Anda di halaman 1dari 16

BAB II

DESKRIPSI PROSES

2.1 Proses pembuatan sabun


Proses pembuatan sabun terdiri dari beberapa jenis proses. Dimana proses
tersebut disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan dan jenis produk sabun
yang dihasilkan. Ada dua proses dasar yang digunakan untuk menghasilkan sabun
berdasarkan bahan baku yang digunakan yaitu saponifikasi dan netralisasi. Proses
saponifikasi adalah reaksi antara asam lemak dengan alkali yang kana enghasilkan
sabun dan produk samping berupa gliserin (Lilis, 2007). Sedangkan pada proses
netralisasi, lemak akan melalui proses spitting (hidrolisis) menggunakan air lalu
hasilkan dinetralkan menggunakan alkali sehingga menghasilkan sabun. Proses
pembuatan sabun tersebut menghasilkan sabun murni yang akan diolah kembali
menjadi sabun berbagai bentuk seperti batang, cair, bubuk dan pasta.
2.1.1 Proses saponifikasi

Minyak
KOH

Reaktor
Saponifikasi

Dekanter

gliserol
Sabun

Gambar 2.1 Diagram proses saponifikasi

18
19

Proses saponifikasi adalah proses yang paling umum digunakan pdad


indutri sabun yang menggunakan bahan baku lemak atau minyak. Pada proses
saponifikasi lemak atau minyak direaksikan dengan suatu alkali. Larutan alkali
yang biasa digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) untuk
pembuatan sabun padat dan Kalium Hidroksida (KOH) untuk pembuatan sabbun
lunak. Reaksi saponifikasi dapat dilihat sebagai berikut.
O
H2C – O – C – R H2C – OH
O O
H2C – O – C – R + 3KOH 3RC + HC – OH
O OK
H2C – O – C – R H2C – OH
Trigliserida Alkali Sabun Gliserol

Proses saponifikasi dapat dilakukan secara batch atau continue, namum


proses saponifikasi secara continue lebih sering digunakan. Faktor yang
mempengaruhi proses saponifikasi yaitu, suhu, kecepatan pengadukan, waktu
pengadukan dan konsentrasi basa (Naomi, 2013). Tahap awal dari proses
saponifikasi adalah memanaskan minyak kelapa sawit (trigliseriga) dengan suhu
60° pada tekanan operasi 1 atm. Kemudian trigliserida direaksikan dengan NaOH
atau KOH (alkali) di dalam reaktor berpengaduk dengan suhu 90-120°C. Konversi
reaksi saponifikasi dari minyak kelapa sawit dengan alkali lebih besar dari 95-99%
berhasil (Spitz, 2009).
Alkali ditambahkan ke dalam reaktor untuk memaksimalkan pembetukan
sabun. Sabun tetap dipanaskan pada temperatur yang telah ditetapkan dan kemudian
dianalisis bilangan saponifikasinya. Masing-masing jenis minyak mempunyai
angka saponifikasi yang berbeda satu sama lain. Angka saponifikasi menunjukkan
seberapa banyak soda yang diperlukan agar minyak tersebutberubah menjadi sabun.
20

2.1.2 Proses netralisasi

Air

Minyak ZnO

Reaktor
hidroslis

Asam lemak

NaOH

Reaktor
Saponifikasi

Sabun + air

Gambar 2.2 Diagram Proses Netralisasi


Proses netralisasi berbeda dengan proses saponifikasi. Pada proses ini,
produk samping yang dihasilkan bukan gliserol melainkan air. Reaksi yang terjadi
adalah antara asam lemak dan basa kuat. Pada proses netralisasi treatment awal
dilakukan pada minyak/lemak. Asam lemak akan diperoleh melalui hidrolisis
lemak dan minyak dengan air, diikuti dengan netralisasi berikutnya dengan kaustik
(NaOH).
21

Hidrolisis lemak dan minyak dengan air keduanya merupakan fasa yang
tidak saling larut sehingga membutuhkan pencampuran yang baik. Reaksi
dilakukan di bawah kondisi dimana air memiliki kelarutan yang cukup tinggi yaitu
sekitar 10 ‒ 25 % dalam lemak dan minyak. Proses ini dicapai di bawah tekanan
tinggi yaitu sekitar 4 - 5,5 MPa (580 - 800 psi) dan dengan suhu tinggi (240oC -
270oC) dalam reaktor. Untuk mempercepat reaksi kadang ZnO ditambahkan ke
dalam reaksi netralisasi.
Proses pembentukan sabun dari asam lemak dicapai melalui reaksi asam
lemak dengan kaustik yang sesuai. Reaksi dapat dilihat sebagai berikut:
O
R – COO – H + KOH RC + H2O
OK
Asam Lemak Alkali Sabun Air

2.2 Pemilihan Proses


Beberapa proses yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun mandi cair
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan
dari kedua proses dapat dilihat dari tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan Proses Saponifikasi Trigliserida dan Proses Netralisasi
No Proses Saponifikasi Trigliserida Proses Netralisasi
1 Tidak diperlukan treatment awal, Diperlukan treatment awal, yaitu
dapat langsung direaksikan dengan proses hidrolisis minyak / lemak
senyawa alkali sehingga menggunakan air sehingga
membentuk sabun. menghasilkan asam lemak. Dan
asam lemak yang diperoleh baru
dapat direaksikan dengan senyawa
alkali sehingga membentuk sabun.
2 Energi hanya diperlukan saat reaksi Energi diperlukan pada saat proses
pembentukan sabun. hidrolisis dan saat reaksi
pembentukan sabun.
3 Reaksi penyabunan berjalan dengan Reaksi membutuhkan waktu yang
waktu tinggal 4 jam pada suhu cukup lama, karena harus melalui
120o C dan tekanan 1 atam. proses hidrolisis terlebih dahulu
sebelum reaksi penyabunan.
4 Tidak diperlukan katalis. Diperlukan katalis untuk
mempercepat proses hidrolisis.
22

No Proses Saponifikasi Trigliserida Proses Netralisasi


5 Konversi reaksi sekitar 95 %. Konversi reaksi sekitar 97 %.
6 Prosesnya sederhana dan peralatan Prosesnya lebih rumit dan peralatan
yang digunakan lebih sedikit. yang digunakan lebih bervariasi dan
rumit.
Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pilihan yang paling baik adalah proses
saponifikasi trigliserida. Sehingga prarancangan pabrik sabun mandi cair ini dipilih
proses saponifikasi trigliserida secara kontinyu (Continuous Saponification
Systems). Pada proses saponifikasi, lemak atau minyak direaksikan dengan suatu
alkali. Saponifikasi kontinyu dipilih karena proses ini mampu menghasilkan
efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang relatif lebih
singkat.
Proses yang dipilih dalam perancangan ini adalah proses saponifikasi
trigliserida secara kontinyu dengan mempertimbangkan beberapa faktor berikut:
1. Tidak diperlukan treatment awal, langsung direaksikan dengan senyawa
alkali agar dapat membentuk sabun.
2. Proses saponifikasi trigliserida tidak membutuhkan energi yang banyak,
karena suhu dan tekanan pada saat operasi tidak terlalu tinggi.
3. Peralatan yang digunakan lebih sederhana, sehingga memudahkan
pemeliharaan alat.
4. Waktu tinggal dalam reaksi penyabunan berjalan selama 4 jam pada suhu
120o C dan tekanan atmosferis. (Spitz, 1995)
5. Tidak membutuhkan katalis untuk mempercepat reaksi dalam pembentukan
sabun.
6. Mampu menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik.
7. Sabun yang dihasilkan mudah untuk dimurnikan.
8. Konversi reaksi yang dimiliki pada proses saponifikasi trigliserida dapat
dicapai hingga 98 %, sehingga lebih menguntungkan dalam segi ekonomis.
23

2.3 Uraian Proses


Proses saponifikasi trigliserida ini dapat dibagi menjadi tiga tahap proses,
yaitu:
1. Tahap persiapan umpan
2. Tahap reaksi saponifikasi trigliserida
3. Tahap pemisahan dan pencampuran bahan tambahan

2.3.1 Tahap pemanasan umpan


1. Minyak kelapa sawit (trigliserida)
Minyak kelapa sawit (trigliserida) yang disimpan pada tangki penyimpanan
o
bahan baku (T-03) kemudian minyak akan dipanaskan dengan suhu 60 C dengan
menggunakan Heat Exchanger (HE-01) terlebih dahulu dengan menggunakan
steam sebelum dialirkan ke dalam reactor saponifikasi.
2. Kalium Hidroksida (KOH)
Kalium Hidroksida disimpan dalam bentuk padat pada hopper (HO-01)
dengan suhu ruang. KOH kemudian diangkut menggunakan screw conveyor
menuju tangka pelarutan KOH (T-02). Selanjutnya tangki T-02 ditambahkan air
yang dialirkan dari tangki penyimpanan air proses (T-01). T-02 merupakan tangki
dengan pengaduk yang digunakan untuk melarutkan KOH. Suhu KOH dalam
tangka yaitu 30oC. Larutan KOH yang dihasilkan merupakan larutan KOH 40 %.
Larutan KOH kemudian dialirkan menuju reaktor saponifikasi (R-01).

2.3.2 Tahap reaksi saponifikasi trigliserida


Reaksi pembentukan sabun dilakukan di dalam reaktor alir berpengaduk
(RATB). Umpan minyak kelapa yang telah dipanaskan dengan suhu 60oC dan
larutan KOH 40% dialirkan menuju reaktor saponifikasi (R-01) dengan
perbandingan dan kecepatan aliran tertentu. Suhu yang dibutuhkan dalam reaktor
yaitu 120oC. untuk mencapai suhu tersebut dialirkan air pemanas dalam jaket
reaktor. Hasil reaksi berupa campuran sabun dan gliserol, produk utama sabun dan
produk samping adalah gliserol. Produk samping yang dihasilkan akan digunakan
sebagai bahan aditif pada proses pencampuran. Suhu produk keluaran reaktor
sebesar 120oC (Bailey, 2004).
24

2.4.3 Tahap pemisahan dan pencampuran bahan tambahan


Hasil dari reaktor saponifikasi (R-01) kemudian dialirkan menuju tangki
mixing (T-05) dan ditambahkan NaCl yang bertujuan agar proses pemisahan terjadi
lebih cepat, selanjutnya dialirkan ke dekanter (DC-01) untuk dipisahkan antara
produk utama dan produk samping.. Selanjutnya campuran dari T-05 dipisahkan di
DC-01, produk sabun langsung dialirkan menuju mixer (M-01) sedangkan gliserol
dialirkan menuju tangki penampungan gliserol (T-08).
Proses pencampuran dilakukan di mixer, pada proses ini sabun akan
dicampur dengan bahan-bahan lain. Bahan-bahan yang ditambahkan disini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu sabun dan juga memaksimalkan
fungsi sabun yang akan diproduksi. Bahan-bahan yang ditambahkan pada proses
pencampuran ini yaitu CAPB, EDTA, asam sitrat, air, gliserol, pewangi minyak
nilam, propylene glycol dan zat antioksidan. Pada proses pencampuran dibagi
menjadi dua tahap pencampuran, tahap pencampuran awal dilakukan pada mixer I
dan tahap pencampuran kedua dilakukan pada mixer II.
Pada tahap pencampuran awal di mixer I, zat yang ditambahkan berupa
EDTA, asam sitrat, air dan gliserol. Sebelumnya CAPB, EDTA, asam sitrat dan air
sudah dicampurkan terlebih dahulu di tangki pelarutan aditif. Hal ini dilakukan
karena zat – zat aditif tersebut berbentuk padatan sehingga perlu dilarutkan terlebih
dahulu dengan air.
CAPB berfungsi sebagai surfaktan, yang mampu meningkatkan volume
busa, melindungi kulit dari iritasi, dan memberikan efek kelembutan pada kulit.
EDTA berfungsi untuk mencegah sabun bau tengik dan membuat sabun agar tahan
lama untuk disimpan atau dikatakan sebagai pengawet pada sabun. Asam sitrat
merupakan asam lemah sebagai pengikat ion pemicu oksidasi agar tidak teroksidasi
meskipun dilakukan pemanasan. Asam sitrat juga berfungsi sebagai pengatur pH
dan menstabilkan busa sabun. Air yang dicampur dalam proses pencampuran ini
berfungsi sebagai pelarut asam sitrat, selain berfungsi sebagai pelarut air juga
berfungsi untuk mengatur viskositas dari sabun cair agar nantinya akan
memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Gliserol berfungsi sebagai pelembab agar kulit
sehat dan bebas kering jika menggunakan sabun ini.
25

Campuran dari M-01 kemudian dialirkan menuju M-02 agar campuran yang
dihasilkan tercampur dengan sempurna. Pada tahap pencampuran kedua di mixer II
ditambahkan pewangi dan zat antioksidan. Campuran tersebut merupakan produk
utama dari proses ini yaitu sabun cair transparan yang kemudian disimpan dalam
tangki penampungan (T-11).

2.4 Konsep Reaksi


2.4.1 Dasar Reaksi
Reaksi antara minyak kelapa sawit (trigliserida) dengan basa (KOH)
merupakan reaksi saponifikasi dan berlangsung secara eksotermis irreversible.
Reaksinya sebagai berikut :
O
H2C – O – C – R H2C – OH
O O
H2C – O – C – R + 3KOH 3RC + HC – OH
O OK
H2C – O – C – R H2C – OH
Trigliserida Alkali Sabun Gliserol
Reaktan dengan perbandingan tertentu dipanaskan sampai suhu 120oC dan tekanan
1 atm, dimana reaksi akan berlangsung dan menghasilkan produk yaitu sabun dan
gliserol. Dalam reaktor RATB, suhu dipertahankan pada kisaran 90oC sampai
120oC.

2.4.2 Mekanisme Reaksi


Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan dan dari minyak. Gugus
induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon Panjang (C12
sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Reaksi saponifikasi
umumnya adalah (Spitz, 2009):
CH2COOC17H35 CH2 - OH

CHCOOC17H35 3 KOH 3C17H35COOK CH - OH

CH2COOC17H35 CH2 - OH

Tristearin Sabun Gliserol


26

Dari persamaan reaksi saponifikasi dapat dilihat 1 mol tristearin direaksikan


dengan 3 mol KOH untuk membentuk 3 mol produk sabun dan 1 mol produk
gliserol. Namun sebenarnya mekanisme reaksi saponifikasi tristearin terdiri dari 3
langkah reaksi sebagai berikut ;
Langkah 1 :
CH2COOR1 CH2COOR2

CHCOOR2 KOH R1COOK CHCOOR3

CH2COOR3 CH2 - OH

Langkah 2 :
CH2COOR1 CH2 - OH

CHCOOR2 2 KOH R1COOK R2COOK CHCOOR3

CH2COOR3 CH2 - OH

Langkah 3 :
CH2COOR1 CH2 - OH

CHCOOR2 2 KOH R1COOK R2COOK R3COOK CH - OH

CH2COOR3 CH2 - OH

2.4.3 Kondisi Operasi


Dalam proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi trigliserida,
reaksi berlangsung dalam reactor alir tangki berpengaduk (RATB). Pada umumnya,
variable-variabel proses utama yang cukup menentukan tingkat keberhasilan reaksi
saponifikasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu operasi
Proses saponifikasi trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan
reaksinya berjalan secara cepat sehingga sesuai untuk produksi skala besar.
Pada proses skala industri suhu resaksi saponifikasi berada di atas titik cair
27

minyak kelapa sawit dan di bawah titik didih air dengan tekanan operasi 1 atm,
hal ini bertujuan :
• Memudahkan pencampuran antar reaktan.
• Transportasi cairan melalui pompa-pompa dan pipa-pipa lebih mudah
karena viskositasnya berkurang.
• Jika suhu berada di atas titik didih air maka tekanan dalam reaktor dalam
lebih besar dari 1 atm untuk menghindari penguapan air.
Berdasarkan rule of thumb, laju reaksi saponifikasi akan meningkat sebesar dua
kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10oC. Suhu operasi reaksi saponifikasi
dapat berlangsung pada kisaran suhu 80-120oC. Sedangkan suhu operasi yang
dipilih adalah 120oC dan pada tekanan atmosfer untuk menjaga fase campuran
tetap cair (Spitz, 2009).
2. Pengadukan
Trigliserida sukar larut dalam air, sedangkan basa seperti KOH mudah larut
dalam air. Sehingga jika didiamkan akan berbentuk dua lapisan yang terpisah
dan reaksi hanya berlangsung pada daerah batas dua permukaan tersebut,
akibatnya reaksi menjadi lambat. Untuk menghindari hal ini maka diperlukan
pengadukan agar seluruh partikel reaktan dapat terdispersi satu sama lain,
dengan demikian laju reaksi dapat meningkat.
3. Rasio reaktan
Perbandingan reaktan pada proses saponifikasi merupakan perbandingan mol
reaktan KOH terhadap minyak kelapa sebesar 3:1. Perbandingan reaktan
tersebut diambil berdasarkan persamaan stoikiometri reaksi saponifikasi
trigliserida. (Spitz, 2009).

2.5 Basis Perancangan


2.5.1. Kapasitas

Penentuan basis perancangan ditentukan dari kebutuhan sabun di Indonesia,


dimana setiap tahunnya kebutuhan sabun meningkat. Basis perancangan yang
digunakan diambil dari kapasitas produksi per hari dimana dapat dengan cara
sebagai berikut :
28

Kapasitas produk dalam 1 jam operasi =

30.000 𝑡𝑜𝑛 1000 𝑘𝑔 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 1 ℎ𝑎𝑟𝑖


= x x x
1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 1 𝑡𝑜𝑛 300 ℎ𝑎𝑟𝑖 24 𝑗𝑎𝑚

= 3.787,8688 kg/jam

2.5.2. Spesifikasi umpan dan produk


1. CPO (Crude Palm Oil)
Sifat fisika dan kimia CPO adalah sebagai berikut:
Sifat fisika
• Kenampakan : kuning kecoklatan
• Rumus molekul : CH2(COOR1)CH(COOR2)CH2(COOR3)
• Berat molekul : 845 gram/mol
• Titik didih : 298oC
• Titik beku : 5oC
• Berat jenis : 0,895 gram/cm3
• Panas jenis : 0,497 kal/g oC
• Kelarutan : tidak larut dalam air, sedikit larut dalam methanol
Sifat kimia
• Tersusun dari trigliserida dan non trigliserida
• Trigliserida dapat terhidrolisa menjadi gliserol dan asam lemak
• Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserol

(Keteran, 1986)

2. KOH ( Kalium Hidroksida)


Sifat fisika dan kimia kalium hidroksida (KOH) adalah sebagai
berikut:
Sifat fisika
• Massa molar 56,11 g/mol
• Densitas 2,004 g/cm³
29

• Titik lebur 360 °C (633 K)


• Titik didih 1327 °C (1600 K)
• Kelarutan dalam air 85 g/100 ml (20 °C)
• Kebasaan (pKb) -0,7
Sifat kimia
• Berwarna putih atau praktis putih.
• Berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain.
• Sangat basa dan mudah terionisasi membentuk ion natrium dan
hidroksida.
• Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur.
• Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab.
• Mudah larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter.
• KOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air.
(Perry, 1997)

3. Air (H2O)
Air digunakan untuk melarutkan KOH dan mengurangi viskositas
sabun cair yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil. Sifat-sifat
fisika dan kimia air adalah sebagai berikut:
Sifat fisika
• Berat molekul : 18,016 g/mol
• Indeks bias : 1,33
• Titik didih : 100oC
• Titik beku : 0oC
• Densitas : 1 g/ cm3
• Viskositas : 0,01002 poise
Sifat Kimia
• Bentuk molekulnya padatan hexagonal.
• Bersifat polar.
• Tidak beracun dan berwarna.
• Tidak berbau dan berasa.
• Pelarut yang baik bagi senyawa organik.
30

• Merupakan elektrolit lemah.


• Memiliki ikatan hidrogen.
(Perry, 1997)
4. Natrium Klorida (NaCl)
Sifat fisika dan kimia NaCl adalah sebagai berikut:
Sifat fisika
• Kenampakan : Solid. (Bubuk kristal padat.)
• Berat Molekul : 58,44 g / mol
• Warna : Putih.
• pH (1% soln / air) : Netral 7
• Titik Didih : 1413 ° C (2575,4 ° F)
• Titik leleh : 801 ° C (1473,8 ° F)
• Spesifik Gravity : 2.165 (Air = 1)
Sifat kimia
• Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam gliserol, dan
ammonia, sangat sedikit larut dalam alkohol, tidak larut dalam Asam
klorida.
(Perry, 1997)
5. Gliserol
Gliserol digunakan sebagai zat tambahan pada sabun dan berfungsi
sebagai pelembab pada sabun. Penggunaan gliserol dapat menghasilkan
emulsi yang stabil tanpa meninggalkan bekas licin atau berminyak. Gliserol
juga dapat melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukkan dan
meminyaki sel-sel kulit.
Sifat fisika
• Kenampakan : cairan kuning transparan
• Rumus molekul : C3H5(OH)3
• Berat molekul : 92,095 gram/mol
• Titik didih : 290oC
• Titik beku : 18oC
• Berat jenis : 1,261 g/mL
• Viskositas : 1,5 pa.s
31

• Panas jenis : 0,497 kal/g oC


• Kelarutan : larut sempurna dalam air dan alkohol
Sifat kimia
• Higroskopik
• Sangat reaktif terhadap senyawa oksidator

(Perry, 1997)

6. CAPB (Cocamidropropyl Betaine)


CAPB berfungsi sebagai surfaktan, dimana CAPB mampu
meningkatkan volume busa, melindungi kulit dari iritasi, dan efek terhadap
kelembutan kulit.
Sifat fisika
• Rumus molekul : C19H38N2O2
• Bentuk cairan jernih
• Berat molekul : 326,52 g/mol
Sifat kimia
• Digunakan sebagai surfaktan dalam produk-produk mandi.
• Merupakan turunan dari minyak kelapa.
• Tidak membuat kulit iritasi.
• Dapat berfungsi sebagai antiseptic.

(Perry, 1997)

7. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)


EDTA berfungsi sebagai zat antioksidan untuk memperlambat
teroksidasinya pada rantai alkali tak jenuh.
Sifat fisika
• Rumus Molekul : (CH3COO)2NH2CH2CH2NH2(CH3COO)2
• Berat Molekul : 192,0 kg/kmol
• Titik Lebur : 117 oC (760 mmHg)
• Titik Didih : 11 oC (760 mmHg)
• Densitas : 1,140 gr/ml
• Berwarna putih
32

• Bentuk fisik seperti tepung


Sifat kimia
• Larut dalam air
• Larut dalam pelarut polar

(Perry, 1997)

8. Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik lemah berfungsi sebagai
antioksidan, pengelat (pengikat ion-ion logam pemicu oksidasi, sehingga
mampu mencegah terjadinya oksidasi pada minyak akibat pemanasan) dan
mencegah sabun menjadi tengik. Asam sitrat diperoleh melalui proses
hidrolisis pati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Asam sitrat juga dapat
dimanfaatkan sebagai pengawet dan pengatur pH.
Sifat fisika
• Rumus Molekul : C6H8O7
• Berat Molekul : 39,9972 g/mol
• Densitas : 1,542 g/ml
• Titik Lebur : 153oC
Sifat Kimia:
• Bersifat asam dan tidak berwarna

(Perry, 1997)

9. Pewangi (Jasmine)
Jasmine atau melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu
berbatang tegak yang hidup menahun. Melati merupakan genus dari semak
dan tanaman merambat dala keluarga zaitun (Oleaceae). Terdiri dari sekitar
200 spesies tumbuhan asli daerah briklim tropis dan hangat dari Eurasia,
Australia dan Oseania. Melati secara luas dibudidayakan karena aroma khas
bunganya yang harum. Adapun sifat fisika melati adalah:
Sifat fisika
• Rumus molekul : C11H16O
• Massa molar : 164,246 g/mol
33

• Densitas : 0,94 g/mL, Cair


• Titik leleh : 203-205°C (397-401°F; 476-478 K)
• Titik didih : 146 °C (295 °F; 419 K) at 27 mm Hg

10. Antioksidan (Epigallocatechin Gallate / Teh)


Epigalloncatechin gallate (EGCG) juga dikenal dengan nama lain
yaitu epigalloncatechin 3-gallate adalah senyawa ester dari epigalloncatechin
dan asam gallat, dan merupakan tipe dari catechin. EGCG adalah jenis
catechin yang umum terdapat pada daun teh, daun pisang, dan beberapa jenis
tanaman lainnya, dan juga antioksidan yang baik yang memiliki kemampuan
untuk mencegah kanker (Pyrko, 2007). Berikut sifat fisika dari
epigallocatechin gallate:
Sifat fisika
• Rumus molekul : C22H18O11
• Berat molekul : 458,372 kg/kmol

2.5.3. Model Operasi


Proses pembuatan pabrik sabun cair menggunakan mode operasi kontinyu
dengan satu tahun operasi yaitu 330 hari kerja dan basis satu jam operasi. Pabrik
didirikan dengan kapasitas 30.000 ton/tahun. Menghasilkan 3.787,8788 kg/jam.

2.6 Diagram alir proses


Berikut ini adalah diagram alir proses pra rancang pabrik sabun dari CPO
yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Anda mungkin juga menyukai