Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENGARUH PELATIHAN PENGENALAN DIRI

TERHADAP SELF-ESTEEM PADA MASA DEWASA AWAL


BERSTATUS EKONOMI RENDAH

Digunakan untuk Memenuhi Mata Kuliah

Metode Riset Kuantitatif

DISUSUN OLEH :

AFRA ULFATIHAH N. E. (201610230311292)


KELAS F

Dosen Pengampu : Drs. Tulus Winarsunu, M, Si.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, puji syukur penulis haturkan atas segala rahmat, inayah, serta ilham-
Nya sehingga penyusunan proposal individu berjudul ‘Pengaruh Pelatihan
Pengenalan Diri terhadap Self-Esteem pada Dewasa Awal Berstatus Ekonomi
Rendah’ ini dapat dikumpulkan tepat waktu guna memenuhi tugas mata kuliah
Metode Riset Kuantititatif. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Tulus Winarsunu, S.Psi., M.Psi. selaku dosen mata kuliah Metode
Riset Kuantitatif yang telah memberikan tugas ini.
Semoga proposal ini dapat dipahami dan menjadi acuan bagi pembaca
serta berguna dalam menambah wawasan mengenai pengaruhpelatihan
pengenalan diri terhadap self-esteem pada dewasa awal berstatus ekonomi rendah.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam proposal
ini baik dari segi tata penulisan bahasa maupun aspek lainnya. Maka dari itu,
penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat dari pembaca demi
perbaikan proposal ini di masa mendatang.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Malang, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB 2 KAJIAN TEORI........................................................................................4

BAB 3 METODE PENELITIAN..........................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia di dunia ini tidak pernah lepas dari yang namanya
masalah, yang mana kadar problematika akan semakin kompleks seiring dengan
bertambahnya usia, khususnya pada masa dewasa awal yang ditandai oleh
eksperimen dan eksplorasi. Masa dewasa awal disebut sebagai masa peralihan dari
remaja menuju ke dewasa, yaitu mereka tidak lagi berada pada fase remaja,
namun juga belum sepenuhnya memasuki fase dewasa. Masa dewasa awal
menurut Arnet (dalam Santrock, 2011) terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun.
Orang-orang pada masa ini biasanya juga disebut sebagai pemuda. Pemuda sendiri
memiliki peran sebagai agent of change, di mana letak maju-tidaknya suatu
negara bergantung kepada seberapa besar para pemudanya mau membuat
perubahan.

Salah satu faktor penting yang mendasari sebuah perubahan adalah


pendidikan. Seseorang yang menempuh pendidikan tinggi umumnya memiliki
peluang lebih besar untuk melakukan sebuah perubahan dibanding mereka yang
pendidikannya rendah. Pendidikan rendah tidak lepas kaitannya dengan status
perekonomian yang rendah pula, seperti dilansir www.pikiran-rakyat.com bahwa
dari 23.000 lulusan siswa SMA dan SMK di Kabupaten Karawang hanya 30
persen saja yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dikarenakan biaya
kuliah yang masih dinilai tinggi. Salah satu lulusan bahkan mengaku lebih
memilih bekerja daripada melanjutkan ke perguruan tinggi (diakses 13 Desember
2017). Meskipun pada saat ini tidak sedikit mereka yang berstatus ekonomi di
bawah rata-rata mampu untuk mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.
Masalahnya adalah terkadang mereka yang berstatus ekonomi rendah merasa
tidak ada apa-apanya dibanding dengan mereka yang berstatus ekonomi tinggi.
Hal inilah yang kemudian memicu rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri
(self-esteem). Generasi muda dengan self-esteem yang rendah tentu akan sulit
bersaing dalam segala aspek di era milenium ini sehingga sulit juga bagi negara,
dalam hal ini Indonesia, untuk mengubah status berkembang menjadi maju.

Self-esteem merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu;


sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif
(Baron & Byrne, 2004). Setiap manusia melakukan penilaian terhadap dirinya
sendiri sebagai hasil interaksi dan pengalamannya dengan orang lain dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembentukan self-esteem seseorang dimulai sejak
masih kecil. Berbagai pengalaman di rumah, di sekolah, dan saat bersama dengan
teman-teman sebaya dapat membantu atau menghambat perkembangan self-
esteem anak-anak. Bagi setiap anak, apa yang diajarkan oleh keluarga dan orang
lain yang dianggap penting olehnya baik secara eksplisit maupun implisit akan
mempengaruhi bagaimana cara memandang dirinya dan akan mempengaruhi
pembentukan self-esteem-nya. Self-esteem yang dimiliki pada saat anak-anak akan
berpengaruh pada perkembangan self-esteem selanjutnya (dalam Amalia, 2014)
Harga diri berkembang sesuai dengan kualitas interaksi individu dengan
lingkungannya. Subjek dapat meningkat harga dirinya setelah diberikan terror
management (Baron, 1994). Harga diri akan meningkat bila diberikan kesempatan
memperoleh sukses lebih besar (James dalam Hewitt, 1988). Beberapa penelitian
di Indonesia telah menunjukkan bahwa harga diri dapat ditingkatkan melalui
pelatihan asertivitas (Hidayati, 1995) (dalam Handayani, dkk, 1998).
Selain melalui pelatihan asertivitas, pelatihan melalui pengenalan diri juga
dapat mempengaruhi self-esteem individu. Pemahaman mengenai diri sendiri
dapat membantu individu dalam menemukan solusi yang tepat atas segala
permasalahan. Menurut (Handayani, dkk, 1998) pengenalan diri merupakan salah
satu cara untuk membantu individu memperoleh self-knowledge dan self-insight
yang sangat berguna bagi proses penyesuaian diri yang baik dan merupakan salah
satu kriteria mental yang sehat. Self-knowledge membutuhkan suatu kemampuan
untuk menemukan aset pribadi yang dimiliki sehingga kelemahan-kelemahan
yang ada dapat dikurangi atau dihilangkan. Pengetahuan tentang diri ini akan
mengarah pada self-objectivity dan self-acceptance.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh diketahui bahwa
terdapat peningkatan self-esteem yang signifikan pada mahasiswa STAIN yang
ada dalam kelompok eksperimen antara sebelum dan sesudah pelatihan
pengenalan diri. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t pada taraf signifikansi 5%, t0 =
14,724 dan tt adalah 2,14 maka t0 > tt sehingga Ho ditolak atau Ha diterima. Pada
taraf signifikansi 1%, t0 = 14,724 dan tt adalah 2,98 maka t0 > tt sehingga Ho
ditolak atau Ha diterima. Kesimpulan kedua adalah terdapat perbedaan nilai post-
test self-esteem mahasiswa yang mengikuti pelatihan pengenalan diri dan nilai
post-test self-esteem mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan dengan perbedaan
rata-rata 16,53333 (Amalia, 2014).
1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi pelatihan


pengenalan diri terhadap self-esteem dewasa awal berstatus ekonomi
rendah serta bagaimana pengaruh pelatihan tersebut terhadap self-esteem
subyek penelitian.

1.3 Manfaat

a. Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah


peneliti diharapkan dapat memberikan kajian pemikiran dalam ilmu
psikologi, khususnya mengenai pengaruh pelatihan pengenalan diri
terhadap self-esteem pada dewasa awal berstatus ekonomi rendah.
b. Praktis

1) Bagi Peneliti

Untuk memberikan gambaran umum atau sebagai rujukan bagi


peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang pengaruh pelatihan
pengenalan diri terhadap self-esteem pada dewasa awal berstatus ekonomi
rendah.
2) Bagi Pembaca

Sebagai sumber informasi kepada pembaca terkait pengaruh


pelatihan pengenalan diri terhadap self-esteem pada dewasa awal berstatus
ekonomi rendah.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Variabel X

1. Pengertian

Pelatihan menurut KBBI adalah proses, cara, perbuatan melatih, yang


mana dalam penelitian ini digunakan pelatihan pengenalan diri sebagai variabel
bebas.

Konsep diri atau pengenalan diri menurut Burns (1993:vi) adalah satu
gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, pikiran atau pendapat orang lain
mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Brooks dalam
Rakhmat (2004:99) mendefinisikan konsep diri sebagai segala persepsi tentang
diri sendiri, secara fisik, sosial, dan psikologis yang diperoleh berdasarkan
pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Pudjijogyanti (1991:2)
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu
terhadap seluruh keadaan dirinya. Cawagas dalam Pudjijogyanti (1991:2)
menyatakan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan
dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, kegagalan dan sebagainya (dalam
Husniyati, 2009).

Selanjutnya Hall dan Lindzey (dalam Nuryoto dan Ampuni, 2006:144)


memberikan dua pengertian mengenai konsep diri, yaitu: 1. Konsep diri yang
bersifat objektif, diartikan sebagai suatu pandangan atau persepsi individu
terhadap dirinya sendiri atau memberikan gambaran tentang individu dan ini akan
membentuk citra diri individu (self image). 2. Konsep diri yang bersifat subjektif,
merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri, dalam penilaian ini akan
membentuk penerimaan terhadap dirinya (self acceptance) serta akan membentuk
harga dirinya (self esteem). Self esteem ini berasal dari interaksi individu dengan
lingkungannya, serta penghargaan, penerimaan dan perlakuan yang diterima
individu dari lingkungannya. Apabila seseorang memiliki harga diri yang tinggi
maka konsep dirinya positif, demikian pula sebaliknya (dalam Husniyati, 2009).
2. Aspek-aspek pengenalan diri (self-concept) menurut Staines (Burns,
1993, dalam Astuti, 2014) adalah: a) Konsep diri dasar (diri yang dikognisikan);
pandangan individu terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya,

b) Diri yang lain; Pernyataan-pernyataan, tindakan-tindakan, isyarat-


isyarat dari orang lain kepada individu yang didapat setahap demi setahap akan
membentuk sebuah konsep diri sebagaimana yang diyakini individu tersebut dan
yang dilihat oleh orang lain,

c) Diri ideal, seperangkat gambaran mengenai aspirasi dan apa yang


diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian lagi berupa
keharusan.

3. Indikator-indikator pengenalan diri

No Aspek Indikator
.

1. Konsep diri dasar Fisik

Psikologis

Sosial

2. Diri yang lain Fisik

Psikologis

Sosial

3. Diri ideal Fisik

Psikologis

Sosial

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengenalan diri menurut Hurlock


(1980 dalam Husniyati, 2009) ) antara lain:
a) Usia kematangan; pengembangan konsep diri yang menyenangkan
akan dapat menyesuaikan diri dengan baik.

b) Penampilan diri; daya tarik fisik menimbulkan penilaian ya8ng


menyenangkan tentang ciri kepribadian dan akan menambah dukungan sosial.

c) Kepatutan seks; kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan


perilaku akan membantu individu mencapai konsep diri yang baik.

d) Nama dan julukan; julukan yang diberikan teman-teman akan


mempengaruhi konsep diri seseorang. Misalnya julukan si bodoh, ladang jerawat,
dan sebagainya yang bernada ejekan akan mempengaruhi konsep diri.

e) Hubungan keluarga; melalui hubungan yang erat dengan keluarga akan


membuat lebih mudah bagi remaja untuk mengembangkan pola kepribadiannya
melalui identifikasi dengan anggota keluarga tersebut. Bila sesama jenis, maka
akan membantu remaja mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis
kelaminnya.

f) Teman-teman sebaya; teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian


remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remja merupakan cerminan tentang
konsep teman-teman terhadap dirinya. Kedua, remaja berada dalam tekanan untuk
mengembangkan ciri kepribadian yang diakui kelompok.

g) Kreativitas; remaja yang sejak kanak-kanak didorong untuk


mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang berpengaruh baik
terhadap konsep dirinya.

h) Cita-cita; cita-cita yang tidak realistik membuatnya mengalami


kegagalan dan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Sebaliknya, cita-cita
yang realistik cenderung mengalami keberhasilan sehingga membuatnya percaya
diri.

2.2 Variablel Y
1. Pengertian

Menurut Minchinton (1996) self-esteem adalah penilaian terhadap diri


sendiri sebagai manusia, berdasarkan pada kemampuan penerimaan diri dan
perilaku sendiri. Self-esteem juga dapat dideskripsikan sebagai penghormatan
terhadap diri sendiri atau perasaan mengenai diri sendiri yang berdasarkan pada
keyakinan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya (dalam Khalid, 2011).

2. Aspek-aspek self-esteem menurut Minchinton (dalam Khalid, 2011)


adalah: a) Perasaan mengenai diri sendiri; menerima diri sendiri secara penuh, apa
adanya. Orang dengan self-esteem yang tinggi mampu menilai diri sendiri sebagai
manusia, dengan begitu perasaan mengenai diri sendiri tidak bergantung pada
kondisi eksternal. Dapat menilai keunikan yang ada dalam diri tanpa
menghiraukan karakter atau kemampuan yang dimiliki maupun yang tidak
dimiliki. Selain itu juga dapat memaklumi dan memaafkan diri sendiri atas segala
kekurangan serta tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain,

b) Perasaan terhadap Hidup; menerima tanggung jawab atas sebagian


hidup yang dijalani. Orang dengan self-esteem yang tinggi tidak menyalahkan
keadaan atas segala masalah yang dihadapi, namun menyadari bahwa semua itu
terjadi karena pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena faktor eksternal.
Karena itu, ia membangun harapan ataupun cita-cita secara realistis, sesuai
dengan kemampuan yang dipunyai. Disamping itu, ia juga tidak berusaha
mengendalikan orang lain atau situasi yang ada, melainkan ia akan menyesuaikan
diri dengan keadaan dengan mudah,

c) Hubungan dengan Orang lain; seseorang dikatakan memiliki self-


esteem yang bagus apabila mampu bertoleransi dan menghargai semua orang
tanpa adanya bias. Ia percaya bahwa semua orang pantas untuk dihormati
termasuk dirinya sendiri. Ia memiliki pemikiran yang masuk akal, dapat menerima
kekurangan orang lain, berwatak tenang, fleksibel, dan bertanggung jawab dalam
menjalin hubungan dengan orang lain.

3. Indikator-indikator self-esteem (Khalid, 2011)


No Aspek Indikator
.

1. Perasaan tentang diri Menerima diri sendiri secara


sendiri penuh, tanpa syarat

Menghormati diri sendiri dengan


cara memaafkan kekurangan diri

Menghargai diri sendiri dengan


cara tidak terpengaruh oleh pihak
eksternal

Mengendalikan emosi diri

2. Perasaan terhadap Menerima kenyataan hidup


hidup Memegang kendali atas hidupnya
sendiri

3. Hubungan dengan Menghargai hak orang lain


orang lain Toleransi terhadap orang lain

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem (Khalid, 2011)

a) Jenis Kelamin; menurut Ancok dkk (dalam Khalid, 2011) wanita selalu
merasa rendah dibanding pria, mungkin dikarenakan peran orangtua serta
harapan-harapan masyarakat yang berbeda antara pria dan wanita. Penelitian
Coopersmith (1967) telah membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah
daripada pria.

b) Intelegensi; menurut Coopersmith (1967) individu dengan harga diri


tinggi memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan individu
dengan harga diri rendah.

c) Kondisi fisik; Coopersmith menemukan adanya hubungan konsisten


antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. Individu dengan
kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu dengan kondisi fisik kurang menarik.
d) Lingkungan keluarga; Savary (1994) berpendapat bahwa keluarga
berperan dalam perkembangan harga diri anak. Orangtua yang sering memberikan
hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak
berharga.

e) Lingkungan sosial; Coopersmith berpendapat ada beberapa ubahan


dalam diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai,
aspirasi, dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan dapat timbul melalui
pengalaman dalam lingkungan.

2.3 Keterkaitan Antar variabel

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Handayani, dkk (1998) dijelaskan


bahwa Ada perubahan penerimaan diri (U = 17,5; p < 0,05) dan harga diri (U =
18,5; p < 0,01) antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Berdasarkan
hasil uji perubahan ini, dapat dikatakan bahwa pelatihan pengenalan diri efektif
untuk meningkatkan penerimaan diri dan harga diri.
Jadi, keterkaitan antar variabel dalam penelitian ini yakni Pengaruh
Pelatihan Pengenalan Diri terhadap Self-Esteem pada Masa Dewasa Awal
Berstatus Ekonomi Rendah.
2.4 Hipotesis

Setelah mendapat pelatihan pengenalan diri, self-esteem subyek kelompok


eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum mendapat pelatihan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain
penelitian eksperimental. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang mencakup
setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata,
kuadrat, dan perhitungan statistik lainnya (Moleng, 2016). Sedangkan desain
penelitian eksperimental merupakan desain di mana peneliti memanipulasikan
sedikitnya satu variabel bebas (Kerlinger, 2014). Tujuan memilih menggunakan
desain penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan
pengenalan diri terhadap self-esteem dan bagaimana pengaruhnya pada dewasa
awal berstatus ekonomi rendah, serta tujuan lain dalam penggunaan eksperimen
ini adalah untuk meningkatkan self-esteem pada dewasa awal berstatus ekonomi
rendah.

3.2 Subyek penelitian

a) Populasi dan jumlah subyek

Populasinya adalah mereka yang memasuki masa dewasa awal dan


berdomisili di daerah Lumajang dan sebanyak 30 orang akan dipilih menjadi
subyek penelitian.

b) Teknik sampling

Purposif dan area. Purposif adalah sampel yang kriterianya telah


ditentukan dan diketahui berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Sedangkan area
adalah membagi daerah besar menjadi beberapa daerah kecil (Winarsunu, 2015),
yaitu sampel akan diambil dari lima desa besar di Lumajang, yaitu Pronojiwo,
Candipuro, Pasirian, Tempeh, dan Lumajang.

c) Kriteria

1. Laki-laki/Wanita

2. Berusia 18-25 tahun

3. Berdomisili di Lumajang dan sekitarnya


` 4. Jika bekerja penghasilan perbulan <= Rp 500.000, jika tidak
bekerja, penghasilan orangtua perbulan <= Rp 500.000.

3.3 Variabel dan instrumen penelitian

a) Variabel

Penelitian ini menggunakan pelatihan pengenalan diri sebagai variabel


bebas dan self-esteem sebagai variabel terikat.

b) Definisi operasional

1) Self-esteem

Evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri serta bagaimana individu


mampu menerima kekurangan diri tanpa adanya penyesalan.

2) Pelatihan pengenalan diri

Cara untuk mengenal diri lebih dalam baik dari sisi positif maupun negatif
dengan menggunakan metode permainan, diskusi, dan introspeksi.

` 3) Dewasa awal

Individu yang berada di masa peralihan remaja menuju dewasa, umunya


berusia 18-25 tahun.

c) Instrumen yang digunakan

Kuisioner SEI (Self-Esteem Inventory).

d) Aspek Variabel

1) Pengenalan diri; konsep diri dasar, diri yang lain, diri ideal

2) Self-esteem; perasaan tentang diri sendiri, perasaan tenang hidup,


hubungan dengan orang lain.

3.4 Prosedur penelitian dan analisis data

1. Prosedur
a) Pra Pelaksanaan

Menyusun proposal rancangan untuk penelitian lapang mengenai


‘Pelatihan Pengenalan Diri terhadap Self-Esteem pada Dewasa Awal Berstatus
Ekonomi Rendah’. Menentukan lokasi serta mencari subyek yang sesuai dengan
kriteria.

b) Uji Coba

Melakukan uji coba lapangan dengan menjadikan 30 teman sebagai


subyek untuk mengetahui sudah seberapa valid dan reliabel alat ukur yang
digunakan.

c) Pengambilan data

30 subyek yang telah dipilih diminta untuk mengisi surat persetujuan serta
mengisi kuisioner berupa skala penghargaan diri sebagai pre-test. Kemudian 30
subyek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Kelompok perlakuan nantinya akan diberikan pelatihan terkait
pengenalan diri menggunakan konsep Johari’s window. Setelah jangka beberapa
hari, subyek akan di tes ulang sebagai tahapan post-test.

d) Pasca Pelaksanaan

Menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian lapang


menggunakan SPSS kemudian menyusun laporannya.

2. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik U Mann-Whitney


karena data bersifat non-parametrik dan bertujuan untuk mengetahui perbedaan
median antara dua kelompok bebas.

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, L. (2014). Meningkatkan Self-Esteem Mahasiswa STAIN Ponorogo

dengan Pelatihan Penerimaan Diri. Kodifikasia, Vol. 8, No. 1, hal. 127-

141.Astuti, R. D. (2014). Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Konsep Diri Siswa Sekolah Dasar Negeri Mendungan 1 Yogyakarta. Skripsi.

UNY: Yogyakarta.

Baron, R. A, & Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial, ed.10, Jilid 1. Terj. Ratna

Djuwita, dkk. Erlangga: Jakarta.

Handayani, M. M, dkk. (1998). Efektivitas Pelatihan Pengenalan Diri terhadap

Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurnal Psikologi, No. 2, hal.

47-55.

Husniyati, D. N. (2009). Pengaruh Konsep Diri terhadap Penerimaan Anak

Jalanan (Street Children) di RPSA Kota Semarang. Skripsi. UNS:

Semarang.

Kerlinger, F.N. (2014). Asas-asas Penelitian Behavioral. Gadjah Mada University

Press: Yogyakarta.

Khalid, I. (2011). Pengaruh Self-Esteem dan Dukungan Sosial terhadap

Optimisme Hidup Penderita HIV/AIDS. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah:

Jakarta.

Moleong, L.J. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Remaja Rosdakarya:

Bandung.

Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development, ed.13, Jilid 2. Terj. Benedictine

Widyasinta. Erlangga: Jakarta.


Winarsunu, T. Statistik dalam Psikologi & Pendidikan. UMM Press: Malang.

http://www.pikiran-rakyat.com, diakses 13 Desember 2017.

Anda mungkin juga menyukai