Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik

Alkohol (etil alkohol) sudah dikenal orang sejak awal peradaban manusia.
Etanol dengan rumus molekul C2H5OH adalah zat organik beroksigen (oksigenat)
yang termasuk dalam kelompok alkohol dan memiliki banyak kegunaan di dalam
berbagai bidang kegiatan peradaban modern manusia. Aneka penggunaan tersebut
lazim digolongkan ke dalam tiga kelas yaitu, bahan minuman (beralkohol), bahan
bakar (energi), dan penggunaan oleh industri (sebagai pelarut ataupun bahan
mentah pembuatan zat kimia lain). Proses pemisahan alkohol dari bahan-bahan
yang terfermentasi pertama kali diketahui oleh orang Mesir, kemudian keahlian
tersebut diteruskan kepada orang Arab yang dengan tekun mempelajarinya dan
menyempurnakan seni distilasi tersebut sekitar abad ke-7 dan ke-12 Masehi.
Alkohol sintetik mulai diproduksi secara besar-besaran pada pertengahan
abad ke-19, tetapi karena biaya produksinya masih sangat mahal, bahan ini tidak
dapat bersaing dengan alkohol hasil distilasi proses fermentasi. Menjelang perang
dunia ke-2 Amerika Serikat berhasil menemukan cara pengolahan alkohol sintetik
dari etilen.
Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) yang dikenal sebagai energi alternatif yang dapat
diperbarui dan ramah terhadap lingkungan. Indonesia sebagai Negara yang
memiliki beragam kekayaan alam sangat berpotensi dalam memproduksi
Bioetanol. Namun, dalam pengembanganya bioetanol dihasilkan dari biomassa
yang dapat digunakan sebagai bahan pangan, seperti tebu, jagung, ubi kayu, dll.
Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan dan dapat terjadi
persaingan frontal antara pangan dan energi (Hartoyo, 2010).
Terdapat tiga jenis hasil pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan
baku industri etanol adalah gula, pati-patian dan selulosa. Gula (tebu, molasses
dan buah) dapat dikonversi secara langsung menjadi etanol. Pati-patian (biji-bijian
dan umbi-umbian) harus dikonversi terlebih dahulu menjadi gula fermentasi
dengan bantuan enzim. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak
larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan
bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa
(sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati tersusun dari dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda.
Amilosa memberikan sifat keras, sedangkan amilopektin menyebabkan sifat
lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan
amilopektin tidak bereaksi. Pati digunakan juga sebagai bahan untuk memekatkan
makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai
komponen perekat, campuran kertas, tekstil dan pada industri kosmetika. Selulosa
(kayu, bahan sisa pertanian, limbah sisa industri pulp) juga perlu dikonversi
menjadi gula dengan menggunakan asam-asam mineral (Purwati, 2006).
Indonesia memiliki sekitar 14 industri Etanol dengan total produksi
sebesar 762.000 liter/hari, namun tidak semua produk etanol yang dihasilkan
memenuhi kriteria mixture dengan bahan bakar minyak premium, yaitu bioetanol
unhydrous 99,5%. Berdasarkan hasil penelitian dari BPPT kelayakan bioetanol
sebagai subtitusi premium adalah 10% etanol dicampur dengan 90% gasoline
(Mahendra, 2008).
Dengan demikian, pembangunan pabrik bioetanol akan memberikan
kontribusi dalam penghematan bahan bakar minyak dan mengurangi beban
pemerintah dalam mensubsidi bahan bakar minyak.

1.2 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk


1.2.1 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam produksi etanol ini adalah ubi kayu
beracun dalam bentuk kering. Ubi kayu beracun dalam bentuk kering (gaplek)
digunakan sebagai bahan baku karena ketahanan penyimpanan untuk waktu yang
lama (sulit mengalami pembusukan). Ubi kayu (Mannihot esculenta) termasuk
tumbuhan berbatang lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu beracun berbatang
bulat dan bergerigi, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang
tinggi, ketinggiannya mencapai 1-4 meter, dan memiliki buah yang lebih besar
dibandingkan dengan ubi kayu biasa. Daunnya memiliki tangkai panjang dan
helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun
sekitar 3-8 lembar. Tangkai daunnya berwarna kuning, hijau dan merah.
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae
Subsuku : Crotonoideae
Tribe : Manihoteae
Marga : Mannihot
Spesies : Mannihot esculenta

Ubi kayu beracun mempunyai komposisi kandungan kimia (per 100 gram)
seperti yang tertera pada Tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1 Komposisi kimia ubi kayu beracun

Komposisi Kimia per 100 gram ubi kayu


Kalori 146 kal
Protein 1,2 gram
Asam sianida >50 mg
Lemak 0,3 gram
Hidrat arang 34,7 gram
Kalsium 33 mg
Fosfor 40 mg
Zat besi 0,7 mg

Produksi bahan-bahan berpati yang paling tinggi di Indonesia adalah padi


yang diikuti oleh ubi kayu dan jagung. Ubi kayu bearcun memiliki prospek yang
baik untuk digunakan sebagai bahan baku proses produksi etanol karena adanya
ketersediaan ubi kayu yang pada umumnya tidak digunakan sebagai makanan
pokok. Ubi kayu beracun telat banyak di budidaya di daerah sumatera, terutama di
lampung. Penananman ubi kayu bearcun ini sangat mudah karena dapat tumbuh di
berbagai tempat dan mudah dibudidayakan, dapat tumbuh di lahan kering dan
kurang subur, waktu panennya lebih singkat dari ubi kayu biasa, yaitu antara 6-9
bulan. Ubi kayu beracun yang telah dipanen mempunyai kadar pati berkisar 25-
30% dan menghasilkan produksi yang tinggi sekitar 10 ton per hektar.
Pemeliharaannya mudah dan produktif.

1.2.2 Produk
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma
yang khas. Etanol (CH3-CH2-OH) juga dikenal sebagai alkohol yang merupakan
suatu senyawa organik mengandung gugus hidoksil (-OH) (Tarigan, 2009). Pada
tabel 1.3 dibawah ini dapat dilihat sifat-sifat fisika dan kimia etanol.

Tabel 1.3 Sifat-sifat fisika dan kimia etanol


No. Sifat Nilai
1. Berat Molekul 46,07 gr/grmol
2. Titik Lebur -112 0C
3. Titik Didih 78,4 0C
4. Densitas 0,7893 gr/ml
5. Indeks bias 1,36143 cP
6. Viskositas 20 0C 1,17 cP
7. Panas Penguapan 200,6 kal/gr
8. Tidak Berwarna
9. Larut dalam air dan eter
10 Memiliki bau khas
11. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organic
12. Mudah menguap dan terbakar
Bila direaksikan dengan asan halide akan membentuk alkil halida dan
13.
air. CH3CH2OH + HC=CH → CH3CH2OCH=CH2 + H2O

Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air
14.
CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH2CH3 + H2O
15. Dehidrogenerasi etanol menghasilkan asetaldehid
Mudah terbakar di udara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang
16.
berwarna biru muda dan transparan dan membentuk H2O dan CO2
(Sumber: Perry, 1999).

1.3 Menentukan Kapasitas Produksi


Menurut data kebutuhan premium di Indonesia dari tahun ke tahun,
kebutuhan premium terus mengalami peningkatan. Data konsumsi premium dapat
dilihat pada Tabel 1.3

Tabel 1.4 Konsumsi Premium di Indonesia tiap tahunnya

Tahun Konsumsi Premium (Juta KL)

2009 21,2

2010 22,47

2011 25,5

2012 28,24

2013 29,2

2014 32,46

Sumber: Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT, 2015).

Berdasarkan data diatas, melalui metode regresi linear dengan menggunakan


persamaan garis lurus:
y = ax + b
dimana:

y = Konsumsi premium (Juta KL)


x = tahun produksi
a = slope
b = intersept
35
Kebutuhan premium (Juta KL)
30 f(x) = 2.26 x − 4526.95
R² = 0.98
25
20
15
10
5
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun Produksi

Maka diperoleh persamaan laju kenaikan konsumsi premium seperti yang


terlihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Kurva regresi linear proyeksi kebutuhan premium

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa gradient kebutuhan premium di


Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya sehingga dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan akan gasohol dengan campuran 10% etanol juga akan semakin
meningkat. Dengan menggunakan persamaan kurva regresi linear pada Gambar
1.1 maka dapat diperoleh proyeksi kebutuhan premium pada 2022, yaitu:

y = 2.2637x - 4526.9
Untuk tahun (x) 2022 diperoleh kebuttuhan premium sebesar 50,30 juta KL.
Dengan demikian dapat ditentukan kapasitas produksi bioetanol 99,5% guna
mensubstitusi 10% penggunaan premium adalah sebagai berikut:
Konsumsi premium 2022 = 50,30 juta kiloliter/tahun

Kebutuhan gasohol 2022 = 10% konsumsi premium

Dengan demikian, kebutuhan gasohol sebesar:

Kebutuhan gasohol = 10% x konsumsi premium

= 0,1 x 50,30 juta kiloliter/tahun

= 5,03 juta kiloliter/tahun

Berdasarkan penelitian BPPT kelayakan bioetanol sebagai substitusi premium


adalah 10% Etanol dicampur dengan 90% gasoline.

Kebutuhan Etanol dalam negeri = 10% x 5,03 juta kiloliter/tahun


= 0,503 juta kiloliter/tahun
= 503.014.000 liter/tahun
= 503.014 KL/Tahun
Dengan pertimbangan:

Pabrik bioetanol yang beroperasi di Indonesia sebanyak 16 pabrik dengan jumlah


kapasitas produksi total sebesar 532.997 KL/Tahun.

Tabel 1.4 Pabrik Bioetanol di Indonesia beserta kapasitas produksi

Kapasitas Produksi
No Nama Pabrik Lokasi Feedstock
(KL/Tahun)
1 BPPT Lampung Cassava 2.000
2 PT. Molindo Raya Malang Molases 40.000
PT. Molindo Raya – PTPN
3 Kediri Molases 40.000
X
PT. Indo Lampung
4 Lampung Molases 20.000
Disillery
5 PT. Medco Etanol Lampung Cassava 60.000
6 PT. RNI – Biochoi Pasuruan Cassava 40.000
7 PT. Etanol Indonesia Banten Cassava 35.000
8 Sampoerna group Ponorogo Cassava 73.486
9 PT. Indo Acidatama Lampung Molases 50.000
PT. Aneka Kimia
10 Molases 5.000
Nusantara
11 PT. Basis Indah Molases 1.600
PT. Bukit Manikam Bukit
12 Molases 51.282
Persada
13 PT. Madu Baru Molases 6.720
14 PTPN XI Molases 6.000
15 PT. Rhodia Manyar Molases 11.000
16 Kanematsu Corporation Cassava 90.909
Total Kapasitas Produksi (KL/Tahun) 532.997
Sumber: Fathony, 2010.

Berdasarkan kapasitas produksi total dari beberapa pabrik bioetanol yang


telah berdiri saat ini yaitu sebesar 532.997 KL/Tahun. Asumsi 50% saja bioetanol
dari pabrik-pabrik tersebut akan memenuhi kebutuhan bioetanol nasional, yaitu:
= 50% x 532.997 KL/tahun
= 266.498 KL/ Tahun
Kekurangan bioetanol untuk pemenuhan kebutuhan nasional yaitu:
= 503.014 KL/Tahun – 266.498 KL/Tahun
= 236.516 KL/Tahun
= 186.682 Ton/ Tahun

Penentuan kapasitas produksi bioetanol didasarkan pada ketersediaan


bahan baku dan kebutuhan terhadap bioetanol. Bahan baku berupa ubi kayu
beracun yang diperoleh dari daerah lampung. Untuk membantu memenuhi
sebagian kebutuhan bioetanol pada tahun 2022 maka kapasitas produksi pabrik ini
direncanakan sebesar 30.000 ton/tahun.

1.4 Tempat dan Lokasi Pabrik

Lokasi pendirian pabrik bioetanol ini direncanakan di Desa Paku Negara,


Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung.
Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kriteria-kriteria berikut ini:

1. Penyediaan Bahan Baku, bahan baku pembuatan bioetanol adalah ubi kayu
beracun. Bahan baku ubi kayu beracun ini diperoleh dari kebun warga daerah
Biha dan dari kebun milik perusahaan sendiri, oleh karena itu, pabrik ini akan
dibangun di daerah Pesisir Selatan yang berada di Provinsi Lampung.

2. Tersedianya lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan pabrik.

3. Dekat dengan sumber air yaitu Sungai (Way) Biha yang memilki debit air
cukup besar sebagai penunjang utilitas pabrik.

4. Tersedianya sarana infrastruktur, seperti jalan raya.

5. Kawasan Lampung dan sekitarnya saat ini sarat dengan lembaga pendidikan
formal sehingga memiliki potensi tenaga ahli maupun non ahli baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.

Anda mungkin juga menyukai