Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS FILM PSIKOLOGI PENDIDIKAN

TAARE ZAMEEN PAR

Dosen Pengampu:
Siti Maimunah,, S.Psi.,M.M, M.A

Psikologi F

Disusun Oleh:
Yudha Bagus Ariya Pratama 201110230311316
Rahmi Yulianti 201610230311041
Amalia Miftahul Falah 201610230311109
Santhia Roya Fauziah 201610230311236
Afra Ulfatihah Nur Erwanto 201610230311292

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MALANG
2017
A. Sinopsis Taare Zameen Par

Film dibuka dengan seorang anak yang sedang bermain di selokan. Anak itu bernama Ishaan
Nandkishore Awasthi. Setiap kali dijemput dengan mobil sekolah, Ishaan sering kali terlambat sehingga
membuat kesal seorang kernet bus sekolahnya. Dalam film ini, dia bermain di selokan untuk mengambil
ikan dan mengabaikan teriakan kernet bus yang dari tadi terus memanggil namanya.

Seperti anak usia sebayanya, Ishaan juga suka bermain. Yang membedakannya dari anak lain
hanyalah dia mengalami kesulitan dalam proses belajar. Tidak mengerjakan PR yang diberikan oleh
gurunya, nilai pelajaran dan ulangannya selalu di bawah rata-rata, ia bahkan sulit untuk memahami
perintah yang diberikan oleh gurunya. Sehingga, dia dianggap sebagai anak yang malas dan bodoh.

Sebenarnya Ibu Ishaan, Maya Awasthi, membantunya dalam belajar. Termasuk dalam hal
menulis. Namun Ishaan selalu saja salah menulis walaupun sudah berkali-kali diajarkan oleh gurunya.
Sehingga Ibunya pun merasa lelah untuk mengajari Ishaan.

Namun, walaupun Ishaan kesulitan dalam proses belajarnya, ia memiliki kelebihan. Kelebihan
yang dimilikinya dalam bidang melukis.

Ia sangat berbeda dengan Kakaknya, Yohan Awasthi, yang sangat cerdas dan selalu menjadi
nomor satu di sekolahnya. Di sekolah, Ishaan jarang berkumpul dengan teman-temannya; hal ini karena
teman-temannya menganggap ishaan ialah seorang anak yang aneh karena kemampuan proses
berpikirnya dibandingkan dengan mereka. Bahkan gurunya pun sering memarahinya karena hal ini.
Karena itu, Ayah Ishaan, Nandkishore Awasthi memindahkan Ishaan ke sekolah berasrama.

Di asrama, keadaan Ishaan menjadi tidak lebih baik pada awalnya. Disamping karena dia
merindukan orang tuanya, ia juga sering dimarahi oleh gurunya. Karena keterpurukan yang
dirasakannya, ia sampai berhenti menggambar; suatu hobi yang sejak dulu disukainya.

Kemudian datang seorang guru seni yang bernama Ram Shankar Nikumbh. Guru ini menyadari
bahwa Ishaan mengalami disleksia, sehingga ia pun memberikan penanganan yang sesuai untuk anak
disleksia kepada Ishaan. Dengan penanganan yang diberikan Ram Shankar Nikumbh, Ishaan dapat
menjadi anak yang kembali ceria dan memiliki prestasi belajar yang tidak kalah dengan teman-teman
sekelasnya yang lain.
B. Analisis Film Tar Zameen Par
Ishaan merupakan seorang anak yang memiliki gangguan belajar disleksia. Ia kesulitan dalam
membaca dan mengeja huruf, sehingga hal ini berdampak pada prestasi belajarnya di sekolah yang
menurun. Akibat prestasi belajarnya yang menurun, guru-guru dan orang tuanya memberikan cap
bahwa Ishaan adalah seorang siswa yang malas. Sebenarnya hal ini sendiri dikarenakan Ishaan tidak
diberikan perlakuan khusus seperti yang seharusnya diberikan pada seorang anak yang memiliki
gangguan belajar disleksia.
Menurut Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr, Kristiantini Dewi, Sp. A. dalam
Aphroditta (2013), disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai
kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan
mengode simbol.
Disleksia diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu disleksia diseidetis atau visual, disleksia verbal
atau linguistic, dan disleksia auditories. Ihsaan mengalami semua jenis disleksia tersebut. Jenis disleksia
diseidetis atau visual dilihat pada saat Ishaan menulis huruf yang penulisannya mirip dengan menulisnya
secara terbalik, misalnya b dengan d. Anak disleksia juga kesulitan dalam mengenali huruf yang mirip,
misalnya b, d, q, p, v, u, n, dan lain-lain. Disleksia diseidetis dikarenakan oleh terdapatnya gangguan
fungsi otak dibagian belakang sehingga memicu gangguan persepsi maupun memori visual.
Ishaan sendiri juga mengalami disleksia jenis verbal atau linguistic yang mana hal tersebut
mengakibatkan kesukaran dalam mengeja dan menemukan suatu kata maupun kalimat yang
dikarenakan oleh kesulitan persepsi auditoris. Ada juga disleksia auditories yang disebabkan oleh
gangguan yang berada dalam koneksi visual-auditif, yang menjadi penyebab dalam kemampuan
membaca yang minim. Namun dalam hal verbal dan visualnya berjalan dengan baik selayaknya orang
lain. Beberapa wujud dari sukar membaca anak disleksia adalah menghilangkan maupun menambahkan
huruf pada suku kata seperti kata soil menjadi soiled, table menjadi tabl, dan masih banyak lagi,
terbaliknya arah dan wujud huruf, suku kata, kalimat, maupun angka seperti kata sir menjadi ris, number
menjadi unwder.
Dalam film ini, Ishaan sudah memasuki Kelas 3 SD di Sekolahnya, itu pun dia pernah tinggal kelas
satu kali. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang tuanya terlambat menyadari bahwa Ishaan sebenarnya
mengalami disleksia, sehingga hal ini berpengaruh pada prestasi belajar Ishaan. Penderita disleksia jika
tidak didiagnosis akan terus menderita dari membaca dan cacat lainnya. Hal ini menyebabkan prestasi
rendah, tidak pernah mencapai potensi penuh mereka, dan rendah diri (Aphroditta, 2013). Padahal
sebenarnya ciri-ciri disleksia sendiri dapat dideteksi sejak anak berusia dini, misalnya saat anak masih
berada dalam usia tujuh tahun saat masa sekolah dasar.
Disleksia sering kali terlambat didiagnosis. Selain nilainya merosot, tak jarang penyandang
disleksia mengalami tekanan psikologis karena tidak percaya diri atau bahkan menjadi korban bullying
(kekerasan) dari teman-teman sekolahnya. Karena Ishaan mengalami keterlambatan dalam diagnosis
penyakit disleksianya, nilai-nilai pelajarannya merosot, ia juga mengalami rasa tidak percaya diri karena
selain dia yang paling tua di kelasnya karena tidak naik kelas, ia juga sering diejek oleh teman-teman di
kelasnya bahkan sampai menjadi korban bullying (kekerasan) di lingkungan Sekolah dan rumahnya.
Gejala disleksia mulai ditunjukkan ketika seorang anak memiliki masalah dengan membaca,
mendengar, matematika, dan umumnya mengikuti instruksi di Sekolah (Aphroditta, 2013). Di dalam film
Tar Zameen Par ini, Ishaan juga mengalami gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas. Ishaan
mengalami kesulitan dalam membaca karena dia melihat bahwa tiap huruf yang ingin dia baca itu
menari, lalu dia juga mengalami masalah dalam mendengar misalnya mendengarkan perkataan dari
orang lain, dalam matematika pun dia tidak bisa menghitungnya dengan baik; hal ini digambarkan
dengan dia mengimajinasikan suatu hal untuk menghitung 3 x 9, dimana dalam film itu dia
menggambarkan 3 sebagai bumi, dan dia harus membawa angka 3 itu pergi ke planet dengan angka 9.
Jadi, dia harus menghancurkan planet angka 9 itu untuk menempatkan angka 3 di sana. Jadi, dia
menghitung berdasarkan imajinasinya sendiri bahwa 3 x 9 = 3. Lalu, untuk mengikuti instruksi yang
diberikan gurunya pun dia kesulitan. Misalnya untuk membuka buku pelajaran, dia diinstruksikan untuk
membuka halaman sekian, BAB sekian, dan paragraph sekian yang hal itu berbentuk perintah. Dalam
film ini, instruksi yang diberikan oleh guru Ishaan adalah buka halaman 38, BAB 4, paragraph 3; dan
Ishaan tidak bisa melakukannya.
Setelah Ishaan dipindahkan ke Sekolah baru, dia bertemu dengan seorang Guru Seni yang
bernama Ram Shankar Nikumbh. Guru ini yang menyadari bahwa Ishaan memiliki gejala-gejala disleksia.
Pemicu anak disleksia sulit untuk mengeja huruf adalah karena adanya gangguan di system
sarafnya. Sehingga sebenarnya tidak ada hubungan dengan kecerdasan (IQ) dari si anak. Bahkan banyak
anak yang mengidap disleksia memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dalam film ini, Ishaan sangat cerdas
dalam bidang seni. Di film ini juga diperlihatkan tokoh-tokoh pengidap disleksia yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata, bahkan masuk kategori gifted. Contohnya Albert Einstein, Picasso,
Leonardo Da Vinci, Agatha Christie, dan lain-lain.
Guru ini mencoba memahami terlebih dahulu bagaimana keadaan Ishaan, lalu mengajarkan
menulis huruf dengan metode menulis di media lain secara berulang-ulang; hal ini hampir sama dengan
metode Fernald. Metode pengajaran Fernald disebut metode membaca multisensoris yang sering
dikenal pula sebagai metode VAKT (Visual, audiotory, kinesthetic and tactile) (Novitasari dkk.). Namun,
dalam metode ini anak diajarkan tiap kata secara utuh, tidak seperti dalam film Taree Zameen Par ini
yang diajarkannya tiap huruf. Terdapat pula metode stimulasi visual yang bertujuan untuk memperbaiki
pemahaman dan memperkuatkan ingatan. Dasar dari subyek untuk merekognisi ingatan adalah karena
pengaruh persepsi (Kawuryan, 2012). Metode stimulasi visual sangatlah efektif karena metode ini
menghubungkan antara konsep materi dengan keadaan realitas. Jadi, dalam metode ini, yang diperbaiki
adalah persepsi si anak dalam memandang bentuk huruf. Jadi, saat membaca anak tidak lagi merasa
bingung dan tertukar antara huruf yang memiliki bentuk yang hampir sama. Misalnya, b dengan d.
DAFTAR PUSTAKA

M, Aphroditta. 2013. Panduang Lengkap Orangtua & Guru untuk Anak dengan Disleksia (Kesulitan
Membaca). Yogyakarta: Javalitera

Subini, Nini. 2013. Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak. Yogyakarta: Javalitera

Nofitasari, Anggun, dkk. Teori dan Metode Pengajaran pada Anak Disleksia. Yogyakarta: Universitas PGRI
Yogyakarta.

Kawuryan, Fajar. 2012. Pengaruh Stimulasi Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pada
Anak Disleksia. Universitas Muria Kudus: Kudus.

Anda mungkin juga menyukai