Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

Pengertian BPH

BPH merupakan penyakit yang biasa terjadi pada laki-laki usia lanjut,yang ditandai dengan perubahan
yang sangat cepat pada epitel prostatdan daerah transisi jaringan fibromuskular pada daerah periuretral
yangbisa menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urine yang tertahan.Benigna Prostat
Hiperplasia atau lebih dikenal dengan BPH adalahpembesaran progresif dari kelenjar prostat
yang dapat menyebabkanobstruksi dan retriksi pada jalan urine (uretra), (Setih Setio).
Secarahistologi, BPH dapat didefinisikan sebagai pembesaran nodular secararegional dengan
kombinasi poliferasi stromadan grandular yang berbeda(Berry SJ,2009)

BPH adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Suharyanto,Toto, 2009).Pembesaran prostat
disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon estrogen dan androgen, serta
faktor umur atau proses penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi(Andredkk, 2011)

BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami
pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan
menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di
derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk, 2014 ).

BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Wijaya & Putri,2013:97). Hiperplasia prostat jinak
(BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul pada lebih dari
50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Price & Wilson,2006:1320).

BPH adalah suatu penyakit perbesaran dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali menimbulkan
kontroversi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari
segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah. Hiperplasia merupakan
pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (Prabowo & Pranata,2014:130).

Etiologi
Menurut Tanto (2014) teori yang umum digunakan adalah bahwa BPH bersifat multifactorial dan
pengaruh oleh sistem endokrin, selain itu ada pula yang menyatakan bahwa penuaan menyebabkan
peningkatan kadar estrogen yang menginduksi reseptor adrogen sehingga meningkat sensitivitas prostat
terhadap testosteron bebas, secara patologis, pada BPH terjadi proses hiperplesia sejati disertai
peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan micropis menunjukan bahwa bPH tersusun atas stroma dan epitel
dengan rasio yang bervariasi.

Epidemiologi

Epidemiologi benign prostatic hyperplasia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Di Indonesia,
penelitian menunjukkan benign prostatic hyperplasia mengenai hamper 50% laki-laki di atas 50 tahun

Global

Angka kejadian benign prostatic hyperplasia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. benign
prostatic hyperplasia merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada pria, yaitu sekitar 8% pada
pria usia 41-50 tahun, 50% pada pria usia 51-60, dan >90% pada pria di atas 80 tahun. Pada usia 55
tahun, sekitar 25% pria mengalami gejala obstruktif saluran kemih dan pada usia 75 tahun 50% pria
mengalami pelemahan pancaran urin (weak stream).

Indonesia

Epidemiologi hiperplasia prostat jinak di Indonesia kurang tercatat dengan baik. Salah satu penelitian
menunjukkan bahwa benign prostatic hyperplasia mengenai hampir 50% laki-laki Indonesia di atas usia
50 tahun dan sebanyak 20% laki-laki dengan lower urinary tract symptoms (LUTS) dinyatakan menderita
benign prostatic hyperplasia

Mortalitas

Hiperplasia prostat jinak tidak menyebabkan kematian. Mortalitas benign prostatic hyperplasia juga
semakin menurun dari tahun ke tahun dan hampir mendekati nol. Angka mortalitas benign prostatic
hyperplasia adalah sekitar 0.5-1.5 per 100.000 kasus dan umumnya terjadi karena komplikasinya

Anatomi Dan Fisiologi


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona, antara lain zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional (zona yang terdapat bagian salah satu organ genitalia
pria yang menjadi besar akbat penumpukan urine) (Tanto, 2014).
Patofisiologi

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan
keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi testosterone menurun, produksi esterogen
meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan
ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang
secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga
mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih
sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala
prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi
urine ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka
penanganan Yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP(Joyce, 2014) .

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop,
dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas
resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehinggamengaktifkan suatu rangsangan saraf ke
otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012)
Tanda dan gejala
Menurut Arora P.Et al 2006
1. Gejala iritatif meliputi :
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)

2. Gejala obstruktif meliputi :


a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia karena penumpukan
berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal
ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.

3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman
pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005)

a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas, frekuensi kencing
bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa
panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul aliran refluk ke atas,
timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri
dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada
saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolik. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya
biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10
ng/ml

b. Pemeriksaan darah lengkap


Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek pembekuan harus
diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang
sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb,
leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.

c. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan
untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter,
gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya
prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.

Komplikasi
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan
media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

Penatalaksanaan

a.Penatalaksanaan medik

Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin,prazosin tamsulosin dan terazosin.
Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita
lebihmudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya lajualiran kemih dan
mengurangi gejala. Efek samping dari obat iniadalah berkurangnya gairah seksual. Untuk
prostatitis kronis diberikan antibiotik.

Pembedahan:

1)Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedurpembedahan yang dilakukan melalui
endoskopi TURdilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yanglangsung melingkari
uretra. Sedapat mungkin hanya sedikitjaringan yang mengalami reseksi sehingga pendarahan
yangbesar dapat dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidakterlalu lama.

2)Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metodemengangkat kelenjar prostat dari uretra
melalui kandungkemih.

3)Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostatmelalui suatu insisi dalam


perineum yaitu diantara skrotumdan rektum.

4)Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekatikelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemihtanpa memasuki kandung kemih.

5)Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra.

6)Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yangdimasukkan melalui uretra yang apabila
posisi sudah diatur,dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenomadan mengalirkan
panas sehingga terjadi koagulasi sepanjangjarum yang menancap dijaringan prostat

b.Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2012)

1)Mandi air hangat

2)Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul

3)Menghindari minuman beralkohol

4)Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama padamalam hari

5)Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairanbeberapa jam sebelum tidur
A.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

a.Data subjektif

-klien mengatakan nyeri saat buang air kecil

-klien mengatakan sulit saat buang air kecil

b.Data objektif

K/U:-pasien tampak lemah

-Pasien tampak gelisah

-Pasien terpasang kateter (+)

TTV:

TD:120/80mmHg
N:98x/m

S:36,5°c

RR:20x/m

2.Diagnosa keperawatan

(Gangguan pola eliminasi urine b/d tekanan uretra)

3.Intervensi Keperawatan

No Tujuan Rencana tindakan Rasional

1 Setelah dilakukan  Monitor ttv pasien  Melakukan ttv


tindakan keperawatan  Ajarkan tentang teknik non untuk menilai
selama 1x24 jam,nyeri farmakologi:Napas perubahan fisik
pada pasien berkurang dalam,Relaksasi,Distraksi umum pasien
dengan  Kolaborasi dengan dokter atau  Mengurangi rasa
perawat bertugas untuk nyeri pada pasien
Kriteria hasil:
memberikan analgetik  Pemberian
 klien mengatakan  Lakukan pengkajian nyeri analgetik untuk
nyeri berkurang secara komprehensif merendahkan nyeri
 Klien tampak
tenang dan rileks
 TTV dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA

Detter. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC.


Dinkes Muara Bungo Jambi Tahun 2016. Jumlah Kejadian Pasien BPH di Dinas Kesehatan Bungo.
Dinkes Provinsi Jambi Tahun 2018. Jumlah Kejadian Pasien BPH di Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.
Provinsi Jambi

Anda mungkin juga menyukai