Anda di halaman 1dari 14

nurfaizinyunus

Rabu, 01 Juli 2015

HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih
untuk usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun.
Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan
keadaan tersebut.

Hipertensi adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan
tekanan. Darah dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah. Setiap kali
jantung berdetak maka akan memompa darah ke dalam pembuluh darah. Tekanan darah dibuat oleh
kekuatan darah yang mendorong terhadap dinding pembuluh darah (arteri). Semakin tinggi tekanan
semakin keras jantung harus memompa (WHO, 2013).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas
tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya
hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial).
Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan
resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Pradana,
2012).

Hipertensi sebagai suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut
untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner pembuluh darah jantung)
dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung) (Bustan, 2000).

Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitanya dengan tekanan sistolik dan diastolik atau
keduanya secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada ateri bila
jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan ateri pada saat
jantung relaksasi diantara dua denyut jantung.

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik lebih dari
140/90 mmHg, dimana sudah dilakukan pengukuran tekanan darah minimal dua kali untuk
memastikan keadaan tersebut dan hipertensi dapat menimbulkan resiko terhadap penyakit stroke,
gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Mahardani, 2010).
2. Penyebab Hipertensi

Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang
90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi.

a. Hipertensi esensial juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi yang tidak
jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan
hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab
hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari factor genetik dan lingkungan. Factor keturunan
bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor
predisposisi genetic ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada
3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan garam (natrium) berlebihan,
stress psikis, dan obesitas.

b. Hipertensi Sekunder. Prevalensinya sekitar 10 % dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi ini
dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin),
obat, dan lain-lain. Hipertensi renal dapat berupa:

1) Hipertensi renovaskular, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga menyebabkan
hipoperfusi ginjal

2) Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di medulla adrenal,
akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.Penyakit lain yang dapat
menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta, kelainan neurogik, stres akut, polisitemia, dan lain-lain
(Lany, 2001).

3. Klasifikasi Hipertensi

Untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu
standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. Berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di
masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di
negara Amerika Serikat, Klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina,
Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-negara di Eropa,
Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk
warga keturunan Afrika yang tinggal di Amerika.

Badan kesehatan dunia, WHO juga membuat klasifikasi hipertensi. Di Indonesia sendiri berdasarkan
konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia
pada tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang
Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang.
Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7
sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia (Haryana, 2009).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik(mmHg)

Optimal

Normal

Normal tinggi

< 120

< 130

130 - 139

< 80

< 85

85-89

Tingkat 1 (hipertensi ringan)

Sub grup : perbatasan

140-159

140-149

90-99

90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang)

160-179

100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat)

≥ 180
≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi

Sub grup : perbatasan

≥ 140

140-149

< 90

< 90

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori

Sistolik (mmHg)

Dan/atau

Diastolik (mmHg)

Normal

<120

Dan

<80

Pre hipertensi

120-139

Atau

80-89

Hipertensi tahap 1

140-159

Atau

90-99
Hipertensi tahap 2

≥ 160

Atau

≥ 100

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia.

Kategori

Sistolik (mmHg)

Dan/atau

Diastolik (mmHg)

Normal

<120

Dan

<80

Pre hipertensi

120-139

Atau

80-89

Hipertensi tahap 1

140-159

Atau

90-99

Hipertensi tahap 2

≥160

Atau
≥ 100

Hipertensi sistol terisolasi

≥ 140

Dan

< 90

4. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh
angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE
yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Gray, 2005).

Pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Dita, 2010).

5. Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Umur

Risiko kejadian hipertensi menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur sehingga prevalensi
hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktur
pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah
menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik. Hipertensi terutama
ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik pada usia lanjut. Sedangkan menurut WHO
memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada
tidaknya hipertensi.

2) Jenis Kelamin

Pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya
hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.

3) Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi dapat meningkatkan risiko hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (esensial). Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan
renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45%
akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar
30% akan turun ke anak-anaknya.

b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah

1) Kegemukan (obesitas)

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa
Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter (Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan
tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar (Armilawaty, 2007).

2) Psikososial dan Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah)
dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag (Prasetyorini, 2012).

3) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke
dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.

4) Kurang Aktivitas Fisik dan Olahraga


Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi
(pembakaran Kalori). Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang
melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.

Dalam kegiatan sehari-hari setiap orang (individu) melakukan berbagai aktifitas fisik. Aktifitas fisik
tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya mencuci
baju, mengemudi, mengecat rumah, menyapu, berjalan kaki, mengaja, menyetrika, berkebun, dan
sebagainya.

Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan:

a) Kegiatan ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan
dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci
baju/piring, mencuci kendaraan, memasak, dan sebagainya.

b) Kegiatan sedang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau
kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bersepeda, jalan cepat

c) Kegiatan berat biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength),
membuat berkeringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo,
pencak silat ) dan outbond.

Manfaat Fisik/Biologis dari aktivitas fisik adalah menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal,
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang dan
otot, meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan kebugaran tubuh. Sedangkan manfaat
psikis/mental adalah dapat mengurangi stress, meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa
sportifitas, memupuk tanggung jawab, dan membangun kesetiakawanan sosial.

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita
hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat
menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun (Armilawaty, 2007).

5) Konsumsi Alkohol Berlebih

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan
kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan
asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila
mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.

6) Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak
dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi
primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada
masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah ratarata rendah,
sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar.7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.

7) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia

Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida,
kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor
penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh
darah sehingga tekanan darah meningkat (Lanny, 2004).

6. Tanda dan Gejala Hipertensi

Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain:

a. Sakit kepala

b. Gelisah

c. Jantung berdebar-debar

d. Pusing

e. Penglihatan kabur

f. Rasa sakit didada

g. Mudah lelah, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2006).

7. Upaya Deteksi Faktor Risiko

Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit hipertensi dengan
melakukan beberapa tahapan sebagai berikut.

a. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit, riwayat
anggota keluarga yang menderita DM, Penyakit Jantung Koroner, Hiperkolesterol

b. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi

c. Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan
Iingkar pinggul.

d. Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi yang belum tahu
atau bleum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula darah pada 2 jam setelah minum
larutan 75 gr glukosa, Kadar Kolesterol Darah (Kolesterol Total, LDL, HDL dan Trigliserida) (Lany, 2001).

8. Pemeriksaan Tekanan Darah


a. Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi meter yang dipasang atau
dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Tekanan darah
diukur dalam posisi duduk atau berdiri, penurunan lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi
jantung ) ke posisi hampir vertikal dapat menghasilkan kenaikan pembadaan dari kedua tekanan darah
sistolik dan diastolik.

b. Untuk menegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan
setelah orang yang akan diperiksa beristirahat 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran
selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.

c. Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat melingkari
2/31engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas untuk meneegah kontak
dengan stetoskop.

d. Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan dengan keeepatan
2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dieatat pada saat terdengar bunyi yang pertama
(Korotkoff I ), sedangkan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi ( Korotkofoff V)
(Aulia, 2008).

9. Komplikasi

Beberapa komplikasi dari hipertensi yang dapat terjadi seperti :

a. Jantung

Jantung dapat dirusak oleh tekanan darah tinggi yang lama tidak diobati. Pada awalnya jantung
mengatasi ketegangan karena harus menghadapi tekanan darah tinggi dengan meningkatnya kerja otot
sehingga membesar agar dapat memompa lebih kuat. Pompa jantung yang mulai macet, tidak dapat lagi
mendorong darah untuk beredar ke seluruh tubuh dan sebagian darah menumpuk pada jaringan. Zat
gizi dan oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat
halangan atau kelainan di pembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk
menggerakan jantung secara normal (Maulana, 2008).

b. Ginjal

Hipertensi yang berkelanjutan menebalkan pembuluh darah pada ginjal sehingga menganggu
mekanisme yang sangat halus yang menghasilkan urin. Salah satu gejala utama kerusakan ginjal yang
disebabkan oleh tekanan darah tinggi adalah berkurangnya kemampuan untuk menyaring darah (Tom
Smith, 1998).

c. Stroke

Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah sehingga
dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu,
biasanya pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.
Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan
asupan oksigen dan zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi
dan akhirnya mati (Auryn, 2007).

10. Tatalaksana Pengendalian Hipertensi

a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta
kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.

b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik agar terhindar
dari obesitas untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi
rekurensi (kambuh) faktor risiko. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :

1) Mengurangi asupan garam didalam tubuh, dengan memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5
gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak. Makan makanan yang sehat misalnya dengan banyak
mengonsumsi buah-buahan segar dan sayuran, yang memberikan nutrisi seperti kalium dan serat. Juga,
makan makanan yang rendah lemak jenuh dan kolesterol.

2) Melakukan olahraga teratur. Berolahraga seperti jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 34 kali
dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang
ujungnya dapat mengontrol tekanan darah. Direkomendasikan orang dewasa terlibat dalam latihan
intensitas sedang selama 2 jam dan 30 menit setiap minggu.

3) Berhenti merokok. Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,
dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan
kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah.
Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh
darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.

4) Mengurangi konsumsi alkohol. Hindari konsumsi alkohol berlebihan. Laki-Iaki Tidak lebih dari 2 gelas
per hari Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari

5) Memeriksa tekanan darah secara teratur karena tekanan darah tinggi seringkali tidak memiliki gejala.

c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan. Kematian
mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan
manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan melibatkan
organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian
hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :

1) Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi

2) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.

3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.

4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur hidup.

Jenis-jenis obat antihipertensi antara lain:

1) Diuretik. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (Iewat kencing),
sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan dan
berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya
penyakit lainnya.

2) Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis (syaraf
yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat
simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia
hemolitik (kekurangan sel darah merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan
kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.

3) Betabloker. Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan
seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan
bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan
penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan)
sehingga pemberian obat harus hati-hati.

4) Vasodilatator. Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek samping yang
sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala.

5) Penghambat enzim konversi angiotensin Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan
zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan
ini adalah kaptopril. Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.

6) Antagonis kalsium Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat
kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan
verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7) Penghambat reseptor angiotensin II. Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk .golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing,
lemas dan mual.

d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan melakukan
kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan
mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi,
pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan (Aulia, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Anggara dan Prayitno. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas
Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013.

Aulia, Sani. 2008. Hipertension. Medya Crea. Jakarta.

Auryn, Virzara. 2007. Mengenal dan Memahami Stroke. Katahati. Jogjakarta.

Armilawaty, Lira Indriana, Ruli, 2007 Hipertensi dan Faktor resikonya dalam Kajian Epidemiologi. FKM
UNHAS. Makassar

Astawan M. 2003. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. http://www.depkes.go.id. Diakses 28 Maret
2015

Apriandani, Andry Dwi. 2009. Studi Retrospekstif Penyakit Hipertensi di Rumah Sakut Umum Unaaha
Kabupaten Konawe Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Bustan, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Dita, A. 2010. Gejala dan Mekanisme Hipertensi. Available: http://arumdita. blogspot.com. Diakses
tanggal 20 Mei 2015.

Haryana, I. 2009. Klasifikasi Hipertensi. Available from: http://dokter-medis.blogspot.com. Diakses


tanggal 20 Mei 2015.

Kodim, 2005. Faktor-faktor Resiko Penderita Hipertensi di RSU FK-UKI. Program Studi Pascasarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Marliani, 2007. Hipertensi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Maulana, Mirza. 2008. Penyakit Jantung. Katahati. Jogjakarta.

Pradana, Tedjasukmana. 2012. Tatalaksana Hipertensi. CDK-192/ vol. 39 no. 4, Jakarta.


Prasetyorini dan Prawesti. 2012. Stres Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi Hipertensi Pada
Pasien Hipertensi. Jurnal STIKES Volume 5, No. 1, Juli 2013.

The Lancet, 2004. Systemic Hypertension. In : Current Medical Diagnosis & Treatment. 41st Edition.
McGraw-Hill Companies. 2004. p:459-469. diterjemahkan oleh Sunarti; Penerbit UI Press, 2005.

WHO. 2013. Q&As on hypertension. Available: http://www.who.int. Diakses tanggal 20 Mei 2015.

Widiyani, R. 2013. Penderita Hipertensi terus meningkat. http://health.kompas.com. Diakses 28 Maret


2015.

Anda mungkin juga menyukai