Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi varicella zoster virus (VZV) laten dari saraf tepi dan
saraf pusat. varicella zoster virus merupakan patogen utama terhadap dua infeksi klinis utama
pada manusia yaitu varicella atau chickenpox (cacar air) dan herpes zoster (cacar ular).
Varicella merupakan infeksi primer yang terjadi pada individu yang terpapar dengan varicella
zoster virus. Pada 3-5 dari 1000 individu, varicella zoster virus mengalami reaktivasi,
menyebabkan infeksi reaktivasi yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles.
Herpes zoster adalah infeksi virus akut yang memiliki karakteristik unilateral, sebelum timbul
manifestasi klinis pada kulit wajah dan mukosa mulut biasanya akan didahului oleh gejala
odontalgia. Timbulnya gejala odontalgia pada Herpes zoster belum sepenuhnya diketahui
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-zoster yang bersifat
terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri berupa nyeri radikuler, unilateral,
dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion
saraf sensoris.
Insidensi HZ 1,5-3 orang per 1000 penduduk pada semua usia dan 7-11 orang
per 1000 penduduk per tahunnya pada usia lebih 60 tahun di Eropa dan Amerika Utara.
Terdapat lebih dari 1 juta kasus HZ di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan rata-rata 3-4
kasus per 1000 penduduk. Beberapa penelitian menyebutkan terjadinya peningkatan insidensi
HZ. Pasien yang tidak mendapat vaksin yang berusia sekitar 85 tahun memiliki risiko
mengalami HZ sebanyak 50%, dan kurang lebih 3% pasien memerlukan perawatan di rumah
sakit.1
Faktor risiko terjadinya HZ adalah usia tua dan disfungsi imunitas seluler. Pasien dengan
supresi imun memiliki risiko 20-100 kali lebih besar dibanding pasien imunokompeten.
Keadaan imunosupresi yang berhubungan dengan risiko terjadinya HZ adalah infeksi HIV
limfoma, radioterapi, kemoterapi, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Faktor lain
yang dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya HZ adalah jenis kelamin
perempuan, adanya trauma fisik pada dermatom yang terkena dan tindakan pembedahan.
Episode kedua HZ jarang terjadi pada pasien imunokompeten, episode ketiga lebih jarang.
Pasien yang menderita HZ lebih dari satu episode dapat dicurigai mengalami
Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustul pada HZ tanpa komplikasi hingga 7 hari setelah
munculnya lesi, dan bisa lebih panjang pada pasien dengan imunokompromais. Postherpetic
neuralgia (PHN) atau nyeri yang terjadi setelah lesi sembuh adalah salah satu komplikasi
10-50% pasien dengan HZ dan prevalensinya meningkat sebanding dengan peningkatan usia
Penelitian retrospektif ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian HZ, distribusi HZ pada
berbagai usia dan jenis kelamin, lama perawatan di rumah sakit, faktor predisposisi, dan
terapi yang diberikan pada pasien HZ dalam kurun waktu 4 tahun (2010-2013) di Ruang
pasien HZ.2
kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat. Herpes zoster termasuk penyakit yang angka
kejadiannya kecil, diperkirakan 10-12 % populasi akan terinfeksi herpes zoster selama
hidupnya. Di Indonesia menurut Lumintang, prevalensi herpes zoster kurang dari 1%. (Amnil
A., 2010)
2.2.1 Etiologi
Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar air (chicken pox) dan
herpes zoster (shingles). VZV memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut (Ann M, 1996):
Kelas : Kelas I (dsDNA)
Famili : Herpesviridae
Upafamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Varicella zoster adalah virus yang hanya dapat hidup di manusia dan primata ;(simian).
Pertikel virus (virion) varicella zoster memiliki ukuran 120-300 nm. Virus ini memiliki 69
daerah yang mengkodekan gen-gen tertentu sedangkan genom virus ini berukuran 125 kb
(kilo- basa). Komposisi virion adalah berupa kapsid, selubung virus, dan nukleokapsid yang
berfungsi untuk melindungi inti berisi DNA double stranded genom. Nukleokapsid memiliki
bentuk ikosahedral, memiliki diameter 100-110 nm, dan terdiri dari 162 protein yang dikenal
dengan istilah ini akan mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan menjadi tidak
berbahaya apabila bagian amplop virus ini rusak. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui
pernapasan dan melalui vesikel pada kulit pada penderita (Manfred et al, 1999).
2.2.2 Epidemiologi Herpes Zoster
Terdapat 1 juta kasus herpes zoster yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan
insiden 1,2 sampai 4,8 kasus per 1000 orang per tahun.
Herpes zoster biasanya muncul pada orang berkulit putih (35% lebih tinggi dibandingkan
orang kulit gelap) dan insiden meningkat 3 sampai 7 kali lebih tinggi pada orang lanjut usia.
Pada pasien immunocompromised memiliki risiko 20 kali lebih tinggi dibandingkan pasien
dibandingkan laki-laki (3,8 kasus per 1000 penduduk per tahun pada wanita dan 2,6 kasus per
Varicella zoster virus (VZV) memiliki level infektifitas yang tinggi dan memiliki prevalensi
yang terjadi di seluruh dunia. Herpes zoster tidak memiliki kaitan dengan musim dan tidak
terjadi epidemik. Hubungan yang kuat terdapat pada peningkatan usia, yaitu 1,2 sampai 3,4
per 1000 penduduk per tahun pada orang sehat berusia muda, dan meningkat menjadi 3,9
sampai dengan 11,8 per 1000 penduduk pada usia di atas 65 tahun (Long MD et al, 2013).
Tidak terdapat bukti yang kuat untuk menunjukan adanya hubungan genetik dengan penyakit
herpes zoster. Suatu studi pada tahun 1994 di California, Amerika Serikat menunjukan
adanya komplikasi pada 26% kasus herpes zoster, insiden 2,1 per 100.000 penduduk per
tahun dan meningkat menjadi 9,3 per 100.000 penduduk per tahun pada usia 60 tahun ke atas
(Weinberg et al 2007).
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV). Virus
DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air (chicken pox) yang merupakan
infeksi awal sebelum sesorang mengalami herpes zoster. Jadi herpes zoster hanya dapat
muncul pada seseorang yang telah mengalami cacar air sebelumnya. Setelah episode cacar air
telah sembuh, varicella zoster akan bersifat laten di dalam badan sel saraf tanpa menimbulkan
gejala. Beberapa lama setelah infeksi awal tersebut, virus bisa keluar dari badan sel saraf
menuju akson saraf dan menimbulkan infeksi di kulit pada daerah tertentu. (Ferri, 2013)
Virus dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti dermatom saraf (daerah pada
kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang menimbulkan tanda dan gejala pada kulit
berupa cluster atau gerombolan benjolan yang kecil yang kemudian menjadi blister. Blister-
blister tersebut akan terisi cairan limfa dan kemudian pecah lalu menjadi krusta dan
Postherpatic neuralgia terkadang terjadi dikarenakan kerusakan pada saraf. Sistem imun akan
mengeliminasi sebagian besar virus sehingga seseorang dapat dikatakan sembuh. Meskipun
tanda dan gejala telah tidak ada, namun virus akan tetap bersifat laten pada ganglion saraf
(ganglion dorsal root maupun ganglion gasseri) pada dasar tengkorak. Apabila sistem imun
menurun pada penyakit tertentu, kondisi stres, maupun penggunaan obat immunosuppresive,
virus ini dapat keluar dari ganglion dan menimbulkan kekambuhan (Kost RG dkk, 1996).
Beberapa hari sebelum timbul ruam, timbul demam, malaise, mialgia, sakit kepala, nyeri dan
paresthesia di sekitar dermatom. Paling sering, nyeri konstan atau intermiten dialami oleh
mereka yang berusia lebih dari 60 tahun, yang bervariasi dari kesemutan atau gatal yang
dangkal, rasa terbakar, hingga nyeri yang menusuk. Onset nyeri 48-72 jam sebelum ruam
pertama muncul. Beberapa pasien mungkin mengalami herpes zoster sinus berupa neuralgia
Manifestasi klinis yang paling umum adalah distribusi ruam unilateral, biasanya terbatas pada
satu atau dua dermatom. Lesi pertama biasanya berupa makula eritematosa atau papula, yang
kemudian 12-24 jam kemudian berubah menjadi vesikel, kemudian menjadi pustula pada hari
ketiga. Setelah 7-10 hari, pustula mengering menjadi kerak, dan bertahan selama 2-3 minggu.
Lesi baru dapat muncul selama 1-4 hari pertama (kadang-kadang hingga 7 hari) .
Ruam klasik muncul sebagai vesikel berkelompok herpetifom yang nyeri yang berada di
dasar eritematosa, dan terbatas pada satu atau dua dermatom. 3,6 Lesi kulit biasanya sembuh
tanpa sisa ruam, tetapi dapat berubah menjadi hipo / hiperpigmentasi setelah peradangan atau
jaringan parut. Ruam kulit akan lebih parah dan lebih lama pada orang yang lebih tua; oleh
karena itu lebih ringan dan lebih pendek pada populasi anak-anak.1 Kadang-kadang,
limfadenopati reginal dapat terjadi. Manifestasi klinis bisa sangat bervariasi. HZ paling sering
terjadi pada dermatom dengan jumlah lesi varicella terbanyak. 1 Dermatom yang
berhubungan dengan lesi HZ biasanya dalam distribusi sentripetal dari lesi varicella awal.
Selama varicella, virus menyebar dari lesi kulit ke ujung saraf sensorik, kemudian naik ke
ganglion. Hipotesis lain percaya bahwa ganglion terinfeksi melalui jalur hematogen selama
fase viremia varicella, dan stimulus reaktivasi paling sering terjadi pada ganglion ini.
Dermatom yang paling sering terlibat dalam lesi HZ adalah torakal, trigeminal, lumbal, dan
serviks. HZ oticus (geniculate zoster, zoster auris, sindrom Ramsay Hunt, sindrom Hunt)
terjadi dengan keterlibatan ganglion geniculatum. Gambaran klasiknya adalah otalgia dengan
vesikula herpetiform di kanal aurikuler eksterna atau membran timpani, dengan atau tanpa
paralisis wajah, gejala auditori (gangguan pendengaran), dan gejala vestibular. Triad sindrom
Ramsay Hunt terdiri dari lesi HZ di telinga, facial palsy ipsilateral, dan anestesi di 2/3
anterior lidah.
Sindrom ini disebabkan oleh keterlibatan N. VII, IX, dan X.3 HZ yang melibatkan kelopak
mata menandakan keterlibatan cabang pertama (ophthalmicus) dari saraf trigeminal, dan
diberi nama HZ ophthalmicus. Jenis ini sering dialami oleh para lansia. Lesi HZ di pangkal
cabang kedua (maksilaris) dan cabang ketiga (mandibularis) saraf trigeminal menyebabkan
lesi HZ intraoral yang disertai dengan nyeri gigi. Keterlibatan cabang rahang atas
menyebabkan lesi di pipi ipsilateral, kelopak mata atas dan bawah, sisi hidung, selaput lendir
hidung, nasofaring, tonsil, gigi atas, palatum, uvula, dan fossa tonsilar. Keterlibatan cabang
mandibula menyebabkan lesi pada sisi kepala, telinga luar, kanalis aurikularis eksterna, bibir
HZ diseminata adalah erupsi umum dengan lebih dari 10-12 vesikula ekstradermatomal, 7-14
imunitas seluler dengan berbagai penyebab, termasuk keganasan, terapi radiasi, kemoterapi
kanker, transplantasi organ, atau obat kortikosteroid jangka panjang. Pada gangguan imun,
lesi baru dapat muncul hingga 2 minggu, dan viremia dengan ruam yang menyebar dapat
terjadi dengan komplikasi yang melibatkan nekrosis kulit, bekas luka, dan keterlibatan organ
Penderita HZ dengan infeksi HIV aktif dapat mengalami HZ berulang pada dermatom yang
sama atau dermatom lain. Pasien HZ dengan AIDS mungkin mengalami HZ parah dengan
penyebaran ke kulit dan organ viseral, termasuk VZV yang resistan terhadap asiklovir dengan
Komplikasi HZ tidak sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang sehat, dan paling
sering terjadi pada mereka yang immunocompromised. Komplikasi yang sering dilaporkan
adalah post herpetic neuralgia (PHN), yaitu nyeri persisten selama lebih dari 4 minggu
setelah onset HZ, dan terjadi 60% pada pasien> 60 tahun. Beberapa komplikasi kulit
termasuk infeksi bakteri sekodari, bekas luka, gangrenosum zoster, dan penyebaran kulit.
Komplikasi mata termasuk konjungtivitis, keratitis, ulkus kornea, iridosiklitis, glaukoma, dan
1. Akumulasi cairan prickle cell layer (stratum spinosum) -> membentuk vesikel
ekstra dan intra oral. Anamnesis jelas menunjukkan adanya riwayat prodromal
berupa demam, meriang, dan terasa lemas yang merupakan gejala terjadinya
infeksi. Gambaran klinis yang khas yaitu ulser, edema, dan pustula pada daerah
akurat. N.trigeminalis divisi maksila adalah cabang sensoris yang mensuplai kulit
hingga sebagian tengah wajah, di bawah kelopak mata, sisi hidung, bibir atas,
mukosa membran nasofaring, sinus maksilaris, palatum lunak, dan gigi. Salah satu
cabang terminalnya adalah n.palatinalis yang besar yang mensuplai palatum keras,
sebagian gingiva rahang atas, uvula, dan sebagian palatum lunak. Cabang lainnya
adalah n.alveolaris superior yang mensuplai gingiva rahang atas, gigi, dan mukosa
membran pipi.5
Diagnosis Banding :
1. Recurent Intraoral Herpes dengan erythema multiforme
2. Primary Gingivostomatitis dengan ANUG
3. Infeksi Varicella Zoster
4. Herpes Simplek Virus
5. Dermatitis Kontak6
Dafpus
1 Ayuningati L. Studi Retrospektif: Karakteristik Pasien Herpes Zoster. BIKKK - Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology. 2015. 27
(3).211-17.
2 Saragih IV. Herpes Zoster pada Geriatri. Medula. 2015. 2(1). 14-18
3 Purwoko M. Herpes Zoster : clinical manifestation, treatment and prevention. Bio Sc Med
4(3) :34-44.
4 Gnann J, Richard J W. Herpes Zoster. N Engl J Med 2002, vol. 347, no 5.
5 Mc Cary ML. Varicella Zoster Virus. Americal Academy of Dermatology, inc.1999.
6 Cohen J. Herpes Zoster. N Engl J Med 2013; 369: 255-63.