A. PEMBAHASAN
Oleh sebab itu umat islam sangat tercecer terutama dibidang pendidikan, dan
kerugiannya nanti lebih dirasakan setelah Indonesia merdeka. Orang yang duduk
ditampuk pemerintahan bukanlah mereka-mereka yang lulusan lembaga pendidikan
islam, tapi justru orang-orang non islam atau minimal orang islam yang berpendidikan
skuler. Padahal dalam perjuangan merebut kemerdekaan merekalah yang paling gigh
dan berada dibarisan terdepan. Bahkan dalam sejarah disebut bahwa pesantren
merupakan basis perjuangan menentang penjajah. Jadi pemerintah dan bangsa
Indonseia pada masa awal kemerdekaan masih mewarisi sistem pendidikan yang
bersifat dualistis tersebut yaitu :
1) Sistem pendidikan dan pengajaran modren yang bercorak skuler atau sistem
pendidikan dan pada sekolah – sekolah umum yang merupakan warisan dari
pemerintahan klonial belanda.
2) Sistem pendidikan islam, yang tumbuh dan berkembang dikalangan umat islam
sendiri, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran yang berlangsung disurau atau
langgar, masjid, pesntren dan madrasah, yang bersifat tradisional yang bercorak
keagamaan semata-mata.
Oleh sebab itu, kenyataan ini merupakan sebuah tantangan yang menuntut untuk
lebih berkiprahnya pendidikan islam, terutama dalam upaya peningkatan dan
pengembangan kualitas sumber daya manusia yang sekarang sedang gencar-gencarnya
dikumandangkan. Adapun peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan
islam secara integrasi dalam sitem pendidikan nasional tersebut, dapat dilihat pada
beberapa pasal dari UU Nomor 2 tahun 1989, seperti berikut ini :
4. Dalam pasal 11 ayat (1), yang mengatur jenis-jenis pendidikan yang termasuk
jalur pendidikan sekolah terdiri dari: pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
5. Pada pasal 39 ayat (2) dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis dan jalur
serta jenjang pendidikan wajib memuat :
a. Pendidikan pancasila
b. Pendidikan agama
c. Pendidikan kewarganegaraan.
6. Pada pasal 47 ayat (2), menyatakan bahwa : ciri khas satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
7. Sementara dalam USPN 2003 pada pasal 1 ayat (5) USPN 2003, bahwa :
pendidikan Nasional adalah pendidikan pendidikan berdasarkan pancasila
dan UUD 1945 dan perubahan bersumber pada ajaran agama,
keanekaragaman budaya Indonesia, serta tanggap terhadap perubahan
zaman, “pasal 4 USPN 2003 yaitu :”pendidikan nasional bertujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi mulia,
sehat, berilmu, kompeten, terampil, terampil, kretif, mandiri, dan memiliki
rasa kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Mencermati pasal 1 ayat (5) dan pasal 4 USPN 2003 tersebut, terlihat bagaimana
pendidikan agama islam berada pada posisi strategis, dibanding materi pendidikan
lainnya. Orientasi pelaksanaannya bukan hanya pada pengembangan IQ akan tetapi EQ
dan SQ secara harmonis hal ini terlihat dari amanat pasal 13 ayat (1) huruf a USPN
2003, yaitu setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama. Dengan mengacu pasal ini, pesan edukasi yang diharapkan agar
pendidikan melahirkan out put yang beriman-bertakwa (sesuai dengan ajaran agama
yang diyakini), berakhlak mulia serta memiliki kualitas yang tinggi.
Dalam upaya membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, maka
pendidikan agama memiliki peranan yang sangat penting. Untuk itulah maka
pendidikan agama wajib diberikan pada semua satuan, jenjang dan jenis pendidikan,
baik melalui jalur sekolah maupun jalurluar sekolah.
Pada pendidikan agama sebagai institusi yang selama ini dikenal dengan nama
madrasah serta pondok pesantren telah berakar, tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Tercatat dalam
sejarah Pendidikan Nasional, satuan pendidikan tersebut, telah ada sejak permulaan
agama islam masuk ke Indonesia, atau paling lambat sudah dimulai pada abad ke 11.
2. Madrasah dan pondok pesantren sebagaian besar adalah perguruan swasta yang
berkemampuan tinggi untuk berswakarsa dan berswakarsanya dalam
menyelenggarakan pendidikan. Dengan perkataan lain, madrasah dan pondok
pesantren telah menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang
diatas kemampuan dan kekuatan sendiri, dengan memobilisasi sumber daya
yang tersedia dimasyarakat pendukungnya.
3. madrasah dan pondok pesantren yang memiliki ciri khas sebagai pusat
pendidikan, pengembangan dari penyebaran agama islam, diharapkan dan telah
membuktikan diri dapat menghasilkan keluaran atau out put yang berkualitas
dan potensial untuk menjadi pendidik, khususnya di bidang pendidikan agama
islam.
4. madrasah dan pondok pesantren memiliki potensi yang cukup besar untuk
bersama-sama satuan pendidikan didalam sistem pendidikan nasional untuk
menuntaskan wajib belajar tingkat SLTP dan pelaksana pendidikan dasar 9
tahun. Dan atas dasar inilah madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah
merupakan lembaga pendidikan dasar.
Adapun madrasah umumnya didirikan atas insiatif masyarakat islam yang tujuan
utamanya adalah untuk mendidik para peserta didik memahami dan mengamalkan
ajaran-ajaran islam dengan baik. Dengan dikeluarkannya PP Nomor 28 tahun 1990
dimana pada pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa SD dan SLTP yang berciri khas agama
islam yang dikelola oleh departemen agama disebut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah
Tsanawiyah. Dengan kenyataan ini, tugas dan fungsi MI dan MTs menjadi ganda yaitu :
Dengan keadaan yang demikian, orang yang tidak bisa lagi menomorduakan
lembaga-lembaga pendidikan agama, terlebih-lebih bila lembaga pendidikan agama
terutama madrasah mampu memacu diri dengan berupaya maksimal meningkatkan
kualitas dalam berbagai aspeknya, tidak mustahil madrasah nantinya akan menjadi
alternatif pertama, pilihan masyarakat untuk memasukkan anak-anaknya. Sebab
bagaimanapun disaat globalisasi melanda dunia seperti sekarang ini, nilai-nilai etik dan
moral sudah mulai luntur dan bergeser. Dalam konteks ini madrasah sangat strategis
untuk membendung arus demoralisasi yang sangat merugikan tersebut.
Undang – undang sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 yang terdiri atas 22 bab dan
77 pasal merupakan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.
Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam undang – undang sisdiknas tersebut,
antara lain demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran masyarakat, tantangan
globalisasi, kesertaraan dan keseimbangan jalur pendidikan dan peserta didik.
Realita perubahan sosial kultural tang melanda seluruh bangsa di dunia ini
termasuk bangsa indonesia, menuntut kepada adanya konsepsi yang baru tanggapdan
sanggup dan mampu memecahkan semua masalah kehidupan umat manusiamelalui
pusat-pusat gerakan yang strategis dalam masyarakat. Salah satu pusat strategis adalah
gerakan kependidikan yang mempunyai landasan yang ideal dan operasional
berdasarkan nilai-nilai yang pastidan antisipatif kepada kemajuan kehidupan di masa
akan mendatang.
Sistem pendidikan Islam juga sekaligus merupakan sub sistem yang tak terlepas
dari pengaruh sub sistem yang lain dalam penyelenggaraannya. Sistem ekonomi, politik,
sosial-budaya, dan idoelogi akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran
sistem pendidikan yang berbasiskan aqidah dan syari’ah islam. Dengan demikian maka
pengaruh berbagai sistem lainnya terhadap keberhasilan penyelenggaran sistem
pendidikan islam memiliki keterkaitan yang erat. Sedangkan Boundary (sistem yang
menaungi semua sistem) terhadap berbagai sistem tersebut adalah sistem
pemerintahan/ negara. Oleh karenanya perjuangan terhadap terlaksananya sistem
pendidikan yang berbasis syari’ah juga tidak terlepas dari perjuangan terhadap
wajibnya menegakan kembali institusi Daulah Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang
akan menjamin penerapan hukum-hukum islam dalam semua aspek secara kaffah.
Meski disadari betapa pentingnya posisi pendidikan Islam dalam konteks pendidikan
nasional. Namun, harus pula diakui hingga saat ini posisi pendidikan Islam belum
beranjak dari sekadar sebuah subsistem dari sistem besar pendidikan nasional Saran
Paparan di atas, tidak bermaksud untuk memposisikan Depag sebagai penentu
kebijakan pendidikan Islam untuk sertamerta pergi menyerahkan tanggungjawab
pendidikan lembaga Islam pada Depdiknas, walau hal ini sebagai sebuah solusi terbaik.
Namun, setidaknya untuk masa datang kebijakan yang muncul dari Depag terkait
dengan pendidikan Islam, bukanlah kebijakan yang kemudian setelah lahirnya kebijakan
yang sama di Depdiknas.
Setidaknya, jika ada kebijakan yang sama, maka kebijakan itu lahir dalam kurun
waktu yang sama, dengan formulasi dan aturan main yang juga sama, meski dikeluarkan
oleh dua instansi yang berbeda. Pada sisi tersebut, tampak perlunya dilakukan
kerjasama sinergis antara Depad dan Depdiknas untuk secara serius mengembangkan
pendidikan Islam. Sebab, apapun adanya pendidikan Islam merupakan bagian integral
dari sistem pendidikan nasional. Artinya jika saat ini masih dipahami posisi pendidikan
Islam sebagai subsistem dalam konteks pendidikan nasional sebagai sekadar berfungsi
Dengan demikian pendidikan agama islam dapat kita kembangkan menjadi suatu
agent of technologicallly and culturalally motivating resources dalam berbagai model
yang mampu mendobrakpola pikir tradisional yang pada dasarnya dogmatis, kurang
kurang dinamis dan berkembang secara bebas.
DAFTAR BACAAN
2. M. Arifin , prof..M.Ed, “Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum”,Jakarta, Bumi Aksara, 2000
3. Hasan Basri, Drs.M.Ag, “Kapita Selecta Pendidikan”, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012
4. Geoggle