Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“FT INTEGUMEN (ULKUS DEKUBITUS)”

Oleh :

NAMA : NUR IFFAH SASMITA ANAS


NIM : PO.713241191029

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


DIII FISIOTERAPI / TK 2
2020-2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah dan inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyesaikan penyusunan makalah ini guna melengkapi tugas ‘Ft
Integumen dengan materi “ULKUS DEKUBITUS”
Terlepas dari semua ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya, oleh karena itu dengan tangan
terbuka penulis menerima segala kritik dan saran. Akhir kata penulis berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 20 Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,elastis dan
sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat
bergantung pada lokasi tubuh. (Djuanda, 2011)
Dekubitus merupakan lesi yang disebabkan oleh adanya tekanan (kekuatan
yang menekan permukaan tubuh) yang terjadi secara terus menerus sehingga merusak
jaringan yang berada dibawahnya (Kozier, 2010). Dekubitus adalah kerusakan struktur
anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan
dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa.
Gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur,
seringkali pada inkontenensia, dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami
kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter, 2010).
Ada banyak faktor pemicu pembentukan ulkus. faktor instrinsik termasuk
sensorik, otonom, gangguan motorik, kegemukan, kurang gizi dan diabetes. Faktor
ekstrinsik termasuk tidak lega tekanan, gesekan, trauma langsung, dan
kebersihan kulit (Ganvir),2016).
Luka dekubitus disebabkan oleh beberapa faktor yaitu imobilisasi, gaya gesek,
kelembaban kulit (Kozier, 2010). Imobilisasi dan gaya gesek mengakibatkan tekanan
terutama pada area penonjolan tulang. Tekanan menyebabkan iskemia dan hipoksemia
pada jaringan yang terkena mengingat aliran darah ke tempat tersebut berkurang
(Kowalak, 2014).
Sedangkan kelembaban meningkatkan maserasi kulit (pelunakan akibat basah) dan
menyebabkan epidermis lebih mudah terkikis dan menghambat aliran darah (Kozier,
2010). Terhambatnya aliran darah akan menghalangi oksigenisasi dan nutrisi ke
jaringan yang mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan kulit (Potter,
2010). Nekrosis pada jaringan kulit yang tidak segera ditangani akan berkembang
secara bertahap hingga ke jaringan otot dan tulang. Apabila sudah terjadi nekrosis pada
otot dan tulang dapat pula bertahap pada bagian tendon dan sendi.
Alih baring adalah tindakan yang dilakukan untuk mengubah posisi pasien yang
mengalami tirah baring total untuk mencegah kejadian luka tekan pada kulit pasien
Tujuan alih baring adalah untuk mendistribusikan tekanan baik dalam posisi duduk atau
berbaring serta memberikan kenyamanan pada pasien. Pada dasarnya alih baring
dilakukan sebagai bagian dari prosedur baku dalam intervensi keperawatan untuk
mengurangi resiko decubitus pada pasien dengan imobilisasi (Potter,2010). Alih
baring memiliki manfaat mengganti titik tumpu berat badan yang tertekan pada area
tubuh yang lain, mempertahankan sirkulasi darah pada daerah yang tertekan, dan dapat
menurunkan tekanan pada tonjolan tulang (Kozier, 2011 Alih baring dapat mencegah
dekubitus pada daerah tulang yang menonjol. Hal ini dikarenakan alih baring
mengurangi penekanan akibat tertahannya pasien pada satu posisi yan diberikan untuk
mengurangi tekanan dan gaya gesek kulit. Menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi
30 derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadinya dekubitus akibat gaya
gesek (Potter, 2010).
Komplikasi ulkus dekubitus bisa menghambat penyembuhan atau bahkan
mengancam nyawa. Pasien yang berisiko untuk mengalami ulkus dekubitus
mempunyai kemungkinan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, karena
komplikasi utamanya berupa infeksi, baik berupa kondisi sepsis ataupun osteomyelitis.
(Citra,2010).

B. Rumusan masalah
1. Pengertian Ulkus Dekubitus?
2. Klasifikasi Ulkus Dekubitus?
3. Gambaran Klinis Ulkus Dekubitus?
4. Fase Proses Penyembuhan Luka?
5. Etiologi Ulkus Dekubitus?
6. Patofisiologi Ulkus Dekubitus?
7. Intervensi fisioterapi pada Ulkus Dekubitus?
C. Tujuan
1. Pengertian Ulkus Dekubitus?
2. Klasifikasi Ulkus Dekubitus?
3. Gambaran Klinis Ulkus Dekubitus?
4. Fase Proses Penyembuhan Luka?
5. Etiologi Ulkus Dekubitus?
6. Patofisiologi Ulkus Dekubitus?
7. Intervensi fisioterapi pada Ulkus Dekubitus?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence)
dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan
menyebabkan gangguan suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila berlangsung
lama, hal ini akan menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemia jaringan
dan akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. Walaupun semua bagian tubuh bisa
mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan
membutuhkan perhatian khusus. Ulkus dekubitus merupakan ulserasi yang disebabkan
oleh tekanan yang berlangsung lama pada pasien yang dibiarkan berbaring diam di
tempat tidur. Daerah yang paling sering terkena ulkus dekubitus adalah sacrum,
trochanter, tuberositas ischium. Distribusi lokasi terjadinya ulkus sangat tergantung
pada status fungsional struktur anatomi sacrum, trochanter, tuberositas ischium pasien.
Pada pasien yang hanya bisa duduk, lokasi yang paling sering terkena adalah ischium.
Pada pasien yang tidak mampu melakukan apapun, maka ulkus dapat timbul di lutut,
tumit, malleoli, scapula, occiput dan daerah tulang belakang (spina). (Citra, 2010).

B. Klasifikasi Ulkus Dekubitus


Berdasarkan luas dan beratnya kerusakan jaringan yang terkena, maka sesuai dengan
ketentuan National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan AHCPR ulkus
dekubitus terbagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat 1 : Lesi ulkus dekubitus masih tetap berwarna merah pada kulit terang dan
berwarna merah, kebiruan atau keunguan pada kulit yang lebih gelap.
Indikasi lain adalah perubahan temperatur, konsistensi dan sensasi di kulit
2. Derajat 2 : Fase ini ditandai dengan hilangnya ketebalan kulit secara parsial
melibatkan epidermis, dermis atau keduanya sekaligus. Ulkus yang timbul
masih superfisial, hanya berbentuk lecet, lepuhan atau berupa kawah dangka
3. Derajat 3 : Ulkus mulai berkembang menjadi luka yang lebih besar (full-
thickness wound) yang penetrasinya mencapai jaringan subkutaneus, bisa
meluas tapi belum melalui fasia dasar . Ulkus menyerupai kawah yang dalam dan
mungkin merusak jaringan di sekitarnya
4. Derajat 4 : Ulkus meluas menembus kulit, seiring dengan destruksi luas,
nekrosis jaringan atau rusaknya otot, tulang dan jaringan penyokong lainnya
(seperti tendon dan kapsul sendi)

C. Gambaran Klinis Ulkus Dekubitus


Ulkus dekubitus mempunyai gambaran klinis di mana tanda cedera awal adalah
kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan oleh ujung jari (non-blanching).
Pada cedera yang lebih berat dijumpai ulkus di kulit, timbul rasa nyeri, tandatanda
iskemik termasuk demam dan peningkatan sel darah putih.13 Lokasinya ialah daerah
ekstremitas dan bokong, juga daerah yang sering mendapat tekanan secara terus-
menerus. Pada tempat tersebut, ulkus berisi jaringan nekrotik dan di sekelilingnya
terdapat daerah yang eritematosa (Citra,2010).
D. Proses Penyembuhan Luka
1. Fase aktif (± 1 minggu)
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya monosit akan
memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini berlangsung
hingga mencapai jaringan yang masih bagus. Underminededge dianggap
sebagai tanda khas ulkus yang masih aktif. Di samping itu juga, terdapat
transudat yang creamy, kotor, dengan aroma tersendiri. Kemudian saat terikut
pula debris dalam cairan tersebut, maka disebut eksudat. Pada fase aktif, eksudat
bersifat steril. Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan membentuk
necrotix coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar.
2. Fase proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan granulasi
merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag danfibroblast) dan
saluran getah bening (mencegah edema dan sebagaidrainase) yang membentuk
matriks granulasi yang turut menjadi lini pertahanan terhadap infeksi. Pada fase
ini tampak epitelisasi di mana terbentuk tepi luka yang semakin landai .
3. Fase maturasi atau remodeling
Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk.
E. Etiologi
1. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring
terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posis berisiko tinggi
untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam
kejadian luka teka.
2. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk
merasakan sensari nyeri akibat tekanan di atas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi
dalam durasiyang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.
3. Kelembaban
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya
maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah
mengalamierosi. Selain itu kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih
signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya
bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4. Tenaga yang merobek (shear)
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh
darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang
yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah
ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajat.
Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya
bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan
oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam
seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan
kulit.
5. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak
berhati-hati
6. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagaifaktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan
7. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka tekan
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Perubahan
ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pe rgesekan, dan tenaga yang merobek.
8. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan sehinggadengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan
jaringan menjadiiskemia. Studi yang dilakukan menemukan bahwa tekanan
sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan
luka tekan
9. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.
10. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki
efek toksik terhadap endotelium pembuluh. Beberapa penelitian menunjukkan
adahubungan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap
luka tekan
11. Temperatur kulit
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan risiko terjadinya
luka tekan

F. Patofisiologi
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan
kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih
bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring
bermingguminggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat mengganti posisi
beberapa kali perjamnya. Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan
yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus yaitu :
1. Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan
posisi setengah berbaring
2. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
3. Faktor teregangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya
berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila penderita immobilisasi, tidak dibaringkan terlentang


mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk.
G. Intervensi Fisioterapi
1. Therapeutic Ultrasound
Unit ultrasonografi India medico dengan frekuensi 3 MHz digunakan. Dosis
dihitung sesuai dengan luas permukaan dan kondisi ulkus. Untuk memulai
dengan 0,8 W / cm 2 intensitas, mode berdenyut diberikan. Metode kantung air
digunakan untuk perawatan karena PU adalah luka terbuka. Kantong air yang
dibuat khusus dengan sarung tangan plastik yang diisi dengan air digunakan. Untuk
menghindari infeksi, sarung tangan yang disterilkan digunakan untuk setiap
aplikasi dan ditempatkan langsung di atas PU. Gel digunakan sebagai media
untuk pergerakan kepala ultrasound yang halus. Kepala dipindahkan ke segala
arah di atas PU untuk menghindari pembentukan gelombang berdiri. (Ganvir, 2016).
2. Terapi LASER
Diberikan oleh Fisioterapis di Unit neurofisioterapi dengan
menggunakan LASER Aluminium-
Gallium-Indium-Fosfor (AlGaInP), dengan panjang gelombang 660 nm (Po-30 W
puncak) merek Technomed dengan emisi cahaya terus menerus dan berdenyut sekali
sehari, enam kali seminggu selama dua belas minggu berturut- turut , dengan total
30 aplikasi. Di tepi PU, itu diterapkan dengan 4 J / cm 2 untuk waktu yang tetap
dan jarak antara titik 1 cm. (Ganvir, 2016)
3. Posisi
Mengurangi/meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah, yaitu : alih
posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Kelemahan pada
cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah
sangat kurang, dan kadang- kadang mengganggu istirahat penderita bahkan
menyakitkan.(Mahmuda, 2019).
4. Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita,
misalnya, kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang
temperatur airnya dapat diatur(keterbatasan alat canggih ini adalah harganya
mahal, perawatannya sendiri harus baik dan dapat rusak).(Mahmuda, 2019)
5. Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),
tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus.
Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun
keluarganya.(Mahmuda, 2019).
6. Meminimalkan terjadinya tekanan
Hindari menggunakan kassa yang berbentuk donat di tumit. Perawat rumah sakit
di Indonesia masih sering menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau balon untuk
mencegah luka tekan. Menurut hasil penelitian Sanada (1998) ini justru dapat
mengakibatkan region yang kontak dengan kasa donat menjadi iskemia. Mengkaji
dan meminimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga yang
merobek( shear).(Mahmuda, 2019)
7. Mengkaji inkontinensia
Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan maserasi.
Lakukanlah latihan untuk melatih kandung kemih (bladder training) pada pasien
yang mengalami inkontinesia. (Mahmuda, 2019
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Luka tekan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masa
perawatan pasien menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit. Upaya
pencegahan dekubitus meliputi mobilisasi, perawatan kulit, pemenuhan kebutuhan
cairan dan nutrisi yang kuat.

B. Saran
1. Untuk tercapainya keberhasilan perlu adanya keterlibatan dan dukungan dari pasien
maupun keluarganya pada kondisi perawatan. motivasi yang kuat akan psikis
pasien. memberikan support emosional merupakan bagian dari proses rehabilitasi.
2. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada semua pembaca agar dapat
mengerti dan memahami apa yang telah ditulis dalam makalah ini sehingga sedikit
banyak bisa menambah pengetahuan pembaca dan juga agar makalah ini dapat
membantu pembaca mengetahui proses fisioterapi pada luka akar.
DAFTAR PUSTAKA

Bevi Dewi Citra, Hermes C. Sitompul2 , Tuti Restuastuti Efektivitas Alih Baring Tiap 2
Jam Terhadap Pencegahan Ulkus Dekubitus pada Pasien Pasca Stroke dengan
Tirah Baring Lama di Bangsal Saraf RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. JIK,
Jilid 4, Nomor 2, September 2010, Hal. 133-140

Djuanda. (2011). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: FKUI

Ganvir S, Agrawal M, Harishchandre M. (2016). Combined Effect of Ultrasound and


Laser Therapy (LLLT) for the Treatment of Pressure Ulcer in a Patient with
Spinal Cord Injury. Physiother Rehabil 1: 114. doi:10.4172/2573-
0312.1000114. Volume 1 • Issue 3 • 1000114

Kowalak, J., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep, proses, & dan praktik. Edisi 7. Jakarta: EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder S.J. (2010). Buku ajar praktik keperawatan
klinis. Edisi 5. Jakarta:EGC

Mahmuda, I, N, N. (2019). Pencegahan Dan Tatalaksana Dekubitus Pada Geriatri.


Permalink/DOI:
10.23917/biomedika.v11i1.5966Biomedika,ISSN20858345.https://journals.ums.ac.id
/index.php/biomedika
Potter, P. A., & Perry, A. G., (2010).Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai