Anda di halaman 1dari 25

KONSEP PATOFISIOLOGI

PADA PENYAKIT LEUKEMIA

Disusun Oleh :
1. DINAR EKA PRAMESTI ( 200203090 )
2. TAAT AGUNG WIDODO ( 200203123 )
3. TATANG KURNIAWAN ( 200203126 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha Esa , karena
penyertaan nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini
dengan judul “Konsep Patofisiologi Pada Penyakit Leukemia”. Maksud dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang di berikan
oleh dosen pembimbing.

Penyusunan makalah ini kami banyak mengalami halangan dan rintangan


untuk mencari sumber masalah. Tetapi dengan adanya bimbingan dan petunjuk
dari berbagai pihak, sehingga tugas dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada berbagai pihak yang menjadi dorongan bagi kami, sehingga tugas ini
dapat terselesaikan. kami menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini
belum sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan tugas ini.

Akhir nya kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................

BAB II : PEMBAHASAN .............................................................................

A. Definisi ..................................................................................................

B. Klasifikasi ..............................................................................................

C. Etiologi .................................................................................................

D. Manifestasi Klinik .................................................................................

E. Patofisiologi............................................................................................

F. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................

G. Komplikasi .............................................................................................

H. Penatalaksanaan .....................................................................................

I. Pengkajian ..............................................................................................

J. Diagnosa ................................................................................................

K. Intervensi ...............................................................................................
ANALISA JURNAL – PICO

BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................

A. Judul penelitian ......................................................................................

B. Peneliti ...................................................................................................

C. Ringkasan Jurnal ....................................................................................

D. Tujuan Penelitian ...................................................................................

E. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal .........................................................

BAB II : PEMBAHASAN ..............................................................................

A. Problem ..................................................................................................

B. Intervention ............................................................................................

C. Comparation .........................................................................................

D. Outcome .................................................................................................

BAB III : PENUTUP


BAB I
PENDAHULUAN

Leukemia atau yang dikenal sebagai kanker darah merupakan


keganasan yang menyerang jaringan pembentuk darah atau yang dikenal
sebagai sumsum tulang (Keene,2018). Leukemia dapat menyerang semua
jenis usia dengan insidensi yang paling sering terjadi adalah pada
anak(WHO,2015).
Dari semua jenis kanker pada anak-anak, leukemia merupakan jenis
kanker yang terjadi sekitar 29% pada anak-anak yang berusia 0 - 14tahun
(ACS, 2018). Sebagian besar leukemia yang dialami oleh anak adalah
leukemia limfoblasitk akut (Emadi& Karp,2017). Leukemia limfoblastik
akut (LLA) merupakan bentuk leukemia yang paling lazim dan paling
umum dijumpai pada anak yaitu terhitung sekitar 74% (ACS, 2018).
Prevalensi Leukemia dari seluruh negara ditemukan sebanyak 2,4%
kasus baru dan 3,2% kasus kematian yang terjadi di tahun 2018 (Global
Cancer Statistic,2018). Data dari American Cancer Society (ACS)
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat kejadian leukemia pada tahun
2016 – 2017 mengalami peningkatan,sedangkan pada tahun 2018 terjadi
sedikit penurunan, dan diperkirakan pada tahun 2019 akan terjadi
peningkatan kembali. Pada tahun 2016 terdapat sekitar 60.140 kasus baru
dan 24.500 kasus kematian, terjadi peningkatan pada tahun 2017 yaitu
62.130 kasus baru dan 24.500 kasus kematian, sedangkan pada tahun 2018
mengalami sedikit penurunan sekitar 60.300 kasus baru dan 24.370 kasus
kematian. Diperkirakan 61.780 kasus baru leukemia akan didiagnosis dan
diperkirakan 22.840 kasus kematian leukemia akan terjadi di AS pada
tahun 2019 (American Cancer Society, 2019).
Di Indonesia,kasus baru dan kasus kematian akibat leukemia
cenderung meningkat setiap tahunnya,dimana padatahun 2010 terdapat 19
kasus baru dan 31 kasus kematian, pada tahun 2011 tidak terjadi
peningkatan kasus baru yaitu tetap pada angka 19 kasus baru, namun
terjadi peningkatan kasus kematian menjadi 35 kasus, pada tahun 2012
terjadi peningkatan menjadi 23 kasus baru dan 42 kasus kematian, dan
tahun 2013 terjadi peningkatan lagi menjadi 30 kasus baru dan 55 kasus
kematian (Riskesdas,2013). Pada tahun 2014 mengalami peningkatan
kembali menjadi 46 kasus leukemia (Kemenkes, 2015).
Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki prevalensi 2,47%
dengan penyakit kanker kedua terbanyak setelah provinsi Yogyakarta 4,9%
(Riskesdas,2018). Kota Padang, khususnya di RSUP Dr.M.Djamil Padang
menunjukan bahwa terjadi peningkatan kasus leukemia lympoblastic akut
(LLA) pada anak yang berusia 0-14 tahun dari tahun 2016 - 2018. Pada
tahun 2016 tercatat 51 kasus anak penderita LLA, lalu terjadi peningkatan
pada tahun 2017 yaitu tercatat 89 kasus anak penderita LLA, dan terjadi
peningkatan kembali pada tahun 2018, yaitu tercatat sebanyak 144 anak
penderita LLA (Data Rekam Medik Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. M.
Djamil Padang, 2016, 2017, 2018).
.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Leukemia proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembekuan darah ( Suriadi & Yuliani, 2010). Leukemia adalah
kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit), dihasilkan
leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit –
leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh (Betz &
Sowden, 2009).
Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan,
jumlah leukosit dalam bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur ini tidak
sengaja menyerang dan menghacurkan sel darah normal atau jaringan
vaskuler (Apriany, 2016).

B. Klasifikasi
Leukemia dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
1. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)
Kanker yang paling sering menyerang anak – anak di bawah umur 15
tahun. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas abnormal dalam sum –
sum tulang dan tempat – tempat ekstramedular.
2. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut Non Lymphoid Leukemia
(ANLL)
Neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi suatu atau
beberapa sel hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi molekular yang
bertanggung jawab atas sifat – sifat neoplasmik dari sel yang berubah
bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis adanya instrinsik dan dapat
diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
3. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) Chronic Mielogenosa
Leukemia (CML)
Penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah
satu penyakit mieloproliferatif. CML merupakan neoplasma pada sel
tunas hematopoietik yang berpotensi menimbulkan proliferasi
progenitor granulositik. Definisi lain menyebutkan CML merupakan
suatu penyakit yang dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari
jumlah leukosit darah, tanpa akumulasi dari segala bentuk dan belum
menghasilkan granulosit matang.
4. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Usia rerata paisen saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-15%
kurang dari 50 tahun. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring
Poltekkes Kemenkes Padang usia. Perbandingan risiko relatif pada
pria tua adalah β, 8:1 perempuan tua. e. Leukemia Kongenital
Leukemia kongenital sangat jarang terjadi, terdapat kurang 100 kasus
yang tercatat dengan baik, dengan sebagian besar adalah AML.
Leukemia ini biasanya ditandai oleh hiperleukositosis,
hepatosplenomegeli, infiltrat kulit nodular, dan gawat napas sekunder
akibat leukositasis pulmonal. Leukemia kongenital telah dihubungkan
dengan sindromdown, sindrom turner, trisomi 9, monosomi 7 mosaik,
penyakit jantung kongenital (Apriany, 2016).

C. Etiologi
Penyakit leukemia disebabkan oleh kelainan sel darah putih di dalam tubuh
dan tumbuh secara tidak terkendali. Belum diketahui penyebab pasti dari
perubahan yang terjadi, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko
leukemia, meliputi:
1. Memiliki anggota keluarga yang pernah menderita leukemia.
2. Menderita kelainan kromosom, seperti Down Syndrome.
3. Menderita kelainan darah, seperti sindrom mielodisplasia.
4. Memiliki kebiasaan merokok.
5. Pernah menjalani pengobatan kanker dengan kemoterapi
atau radioterapi.
6. Bekerja di lingkungan yang terpapar bahan kimia dan radiasi yang
tinggi, misalnya benzena.
7. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukemia lymphoma virus/HTLV).
8. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot (Suriadi &
Yuliani, 2010).

D. Manifestasi Klinik
Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala
baru muncul ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang
sel tubuh. Gejala awal yang muncul meliputi :
1. Demam dan menggigil.
2. Tubuh terasa lelah dan tidak hilang meski sudah beristirahat.
3. Berat badan turun drastis.
4. Gejala anemia.
5. Bintik merah pada kulit.
6. Mimisan.
7. Tubuh mudah memar.
8. Keringan berlebihan (terutama pada malam hari).
9. Benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
10. Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak.
Gejala yang lebih berat dapat dialami penderita apabila
sel kanker menyumbat pembuluh darah organ tertentu, meliputi:
1. Sakit kepala hebat
2. Mual dan muntah
3. Otot hilang kendali
4. Nyeri tulang
5. Linglung
6. Kejang
E. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel – sel darah putih yang
imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Sel – sel imatur ini
tidak sengaja menyerang dan menghansurkan sel darah normal atau jaringan
vaskular (Betz & Sowden , 2009).
Walaupun bukan suatu tumor, sel – sel leukemia memperlihatkan sifat
neoplastik yang sama seperti sel – sel kanker yang solid. Oleh karena itu,
keadaan patologi dan menifestasi klinisnya disebabkan oleh infiltrasi dan
penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel – sel leukemia nonfungsional.
Organ – organ yang terdiri banyak pembuluh darah, seperti limpa dan hati,
merupakan organ yang terkena paling berat (Wong, 2009).
Sel – sel leukemia berinfiltrasi kedalam sum – sum tulang,
menggantikan unsur – unsur sel yang normal, sehingga mengakibatkan
timbulnya anemia dan menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang
tidak mencukupi bagi tubuh (Betz & Sowden , 2009).
Invasi sel – sel leukemia kedalam sum – sum tulang secara perlahan
akan melemahkan tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur. Karena sel
– sel leukemia menginvasi periosteum, peningkatan tekanan menyebabkan
nyeri yang hebat (Wong, 2009).
Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang
bersirkulasi. Infeksi juga lebih sering terjadi karena berkurangnya jumlah
leukosit normal. Invasi sel – sel leukemik kedalam organ – organ vital
menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati (Betz &
Sowden , 2009).
Leukemia nonlimfoid akut mencakup beberapa jenis leukemia berikut
leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, dan leukemia
mielositik akut. Timbul disfungsi sum – sum tulang, yang menyebabkan
menurunnya jumlah sel darah merah, neutrofil, dan trombosit. Sel – sel
leukemik menginfiltrasi limfonodus, limpa, hati. Tulang, dan sistem saraf
pusat (SSP), juga organ – organ reproduksi Poltekkes Kemenkes Padang
seperti testis. Lokasi invasi yang paling penting adalah SSP yang terjadi
sekunder karena infiltrasi leukemik dapat menyebabkan tekanan intrakranial
(Betz & Sowden , 2009).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis dan jenis leukemia
yang dialami penderita, meliputi:
1. Tes darah
Tes hitung darah lengkap dilakukan untuk mengetahui jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Dokter dapat menduga
penderita mengalami leukemia jika jumlah sel darah merah atau
trombosit rendah dan bentuk sel darah tidak normal.
2. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal,
RES, granulosit.
3. Cairan serebrospinalis atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
Bila terdapat jumlah patologis dan protein, berarti suatu leukemia
meningeal. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara
intratekal secara rutin pada setiap pasien yang menunjukkan gejala
tekanan intrakranial meninggi.
4. Aspirasi sumsum tulang
Prosedur aspirasi sumsum tulang dilakukan melalui pengambilan
sampel jaringan sumsum tulang belakang dari tulang pinggul dengan
menggunakan jarum panjang dan tipis. Sampel ini kemudian diperiksa
di laboratorium untuk mendeteksi sel-sel kanker.
G. Komplikasi
Leukemia dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera
dilakukan. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Perdarahan pada organ tubuh, seperti otak atau paru-paru.
2. Tubuh rentan terhadap infeksi.Risiko munculnya jenis kanker darah
lain, misalnya limfoma.
3. Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan pengobatan yang
dilakukan. Berikut ini beberapa komplikasi akibat pengobatan
leukemia:
4. Graft versus host disease, yaitu komplikasi dari transplantasi
sumsum tulang.
5. Anemia hemolitik.
6. Tumor lysis syndrome (sindrom lisis tumor).
7. Gangguan fungsi ginjal.
8. Infertilitas.
9. Sel kanker muncul kembali setelah penderita menjalani pengobatan.
Anak-anak penderita leukemia juga berisiko mengalami komplikasi akibat
pengobatan yang dilakukan. Jenis komplikasi yang dapat terjadi meliputi
gangguan sistem saraf pusat, gangguan tumbuh kembang, dan katarak.

H. Penatalaksanaan
Dokter spesialis hematologi onkologi (dokter spesialis darah dan kanker)
akan menentukan jenis pengobatan yang dilakukan berdasarkan jenis
leukemia dan kondisi pasien secara keseluruhan. Berikut ini beberapa
metode pengobatan untuk mengatasi leukemia:
1. Kemoterapi, yaitu metode pengobatan dengan menggunakan obat-
obatan untuk membunuh sel kanker. Obat dapat berbentuk tablet
minum atau suntik infus.
2. Terapi imun atau imunoterapi, yaitu pemberian obat-obatan untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu tubuh
melawan sel kanker. Jenis obat yang digunakan, misalnya interferon.
3. Terapi target, yaitu penggunaan obat-obatan untuk menghambat
produksi protein yang digunakan sel kanker untuk berkembang.
Contoh jenis obat yang bisa digunakan adalah penghambat protein
kinase, seperti imatinib.
4. Radioterapi, yaitu metode pengobatan untuk menghancurkan dan
menghentikan pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan sinar
radiasi berkekuatan tinggi.
5. Transplantasi sumsum tulang, yaitu prosedur penggantian sumsum
tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat.
6. Terkadang, prosedur operasi juga dilakukan untuk mengangkat
organ limpa (splenectomy) yang membesar. Organ limpa yang
membesar dapat memperburuk gejala leukemia yang dialami
penderita.

I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Biasanya leukemia banyak diderita oleh
anak yang berusia β sampai 5 tahun, diamana penderita laki – laki
lebih banyak dibandingkan penderita perempuan.
2. Keluhan utama
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan anak demam, nafas
sesak, anak tampak bernafas cepat, terdapat petekie pada tubuh
anak, anak tampak letih. Anak meneguluh nyeri pada
ekstremitas, berkeringat pada malam hari, penurunan selera
makan, sakit kepala dan perasaan tidak enak badan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu juga mencakup riwayat kesehatan
keluarga yaitu keluarga juga mengalami leukemia.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kesehatan ibu saat hamil adanya pemaparan sinarX saat
hamil muda, riwayat keluarga dengan Sindrom down karena
kelainan kromosom salah satu penyebab terjadinya leukemia.
d. Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan, nyeri pada ekstremitas, anak
mudah terserang infeksi. Poltekkes Kemenkes Padang
e. Riwayat psikososial dan perkembangan
Kelainan juga dapat membuat anak mengalami gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan karena
aktivitas bermain anak dibatasi.
3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian yang dapat dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosa
pada Leukemia :
a. Keadaan umum
Kesadaran composmentis - koma
Tekanan darah hipotensi
Nadi takikardi
Suhu tubuh tinggi
Pernapasan takipnea sesak napas
b. Kepala - leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening.
c. Mata
Biasanya pada pasien dengan leukemia konjungtiva anemis,
perdarahan retina.
d. Hidung
Biasanya pada hidung terjadi epistaksis
e. Mulut
Biasanya pada wajah klien leukemiasering terjadi perdarahan
pada gusi
f. Thorax
Nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura.
g. Abdomen
Biasanya pasien mengalami hepatomegali, spenomegali,
limfadenopati, nyeri abdomen
h. Kulit
Biasanya pada klien leukemia terdapat petekie pada tubuh akibat
perdarahan. Poltekkes Kemenkes Padang
i. Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas terasa nyeri terutama pada persendian
apabila digerakkan

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan Lekemia, yaitu :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan koagulasi inheren
3. Nyeri kronis berhubungan dengan pasca trauma karena gangguan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubugan
dengan kurang asupan makanan
5. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang proses penyakit
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi
8. Hipertermi berhubungan dengan sepsis
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan
10. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif. (NANDA, 2015).
K. Intervensi Keperawatan
1. Risiko infeksi
Kriteria hasil (Status imunitas) :
a. Fungsi gastrointestinal
b. Suhu tubuh
c. Integritas kulit
d. Jumlah sel darah putih absolut
Intervensi (Kontrol infeksi) :
a. Bersihkan lingkungan dengan baik
b. Batasi pengunjung
c. Tempatkan isolasi sesuai tindakan pencegahan yang sesuai
d. Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan
e. Jaga lingkungan aseptik yang optimal
f. Tingkatkan intake nutrisi
g. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
h. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
2. Risiko perdarahan
Kriteria hasil (Koagulasi darah) :
a. Pembentukan bekuan
b. hemoglobin
c. hitung platelet
d. perdarahan
Intervensi (Pencegahan perdarahan) :
a. Monitor tanda dan gejala perdarahan menetap
b. Monitor komponen koagulasi darah
c. Monitor tanda – tanda vital
d. Berikan produk – produk penggantian darah
e. Lindungi pasien dari trauma yang menyebabkan perdarahan
f. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan kaya
vitamin K
3. Nyeri kronis
Kriteria hasil (Pengetahuan : manajemen nyeri) :
a. Tanda dan gejala nyeri
b. Strategi untuk mengontrol nyeri
c. Penggunaan yang benar dari obat yang diresepkan
d. Teknik relaksasi yang efektif
Intervensi (Manajemen nyeri) :
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
b. Gunakan komunikasi terapeutik
c. Berikan informasi mengenai nyeri
d. Kendalikan faktor lingkunganyang dapat mempengaruhi nyeri
e. Ajarkan penggunaan teknik nofarmakologi
f. Dukung istirahat/tidur yang adekuat
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kriteria hasil (Nutritional status) :
a. Asupan nutrisi
b. Berat/ tinggi badan
c. Hematokrit
d. Hidrasi
Intervensi (Nutrition Management) :
a. Kaji adanya alergi makan
b. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
e. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
f. Berikan informasi mengenai kebutuhan nutrisi anak
5. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer Kriteria hasil (Circulation Status) :
a. Systolic, diastolic blood pressure dalam rentang normal
b. Pulse pressure dalam rentang normal
c. CVP dalam retang normal
d. MAP dalam rentang normal
e. Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi (Manajemen hipovolemi) :
a. Timbang berat badan
b. Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi
c. Monitor adanya sumber – sumber kehilangan cairan
d. Monitor asupan dan pengeluaran
e. Monitor hasil laboratorium
f. Jaga kepatenan akses IV
6. Hambatan mobilitas fisik
Kriteria Hasil (Pergerakan) :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Intervensi (Exercise Therapy: ambulation) :
a. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
c. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
d. Latih pasien dalam pemenuhan kbeutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan pasien
e. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
f. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
g. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
7. Kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil (Tissue integrity : Skin and Mucous Membranes ) :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
Intervensi (Pressure Management) :
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
c. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap dua jam sekali)
d. Monitor kulit akan danya kemerahan
e. Oleskan lotion atau minyak baby/baby oil pada daerah yang
tertekan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Hipertermi
Kriteria Hasil (Thermoregulation) :
a. Berkeringat saat panas
b. Menggigil saat dingin
c. Denyut nadi apical
d. Pernafasan
e. Melaporkan suhu tubuh
Intervensi (Temperature Regulation) :
a. monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
c. monitor TD, Nadi, dan RR
d. monitor warna kulit dan suhu kulit
e. monitor tanda- tanda hipertermi
f. tingkatkan intake dan output
g. diskusikan dengan keluarga pentingnya pengaturan suhu tubuh
dan kemungkinan efek negative dari kedinginan
h. ajarkan cara kompres
9. Gangguan citra tubuh
Kriteria Hasil (Adaptasi terhadap Disabilitas Fisik) :
a. Menyampaikan secara lisan kemampuan untuk menyesuaikan
terhadap disabilitas
b. Menyampaikan secara lisan penyesuaian terhadap disabilitas
c. Beradaptasi terhadap keterbatasan secara fungsional
d. Mengidentifikasi cara-cara untuk beradaptasi dengan
perubahan hidup
Intervensi (Peningkatan harga diri) :
a. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
b. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri
c. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain
d. Eksplorasi alasanalasan untuk mengkritik diri atau rasa
bersalah
e. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan
meningkatkan harga diri
f. Sampaikan atau ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam
mengatasi situasi
10. Kekurangan volume cairan
Kriteria hasil (Fluid Balance : keseimbangan cairan) :
a. Tekanan darah
b. Denyut nadi radial
c. Keseimbangan masukan dan pengeluaran dalam 24 jam
d. Turgor kulit
e. Membran mukosa lembab
f. Elektrolit serum
Intervensi ( fluid management : manajemen cairan) :
a. Pantau kadar serum elektrolit yang abnormal
b. Pemberian cairan
c. Ambil specimen laboratorium untuk memantau perubahan
tingkat cairan dan elektrolit (hematokrit, BUN, protein,
sodium, tingkat kalium)
d. Timbang BB setiap hari dan pantau perubahannya
e. Promosikan intake oral misalnya memberikan cairan lewat
mulut pasien
f. Monitor vital sign
g. Menjaga catatan yang akurat dari intake dan output
h. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang
ditentukan
i. Memonitor tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit
j. Monitor tanda dan gejala retensi cairan
ANALISA JURNAL –
PICO
BAB I
PENDAHULUAN

A. JUDUL PENELITIAN
“Kelelahan pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut dalam
Menjalani Kemoterapi Fase Induksi”
B. PENELITI
Andrye Fernandes
C. RINGKASAN JURNAL
Penanganan Leukemia Limfoblastik Akut dapat dilakukan
pengobatan dengan kemoterapi. Kemoterapi adalah salah satu prosedur
pengobatan dengan menggunakan bahan kimia yang sangat kuat untuk
menghentikan atau menghambat pertumbuhan sel kanker dalam tubuh.
Salah satunya efek samping dari kemoterapi yang paling umum
terjadi adalah kelelahan. Kelelahan dibedakan menjadi sentral dan perifer.
Kelelahan sentral berasal dari area otak yang berhubungan dengan suasana
hati, emosi dan rangsangan psikologis dan berhubungan dengan
peningkatan pelelapasan serotonin. Sedangkan kelelahan perifer
berhubungan dengan mekanisme seperti transmisi neuromuskuler dan
propagansi impuls, disfungsi reticulum sarkoplasma, dan faktor metabolic
lainnya yang mengganggu penyediaan energi dan kontraksi otot
Identifikasi dan penanganan terhadap kelelahan yang terjadi pada
anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut sangat penting dilakukan. Jika
gejala ini terjadi dalam waktu lama, maka akan menghambat kemampuan
anak beraktivitas secara penuh. Bahkan setelah selesai pengobatan,
kelelahan ini akan mengganggu peran serta aktivitas anak yang akan
membuat hidup anak lebih bermakna, selain itu juga sangat berdampak
terhadap kehidupan dan mempengaruhi kualitas hidup anak
D. TUJUAN PENELITIAN
Untuk menggambarkan kelelahan yang terjadi pada anak yang menderita
leukemia limfoblastik akut yang menjalani kemoterapi fase induksi.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan :
a. Teknik ini mudah dilakukan dan tidak membutuhkan alat ataupun
biaya
b. Jumlah responden banyak, sehingga membuat data lebih bervariatif
Kekurangan
a. Pada jurnal ini tidak dijelaskan secara terperinci bagaimana penelitian
itu dilakukan
b. Kurangnya membahas mengenai kemoterapi dengan fase induksi

BAB II
PEMBAHASAN

A. PROBLEM
Desain penelitian ini adalah Deskriptif Analitik Repeated Measure
dengan pengukuran berulang kelelahan pada anak usia sekolah (7-12
tahun) dan anak usia remaja (13-18 tahun) dengan LLA yang
menjalani kemoterapi fase induksi. Sampel disyaratkan belum pernah
mendapatkan kemoterapi sebelumnya dan dalam kesadaran penuh (n =
62) di RSU Arifin Achamad dan RSIA Eria Bunda Kota Peekanbaru
dengan pengambilan data 3 bulan.
B. INTERVENTION
Instrumen yang digunakann untuk mengukur kelelahan anak
adalah skala Fatigue Onkolog Anak (Skala FOA-A) yang memiliki 10
item pernyataan berupa gambaran gejala kelelahan yang dirasakan oleh
anak.
C. COMPARATION
Komparasi pada kelompok eksperimen
Kelelahan pada anak dengan kanker tidak mudah dibedakan
dengan rasa lelah karena aktivitas sehari-hari tanpa evaluasi
diagnostik yang cermat. Aanak dan keluarga tidak melaporkan
kelelahan kepada dokter dan perawat karena mereka mungkin
berfikir kelelahan adalah gejala yang biasa muncul karena
kemoterapi sehingga mereka harus beradaptasi dan mengurangi
harapan mereka kelelahan ini akan hilang atau berkurang.
Pada kelompok eksperimen, responden akan menjawab
seberapa sering merasakan gejala kelelehan. Alternatif jawaban
menggunakan 4 poin skala Likert yaitu : 0 = tidak pernah
merasakan, 1 = jarang merasakan, 2 = sering merasakan, dan 3 =
selalu merasakan. Penilaian akan ditransformasikan kedalam
rentang nilai 0 – 30. Dikatakan mengalami kelelahan bila
didapatkan skor kelelahan pada instrumen lebih dari 6. Semakin
tinggi total skor, menunjukkan semakin berat kelelahan yang
dirasakan.
D. OUTCOME
Dari penelitian yang dilakukan terjadi kelelahan pada anak dengan
leukemia limfoblastik akut yang menjalani kemoterapi fase induksi.
Hampir seluruh anak dan remaja mengalami kelelahan dalam mejalani
kemoterapi (98%). Kelelahan terjadi selama menjalani kemoterapi dan
terus meningkat hingga hari terakhir kemoterapi. Terjadinya kelelahan
juga berlanjut setelah kemoterapi selesai karena didapatkan adanya
peningkatan skor kelelahan pada anak setelah menjalani kemoterapi.
Perlu eksplorasi intervensi untuk mengatasi atau meminimalkan
kelelahan yang dialami anak sesuai tahap perkembangannya agar
meningkatkan kualitas hidup anak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULA
N

Dengan demikian hampir seluruh anak dan remaja mengalami


kelelahan dalam mejalani kemoterapi Kelelahan terjadi selama menjalani
kemoterapi dan terus meningkat hingga hari terakhir kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai