Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMILIHAN DAN DESKRIPSI PROSES

2.1 Pemilihan Proses

2.1.1 Bahan Baku Pembuatan Bioetanol


Secara umum bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan berikut ini:

2.1.1.1 Pati (Zat Tepung)


Pati (zat tepung) oleh enzim diastase dari mount (kecambah) dapat dirubah
menjadi maltosa melalui tingkatan dekstrin. Temperatur optimumnya 50-60 0C,
kemudian diberi ragi yang juga dapat mengeluarkan enzim maltase. Enzim ini
merubah dekstrin menjadi glukosa. Glukosa oleh enzim dirubah menjadi etanol dan
CO2.
Reaksinya:

(C6H10O5)n + ½ n H2O diastase



½ n C12H22O11

Amilum maltase dari ragi



C12H22O11 + H2O 300 2C6H12O6

Maltosa Glukos

C6H12O6 sacc h aromyces



2C2H5OH +2CO2

Bahan dasar pati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku bioetanol antara
lain adalah ubi kayu, jagung, sagu, tebu, aren, dan nipah.

2.1.1.2 Molase

Molase merupakan hasil samping proses pembuatan gula. Molase


mengandung sejumlah besar gula baik sukrosa maupun gula pereduks. Reaksinya:
C12H22O11 + H2O → C6H12O6

II -1
II-2

Sukrosa Glukosa

C6H12O6 sacc h aromyces



2C2H5OH + 2CO2

Glukosa Etanol

Dalam pembuatan etanol dari molase, terlebih dahulu molase di murnikan


dengan menyaringnya kemudian diencerkan menggunakan air sehingga diperoleh
molase 12 0Brix untuk mendapatkan kadar gula yang optimum. Jika kadar gula tinggi,
maka waktu fermentasi akan lebih lama dan sebagian gula tidak terkonversi,
sehingga tidak ekonomis (Tarigan, 2009).

2.1.1.3 Cairan Buah-buahan yang Manis

Cairan buah-buahan yang manis mengandung glukosa dan fruktosa sehingga


akan mengalami peragian etanol.
Reaksinya:

C6H12O6 sacc h aromyces



2C2H5OH + 2CO2

Glukosa Etanol
Proses diatas biasanya digunakan untuk memproduksi minuman yang
biasanya disebut anggur, dengan kadar etanol yang relatif rendah (Tarigan, 2009).

2.1.1.4 Material Lignoselulosa

Material lignoselulosa merupakan bahan baku pembuatan bioetanol generasi


kedua dan tidak akan menganggu kestabilan bahan pangan. Material Lignoselulosa
mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Salah satu Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat dihasilkan dari material
lignoselulosa adalah bioetanol.

2.1.2 Pemilihan Proses Pembuatan Bioetanol


2.1.2.1 Proses Pretreatment
II-3

Proses pretreatment bertujuan untuk memecah ikatan lignin yang mengikat


kuat polimer selulosa dan hemiselulosa sehingga memudahkan degradasi selulosa dan
hemiselulosa menjadi monomernya. Beberapa proses physical dan chemical
treatment dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2 berikut ini.

Tabel 2.1 Physical Treatment untuk material lignoselulosa

Metode Proses Mekanisme perubahan


terhadap Biomassa
Ball milling -Meningkatkan luas area
permukaan
Two-roll milling

Hammer milling -Memperbesar ukuran pori-pori

Colloid milling
-Menurunkan derajat
High pressure steaming polimerisasi dan kristalisasi
Physical Treatment Expansion selulosa
Gamma ray radiation

Elektron-beam
irradiation
Microwave irradiation

Extrusion

(Taherzadeh, 2008).

Tabel 2.2 Chemical pretreatment untuk material lignoselulosa


Metode Prosedur Contoh material
Menggunakan air panas dengan Bagase, Corn stover, olive
Temperatur: 170-2300C, Tekanan pulp
Liquid Hot Water
5 MPa, waktu pemasakan 1-46
min.
II-4

Pelarut: metanol, etanol, aseton, kayu pohon (kayu keras)


etilen glikol, trietilen glikol dan dan kayu lembut (softwood)
asam asetat yang dapat dicampur seperti cemara, pinus,
Organosolv dengan asam sulfat atau asam Dougals fir,dll.
klorida dengan konsentrasi 1%,
Suhu; 185-1980C, waktu 30-60
menit dan pH 2.0-3.4.
Ozon (O3), Suhu dan tekanan Bagas, jerami gandum,
Ozonolysis ruang (250 C dan 1 atm) rerumputan kering, pinus,
Serbuk kayu.
0,75-5% H2SO4, HCl atau HNO3, Bagas, tongkol jagung,
Dilute-acid Tekanan ~1 MPa: untuk proses gandum, sekam padi.
hydrolysis kontinyu dengan jumlah padatan
5-10 wt% dari bahan kering per
campuran.

Concentrated-acid 10-30% H2SO4, 170-190 0C,


hydroliysis rasio padatan-cairan 1:1,6. 21- Serbuk kayu
60% peracetic acid, silo-type
system.
Cairan pemasak NaOH, 24 jam, Jenis kayu keras
600C; Ca(OH)2, 4 jam, 1200C; (hardwood), Bagas, tongkol
Alkaline hydrolysis dapat ditambahkan H2O2 (0,5- jagung, jerami yang nenilki
2,15 vol.%) pada Temperatur kandungan lignin 10-18%,
350C. daun tebu.
Tekana oksigen 1.2 MPa, 1950C, Tongkol jagung dan jerami
Wet oxidation 15 menit; ditambahkan air dan gandum
sedikit Na2CO3 atau H2SO4
(Sanchez, 2008).

2.1.2.2 Proses Hidrolisa

Proses hidrolisa dapat dilakukan secara hidrolisa asam atau enzimatik.


Perbandingan proses antara hidrolisa asam dan enzimatik dapat dilihat pada Tabel 2.2
II-5

Tabel 2.3 Perbandingan Proses antara hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatik
Hidrolisis Hidrolisis
Variabel Pembanding
Asam Enzimatik
Kondisi hidrolisis yang ‘lunak’ (mild) Tidak Ya
Hasil hidrolisis tinggi Tidak Ya
Penghambatan produk selama hidrolisis Tidak Ya
Pembentukan produk samping yang Ya Tidak
menghambat
Katalis yang murah Ya Tidak
Waktu hidrolisis yang cepat Ya Tidak
Kurang ramah terhadap Lingkungan Ya Tidak
Menyebabkan korosi pada peralatan Ya Tidak
Memerlukan proses pemisahan gula dari Ya Tidak
asam (Detoksifikasi)
(Taherzadeh & Karimi, 2007).

Secara umum hidrolisis enzimatik memiliki beberapa keunggulan


dibandingkan dengan hidrolisis asam, tetapi hidrolisis enzimatik juga memiliki
beberapa masalah diantaranya waktu hidrolisis yang lebih lama, harga enzim yang
mahal dibandingkan asam sulfat yang murah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
digunakan teknik Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF), dimana
gula hasil hidrolisis langsung difermentasi menjadi etanol (Taherzadeh & Karimi
2007).

2.1.2.3 Proses Fermentasi

Etanol dapat dihasilkan dari berbagai proses pada setiap material yang
mengandung gula. Ada 3 jenis hasil pertanian yang digunakan pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol, yaitu : gula, pati-patian dan selulosa. Gula (gula pasir,
gula bit, tetes tebu dan buah) dapat dikonversi secara langsung menjadi etanol. Pati-
patian (biji dan umbi-umbian) harus dihidrolisa menjadi gula yang dapat
difermentasikan dengan pengaruh enzim dari malt atau mold. Untuk selulosa (kayu,
limbah pabrik kertas) harus dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasikan dan
II-6

direaksikan dengan asam-asam mineral. Konversi hidrolisat menjadi bioetanol


menggunakan spesies ragi saccharomyces cerevisiae karena memiliki daya konversi
gula menjadi etanol yang sangat tinggi (Tarigan, 2009).
Berdasarkan perbandingan proses diatas maka dipilih proses pembuatan
bioetanol sebagai berikut:
1. Liquid Hot Water Pretreatment, prosesnya lebih murah, efisien, tidak
menghasilkan inhibitor, tidak memerlukan recovery pelarut dan ramah
lingkungan.
2. Hidrolisa enzimatik, daya konversi dapat mencapai 90%, dapat langsung di
fermentasi tanpa detoksifikasi terlebih dahulu, dan ramah terhadap lingkungan.
3. Fermentasi, menggunakan Saccharomyces cerevsiae, harga yeast yang cukup
murah dan daya konversi yang sangat tinggi.

Tabel 2.4 Perbandingan proses fermentasi dan Hidrolisa


Objek Perbandingan Hidrolisa Fermentasi
Harga bahan baku Tinggi Rendah
Proses Rumit Sederhana
Daya Konversi 90% 96%
Harga bahan
Rendah
Tinggi
Pembantu
Biaya operasi Tinggi Rendah
Keamanan Relatif berbahaya Tidak berbahaya
(Sumber : Kirk dan Orthmer, 2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka proses yang dipilih adalah proses fermentasi
dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Proses hidrasi langsung dan tak langsung membutuhkan sistem pemurnian dan
pendaur ulang (recovey system) yang kompleks sehingga membutuhkan investasi
yang besar (Kirk dan Orthmer, 2006);
b. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Nebraska dan Simposium kedua para
peneliti penelitian dan biokimia di Tokyo, Jepang tanggal 22 Maret 1998 yang
II-7

menyatakan bahwa pabrik etanol dengan menggunakan proses fermentasi


merupakan proses yang menguntungkan, baik dari segi investasi maupun dari segi
produk yang dihasilkan (Indartono, 2006). Produksi etanol dengan proses
fermentasi dibuat dengan menggunakan berbagai jenis karbohidrat sebagai bahan
baku. Dalam hal ini bahan baku yang dipakai adalah dari golongan pati-patian
(starch) yang berasal dari ubi kayu beracun mengingat kelebihannya bila
dibandingkan dengan memakai bahan baku yang lainnya yaitu :
1. Harganya lebih murah;
2. Tidak bersaing dengan bahan pangan
3. Ubi kayu beracun memiliki buah yang lebih besar
3. Penanamannya mudah dan cepat
4. Bisa disimpan lama.

2.2 Deskripsi Proses


2.2.1 Pretreatment
Ubi kayu dikirim ke alat pencuci dan dikupas kulitnya untuk menghilangkan
bahan-bahan pengotor yang dapat mengganggu proses pemasakan. Ubi kayu yang
telah dibersihkan dimasukkan kedalam Hammer Mill menggunakan conveyor untuk
dihancurkan sampai halus. Tujuan dari penghalusan ini adalah untuk memperoleh
permukaan bahan baku yang lebih luas, sehingga waktu pemasakan, hidrolisis dan
fermentasi dapat dipersingkat. Setelah itu, ubi kayu yang telah dihaluskan, dilarutkan
dalam air sebanyak 5 kali. Hal ini dilakukan untuk menurunkan kekentalan/viskositas
sehingga pengadukan lebih merata dan reaksi enzimatik mudah terjadi.

2.2.2 Proses Pemasakan (Cooker)


Bahan baku yang telah dihaluskan kemudian dimasak (gelatinasi) pada
temperatur 97oC dan tekanan 1 atm selama 30 menit, kemudian kadar airnya
diuapkan dalam evaporator pada suhu 100 oC, kemudian didinginkan sampai
mencapai temperatur 60oC yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam.
II-8

Tujuan utama dari pemasakan ini adalah untuk melarutkan pati yang ada dalam ubi
kayu yang berguna untuk penyerangan lebih lanjut oleh enzim. Pemanasan dilakukan
secara bertahap, yaitu pada suhu 60oC aktifitas enzim α-amylase merupakan yang
paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast (ragi) cepat aktif. Pemanasan dengan
suhu tinggi yaitu 97oC dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih
mudah terjadi kontak dengan enzim. Perlakuan pada suhu tinggi juga dapat berfungsi
untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi.

2.2.3 Proses Hidrolisa

Setelah melalui proses pemasakan slurry didinginkan sampai suhu 60⁰C,


kemudian ditambahkan enzim α-amylase dan H2SO4 sebagai bahan pembantu untuk
mengubah pati menjadi dekstrin.. Enzim tersebut berfungsi untuk menghidrolisis pati
secara acak memutuskan atom C agar tidak terjadi gumpalan. Proses ini berlangsung
pada temperatur 60oC selama 30 menit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
α- amilase
(C6H10O5)n + nH2O nC12H22O11
pati dekstrin

2.3.4 Proses Sakarifikasi dan Fermentasi

Setelah didinginkan pada cooler dilakukan proses sakarifikasi yang bertujuan


untuk mengubah dekstrin menjadi glukosa pada temperatur 55⁰C selama 1 jam.
Setelah proses sakarifikasi dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses fermentasi
membutuhkan waktu selama 48 jam. Selama proses dilakukan pengadukan untuk
menghomogenkan enzim. Untuk produksi etanol diperlukan kadar glukosa yang
tinggi, sehingga diharapkan rendemen etanolnya tinggi. Kadar glukosa mencapai
maksimal apabila proses likuifikasi berjalan baik dan konsentrasi enzim optimum.
Selama proses ini terjadi konversi pati menjadi gula sebesar 90% dan konversi
glukosa sebesar 95%. Setelah proses sakarifikasi dan menghasilkan glukosa, maka
dilanjutkan dengan proses fermentasi oleh isolat Saccharomyces cerevisiae. Proses
II-9

tersebut membutuhkan waktu selama 2 hari dengan temperatur 30oC dan pH 4 serta
pada tekanan 1 atm. Reaksi yang terjadi bersifat eksotermis (mengeluarkan panas)
yang berlangsung secara anaerobik (tanpa oksigen). Untuk menjaga kelangsungan
hidup yeast (ragi), maka ke dalam fermentor dimasukkan nutrient berupa (NH 4)2SO4
dan H3PO4.

2.2.4 Tahap Pemurnian Etanol

Pemurnian ethanol yang dihasilkan dari fermentor (R-102) dilakukan secara


dua tahap. Tahap pertama, menggunakan proses distilasi, yaitu proses pemisahan
berdasarkan perbedaan titik didih untuk memperoleh etanol dengan tingkat
kemurnian sebesar 96%, proses berlangsung pada suhu 100 0C tekanan 1 atm. Tahap
kedua, adalah pemurnian etanol 96% menjadi 99,5% (fuel grade ethanol) dengan
mengunakan kolom adsorpsi menggunakan packing zeolit buatan.

Anda mungkin juga menyukai