Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tersebar luas


yang terkait dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas, terutama pada
wanita hamil. Baik di negara maju maupun negara berkembang, sebagian besar
perempuan mengalami anemia selama kehamilan(McLean E, 2007). Badan
Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
35%-75% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju
mengalami anemia(Abdulmuthalib,2010). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2007, presentase anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah 24,5%(DEPKES RI, 2014).
Anemia salah satunya dapat disebabkan kerena defisiensi zat besi.
Anemia defisiensi zat besi inilah yang sering terjadi pada ibu hamil. Apabila ibu
hamil dapat memenuhi kebutuhannya akan zat besi, risiko timbulnya anemia
defisiensi zat besi dapat dicegah. Kebutuhan zat besi ibu hamil mengalami
peningkatan hingga 1070 mg. Peningkatan kebutuhan zat besi ini dapat
menyebabkan ibu hamil berisiko tinggi mengalami defisiensi besi. Suplementasi
besi dilakukan sebagai upaya pemenuhan zat besi dari makanan yang masih
kurang(Budiarni,2012).
Pemerintah telah mengupayakan kesehatan ibu hamil yang diwujudkan
dalam pemberian palayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa
kehamilan (K4). Pelayanan antenatal diupayakan diantaranya agar dapat
memenuhi standar pemberian tablet tambah darah (tablet Besi) minimal 90 tablet
selama kehamilan, serta pelayanan tes laboratorium sederhana minimal tes
hemoglobin darah (Hb)(Kemenkes RI, 2012).

Studi yang dilakukan oleh Muhilal, dkk memperlihatkan bahwa


suplementasi besi dapat menurunkan prevalensi anemia pada wanita hamil sekitar
20% sampai 25%(Muhilal,2012). Sedangkan Werner Schultink, dkk., dalam studi
diantara wanita hamil di jakarta yang dilakukan terhadap program suplementasi
besi berpendapat bahwa terdapat rendahnya kepatuhan para ibu hamil dalam
program suplementasi tersebut sehingga menyebabkan kegagalan dalam
menurunkan prevalensi anemia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2010, presentase ibu hamil yang tidak mengkonsumsi tablet besi (Fe) masih
19,3%(Kemenkes RI, 2012).

Selain penyediaan tablet besi (Fe) dan sistem distribusinya, salah satu
faktor yang dianggap paling berpengaruh dalam keberhasilan program
suplementasi besi adalah kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi
(Fe). Meskipun didapatkan hasil bahwa cakupan ibu hamil yang mendapatkan
tablet besi (Fe) cukup baik, namun jika tidak dikonsumsi oleh ibu hamil maka
efek yang diharapkan pun tidak akan tercapai. Menurut penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Vongvichit, dkk. di Thailand pada tahun 2003, didapatkan
hasil bahwa 65,6% ibu hamil memiliki kepatuhan yang rendah dalam
mengkonsumsi tablet besi (Fe)(Vongvichit,2003).

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


terbentuknya perilaku kesehatan. Apabila ibu hamil mengetahui dan memahami
akibat anemia dan cara mencegah anemia maka akan mempunyai perilaku
kesehatan yang baik sehingga diharapakan dapat terhindar dari berbagai akibat
atau risiko terjadinya anemia kehamilan. Perilaku kesehatan yang demikian dapat
berpengaruh terhadap penurunan kejadian anemia pada ibu
hamil(Purbadewi,2013).

Kepatuhan mengkonsumsi tablet besi merupakan salah satu contoh


perilaku kesehatan yang dilakukan ibu hamil. Penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Vongvichit, dkk. di Thailand, mengungkapkan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi
(Fe) adalah pengetahuan ibu hamil tentang anemia(Vongvichit,2003).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagimana


hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dalam kehamilan
terhadap perilaku konsumsi suplemen zat besi di Puskesmas Serupa Indah
Waykanan tahun 2020.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti ingin mengetahui


“Apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dalam
kehamilan terhadap perilaku konsumsi suplemen zat besi Puskesmas Serupa Indah
Waykanan tahun 2020.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan

ibu hamil tentang anemia dalam kehamilan terhadap perilaku konsumsi suplemen

zat besi Puskesmas Serupa Indah Waykanan tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia di

wilayah kerja Puskesmas Serupa Indah Waykanan tahun 2020.

2. Untuk mengetahui gambaran kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet

Besi (Fe) di wilayah kerja Puskesmas Serupa Indah Waykanan tahun 2020.

3. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dalam

kehamilan terhadap perilaku konsumsi suplemen zat besi di Puskesmas Serupa

Indah Waykanan tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh tenaga kesehatan untuk

mengetahui perbedaan presentase tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia

dalam kehamilan terhadap perilaku konsumsi suplemen zat besi di Puskesmas

Serupa Indah Waykanan tahun 2020.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menambah pengetahuan tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu

hamil tentang anemia dalam kehamilan terhadap perilaku konsumsi suplemen zat

besi dan juga dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan

melakukan penelitian tentang anemia.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk menambah pengetahuan.


1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lanjutan yang

berhubungan dengan anemia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Anemia dalam Kehamilan

Anemia merupakan suatu kondisi dimana berkurangnya jumlah sel darah


merah, kualitas hemoglobin, dan volume hematokrit dibawah nilai normal per 100
ml darah. Ketika seseorang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/100ml
dalam darahnya, maka dia dikatakan menderita anemia. Anemia dalam kehamilan
adalah kondisi dimana kadar hemoglobin ibu hamil kurang dari 11 g/dl pada
trimester I dan III, atau pada trimester II kadar hemoglobinnya kurang dari 10,5
g/dl. Selama masa kehamilan, terjadi perubahan-perubahn dalam darah dan
sumsun tulang serta kebutuhan zat-zat makanan pun bertambah, oleh karena itu
anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan(Hudono,2010).

Tabel 2.1 Kriteria Anemia Berdasarkan Rata-rata Kadar Hemoglibin


Normal pada Ibu Hamil

Hb Normal Anemia jika Hb


Usia Kehamilan
(g/dl) kurang dari: (g/dl)
Trimester I: 0-12 minggu 11,0 – 14,0 11,0 (Ht 33%)
Trimester II: 13-28 minggu 10,5 – 14,0 10,5 (Ht 31%)
Trimester III: 29 minggu-melahirkan 11,0 – 14,0 11,0 (Ht 33%)
Sumber: WHO, Clinical Use of Blood

Selama masa kehamilan, darah akan bertambah banyak. Bertambahnya


darah sudah dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya
antara 32-36 minggu usia kehamilan. Perbandingan pertambahan komponen
darah yaitu plasma 30%, sel darah 18%, dan Hemoglobin 19%. Namun volume
plasma yang bertambah banyak tidak sebanding dengan pertambahan dari sel-sel
darah, sehingga terjadi pengenceran darah. Pengenceran darah ini merupakan
penyesuaian fisiologis dalam kehamilan yang bermanfaat bagi ibu
hamil(Hudono,2010).
Pengenceran darah tersebut akan meringankan beban jantung, karena
ketika dalam masa kehamilan jantung harus bekerja lebih berat. Akibat hidremia
(bertambah banyaknya darah dalam kehamilan) ini cardiac output akan
meningkat. Kerja jantung yang lebih ringan karena viskositas darah yang rendah
ini akan menyebabkan resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak
meningkat. Selain itu, pengenceran darah ini akan meminimalisir banyaknya
unsur besi yang hilang pada perdarahan waktu persalinan jika dibandingkan
dengan ketika darah masih tetap kental(Hudono,2010).

2.1.1.1 Prevalensi Anemia Kehamilan

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa anemia


mempengaruhi kehidupan sekitar 2 miliar orang di dunia, atau sekitar sepertiga
dari total populasi. Dibandingkan dengan daerah lain di dunia, Asia Selatan dan
Tenggara memiliki rata-rata prevalensi anemia yang tertinggi, yaitu masing-
masing 56% dan 44,7%. Di Indonesia, berdasarkan hasil survei diperkirakan
bahwa prevalensi anemia gizi pada ibu hamil adalah antara 50% dan 70%
(Schultink,2012).

2.1.1.2 Etiologi dan Klasifikasi Anemia

Anemia dapat disebabkan karena hilangnya sel darah merah yang


meningkat, misalnya akibat perdarahan karena trauma atau operasi, infeksi
parasit, penyakit inflamasi. Penurunan produksi normal sel darah merah akibat
defisiensi besi, vitamin B12, folat, malnutrisi, malabsorpsi, infeksi HIV, serta
penyakit kronis juga dapat menyebabkan anemia(WHO,2002).

Anemia terbagi dalam bermacam-macam jenis. Pembagian anemia dalam


kehamilan yang didasarkan atas penelitian di Jakarta antara lain yaitu anemia
defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia
hemolitik((Hudono,2010).

1) Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang diakibat kekurangan


besi. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan besi.
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya asupan makanan yang mengandung
unsur besi, adanya gangguan reabsorbsi, maupun karena perdarahan sehingga besi
banyak yang keluar dari tubuh. Jika selama kehamilan asupan besi tidak ditambah
maka akan mudah terjadi anemia defisiensi besi, sebab keperluan besi akan
bertambah terutama dalam trimester terakhir. Apalagi didaerah katulistiwa ini besi
banyak yang keluar melalui keringat, oleh karena itu anjuran asupan besi perhari
di Indonesia untuk wanita tidak hami adalah 12 mg, 17 mg untuk wanita hamil
dan wanita menyusui. Ciri khas anemia defisiensi besi yang berat yaitu
mikrositosis dan hiprokomasia. Sedangkan ciri lainya yaitu kadar besi serum yang
rendah, daya ikat besi serum yang tinggi, protoporfirin eritrosit yang tinggi, serta
tidak ditemukan homosiderin dalam sumsum tulang(Hudono,2010).

2) Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik dalam kahamilan jarang sekali disebabkan karena


defisiensi vitamin B12, kebanyakan disebabkan oleh defisieni asam folik.
Frekuensi anemia jenis ini terbilang cukup tinggi di daerah Asia dibandingkan
dengan di daerah Eropa maupun Amerika Serikat, karena anemia megaloblastik
ini berhubungan erat dengan defisiensi makanan. Diagnosis anemia megaloblastik
ditegakkan apabila ditemukan megaloblast atau promegaloblast dalam darah atau
sumsum tulang(Hudono,2010).

3) Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik dalam kehamilan disebabkan karena kurang


mampunya sumsum tulang dalam membuat sel-sel darah baru. Penyebab pasti
dari kondisi anemia hipoplastik ini sampai sekarang belum diketahui, namun
diperkirakan karena sepsis, sinar roentgen racun atau obat-obatan. Pada kondisi
ini, darah tepi memperlihatkan gambaran normositer dan normokrom, serta tidak
ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folik atau vitamin B12((Hudono,2010).

4) Anemia hemolitik

Proses penghancuran sel darah merah yang berlangsung lebih cepat


daripada pembuatanya dapat menyebabkan anemia hemolitik. Tanda-tanda yang
biasanya ditemukan yaitu hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia,
hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih banyak dalam feses.
2.1.1.3 Gejala Anemia

Pucat merupakan salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan
anemia. Keadaan ini biasanya disebabkan karena berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin serta vasokontriksi, untuk memaksimalkan pasokan O2
ke organ-organ vital. Bantalan kuku, telapak tangan, serta membran mukosa
mulut dan konjungtiva meupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat
jika dibandingkan dengan warna kulit. Jika lipatan tangan tidak lagi tampak
berwarna merah muda, kadar hemoglobin biasanya kurang dari 8 g/dl.

Pada anemia defisiensi besi biasanya dijumpai gejala cepat lelah, nafsu
makan berkurang, berdebar-debar, serta takikardi. Keadaan cepat lelah, serta nafas
pendek ketika melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi dari
berkurangnya distribusi O2. Takikardia mencerminkan beban kerja dan curah
jantung yang meningkat. Pada anemia yang berat dapat terjadi gagal jantung
kongestif akibat otot jantung yang anostik sehingga tidak dapat beradaptasi
terhadap kerja jantung yang meningkat. Selain itu, pada anemia defisiensi besi
yang berat juga dapat timbul gejala-gejala mual, anoreksia, konstipasi atau diare,
dan stomatitis.

2.1.1.4 Diagnosis Anemia pada Kehamilan

Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dapat dilakukan


anamnesis. Pada anamnesis akan didapatkan keluhan yang dapat mendukung
diagnosis anemia, seperti keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-
kunang, dan keluhan mual-muntah yang lebih hebat pada kehamilan.

Pemeriksaan darah selama kehamilan minimal dilakukan dua kali, yaitu pada trimester I
dan trimester III. Pemeriksaan kadar Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sahli. Dari hasil pemeriksaan Hb dengan menggunakan alat sahli tersebut, kadar Hb
dapat digolongkan menjadi 4, yaitu tidak anemia (Hb >11 g/dl), anemia ringan (Hb 9-10
g/dl), anemia sedang (Hb 7-8 g/dl), dan anemia berat (Hb <7 g/dl)(Manuba,2007).
2.1.1.5 Pengaruh Anemia dalam Kehamilan

Anemia dalam kehamilan dapat memberi pengaruh yang kurang baik


bagi ibu, baik selama dalam masa kehamilan, saat persalinan maupun dalam masa
nifas. Dalam masa kehamilan, pengaruh yang ditimbulkan oleh anemia antara lain
yaitu persalinan prematur, abortus, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim,
mudah terjadi infeksi, resiko dekompensasi kordis, mola hidatidosa, hiperemesis
gravidarum, perdarahan antepartum, serta ketuban pecah dini.

Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh anemia saat persalinan yaitu


gangguan his (kekuatan mengejan), serta kala pertama dapat berlangsung lama
dan terjadi partus terlantar. Pada kala kedua juga dapat berlangsung lama sehingga
dapat melahkan dan sering memerlukan tindakan operasi. Kala ketiga dapat
diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri. Kala
empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri. Pada masa
nifas, dampak yang ditimbulkan oleh anemia antara lain terjadi subinvolusi uteri
yang menimbulkan perdarahan postpartum, anemia kala nifas, mudah terjadi
infeksi mamae dan puerperium, pengeluaran ASI berkurang, serta dekompensasi
kordis mendadak setelah persalinan(Manuba,2007).

Dengan adanya anemia yang dialami oleh ibu, kemampuan metabolisme


tubuh janin akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim akan terganggu. Dampak anemia pada janin antara lain abortus,
kematian intrauteri, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah,
kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mengalami
infeksi sampai kematian perinatal, serta intelegensia rendah.

2.1.2 Tablet Besi

Penanggulangan masalah anemia gizi besi di Indonesia masih terfokus


pada pemberian tablet tambah darah (tablet besi). Pemberian tablet zat besi
merupakan salah satu palayanan/asuhan standar minimal yang diberikan pada
kunjungan antenatal. Tablet besi biasanya diberikan minimal sebanyak 90 tablet
selama kehamilan, yang diberikan pada trimester III. Tiap tablet mengandung fero
sulfat (FeSO4) 300 mg (zat besi 60 mg)(Saifudin,2009).

2.1.2.1 Farmakokinetik

Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum


dan jejunum proksimal. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara
transport aktif. Di dalam sel mukosa, setelah diabsorpsi ion ferro akan diubah
menjadi ion ferri. Kemudian ion ferri akan masuk ke dalam plasma dengan
perantara transferin, atau diubah menjadi ferritin dan disimpan dalam mukosa
usus. Pada individu normal tanpa defisiensi besi (Fe) jumlah Fe yang diabsorpsi 5-
10% atau sekitar 0,5-1 mg/hari. Absorpsi meningkat bila cadangan rendah atau
kebutuhan Fe meningkat. Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita
menstruasi, dan pada wanita hamil dapat meningkat menjadi 3-4
mg/hari(Dewoto,2012).

Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin, untuk


kemudian akan diangkut keberbagai jaringan terutama ke sumsum tulang dan
depot Fe. Selain transferin, sel-sel retikulum juga dapat mengangkut Fe untuk
keperluan eritropoesis. Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan mengikat
protein (apoferitin) dan membentuk feritin. Fe terutama disimpan pada sel
mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan
sumsum tulang). Setelah pemberian per oral, Fe terutama akan disimpan di limpa
dan sumsum tulang(Marks,2000).

Jumlah Fe yang diekskresikan tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar


0,5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran
cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin feses, serta kuku, dan
rambut yang dipotong. Pada waktu usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah
Fe yang diekskresikan sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg
sehari(Marks,2000).

2.1.2.2 Kebutuhan Besi

Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor.


Faktor umur, jenis kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada
wanita) dan jumlah darah dalam badan (dalam hal ini Hb) dapat mempengaruhi
kebutuhan. Dalam keadaan normal, wanita memerlukan 12 mg sehari guna
memenuhi ambilan sebesar 1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita hamil dan
meyusui diperlukan tambahan asupan untuk mengantisipasi peningkatan absorpsi
besi yang bisa mencapai 5 mg sehari(Marks,2000).
2.1.2.3 Sumber Besi Alami

Besi dalam daging berada dalam bentuk hem, yang mudah diserap,
sedangkan besi non-hem dalam tumbuhan tidak mdah diserap. Makanan yang
mengandung besi dalam kadar tinggi (> 5 mg/100 g) adalah hati, jantung, kuning
telur, ragi, kerang, kacang-kacangan dan buah-buahan kering tertentu. Makanan
yang mengandung besi dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) yaitu daging, ikan,
unggas, sayuran yang berwarna hijau, dan biji-bijian. Sedangkan susu atau
produknya, dan sayuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah
(< 1 mg/100 g) (Marks,2000).

2.1.2.4 Indikasi

Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan


anemia defisiensi besi. Penggunaan diluar indikasi, cenderung menyebabkan
penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi besi paling sering
disebabkan oleh kehilangan darah atau karena kebutuhan yang meningkat seperti
yang terjadi pada ibu hamil(Marks,2000).

2.1.2.5 Efek Samping

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap


sediaan oral. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung,
konstipasi, diare, dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi
dengan pemberian obat setelah makan. Kemungkinan juga dapat menyebabkan
timbulnya feses yang berwarna hitam.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa. Intoksikasi akut
dapat terjadi setelah menelan sediaan Fe sebanyak 1 g. Kelainan utama terdapat
pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang
timbul biasanya berupa mual, muntah, diare, hematemesis, serta feses berwarna
hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok dan ahirnya kolaps
kardiovaskular dengan bahaya kematian. Gejala intoksikasi tersebut dapat timbul
dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat(Marks,2000).

2.1.3 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah melakukan proses


penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia yaitu indera pandengaran, penglihatan, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan manusia sebagian besar didapatkan melalui indera pendengaran dan
indera penglihatan(Notoatmodjo,2007)

2.1.3.1 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa cara untuk memperoleh


pengetahuan, antara lain yaitu:

1) Cara coba-salah (Trial and error)

Cara ini digunakan dengan menggunakan kemungkinan dalam


memecahkan masalah, dan ketika kemungkinan tersebut tidak berhasil maka akan
dicoba menggunakan kemungkinan yang lain. Jika kemungkinan kedua gagal,
akan dicoba kemungkinan ketiga, begitu seterusnya sampai tercapai pemecahan
suatu masalah.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia biasanya diwariskan turun-


temurun, dengan kata lain pengetahuan tersebut didapatkan berdasarkan pada
otoritas atau kekuasaan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji
atau membuktikan kebenaranya, baik berdasarkan fakta empiris maupun
berdasarkan penalarannya.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Pengalaman merupakan


salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan.

4) Melalui jalan pikiran

Manusia mampu menggunakan penalaranya dalam memperoleh


pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan
manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

5) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada masa kini labih


sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau
lebih popular disebut metodologi penelitian.
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan, antara lain yaitu:

1) Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku


sesorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta
dalam pembangunan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin
mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan
seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

1) Pekerjaan dan Pendapatan

Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja


bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Tingkat
pengetahuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup juga tergantung
dengan hasil pendapatan.

2) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan


lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut Saifudin (2009) ada faktor
resiko yang mendukung tinggnya angka kematian ibu yaitu “4 terlalu” terlalu
muda (< 20 tahun), terlalu tua (> 35 tahun), terlalu banyak anak dan terlalu sering
hamil. Untuk faktor risiko terlalu tua dan terlalu muda dapat dijadikan dasar
pengelompokan karakteristik berdasarkan ibu hamil.

3) Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu cara untuk memperoleh kebenaran


pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal itu
dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila berhasil maka orang akan
menggunakan cara itu dan bila gagal orang tidak akan menggunakan cara tersebut.
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat non-formal.
4) Informasi
Seseorang yang mempunya informasi lebih banyak akan mempunyai
pengetahuan yang lebih banyak pula.

5) Sosial-budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi


kebutuhan yang meliputi sikap, kebiasaan dan kepercayaan dipengaruhi oleh
budaya setempat. Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

2.2 Kerangka Teori

Pengetahuan Ibu hamil Kepatuhan dalam


tentang anemia mengkonsumsi Tablet Besi

1.Usia Sosial-Budaya 1.Kepercayaan

2.pendidikan 2.Orang sebagai referensi

3.pekerjaan 3.Sumber daya

4.pendapatan

5.sumber informasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Ket. : yang diteliti :


yang tidak diteliti :
2.3 Kerangka Konsep

19
20

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep

sebagai berikut sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel dependen


Pengetahuan Ibu hamil Kepatuhan dalam
tentang anemia mengkonsumsi Tablet Besi

Gambar 2.2 Kerangka konsep

2.7 Hipotesa

Hipotesa pada penelitian ini adalah

Ha: Terdapat hubungan bermakna antara hubungan tingkat pengetahuan ibu

hamil tentang anemia dalam kehamilan terhadap perilaku konsumsi

suplemen zat besi di Puskesmas Serupa Indah Waykanan tahun 2020.

Ho: Tidak terdapat hubungan bermakna antara hubungan tingkat pengetahuan

ibu hamil tentang anemia dalam kehamilan terhadap perilaku konsumsi

suplemen zat besi di Puskesmas Serupa Indah Waykanan tahun 2020.


21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dengan

pendekatan Cross-sectional yaitu penelitian untuk mempelajari hubungan

antara faktor dan resiko, dengan cara observasi atau pengumpulan data yang

dilakukan sekaligus pada satu waktu (Notoatmodjo,2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Serupa Indah Waykanan pada

bulan Agustus 2020

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah suatu wilayah yang terdiri atas subyek atau obyek yang

ingin diteliti memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan, 2014).

Populasi penelitian ini adalah Ibu Hamil yang terdata di Puskesmas Serupa

Indah Waykanan.

3.3.2 Sampel

Sample yang digunakan adalah Ibu Hamil yang mengkonsumsi suplemen

zat besi yang berjumlah 60 orang.


3.3.2 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian adalah non-

probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu peneliti

menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang

sesuai dengan tujuan penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan

penelitian.

3.4 Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a. Ibu Hamil yang mengkonsumsi suplemen zat besi di Puskesmas Serupa

Indah Waykanan.

b. Ibu Hamil yang dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk

menjadi responden dengan menandatangani informed consent.

2. Kriteria Eksklusi

a. Ibu Hamil Thalassemia yang mengalami penurunan kesadaran

b. Mempunyai penyakit kronis lain

3.5 Variabel Penelitian

Variabel terdiri dari variabel sebab atau variabel bebas dan variabel

akibat atau variabel terikat. Variabel sebab dalam penelitian ini adalah tingkat

pengetahuan sedangkan variabel akibat pada penelitian ini adalah konsumsi zat

besi.
3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Pengetahuan Menanyakan Kuesioner Wawancara 0: Baik Ordinal


kepada ibu (score : 16-30)
hamil apa yang 1: Buruk
diketahu tentang (score : 1-15)
anemia
Kepatuhan konsumsi Menanyakan Kuesioner WaWawancara 0 : Patuh Ordinal
suplemen zat besi kepada ibu (Score: 4-6)
hamil 1 : Tidak Patuh
patuh/tidak (Score:1-3)
patuh dalam
konsumsi
suplemen zat
besi

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Alat Pengumpulan Data

Kuesioner tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dan kuesioner

kepatuhan konsumsi suplemen zat besi.

3.7.2 Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer. Data didapatkan melalui

wawancara ibu hamil yang terdata di Puskesmas Serupa Indah Waykanan.

3.7.3 Cara Kerja

Peneliti mengunjungi Puskesmas Serupa Indah Waykanan untuk


mengambil data dari ibu hamil yang mengkonsumsi suplemen zat besi.
Kemudian data dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan komputer untuk kemudian dilakukan analisis data.
3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dengan melalui 4 tahap yaitu

sebagai berikut:

1. Editing

Kegiatan yang melakukan pengecekan data apakah sudah lengkap

dan relevan.

2. Coding

Setelah melakukan editing data, penulis memberikan kode tertentu

pada tiap data sehingga memudahkan penulis dalam melakukan analisa

data.

3. Processing

Proses memasukan data dari wawancara dan pengukuran

pertumbuhan anak ke program komputer agar dapat dianalisis.

4. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang dientri kedalam komputer

agar tidak terdapat kesalahan

3.9 Analisa Data

Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data yang diubah kedalam

bentuk tabel, kemudian diolah menggunakan program Software Statistik pada

komputer SPSS.

Analisis Statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan


menggunakan program Software Statistik pada komputer dimana akan dilakukan

2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik dari

masing – masing variabel penelitian. Untuk data kategorik, analisis univariat

disajikan dalam bentuk grafik atau tabel distribusi frekuensi yang berisi nilai

dari presentase masing-masing kategori (Notoatmodjo, 2016)

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan / berkorelasi (Notoatmodjo, 2016). Analisis bivariate ini

menggunakan uji stastic Spearman, bila P value < 0,05 maka secara statistic

signifikansi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Sebaliknya,

jika P value >0,05 maka secara statistic tidak signifikasi hubungan antara

variabel bebas dan variabel terkait.


3.10 Alur Penelitian

Tahap persiapan Pembuatan perizinan

Wawancara kepada
ibu hamil

Kriteria Inklusi Kriteria eksklusi


Tahap pelaksanaan

Pencatatan dan pengumpulan


data

Pengolahan data dengan


menggunakan komputer

Tahap pengolahan data Analisa SPSS

Penulisan hasil analisis data


dalam bentuk laporan hasil
penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Abdulmuthalib. (2010). Kelainan Hematologik. Edisi Ke-4. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Budiarni W. (2012). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi dengan Kepatuhan
Konsumsi Tablet Besi Folat pada Ibu Hamil. Semarang.Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
McLean E, Cogswell M, Egli I, Wojdyla D, de Benoist B. (2007). Worldwide
Prevalence of Anemia in Preschool Aged Children, Pregnant Women and
Non-Pregnant Woment of Reproductive Age. Badham Germany
Departemen Kesehatan RI, Pusat Data dan Informasi. (2014). Profil Kesehatan 2008
[Internet]. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;. [Diakses 23 Juli 2020].
Departemen Kesehatan RI. (2010).Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy
Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 [Internet]. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI;.
Dewoto HR, Wardini S. (2012). Anemia Defisiensi dan eritropoietin. editor.
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
Hudono ST. (2010). Penyakit Darah. Edisi Ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo;.
Kementrian Kesehatan RI. (2012).Pusat data dan Informasi. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2011 [Internet]. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;.
Marks DB, Marks AD, Smith CM. (2000). Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC;
Muhilal, Sumarno I, Komari. (2012). Review of Surveys and Supplementation Studies
of Anaemia in Indonesia. The United Nations University] Food and
Nutrition Bulletin. Vol. 17, no. 1.
Manuaba IBG., Manuaba IAC., Manuaba IBGF. (2007). Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta: EGC;
Schultink W, van der Ree M, Matulessi P, Gross R. (2012). Low Compliance with An
Iron-Supplementatation Program: A Study Among Pregnant Woment in
Jakarta, Indonesia; Jakarta
Saifudin AB, Adriaanzs G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. (2009). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Vongvichit P, Isaranurug S, Nanthamongkolchai S, Voramongkol N. 2003.
Compliance of Pregnant Women Regarding Iron Supplementation in
Vientiane Municipality, Lao P.D.R. Jurnal of Public Health and
Development
Notoatmodjo S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka
Cipta;.
Purbadewi L, Ulvie YNS. (2013) Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Anemia
dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Jurnal Gizi Universitas
Semarang
World Health Organization, Blood Tranfusion Safety. (2002). The Clinical Use of
Blood in Medicine, Obstetrics, Paediatrics, Surgery & Anaesthesia, Trauma
& Burns. Geneva:

Anda mungkin juga menyukai