Anda di halaman 1dari 15

HUKUM EKONOMI SYARIAH DI MASYARAKAT UMUM

Disusun oleh :

NAMA : BAGUS SATRIALDY

NIM : D1A017048

UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ummat islam dalam melaksanakan Ibadah kepada allah dan hubungan sesama makhluk ciptaan

allah, diatur berdasarkan kepada Al-qur‟an, Hadist dan Ijtihat para ulama. Dimana keseluruhan

peraturan yang mengatur tentang Tata cara beribadah dan prilaku kehidupan ummat islam

disebut dengan syariah, lebih umum disebut dengan Hukum syariah atau hokum islam.

Demikian juga dalam hal Ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup ummat islam,

diatur juga didalam perturan Hukum islam atau syariah. Didalam al-qur‟an suroh 4 ANNISA

ayat 29 yang sekira-kira artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta Sesamamu dengan jalan

Batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya allah maha penyayang bagimu”. (Qs. 4

Annisa ayat : 29)

Dari pengertian Al-qur‟an suroh Annisa Ayat :29 diatas dapat memberikan gambaran kepada

kita, bahwa Al-qur‟an sebagai landasan Hukum islam atau syariah mengatur ummat Islam dalam

Perniagaan haruslah berlandaskan suka sama. Kemudian disebutkan juga ummat islam dilarang

memakan harta sesame ummat islam dengan cara yang bathil atau jahat. Dengan Larangan dan

perintah Tentang Perniagaan didalam Al-qur‟an, maka hal inilah yang melatar belakangi kami

Kelompok I dalam menulis makalah tentang “Pengertian Hukum Ekonomi Syariah Secara

Umum”.

Dari latar belakang masalah,terdapat rumusan masalah sebagai berikut :


1) Apakah yang dimaksud dengan Hukum Ekonomi Syariah.?

2) Bagaimana Pendapat Para Ahli dan Ulama tentang Hukum Ekonomi Syariah.?

3) Kapan Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi syariah mulai dikembangkan.?

4) Asas dan prinsif apa saja yang terkandungan Hukum ekonomi syariah.?

5) Apa yang membedakan Ekonomi syariah dan ekonomi umum.?

PEMBAHASAN

Pengertian Hukum Ekonomi Syariah.

Bila merumuskan pengertian Ekonomi syariah dalam persi undang-undang no. 3 tahun 2006

tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, maka
Ekonomi syariah adalah perbuatan dan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsif

syariah, antara lain :

a) Bank Syariah

b) Lembaga Keuangan mikro syariah

c) Asuransi syariah

d) Reasuransi syariah,

e) Reksa dana syariah

f) Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah

g) Sekuritas Syariah

h) Pembiayaan Syariah

i) Pegadaian Syariah

j) Dana pension Lembaga keuangan syariah

k) Bisnis syariah.

Pengertian ekonomi syariah diatas, dapat dipahami dan dirumuskan beberapa tujuan system

ekonomi syariah diantaranya :

a. Kesejahtraan ekonomi dalam kerangka Norma moral islam (dasar Pemikiran Q.S Al-

baqarah ayat 2 dan 168, Al-maidah ayat : 87-88, Al-Jumu‟ah ayat 10).
b. Membentuk masyarakat dengan tatanan social yang solid berdasarkan keadilan dan

persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujarat ayat 13, Al-maidah ayat : 8, Asy-syu‟araa ayat

183),

c. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (Qs. Al-an‟aam ayat

165, An-nahl ayat : 71, Az-Zukhruf Ayat : 32).

d. Menciptakan kebebasan Individu dalam konteks kesejahtraan Sosial (Qs. Ar-Ra‟du ayat :

36, Lukman Ayat : 22

Disamping pengertian Ekonomi Syariah diatas ada juga pengetian lain yang disebut dengan

Ekonomi Islam. Prof. Dr. H. Zainuddin Ali berpendapat bahwa pengertian Ekonomi Islam adalah

kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al-qur‟an dan Hadist yang mengatur mengatur

Perekonomian umat manusia. Tujuan ekonomi islam menggunakan pendekatan Antara lain :

(a) kosumsi manusia dibatasi sampai pada tingkat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi

kehidupan manusia.

(b). alat pemuas kebutuhan manusia seimbang dengan tingkat kwalitas manusia agar mampu

meningkatkan kecerdasan dan kemapuan teknologinya guna menggali sumber-sumber alam yang

masih terpendam.

(c). dalam mengatur distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan;

(d). pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang

diproleh dari usah yang halal, maka zakat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana

yang ampuh.

Hukum Ekonomi Syariah menurut para ahli dan Ulama.


Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya

diatur berdasarkan peraturan hukum agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana

dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut Para Ahli :

S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan

aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-

sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka

melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”

M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan social yang mempelajari

permasalahan ekonomi dari orang-orang memiliki nilai-nilai Islam.”

Khursid Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah “suatu upaya sistematis untuk mencoba memahami

permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut

dari sudut pandang Islam.”

M.N. Siddiqi, ilmu ekonomi Islam adalah respon “para pemikir muslim terhadap tantangan-

tantangan ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al Qur‟an dan As

Sunnah maupun akal dan pengalaman.”

M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah)

yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan

partisipasi.”
Louis Cantori, “ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan ilmu

ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak ekses

individualisme dalam ilmu ekonomi klasik

Nilai dan prinsif Dasar Pengembangan Ekonomi syariah

Dalam perkembangan Ekonomi Syariah ada lima nilai yang teridetifikasi dalam Hukum

Ekonomi Syariah, antara lain :

a) Nialai Ketuhanan (Ilahiah)

b) Nilai Kepemimpinan (Khilafah)

c) Nilai Keseimbangan (Tawazun)

d) Nilai Keadilan („Adalah)

e) Nilai kemaslahatan (maslahah)

Ada dua pendekatan dalam pengembangan Ekonomi syariah, Yang pertama pedekatan Metode

normatif atau lebih dikenal dengan pendekatan emosional. Sebutan ini dikatakan pendekatan

emosional karena bersumber dari wahyu Allah yang harus diikuti tanpa keragan didalamnya.

Secara aspiratif memposisikan wahyu allah diatas segala-galanya dan apapun yang disebutkan

didalam wahyu allah tidak memerlukan Interpretasi dan rasionalisasi pemahaman, karenal hal itu

justru akan mngurangi nilai keimanan. Jadi, telah dipahami secara Indoktrinatif. Pendekatan

kedua dilakukan secara Rasional objektif yang biasa disebut dengan pendekatan Empiris atau

ilmiah.
Didalam Al-qur‟an surat Al-Mutahffifin ayat 1-3 menyebutkan tentang asas dan prinsif Ekonomi

syariah yang artinya :

“kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) yaitu orang-orang yang apabila

menerima takaran dari orang lain mereka maminta dipenuhi dan apabila mereka menakar dan

menimbang untuk orang lain, mereka mengurang” (QS. Al-Muthaffifin : 1-3)

Dari pengertian ayat diatas jelas disebutkan Larangan kepada ummat islam dalam melakukan

transaksi Ekonomi dilarang berbuat curang dan mengurangi ukuran timbangan dalam menjual

dan membeli barang.

Didin Hafidhuddin sebgaimana dikutif Mokh. Saiful Bakhri, menyatakan transaksi bisnis

didalam ekonomi syariah harus senantiasa dikaitkan dengan keyakinan kepada allah swt. Artinya

memiliki implementasi tauhid dan keyakinan bahwa allah senantiasa mengawasi setiap tindakan

ciptaannya. Dengan demikian setiap Ummat islam dalam melakukan bisnis ekonomi syariah,

tidak mungkin melakukan kecurangan.

Berikut dipaparkan beberapa prinsif yang lahir dari nilai Ilahiah, yang layaknya teraktualisasi

dalam kegiatan ekonomi syariah :

Nilai-nilai Aktualisasi Nilai Indikator Negatif

Ilahiah (Ketuhanan Akidah Atheisme

Ibadah Sekularisme

Syariah Komunisme

Eigendom (Hak milik Mutlak


Pemilik Mutlak Manusia)

Tazkiiah (halal-tayyib)

Syarat suatu bangunan dapat berdiri kokoh adalah tiang yang kokoh. Jika bangunan yang kokoh

tersebut adalah ekonomi syariah. Maka tiang penyangganya adalah Prinsif-prinsif Ekonomi

syariah berikut :

a) Siap menerima resiko.

Prinsif ekonomi syariah yang dapat dijadikan pedoman oleh setiap muslim dalam bekerja untuk

menghidupi dirinya dan keluarganya. Yaitu menerima risiko yang terkait dengan pekerjaan itu.

Keuntngan dan manfaat yang diproleh juga terkait dengan jenis pekerjaannya. Karena itu, tidak

ada keuntungan/manfaat yang diproleh seseorang tanpa risiko. Hal ini merupakan jiwa dari

prinsif “dimana ada manfaat, disitu ada risiko” (Al kharaj bid dhaman).

b) Tidak Melakukan Penimbunan.

Dalam system ekonomi syariah, tidak seorang pun diizinkan untuk menimbun uang. Tidak boleh

menyimpan uang tanpa dipergunakan. Dengan kata lain, Huum islam tidak memperbolehkan

Uang Kontan (Cash) yang menganggur tanpa dimanfaatkan. Oleh karena itu, pemerintah harus

memberikan sanksi bagi mereka yang menimbun uang dengan mengenakan pajak untuk uang

kontan tersebut.

c) Tidak Monopoli
Dalam system ekonomi syariah tidak diperbolehkan seseorang, baik dari perorangan maupun

lembaga bisnis dapat melakukan monopoli. Harus ada kondisi persaingan, bukan monopoli atau

oligopoli.

d) Pelarangan Interes Riba.

Ada orang berpendapat bahwa Al-qua‟an hanya mearang riba dalam bentuk bunga berbunga

(Compound Interest) dan bunga yang dipraktekkan Bank Konvensioanal (simple Interest) bukan

riba. Namun, Jumhur ulama mangatakan bahawa bunga BANk adalah riba. Namun Prof. Dr. H

zainuddin Ali berpendapat semua bentuk Interest adalah riba.

Hak milik dalam pandangan Islam

a. Pengetian hak milik

Istilah milik berasal dari bahasa arab yaitu milk. Dalam kamus Almunjid dikemukakan bahwa

kata-kata yang bersamaan arti dengan Milk (yang berasal dari kata kerja Malaka) adalah malkan,

milkan, malakatan, mamlakatan, mamlikatan dan mamlukatan.

Milik dalam bahasa dapat diartikan memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas

terhadapnya (Hasbi Ash Shiddieqqy, 1989 ; 8)

Menurut istilah, milik dapat didefenisikan “suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, menurut

syariat, yang membenarkan pemilik ikhtisas betindak terhadap barang miliknya sekehendaknya,

kecuali ada penghalang (Hasbi Ash Shiddieqqy, 1989 ; 8).

Maksud Kata menghalangi diatas adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik

sesuatu barang atau mempegunakan/memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujua terlbih dahulu
dari pemiliknya. Sebaliknya, pengetian penghalang adalah sesuatu ketentuan yang mencegah

pemilik untuk bertindak terhadap harta miliknya.

Sifat Hak milik

pemilikan pribadi dalam pandangan islam tidaklah bersifat mutlak/absolute (bebas tanpa kendali

dan batas). Sebab didalam beebagai ketentuan hokum islam dijumpai bebera batasan dan kendali

yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan

harta benda miliknya. Untuk itu dapat disebut perinsif dasarnya sebagai berikut :

· Pada hakikatnya individu hanyalah mewakili masyarakat.

· Harta benda tidak boleh hanya berada ditangan pribadi (kelompok) anggota masyarakat

(Sayyid, 1984 : 146-152)

Sistem Ekonomi Islam

Yang dimaksud dengan system ekonomi Islam adalah Ilmu Ekonomi yang dilaksanakan dalam

praktik (Penerapan Ilmu Ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat

maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisir factor produksi, distrbusi dan

pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundangan-undangan

islam (Sunnatullah).

Dengan demikian, sumber terpenting peraturan/perundang-undangan perekonomian Islam adalah

Alquran dan sunnah. Meskipun demikian, sangat disayangkan belum ada literature yang

mengupas tentang system ekonomi islam seca menyeluruh.

Hal itu (pluralism system ekonomi) muncul disebabkan oleh ketidak mampuan umat Islam

melahirkan suatu konsep system ekonomi islam (menghubungkan system ekonomi dan syariat).
Kondisi ini dikemukakan oleh Muhammad Syafi‟I Antonio dilukiskan dengan mengemukakan,

“disatu piak kita mendapat para ekonom, bangkir, dan usahawan yang aktif dalam menggerakkan

roda pembangunan ekonomi tetapi „lupa‟ membawa pelita agama karena memang tidak

menguasai syariat telebih Fikih muamalah secara mendalam. Dilan pihak, kita menemukan para

kiai dan ulama yang menguasai secara mendalam konsep-konsep fikih ulumul qur‟an dan

disiplin lainnya, tetapi kurang menguasai dan memantau fenomena ekonomi dan gejolak bisnis

disekitarnya. Akibatnya, ada semacam tendensi “biarlah kamu mengatur urusan akhirat dan

mereka urusan dunia. Padahal islam adalah risalah untuk dunia dan akhirat”. (Muhammad syafi‟I

Antonio, 1992/1993;1)

Perbedaan sistem Ekonomi Syariah dengan sistem Ekonomi Konvensional.

Ekonomi konvensional pada filosofi Positivisme yang mendewakan Power Of Ratonality.

Pendewaan terhadap rasionalitas ini memiliki dampak pada tergusurnya nilai-nilai dan aspek-

aspek subjektif seperti nilai etika dan moral yang bersifat teologis. Nilai-nilai yang bersifat

teologis dipandang sebagai wilayah yang berdiri secara terpisah dari ekonomi, tidak memiliki

relasi dengan ekonomi. Ekonomi pada akhirnya betul-betul menjadi disiplin ilmu yang bebas

nilai (value free)(etzioni, 1992 dan mydal, 1969).

Dominasi Filosofi Positivisme yang demikian kuat telah melintasi batas Negara sehingga

ekonomi positivistic ini dikenal juga dengan ekonomi arus utama (mainstream economics), yaitu

disiplin ilmu yang menekankan diri pada praktik ekonomi sebagaimana adanya (As it is) yang

berfungsi sebagai instrument untuk menjelasakan (to explan) dan meramalkan (to predict)

praktik ekonomi sehingga ditemukan hokum universal dalam ilmu Ekonomi (Triyuwono, 2006)
Hokum universal ini, menurut Triyuwono (2006) dapat dicapai apabila proses formulasi teori

ekonomi benar-benar staril dari kepentingan-kepentingan yang bersifa subjektif, steril dari nilai-

nilai budaya, agama dan kepentingan social politik. Dengan kata lain, ekonomi harus bebas dari

intervensi nilai agama, nilai budaya dan Nilai social Serta Politik Lokal.

Penerapan hukum universal dalam ekonomi mainstream memiliki potensi kuat yang tidak hanya

memberangus nilai-nilai lokal (local wisdom) yang berlaku dalam masyarakat, teapi juga

melahirkan konsekuensi yang sangat luas seperti peradaban fragmatis, konsumtif (Featherstone,

2001), hedonis yang merusak sandi-sandi kemanusiaan (Suman dan Yustika, 1997 ; Triyuwono,

2000; Budiman, 1997; Butt, 1991dan Etzioni, 1992), penyakit peradaban (Capra, 2000),

Absurditas Pembangunan (Al Buray, 1986) dan Modrenisasi kemiskinan Atau kemiskinan

terencana (Amin, 1974) pada sisi lain, Universalisme Hukum ekonomi yang diusung oleh

Kapitalisme memunculkan Ketergantungan yang berlebihan pada apa yang disebut dengan profit

Oriented Atau Capital Oriented, sehingga nilai-nilai lain, selain profit yang bersifat Imaterial,

menjadi suatu yang mustahil. Karena dijiwai oleh spirit kapita oriented yang berlebihan, maka

kapitalisme lebih berpihak sedikit kelompok elit yang mampu mengasesnya sehingga dalam

konteks ini terjadilah kesenjangan ekonomi yang melebar antara The have/agniya dengan The

Have Not/fuqara (Ibrahim,2005).

Titik balik perbedaa ini, pada gilirannya membuat manusia sudah tiak berpijak pada nilai yang

secara sungguh-sungguh merupakan kebenaran (Berger, 1981), yang bersumber dari kebenaran

sejati. Ekonomi, selanjutanya ditegakkan diatas sendi yang rapuh, yang mengabaikan aspek

supranatural. Ia berpijak pada utopia tentang kehidupan yang diciptakan oleh manusia sendiri

untuk kemudian mengisi dan merekayasa manusia menjadi makhluk yang “menuhankan” Rasio

dan “reifikatif” (menserba-bedakan segala sesuatu)(suman dan Yustika, 1997).


KESIMPULAN

 Hukum ekonomi syariah adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem ekononomi dan

atau transaksi yang berlandaskan nilai-nilai ketuhanan dan syariah Islam,system ekonomi

Islam adalah Ilmu Ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (Penerapan Ilmu Ekonomi)

sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun

pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisir factor produksi, distrbusi dan

pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundangan-

undangan islam (Sunnatullah).yang membedakan sistem ekonomi syariah dengan

ekonomi Konvensional adalah dimana disatu pihak kita mendapat para ekonom, bangkir,

dan usahawan yang aktif dalam menggerakkan roda pembangunan ekonomi tetapi „lupa‟

membawa pelita agama karena memang tidak menguasai syariat telebih Fikih muamalah

secara mendalam.
Daftar Pustaka

Hukum Ekonomi Islam Di Indoneisa; Dr. H.M. Arfin Hamid, SH, MH; Ghalia Indonesia.

Mokh. Saiful Bakhri; Ekonomi syariah dalam sorotan, Ed (Jakarta, Pemodalan Nasional Madani,
2003),

A.M. saifuddin ; studi system ekonomi islam, (Jakarta : Media dakwah, 1984).

Hukum Ekonomi Syariah ; Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A ; Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai