Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Perbedaan doktrin dan sikap mental

Oleh :
Nama : Irgi Alfahrezi Mokoginta
NIM : 1923090
Kelas : PAI4 D

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO

2021
A. Pengertian Doktrin dan Doktrin Hukum

Ada beberapa pengertian mengenai apa itu doktrin dan apa juga itu doktrin hukum. Sebagian
besar ahli berpendapat bahwa Doktrin merupakan pendapat atau pendirian ilmiah yang
disusun dan dikemukakan secara rasional dan dapat meyakinkan orang lain. Ada juga ahli
yang berpendapat bahwa Doktrin adalah sebuah ajaran dalam ilmu/bidang tertentu yang
diterapkan sedemikian rupa oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan
sebuah tujuan tertentu yang sangat spesifik.

Selanjutnya pengertian Doktrin Hukum juga ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh
para ahli hukum, yang antara lain mengemukakan bahwa Doktrin Hukum adalah ajaran para
kaum sarjana hukum yang dibuat dan dipertahankan oleh sistem peradilan yang merupakan
kebalikan dari yurisprudensi. Ada yang berpendapat serupa bahwa Doktrin Hukum adalah
suatu pernyataan yang dituangkan kedalam bahasa oleh semua ahli hukum dan hasil
pernyataannyapun disepakati oleh seluruh pihak. Doktrin Hukum ini memiliki peranan
penting karena bisa mempengaruhi yurisprudensi dan bisa menjadi kaedah hukum, karena itu
Doktrin Hukum dapat menjadi bagian dari sumber hukum positif.

Dalam artikel ini, penulis akan membahas 3 (tiga) doktrin hukum dalam perseroan terbatas
sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-undang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), sebagaimana tersebut dibawah ini.

Doktrin Business Judgement Rule

Doktrin ini dikenal sebagai doktrin perlindungan hukum bagi Direksi dan Dewan Komisaris
yang melaksanakan tugasnya dengan itikad baik dan berhati-hati dalam melaksanakan
tugasnya untuk kepentingan Perseroan Terbatas, tetapi tetap terjadi kerugian yang besar bagi
Perusahaan.

Persyaratan untuk memenuhi doktrin ini terdapat pada Pasal 97 ayat 5 UUPT untuk Direksi
dan Pasal 114 ayat 5 UUPT untuk Dewan Komisaris. Persyaratan pada kedua pasal tersebut
bersifat kumulatif dan bukan alternatif. Isi Pasal 97 ayat 5 UUPT tersebut adalah sebagai
berikut : Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3, apabila dapat membuktikan :

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;


2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
4. Telah mengambil tindakan untuk timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Sedangkan Pasal 114 ayat 5 UUPT mengatur ketentuan sebagai berikut : Anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 3,
apabila dapat membuktikan :
1. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3. Telah memberi nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.

Doktrin Ultra Vires

Ultra Vires berasal dari bahasa latin yang berarti melebihi kekuasaan atau kewenangan yang
diijinkan oleh hukum. UUPT menentukan bahwa Direksi adalah organ yang
bertanggungjawab penuh terhadap kepengurusan sesuai dengan maksud dan tujuan dan
berwenang mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar sesuai ketentuan anggaran dasar,
artinya Direksi memiliki dua fungsi yaitu fungsi Manajemen kedalam perseroan dan fungsi
Representasi keluar dengan pihak ketiga.

Direksi yang tidak sejalan dengan maksud dan tujuan sebagimana ditentukan dalam anggaran
dasar perseroan dikategorikan telah melampaui batas kewenangan atau yang dikenal sebagai
Doktrin Ultra Vires, sehingga Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi terhadap
tindakan tersebut.

Timbul pertanyaan, bagaimanakah transaksi dengan pihak ketiga yang dilakukan secara ultra
vires oleh Direksi ? Pada dasarnya, transaksi yang dilakukan secara ultra vires adalah :

1. Transaksi tadi batal demi hukum.


2. Perseroan tidak terikat untuk memenuhi perikatan yang terjadi dan tidak dapat
dipaksa untuk melaksanakannya.
3. RUPS tidak dapat mengesahkan atau menyetujui tindakan Direksi yang mengandung
ultra vires, hal ini karena tindakan tersebut akan mengubah maksud dan tujuan
perseroan. Kalaupun terpaksa, maka memerlukan prosedur khusus dengan
melaksanakan RUPS Luar Biasa.

Doktrin Piercing the Corporate Veil

Piercing the Corporate Veil atau menyingkap tabir perusahaan mengandung makna bahwa
tanggung jawab hukum tidak hanya dapat dimintakan kepada Perseroan, tetapi dapat juga
dimintakan tanggung jawabnya kepada pihak lain “yang bersembunyi” dibalik tabir
Perseroan tersebut. Beban tanggung jawab ini sesuai dengan tindakan hukum yang dilanggar
dalam UUPT dapat dipindahkan kepada :

1. Pemegang Saham, atau;


2. Direksi, atau;
3. Dewan Komisaris.

 
Tanggung Jawab Hukum Dipindahkan Kepada Pemegang Saham :

Pemindahan tanggung jawab kepada Pemegang Saham terjadi apabila Pemegang Saham
melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 UUPT, yaitu :

1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum, belum atau tidak dipenuhi;


2. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
3. Pemegang Saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
4. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Dengan demikian apabila Pemegang Saham melakukan tindakan hukum yang masuk dalam
salah satu dari empat ketentuan diatas, maka Pemegang Saham akan kehilangan tanggung
jawab terbatasnya dan menjadi bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.

Tanggung Jawab Hukum Dipindahkan Kepada Direksi :

Direksi dalam menjalankan tugasnya mengurus Perseroan wajib mengikuti ketentuan yang
ditegaskan dalam Pasal 97 ayat 2 UUPT yang berbunyi : “ … wajib dilaksanakan setiap
anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab”. Hal ini dapat diartikan
bahwa dalam menjalankan tindakannya Direksi menjalankan Perseroan selalu memegang
integritas, trust, comply ke peraturan perundangan, loyal, menghindari benturan kepentingan,
berhati-hati dan penuh kejujuran.

Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila bersalah atau lalai
memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat 2 UUPT
tersebut diatas. Apabila Direksi terdiri dari dua orang atau lebih, maka tanggung jawab
tersebut berlaku secara tanggung renteng.

Tanggung Jawab Hukum Dipindahkan Kepada Komisaris :

Tanggung jawab Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya ditegaskan dalam Pasal 108
ayat 1 yang berbunyi : “ … melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi
nasihat kepada Direksi”.

Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi tersebut wajib
dilaksanakan sesuai Pasal 114 ayat 2 UUPT, yaitu dengan itikad baik, kehati-hatian dan
bertanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan. Pasal 114 ayat 3 UUPT menyatakan bahwa setiap anggota Dewan Komisaris
bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sebagaimana tersebut diatas. Tanggung
jawab ini berlaku secara tanggung renteng apabila anggota Dewan Komisaris terdiri dari dua
orang atau lebih.

Demikian 3 Doktrin Hukum sebagaimana diatus dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas,


semoga para penggiat atau profesi dibidang kepatuhan selalu mengingat atau mengingatkan
kepada Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris dimana mereka berkarya. Semoga
bermanfaat.

B. Pengertian sikap mental

Sikap mental adalah konsepsi perilaku yang muncul dari jiwa seseorang sebagai
reaksi atas dasar situasi yang mempengaruhinya (Fx. Oerip S. Poerwopoespito). Sikap dapat
diartikan keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap
aspek lingkungan (Milton 1981). Sikap juga tercermin dari kecenderungan pelakunya dalam
menghadapi situasi lingkungan yang berhubungan dengannya seperti oarang lain, teman,
atasan, bawahan, tetangga. Sikap yaitu cara bertindak, mental cara merasa. Sikap mental
dapat diartikan juga sebagai pendirian, pola pikir, pandangan atau tanggapan terhadap
sesuatu, kepribadian, karakter, akhlak. Kepribadian adalah sifat/karakter/tingkah laku yang
dimiliki seseorang dalam menanggapi suatu masalah. Kerangka dasar kepribadian anak
terbentuk pada usia 5 tahun. Pengembangan dan kemantapan tergantung dari lingkungan,
asuhan dan pendidikan. Untuk memiliki sikap mental yang baik maka jadilah pribadi yang
ideal/baik (orang shaleh). Artinya pribadi yang shaleh akan melahirkan sikap mental yang
baik. Bagaimana sosok pribadi yang ideal itu ?

Sosok pribadi ideal Menjadi pribadi yang ideal merupakan modal untuk meraih
kesuksesan dan akan melahirkan sikap mental yang baik. Atau sebaliknya dengan sikap
mental yang baik akan menjadikan seseorang shaleh/ideal. Orang yang shaleh akan
didambakan semua orang, dicari banyak perusahaan, diharapkan oleh semua atasan, tentunya
memiliki masa depan yang dapat diharapkan. Bagaikan magnet yang akan memiliki gaya
tarik tersendiri. Meminjam istilah putri Indonesia “Semua tertuju padanya”. Seperti apa
pribadi yang ideal itu ? Sosok pribadi ideal menurut K.H Rahmat Adullah yaitu orang yang :

1) Yang paling kokoh sikapnya

2) Yang paling lapang dadanya

3) Yang paling dalam pemikirannya

4) Yang paling luas cara pandangnya

5) Yang paling rajin amalnya

6) Yang paling solid penataan organisasinya

7) Yang paling banyak manfaatnya

Sosok pribadi ideal menurut Anis Matta :


1) Jadilah pemberi kebaikan kepada orang lain.

2) Berorientasi untuk memberi kontribusi

3) Miliki kelapangan dada yang cukup untuk menampung semua perbedaan orang lain

4) Berikan respek terhadap keunikan-keunikan orang lain.

Jadilah pemberi kebaikan kepada orang lain Menjadi baik berarti memproduksi energi
kebaikan yang tak pernah henti. Untuk bisa memberi maka kita harus memiliki, kalo ingin
memberi kebaikan maka kita harus memiliki kebaikan. Jangan sampai hanya sebagai
“makelar” kebaikan, menyuruh orang lain melupakan diri sendiri. Ibarat lilin, dia bisa
menerangi sekelilingnya namun dirinya sendiri habis terbakar. Semangat untuk memberi
akan mendorong kita untuk terus mencari dan mencari, menggali dan menggali, belajar, dan
berlajar, lalu melejitkan diri, memperbaiki diri, meningkatkan diri dan pada akhirnya kita
akan selalu berusaha menjadi orang yang baik karena dengan itu kita bisa memberi kebaikan.
pribadi ideal akan berorientasi kapada apa yang bisa kita berikan, bukan berpikir apa yang
akan kita dapatkan.

Berorientasi untuk memberi kontribusi Menjadi manusia itu pasti, namun menjadi karyawan
itu pilihan hidup. Karyawan yang baik yaitu memilih untuk memberi bukan memint. Padahal
pada umumnya karyawan cenderung egois mencari untung untuk dirinya sendiri sebanyak-
banyaknya.Ketahuilah dengan memberi jusrtu kita jadi memiliki. Miliki harta sejati dengan
berinfaq, miliki cinta dengan memberi perhatian, miliki kesempatan dengan beramal, miliki
cita-cita dengan berkarya, miliki kesuksesan dengan proses berkesinambungan, miliki waktu
dengan berbakti, miliki hati dengan berbagi, miliki kepercayaan dengan keteladanan, miliki
keihlasan dengan ketulusan, miliki kesuksesan dengan berbuat kebajikan. Bentuk kongkrit
memberi kontribusi adalah ringan tangan terhadap yang membutuhkan, terhadap pekerjaan,
terhadap perusahaan, terhadap rekan kerja, teman, saudara dan semuanya. Dengan semangat
memberi kontribusi maka seseorang akan terus berupaya untuk meningkatkan kemampuan,
keahlian, kompetensi, pengetahuan, menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Inilah sikap
seseorang yang akan menghidupkan dan menghasilkan karya besar, produktifitas maksimal.

Lapang dada menampung perbedaan Seseorang yang memiliki kelapangan dada akan selalu
enjoy dimana saja kapan saja. Semangat toleransi dan menghargai orang lain adalah sikap
yang sangat terpuji dan merupakan cermin sosok karyawan yang ideal. Jangan pernah merasa
paling benar, walaupun berlomba lomba meraih prestasi, berkompetisi dalam pekerjaan.
Lapang dada akan membuat orang tidak memiliki dendam, jiwanya bersih dari kedengkian,
iri hati, bahkan kesalahan teman, orang lain sudah ia maafkan jauh hari walaupun orang yang
berbuat salah belum meminta maaf. “maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (Ali Imran : 159)
Respek terhadap kaunikan orang lain Menerima keunikan orang lain dengan cara saling
mengenal, saling memahami, saling memikul beban. Selalu positif memandang anugrah
keunikan, dewasa melihat realitas, cerdas menagkap inspirasi, amanah melaksanakan tugas.
Setiap orang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan orang lain bisa menjadikan motivasi
bagi diri kita. Setiap orang diciptakan menurut bakatnya masing-masing. Orang lain berbeda
dengan kita karena Allah menciptakan manusia berbeda sesuai dengan keunikannya. Setiap
bos / atasan juga memiliki keunikan masing masing, maka kita harus respek terhadap
keunikannya itu. Kenali pahami dan berikan respek terhadap setiap keunikan dari orang-
orang disekelilingnya maka kenyamanan dan kesuksesan kan kita dapatkan.

Tentunya pribadi ideal tersebut masih banyak sisi kekurangannya karena sesungguhnya
menjadi seorang yan ideal tak kan bisa digambarkan dan dituliskan namun bisa dilakukan
olaeh siapa saja yang berkehendak dan diberikan kemauan.

C. Perbedaan Doktrin Dan Sikap Mental

Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing
menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.

Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya,
membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan
agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu
diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan,
sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.

Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang
meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang
berasal dari Tuhan.

Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau
santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam
umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam
sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu
hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di
hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat
Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan
malah menganut garis keras.1458

Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan
Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

 Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan
antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab
lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku
Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir
selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan
ketentraman dan keamanan.

Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan


Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di
Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan
massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku
Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu
terjadinya konflik.

 Perbedaan Tingkat Kebudayaan

Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan
budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori
budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.

Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam – Kristen


beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu.
Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan
kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah
gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.

Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau
daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar
kelompok agama di Indonesia.

 . Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama

Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama
pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.

Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai
kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan
mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam
yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas
yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok
minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-
gedung ibadat.

 
DAFTAR REFERENSI

 Leo J. Susilo : Governance, Risk Management and Compliance, Executive’s Guide to


Risk Governance and Risk Oversight.
 Gunawan Widjaya : Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan.
 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
 https://bengkelperubahan.wordpress.com/2015/03/08/jadilah-orang-yang-memiliki-
sikap-mental-yang-baik/
  http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=956&res=jpz

Anda mungkin juga menyukai