Anda di halaman 1dari 4

Skenario 4.

“Suntikan maut sang mantri”


Indro, 29 tahun, diantar oleh tetanganya ke praktek dokter umum dengan kondisi
tidak sadarkan diri pasien diketahui sebelumnya pasien memeriksakan diri ke mantri
paijo dan meminta suntik oleh si mantri karena mantri paijo terkenal akan manjurnya
suntikan. Dari hasil alloanamnesis didapatkan dalam perjalanan pulang Indro sempat
merasakan tidak nyaman pada tubuhnya, bibir terasa tebal, kepala nyeri dan akhirnya
Indro terjatuh tidak sadarkan diri dan langsung diantar oleh tetangganya dibawa ke
praktek dokter umum. Dari pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nafas 30x/menit,
denyut nadi 140 x/menit, suhu 36 derajat Celcius, tekanan darah 90/60 mmHg. Oleh
dokter, pasien didiagnosis syok dan langsung dilakukan tindakan oleh dokter.

STEP 7

2. Patofisiologi syok anafilaktik

Anafilaksis dikelompkkan dalam Hipersensitivitas Tipe 1 (immediate type


reaction) oleh Coombs dan Gell (1963), timbul segera setelah tubuh terpajan dengan
alergen. Anafilaksis diperantarai melalui interaksi antara antigen dengan IgE pada sel
mast, yang menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi. Reaksi ini terjadi
melalui 3 fase mekanisme:

Fase Sensitisasi

Adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat
kulit, mukosa saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh makrofag. Makrofag
segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-3) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi
menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE)
spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel
Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi

Adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam
tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamine, serotonin,
bradikinin dan beberapa bahan vasoaktof lain dari granula yang disebut dengan istilah
preformed mediators. Histamin adalah dianggap sebagai mediator utama syok
anafilaksis. Banyak tanda dan gejala anafilaksis yang disebabkan pengikatan
histamine pada reseptor tersebut: mengikat reseptor, H1 menyebabkan pruritus,
rhinorrhea, takikardia dan bronkospasme. Di sisi lain, baik H1 dan H2 reseptor
berpartisipasi dalam memproduksi sakit kepala dan hipotensi. Ikatan antigen-antibodi
merangsang degradasi asam arakidonat dari membrane sel yang akan menghasilkan
Leukotrien (LT) dan Prostaglandin D2 (PG2) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut newly formed mediators. PGD2 menyebabkan
bronkospasme dan dilatasi pembuluh darah.

Fase Efektor

Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek


mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmokologik pada
organorgan tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi, mucus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada
Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi
Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel
Mast (Mastosit) dan basofil.

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang


menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang
sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan
memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di
sebut dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran


sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Daftar Pustaka

Rengganis I, Sundaru H, 2009, Renjatan Anafilaktik, Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Interna Publishing, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai