & pembentukan panas
Gout kristal urat

Degenerasi tulang rawan sendi

Mekanisme peradangan Terbentuk tofus, fibrosis,


Akumulasi eksudiat pada akilosis pada tulang
Pelepasan Sirkulasi jar. intertisial
oleh sel mast: daerah Perubahan
bradikin, radang + Pembentuk bentuk tubuh
histamin, Oedeme jaringan an tukak pada tulang &
prostagladin Vasodilatasi dari kapiler pada sendi sendi
Eritema, panas Penekanan pada jar.
Hipothalamus Tofus-tofus
sendi Ggg. Konsep diri, citra
mengering
Nyeri diri
Menstimulasi
nosiseptor Gangguan perfusi Kekakuan pada
sendi
jaringan
Mekanisme nyeri
Hambatan mobilitas
Membatasi
pergerakan sendi
2.2.7 Komplikasi

Meskipun penyakit asam urat jarang menimbulkan komplikasi, namun tetap patut di waspadai.

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya sebagai berikut:

a. Munculnya benjolan keras (tofi) di sekitar area yang meradang

b. Kerusakan sendi permanen akibat radang yang terus berlangsung serta tofi di dalam sendi yang

merusak tulang rawan dan tulang sendi itu sendiri. Kerusakan permanen ini biasanya terjadi pada kasus

penyakit asam urat yang diabaikan selama bertahu-tahun.


2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Gout Arthritis

2.3.1 Pengkajian

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama, suku

bangsa, taggal masuk, diagnosis medis.

b. Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak dan terasa kaku.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.

d. Nutrisi atau cairan

1) Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan

adekuat mual, anoreksia.

2) Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada membran

mukosa.

e. Aktifitas atau istirahat

Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stres pada sendi,

kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi

fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan,

malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan

otot.

f. Kardiovaskuler

Fenomena Raynaud dari tangan misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian

kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.

g. Integritas ego

1) Faktor-faktor stres akut atau kronis misalnya finansial pekerjaan, ketidakmampuan,

faktor-faktor hubungan.

2) Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).


3) Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya

ketergantungan pada orang lain.

h. Hygiene

Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan

pada orang lain.

i. Neurosensory

Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi.

j. Nyeri atau kenyamanan

Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak

pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari) serta kaji nyeri dengan

Provokasi (penyebab), Qualitas (nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang

nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat). (nyerinya

seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan

nyeri terasa bertambah berat).

k. Interaksi sosial

Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.

l. Penyuluhan atau pembelajaran

1) Riwayat rematik pada keluarga.

2) Penggunaan makanan sehat, vitamin, penyembuhan penyakit, tanpa pengujian.

m. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang dilakukan

klien untuk menunjang kesehatannya.

n. Pola persepsi diri

Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran

diri.

o. Pola seksual dan reproduksi


Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual.

p. Pola peran dan hubungan

Kaji status perkawinan, pekerjaan (Purwanto, H., 2016).

q. Fungsional klien

1) Indeks Barthel yang dimodifikasi

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan

aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri,

aktivitas di toilet, mandi, berjal di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian,

mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian:

Tabel 2.1 Indeks Barthel

No. Kriteria Bantuan Mandiri


1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau 5-10 15

sebaliknya
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5

menggosok gigi)
5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, 5 10

menyeka tubuh)
6 Mandi 5 15
7 Berjalan di tempat datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol bladder (BAK) 5 10
Total Skor

Cara penilaian: < 60 : ketergantungan penuh/total

65-105 : ketergantungan sebagian 110 : mandiri

2) Pengkajian index katz Tabel 2.2 Index Katz

Skor INTERPRETASI
A Kemandirian dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK),

berpindah, kekamar kecil, berpakaian dan mandi.


B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari

fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan

satu fungsi tambahan.


D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali

mandi,berpakaian dan satu fungsi tambahan.


E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,

berpakaian, kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan.


F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian,

kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.


G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.

Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat

lain diklasifikasikan sebagai C,D dan E.


3) Pengkajian status kognitif

SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi intelektual lansia.

Tabel 2.3 Status Kognitif

No. Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir? (minimal tahun)
7 Siapa presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa nama presiden sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetapkan

pengurangan 3 dari setiap angka

baru, semua secara menurun.


Total Nilai

Analisis hasil:

Skor salah 0-2: fungsi intelektual utuh

Skor salah 3-4: kerusakan intelektual ringan

Skor salah 5-: kerusakan intelektual sedang

Skor salah 8-10: kerusakan intelektual berat

4) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,

perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.

Tabel 2.4 Mini Mental State Exam

Nilai Pertanyaan Pasien

maksimum
Orientasi Tahun, musim, tanggal, lahir,

(5) bulan, negara, wilayah, daerah


Registrasi Nama 3 obyek (1 detik untuk

(3) mengatakan masing-masing)


tanyakan pada lansia ke 3 obyek

setelah Anda katakan. Beri point

untuk jawaban benar, ulangi

sampai lansia mempelajari ke 3-

nya dan jumlahkan skor yang

telah dicapai
Perhatian dan Pilihlah kata dengan 7 huruf,

kalkulasi misal kata “panduan”, berhenti

(5) setelah 5 huruf, beri 1 point tiap

jawaban benar, kemudian

dilanjutkan, apakah lansia masih

ingat huruf lanjutannya


Mengingat Minta untuk mengulangi ke 3

(3) obyek di atas, beri 1 point untuk

tiap jawaban benar


Bahasa Nama pensil dan melihat (2

(9) point)
Skor 25
Analisis hasil:

Skor salah 0-2: fungsi intelektual utuh.

Skor salah 3-4: kerusakan intelektual ringan.

Skor salah 5-7: kerusakan intelektual sedang.

Skor salah 8-10: kerusakan intelektual berat. (Kholifah, S.N., 2016

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi.

c. Gangguan konsep diri, citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh pada

tulang dan sendi.

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peradangan kronik adanya kristal asam urat
2.3.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian

berhubungan tindakan keperawatan nyeri secara

dengan cidera selama 1 x 24 jam, pasien komprehensif termasuk

biologis btidak mengalami nyeri, lokasi,

demgan kriteria hasil: durasi, frekuensi,

1. Mampu mengontrol kualitas dan faktor

nyeri (tahu penyebab presipitasi nyeri

nyeri, mampu 2. Observasi reaksi non

menggunakan teknik verbal dari

nonfarmakologik untuk ketidaknyamanan

mengurangi nyeri). 3. Bantu pasien dan

2. Melaporkan bahwa keluarga untuk

nyeri berkurang mencari dan

dengan manajemen menemukan dukungan

nyeri 4. Kontrol lingkungan

3. Mampu mengenali skala yang dapat

nyeri (intensitas mempengaruhi nyeri

frekuensi dan gejala 5. Ajarkan teknik non

nyeri) farmakologik: napas

4. Menyatakan rasa dalam, relaksasi dan

nyaman setelah nyeri kompres hangat

berkurang dingin

5. Tanda vital dalam 6. Tingkatkan

rentang normal istirahat/tidur

6. Tidak mengalami 7. Monitor vital sign

gangguan tidur sebelum dan sesudah


pemberian analgesik

petama kali
2. Gangguan Setelah dilakukan Monitoring vital sign

mobilitas fisik tindakan keperawatan sebelum/sesudah latihan

berhubungan selama 1 x 24 jam dan lihat respon pasien

dengan kekakuan gangguan mobilitas fisik saat latihan

pada sendi dengan kriteria hasil: 1. Konsultasikan dengan

1. Klien meningkat dalam terapi fisik tentang

aktivitas fisik rencana teknik

2. Mengerti tujuan dari ambulasi

peningkatan mobilitas 2. Bantu klien unutuk

fisik menggunakan tongkat

3. Memverbalisasikan saat berjalan dan

perasaan dalam terhadap cedera

meningkatakan 3. Ajarkan pasien atau

kekuatan dan tenaga kesahatan lain

kemampuan berpindah tentang teknik

4. Memperagakan ambulasi

penggunaan alat bantu 4. Kaji kemampuan pasien

untuk mobilisasi dala mobilisasi

5. Latih Pasien dalam

memenuhi kebutuhan

ADLS pasien.

6. Berikan alat bantu

jika klien memerlukan


3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling

konsep diri, tindakan keperawatan percaya

citra tubuh selama 1 x 24 jam pasien 2. Berikan kesempatan

berhubungan menunjukkan: mengungkapkan

dengan Gamggun citra tubuh perasaan


perubahan menurun dengan kriteria 3. Dukung upaya klien

bentuk tubuh hasil: untuk memperbaiki

pada tulang dan 1. Gambaran diri citra tubuh

sendi meningkat 4. Dorong klien untuk

2. Gambaran diri sesuai bersosialisassi engan

3. Bisa menyesuaikan orang lain

diri dengan status

kesehatannya
4. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien

jaringan tindakan keperawatan untuk meggunakan

berhubungan selama 1 x 24 jam pakaian yang longgar

dengan peradangan kerusakan integritas 2. Jaga kulit agar tetap

kronik adanya jaringan pasien teratasi bersih dan kering

kristal asam urat dengan kriteria hasil: 3. Mobilasasi pasien (ubah


1. Perfusi jaringan posisi pasien) setiap dua

normal jam sekali

2. Tidak ada tanda-tanda 4. Monitor kulit akan

infeksi adanya kemerahan

3. Ketebalan dan tekstur 5. Monitor aktivitas dan

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan kedalam tindakan selama

fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian

rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan,

pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien tersebut atau
perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat

harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka

validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya. (Amin Huda

Nurarif dan Hardhi Kusuma 2015)

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Menurut Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma (2015). Evaluasi merupakan

tahap akhir dari proses keperawatan untuk mngukur keberhasilan dari rencana

perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien, bila masalah tidak dapat dipecahkan atau

timbul masalah baru amak perawat harus bersama untuk mengurangi atau mengatasi

beban masalah yang ada


DAFTAR PUSTAKA

Abdul, M., & Sitoyo, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Penerbit Andi.
Abiyoga, A. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gout
Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja Tahun 2014. Jurnal
Darul Azhar, 2(1), 47-56.
Anwar, S., & Yulia, V. (2020). Penyuluhan Tentang Pemanfaatan Tanaman Obat
Herbal Untuk Penyakit Asam Urat Di Desa Labuhan Labo. Jurnal
Education And Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, 8(1),
424-427.
Aspiani, R. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi NANDA,
NIC, dan NOC. Jakarta: C.V. Trans Info Media.
Cahyani, F. D., Surachmi, F., & Setyowati, S. E. (2019). Efek Pada Penurunan
Senam Intensitas Nyeri Rematik Pada Pasien Gout Arthritis. Jendela
Nursing Journal, Department of Nursing, Semarang Health Polytechnic,
3(2), 89-97.
Cumayunaro, A. (2017). Rebusan Daun Salam Untuk Penurunan Kadar Asam
Urat Dan Intensitas Nyeri Arthritis Gout Di Puskesmas Andalas Padang.
Menara Ilmu, Stikes Ranah Minang Padang, 11(75), 1-8.
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (1 ed.). Yogyakarta:
Deepublish.
Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: CV. Trans Info
Media .
Febrianti, E., Asrori, & Nurhayati. (2019). Hubungan Antara Peningkatan Kadar
Asam Urat Darah Dengan Kejadian Hipertensi. Jurnal Analisi Kesehatan,
Politeknik Kesehatan Palembang, 8(1).
Gustomi, M. P., & Wahyuningsih, F. (2016). Pemberian Rebusan Daun Sirsak
(Annona muricata linn) Menurunkan Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis.
Journal Of Ners Community, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Gresik,
7(2), 162-172.
Herdiansyah, H. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Herliana, E. (2013). Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal. Jakarta: FMedia.
Hidayat, A. A. (2018). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Iqbal, dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Lemone, P. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (5 ed., Vol. 4).
Jakarta: EGC.
Mulfianda, R., & Nidia, S. (2019). Perbandingan Kompres Air Hangat Dengan
Rendam Air Garam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Penderita Arthritis
Gout. Jurnal SEMDI UNAYA, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh, 217-225.
Nasir, M. (2017). Gambaran Asam Urat Pada Lansia Di Wilayah Kampung
Selayar Kota Makassar. Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Makassar, 8(2).
Nurarif, H. A. (2015). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Jojgakarta: Mediaction.
Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian
Keperawatan (2 ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
(3 ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Ode, S. L. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik Berdasarkan NANDA, NIC,
NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Olfah, Y., & Ghofur, A. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Pangestu, R., Bakar, A., & Nimah, L. (2019). Status Menopause Dapat
Meningkatkan Kadar Asam Urat. Journal Of Ners Community, Program
Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya, 10(02), 140-156.
RISKESDAS. (2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018 : Kementerian Kesehatan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Sakinah. (2015). Hubungan Pengetahuan Persepsi Pasien Dan Peran Keluarga
Terhadap pencegahan Kejadian Asam Urat (Gout) Di Puskesmas Simpang
IV Sipin Kota Jambi. Scientia Journal, Stikes Prima Jambi, 4(3), 210-216.
Sholeh, N. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva
Press.
Simbolon, P., Nagoklan, & Ringo, M. S. (2019). Pendidikan Kesehatan Tentang

Asam Urat Pada Masyarakat. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada

Masyarakat, Tigabinaga Kabupaten Karo Sumatera Utara, 2(2), 127-132.

Songgigilan, A., Rumengan, I., & Kundre, R. (2019). Hubungan Pola Makan Dan
Tingkat Pengetahuan Dengan Kadar Asam Urat Dalam Darah Pada
Penderita Gout Arthritis Di Puskesmas Ranotana Weru. E-Journal
Keperawatan (e-Kp), Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, 7(1).
Sujarwati, Y. N. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Personal Hygiene Pada
Lansia Dengan Peningkatan Kadar Asam Urat Di Panti Werdha Mojopahit
Mojokerto. Jurnal Hospital Majapahit, Politeknik Kesehatan Majapahit
Mojokerto, 9(1), 43-53.
Sukarmin . (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Asam Urat
Dalam Darah Pasien Gout Di Desa Kedungwinong Sukolilo Pati .
University Research Coloquium, Kudus, 95-100.
Sumedi, T. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik (1 ed.). Yogyakarta: ANDI.
Sunaryo, Wijayanti, R, Kuhu, M.M, Sumedi. T, Widayanti, E. D, Sukrillah, &
Kuswati, A. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV:
ANDI OFFSET.
Syarifah, A. (2018). Hubungan Pengetahuan Dan Budaya Dengan Kadar Asam
Urat Pada Lansia. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
Pekanbaru, 8(2), 92-98.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Tri, P.M. (2015). Buku Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah: Studi Kasus.
Jombang.
Uliyah, M, & Hidayat, A. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia (2 ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
WHO. (2017). WHO (World Health Organization) methods and data sources
global burden of diasese estimates 2000-2015.
Widyanto, F. W. (2014). Artritis Gout dan Perkembangannya. E-journal
Keperawatan (e-kep), Kabupaten Blitar, 10(2), 145-152.
Zakiyah, A. (2015). Konsep Nyeri Dan Penatalaksanaan Dalam Praktik Keperawatan

Berbasis Bukti. Jakarta: Salemba Medika.


BAB IBAB III

BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

3.1 IDENTITAS

Nama : Ny .J

Alamat : Maindu-Lamongan

Jenis kelamin : ( ) Laki-laki (√ ) Perempuan

Umur : ( ) Middle (√) Elderly ( ) Old ( ) Very old

Status : (√) Menikah (2) Tidak menikah (3) Janda (4) Duda

Agama : (√) Islam ( ) Protentan ( ) Hindu ( ) Katolik ()

Budha

Suku : (√) Jawa ( ) Madura ( ) Lain-lain, ………………………….

Tingkat pendidikan ;

( ) Tidak tamat SD (√ ) Tamat SD () SMP ( ) SMU ( ) PT ( ) Buta huruf

Lama tinggal di panti : ( ) < 1 tahun ( ) 1 – 3 tahun ( ) > 3 tahun

Sumber pendapatan :

(√) Ada, jelaskan (dari suami)

( ) Tidak, jelaskan ………………………..

Keluarga yang dapat dihubungi :

( ) Ada, ………………….

( ) Tidak …………………..

Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3.2 RIWAYAT KESEHATAN

Keluhan yang dirasakan saat ini :

( ) Nyeri dada ( ) Pusing ( ) Batuk ( ) Panas ( ) Sesak ()

Gatal
( ) Diare ( ) Jantung berdebar (√) Nyeri sendi ( ) Penglihatan kabur

Apa keluhan yang anda rasakan tiga bulan terakhir :

( ) Nyeri dada ( ) Pusing ( ) Batuk ( ) Panas ( ) Sesak ( ) Gatal

( ) Diare ( ) Jantung berdebar (√) Nyeri sendi ( ) Penglihatan kabur

Penyakit saat ini :

( ) Sesak nafas/PPOM (√) Nyeri Sendi/Rematik ( ) Diare

( ) Penyakit kulit ( ) Jantung ( ) Mata () DM ( )Hipertensi

Kejadian penyakit 3 bulan terakhir :

( ) Sesak nafas/PPOM (√) Nyeri Sendi/Rematik ( ) Diare

( ) Penyakit kulit ( ) Jantung ( ) Mata ( ) DM ( )Hipertensi

3.3. STATUS FISIOLOGIS

Bagaimana postur tulang belakang lansia :

(√ ) Tegap ( ) Kifosis ( ) Skoliosis ( ) Lordosis

Tanda-tanda vital dan status gizi :

(1) Suhu : 36,60C

(2) Tekanan darah : 110/80 mmHg

(3) Nadi : 90 x/mnt

(4) Respirasi : 22 x/mnt

(5) Berat badan : 48 kg

(6) Tinggi badan : 155 cm


PENGKAJIAN HEAD TO TOE

1.Kepala :

Kebersihan : bersih

Kerontokan rambut :tidak

Keluhan : tidak

Jika ya, jelaskan : ……………………………………..

2. Mata

Konjungtiva : tidak

Sklera : tidak

Strabismus : tidak

Penglihatan : tidak

Peradangan : tidak

Riwayat katarak : tidak

Keluhan : tidak

Jika ya, Jelaskan : …………………………………………

Penggunaan kacamata :tidak

3. Hidung

Bentuk : simetris

Peradangan : tidak

Penciuman: tidak

Jika ya, jelaskan : ………………………………………….

4. Mulut dan tenggorokan

Kebersihan : baik

Mukosa : lembab
Peradangan/stomatitis : tidak

Gigi geligi : tidak

Radang gusi : tidak

Kesulitan mengunyah : tidak

Kesulitan menelan : tidak

5. Telinga

Kebersihan : ya

Peradangan : tidak

Pendengaran : tidak

Jika terganggu, jelaskan : ………………………………………..

Keluhan lain : tidak

Jika ya, jelaskan : ………………………………………………..

6. Leher

Pembesaran kelenjar thyroid : tidak

JVD : tidak

Kaku kuduk : tidak

7. Dada

Bentuk dada : normal

Retraksi : tidak

Wheezing : tidak

Ronchi : tidak

Suara jantung tambahan : tidak

Ictus cordis : ICS …………………

8. Abdomen
Bentuk : flat

Nyeri tekan : tidak

Kembung: tidak

Supel : tidak

Bising usus : ada, frekwensi : 21 kali/menit

Massa : tidak

9. Genetalia

Kebersihan baik

Haemoroid : tidak

Hernia : tidak

10. Ekstremitas

Kekuatan otot : (skala 1 – 5 )

Kekuatan otot

1 : lumpuh

2 : ada kontraksi

3 : Melawan grafitasi dengan sokongan

4 : Melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan

5 : Melawan grafitasi dengan tahanan sedikit (√)

6 : Melawan grafitasi dengan kekuatan penuh

Postur tubuh:kifois

Rentang gerak : terbatas

Deformitas : tidak, jelaskan …………………………………………

Tremor : tidak

Edema kaki : ya, pitting edema


Penggunaan alat bantu : tidak, jenis : ………………………………

Skala otot: 5 5

4 3

11. Integumen

Kebersihan : baik

Warna : tidak

Kelembaban : lembab

Gangguan pada kulit : tidak, jelaskan ………………………………….

3.4 PENGKAJIAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN

Kebiasaan merokok

(1) > 3 batang sehari

(2) < 3 batang sehari

(3) Tidak merokok (√)

3.5 POLA PEMENUHAN SEHARI-HARI

3.5.1 Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi Frekwensi makan

(1) 1 kali sehari

(2) 2 kali sehari

(3) 3 kali sehari (√)

(4) Tidak teratur

Jumlah makanan yang dihabiskan

(1) 1 porsi dihabis (√)


(2) ½ porsi yang dihabiskan

(3) < ½ porsi yang dihabiskan

(4) Lain-lain

Makanan tambahan

(1) Dihabiskan

(2) Tidak dihabiskan

(3) Kadang-kadang dihabiskan (√)

3.5.2 Pola pemenuhan cairan

Frekwensi minum

(1) < 3 gelas sehari (√)

(2) > 3 gelang sehari

Jika jawaban < 3 gelas sehari, alasan :

(1) Takut kencing malang hari

(2) Tidak haus

(3) Persediaan air minum terbatas

(4) Kebiasaan minum sedikit (√)

Jenis Minuman

(√) Air putih( ) Teh ( ) Kopi ( ) susu ( ) lainnya, ……………..


3.5.3 Pola kebiasaan tidur

Jumlah waktu tidur

( ) < 4 jam (√) 4 – 6 jam( ) > 6 jam

Gangguan tidur berupa

( ) Insomnia ( ) sering terbangun(√) Sulit mengawali ( ) tidak ada gangguan

Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur

( ) santai ( ) diam saja ( ) ketrampilan (√) Kegiatan keagamaan

3.5.4 Pola eliminasi BAB

Frekwensi BAB

(1) 1 kali sehari (√)

(2) 2 kali sehari

(3) Lainnya, ………………….

Konsisitensi

( ) Encer (√) Keras ( ) Lembek

Gangguan BAB

(1) Inkontinensia alvi

(2) Konstipasi

(3) Diare

(4) Tidak ada (√)

3.5.5 Pola BAK

Frekwensi BAK
(1) 1 – 3 kali sehari (√)

(2) 4 – 6 kali sehari

(3) > 6 kali sehari

Warna urine

(1) Kuning jernih

(2) Putih jernih

(3) Kuning keruh (√)

Gangguan BAK

(1) Inkontinensia urine

(2) Retensi urine

(3) Lainnya, tidak ada(√)

3.5.6 Pola aktifitas

Kegiatan produktif lansia yang sering dilakukan

(1) Membantu kegiatan dapur

(2) Berkebun(√)

(3) Pekerjaan rumah tangga

(4) Ketrampilan tangan

Pola Pemenuhan Kebersihan Diri

Mandi
(1) 1 kali sehari

(2) 2 kali sehari

(3) 3 kali sehari (√)

(4) < 1 kali sehari

Memakai sabun

(√) ya ( ) tidak

Sikat gigi

(1) 1 kali sehari

(2) 2 kali sehari (√)

(3) Tidak pernah, alasan …………………………

Menggunakan pasta gigi

(√) ya ( ) tidak

Kebiasaan berganti pakaian bersih

(1) 1 kali sehari

(2) > 1 kali sehari (√)

(3) Tidak ganti


3.6 Indeks Barthel

Nilai
No Jenis aktifitas
Bantuan Mandiri
1. Makan 5 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, 5-10 15
termasuk duduk di tempat tidur.
3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur dan 0 5
mengosok gigi.
4. Aktivitas toilet. 5 10
5. Mandi. 0 5
6. Berjalan di jalan yang datar (jika tidak mampu berjalan 10 15
lakukan dengan kursi roda).
7. Naik turun tangga. 5 10
8. Berpakaian termasuk mengenakan sepatu. 5 10
9. Mengontrol defekasi 5 10
10. Mengontrol berkemih 5 10
Total 100
Interpretasi :

0-20 : Ketergantungan

21-61 : Ketergantungan berat / sangat berat

62-90 : Ketergantungan berat

91-99 : Ketergantungan ringan

100 : Mandiri (√)

3.7 Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan

Bangun dari kursi ( dimasukan dalam analisis )*

Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubuhnya ke atas

dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursiterlebih dahulu, tidak stabil pada saat

berdiri pertama kali. (√)

Duduk ke kursi ( dimasukan dalam analisis )*

Menjatuhkan diri di kursi, tidak duduk di tengah kursi (√)


Keterangan ( )* : kursi yang keras dan tanpa lengan

Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum perlahan-lahan sebanyak

3 kali)

Menggerakan kaki, memegang obyek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya

Mata Tertutup

Sama seperti di atas (periksa kepercayaan pasien tentang input penglihatan untuk

keseimbangannya)

Perputaran leher

Menggerakan kaki, menggenggam obyek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-

sisinya, keluhan vertigo, pusing, atau keadaan tidak stabil.

Gerakan menggapai sesuatu

Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara berdiri

pada ujung-ujung jari kaki, tidak stabil, memegang sesuatu untuk dukungan

Membungkuk

Tidak mampu untuk membungkuk, untuk mengambil obyek-obyek kecil (misal : pulpen)

dari lantai, memegang suatu obyek untuk bisa berdiri lagi, memerlukan usaha-usaha

multiple untuk bangun. (√)

2. Komponen gaya berjalan atau gerakan

Minta klien untuk berjalan pada tempat yang ditentukan  ragu-ragu, tersandung,
memegang obyek untuk dukungan.

Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki pada saat melangkah)

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki), mengangkat

kaki terlalu tinggi ( > 2 inchi ). (√)

Koninuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari samping pasien)

Setelah langkah-langkah awal, tidak konsisten memulai mengangkat satu kaki sementara

kaki yang lain menyentuh lantai. (√)

Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping klien)

Panjangnya langkah yang tidak sama (sisi yang patologis biasanya memiliki langkah yang

lebih panjang : masalah dapat terdapat pada pinggul, lutut, pergelangan kaki atau otot

sekitarnya).

Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih baik diobservasi dari belakang

klien) Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dri sisi ke sisi. (√)

Berbalik

Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan memegang obyek untuk dukungan.
3.8 PENGKAJIAN LINGKUNGAN

3.9 PEMUKIMAN

Luas bangunan : 4 x 10 m2

Bentuk bangunan :

(√) Rumah ( ) Petak ( ) asrama ( ) paviliun

Jenis bangunan :

(√)Permanen( ) Semi permanen ( ) non permanen

Atap rumah

(√)Genting ( ) seng ( ) ijuk ( ) kayu ( ) asbes

Dinding

(√)Tembok ( ) Kayu ( ) bambu ( ) lainya, …………………………

Lantai

( ) semen ( ) tegel(√)keramik ( ) tanah ( ) lainnya, ……………….

Ventilasi

( ) < 15 % luas lantai (√)15 % luas lantai

Pencahayaan

(√)Baik ( ) kurang, Jelaskan, ……………………………………

Pengaturan penataan perabot

(√)baik ( ) kurang

Kelengkapan alat rumah tangga

(√)lengkap ( ) tidak lengkap Jelaskan, …………………………………

3.10 SANITASI

Kebersihan lingkungan

(√) baik ( ) kurang


Penyediaan air bersih (MCK) :

(√)PDAM( ) Sumur ( ) Mata air ( ) sungai ( ) lainnya, ……………….

Penyediaan air minum

(√) air rebus sendiri ( ) Beli (aqua) ( ) air biasa tanpa rebus

Pengelolaan jamban

(√)bersama ( ) kelompok ( ) pribadi ( ) lainnya, ………………………

Jenis jamban :

(√)Leher angsa ( ) cemplung terbuka( ) Cemplung tertutup ( ) Lainnya

Jarak dengan sumber air

( ) < 10 meter (√)> 10 meter

Sarana pembuangan air limbah (SPAL) :

(√) Lancar ( ) Tidak lancar

Petugas sampah

( ) ditimbun (√) dibakar ( ) daur ulang ( ) dibuang sembarang tempat

( ) dikelola dinas

Polusi udara

( ) Pabrik (√)Rumah tangga ( ) industri ()Lainnya, ………………

Pengelolaan binatang pengerat

(√)tidak ( ) ya, (*) dengan racun (*) dengan alat (*) lainnya, ……………….

3.11 FASILITAS :

Peternakan : (√) ada ( )tidak Jenis, ……………………………

Perikanan : ( ) ada (√)tidak Jenis, …………………………..

Sarana olah raga : ( ) ada (√)tidakJenis, ……………………………

Taman : ( ) ada (√)tidak Luasnya,


…………………………….

Ruang pertemuan : ( )ada (√) tidak

Sarana hiburan : (1) ada (√) tidak

Sarana ibadah : (√)ada (2) tidak

3.12 KEAMANAN DAN TRANSPORTASI

Sistem keamanan lingkungan

Penanggulangan kebakaran ( ) ada (√) tidak

Penanggulangan bencana ( ) ada (√) tidak

Transportasi

Kondisi jalan masuk panti ( ) rata ( ) tidak rata ( ) licin ( ) tidak

licin

Jenis transportasi yang dimiliki ( ) Mobil ( )sepeda motor ( ) lainnya, ……………

Komunikasi

Sarana komunikasi ( ) ada (√)tidak ada

Jenis komunikasi yang digunakan dalam panti :

(√) telphon ( ) kotak surat ( ) fax ( ) lainnya, ……………………..

Cara penyebaran informasi : ( ) Langsung (√) tidak langsung ( )Lainnya, …………

3.13 ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem


1. Ds: Penurunan Gangguan
Ny. J mengatakan sakit yang dirasakan saat ini selama 3 kekuatan otot mobilitas

bulan terakhir ini adalah penyakit nyeri sendi atau rematik fisik

pada kaki dan pinggul yang kadang muncul ketika Ny J

merasa kelelahan fisik setelah beraktifitas dan berjalan

jauh.

Do:

- TTV: TD: 110/80 mmHg

N : 90 x/mnt

S : 36,6 0C

RR : 22 x/mnt

- Asam urat : 7,5 mg/dl

- Ny.J tampak berjalan sempoyongan.

- Postur tubuh tidak stabil ketika berjalan.

- Perubahan gaya jalan lambat, kaki diseret.

- Kekuatan otot: 4(Melawan grafitasi dengan tahanan

sedikit )

- Skala otot: 5 5

4 3
2. Ds: Agen Nyeri Akut

Ny.J mengatakan merasakan sakit pada bagian kaki, pencedera

seperti kesemutan dan kebas dan juga bagian fisiologis

pinggangnya. Ny.J mengatakan dia tidak pernah

berolahraga setiap hari.


P: Asam Urat

Q: Kesemutan

R: kedua telapak kaki, persendian kaki, dan

pinggul kiri.

S: 3

T: Pada saat berdiri dan duduk.

Do:

- TTV: TD: 110/80 mmHg

N : 90 x/mnt

S : 36,6 0C

RR : 22 x/mnt

- Asam urat : 7,5 mg/dl

- Ny.J T tampak gelisah.

- Ny.J tampak merintih/kesakitan pada saat menekuk dan

meluruskan kakinya.

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas fisik b/d Penurunan kekuatan otot.
2. Nyeri akut b\d Agen pencedera fisiologis.
BAB III

Anda mungkin juga menyukai