Maltosa Glukos
Bahan dasar pati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku bioetanol antara
lain adalah ubi kayu, jagung, sagu, tebu, aren, dan nipah.
2.1.1.2 Molase
II -1
II-2
Sukrosa Glukosa
Glukosa Etanol
Glukosa Etanol
Proses diatas biasanya digunakan untuk memproduksi minuman yang
biasanya disebut anggur, dengan kadar etanol yang relatif rendah (Tarigan, 2009).
Colloid milling
-Menurunkan derajat
High pressure steaming polimerisasi dan kristalisasi
Physical Treatment Expansion selulosa
Gamma ray radiation
Elektron-beam
irradiation
Microwave irradiation
Extrusion
(Taherzadeh, 2008).
Tabel 2.3 Perbandingan Proses antara hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatik
Hidrolisis Hidrolisis
Variabel Pembanding
Asam Enzimatik
Kondisi hidrolisis yang ‘lunak’ (mild) Tidak Ya
Hasil hidrolisis tinggi Tidak Ya
Penghambatan produk selama hidrolisis Tidak Ya
Pembentukan produk samping yang Ya Tidak
menghambat
Katalis yang murah Ya Tidak
Waktu hidrolisis yang cepat Ya Tidak
Kurang ramah terhadap Lingkungan Ya Tidak
Menyebabkan korosi pada peralatan Ya Tidak
Memerlukan proses pemisahan gula dari Ya Tidak
asam (Detoksifikasi)
(Taherzadeh & Karimi, 2007).
Etanol dapat dihasilkan dari berbagai proses pada setiap material yang
mengandung gula. Ada 3 jenis hasil pertanian yang digunakan pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol, yaitu : gula, pati-patian dan selulosa. Gula (gula pasir,
gula bit, tetes tebu dan buah) dapat dikonversi secara langsung menjadi etanol. Pati-
patian (biji dan umbi-umbian) harus dihidrolisa menjadi gula yang dapat
difermentasikan dengan pengaruh enzim dari malt atau mold. Untuk selulosa (kayu,
limbah pabrik kertas) harus dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasikan dan
II-6
Berdasarkan uraian diatas, maka proses yang dipilih adalah proses fermentasi
dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Proses hidrasi langsung dan tak langsung membutuhkan sistem pemurnian dan
pendaur ulang (recovey system) yang kompleks sehingga membutuhkan investasi
yang besar (Kirk dan Orthmer, 2006);
b. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Nebraska dan Simposium kedua para
peneliti penelitian dan biokimia di Tokyo, Jepang tanggal 22 Maret 1998 yang
II-7
Tujuan utama dari pemasakan ini adalah untuk melarutkan pati yang ada dalam ubi
kayu yang berguna untuk penyerangan lebih lanjut oleh enzim. Pemanasan dilakukan
secara bertahap, yaitu pada suhu 60oC aktifitas enzim α-amylase merupakan yang
paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast (ragi) cepat aktif. Pemanasan dengan
suhu tinggi yaitu 97oC dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih
mudah terjadi kontak dengan enzim. Perlakuan pada suhu tinggi juga dapat berfungsi
untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi.
tersebut membutuhkan waktu selama 2 hari dengan temperatur 30oC dan pH 4 serta
pada tekanan 1 atm. Reaksi yang terjadi bersifat eksotermis (mengeluarkan panas)
yang berlangsung secara anaerobik (tanpa oksigen). Untuk menjaga kelangsungan
hidup yeast (ragi), maka ke dalam fermentor dimasukkan nutrient berupa (NH 4)2SO4
dan H3PO4.