A. Definisi Anemia dalam Kehamilan (Penyakit dalam Masa
Kehamilan) Anemia dalam kehamilan dapat diartikan ibu hamil yang mengalami defisiensi zat besi dalam darah. Selain itu anemia dalam kehamilan dapat dikatakan juga sebagai suatu kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) <11 gr% pada trimester I dan III sedangkan pada trimester II kadar hemoglobin <10,5 gr%. Anemia kehamilan disebut “potentional danger to mother and child” (potensi membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan (Bobak, 2005;Manuaba,2007). Pengertian anemia dalam kehamilan yang lain dikemukakan oleh Mayers (1998 dalam Ertiana, Askutik, 2016), yaitu suatu kondisi adanya penurunan sel darah merah atau menurunya kadar Hb, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital ibu dan janin menjadi berkurang. B. Etiologi Anemia dalam kehamilan sebagian besar disebabkan oleh kekuarangan besi (anemia defisiensi besi) yang dikarenakan kurangnya masuknya unsur besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada peredaran (Wiknjosastro, 2006). Menurut Soebroto (2009), anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Selain disebabkan oleh difesiensi besi kemungkinan dasar penyebab anemia diantarnya adalah penghancuran sel darah merah yang berlebihan dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). C. Patofisiologi
Dalam kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah sehingga
terjadi hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah merah lebih sedikit dibandingkan dengan peningkatan volume plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi). Pertambahan volume darah tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30 %, sel darah 1 8 % dan hemoglobin 1 9 % (Prawiroharjo:1 999). Keadaan tersebut disebut sebagai anemia fisiologis atau pseudoanemia. Pengenceran darah yang terjadi pada wanita hamil dianggap sebagai penyesuaian fisiologis, bermanfaat karena: (1 ) Hemodilusi meringankan beban jantung yang harus berkerja lebih berat dalam kehamilan. Hedremia menyebabkan cardiac out meningkat dan kerja jantung diperingan bila viskositas darah menjadi rendah, resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak naik, (2) Mengurangi hilangnya zat besi pada waktu terjadinya kehilangan darah paska persalinan. Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak umur kehamilan 1 0 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32–36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% makan dengan terjadinya hemodilusi dan akan mengakibatkan anemia dalam kehamilan dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr%. D. Manisfestasi Klinis Untuk menegakkan diagnosis Anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Hb 11 g% : tidak Anemia 2. Hb 9-10g% : Anemia ringan 3. Hb 7-8% : Anemia sedang 4. Hb <7g% : Anemia berat Hasil pembacaan metode Sahli dipengaruhi subjektivitas karena yang membandingkan warna adalah mata telanjang. Di samping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran, dan sebagainya dapat memengaruhi hasil pembacaan. Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksaannya telah terlatih maka hasilnya dapat diandalkan. E. Penatalaksanaan Upaya-upaya dalam penanggulangan anemia terutama pada wanita hamil salah satu caranya adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau dapat juga dengan cara suntikan (parenteral). Contoh pemberian preparat besi dengan cara terapi oral yaitu fero sulfat, fero gluconat dan Na-fero bisitrat dengan pemberian 60 mg/hari untuk menaikkan kadar hemoglobin. Contoh pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) secara intravena dengan tujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin dengan cepat, pemberian secara parenteral ini harus berdasarkan indikasi misalnya pada penderita dengan anemia berat. F. Komplikasi 1. Pendarahan, Kondisi ini disebabkan terjadinya proses haemodelusi selama kehamilan yang berdampak darah seakan – akan mengalami pengenceran. Dampak peristiwa ini menyebabkan oksigen yang diikat dalam darah kurang sehingga jumlah oksigen yang dikirim ke uterus berkurang. Hal ini menyebabkan otot-otot uterus tidak dapat berkontraksi dengan adekuat sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan perdarahan pascasalin (Madforth & dkk, 2011). 2. Penyakit infeksi pada masa nifas dan masa partus yang lama. 3. Gangguan pertumbuhan A. Definisi Postmatur (Persalinan Berisiko) Post matur adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu. Insiden kasus postmatur ini kira-kira 10%. (Wiknjosastro, 2008). Post matur adalah Kehamilan lewat waktu dimana kehamilan berlangsung selama 42 minggu atau lebih dilihat dari siklus haid teratur dan haid terakhir yang diketahui dengan pasti. (Joseph. 2010). Sehingga proses kelahiran postmatur (pascamatur) akan lebih berbahaya apabila janin berbadan besar, karena akan sulit keluar sehingga memerlukan alat bantu atau pembedahan. Dari hasil penelitian pada bayi postmatur ditemukan bahwa mereka cenderung mengalami kesulitan saat melakukan hubungan personal, sehingga membutuhkan pendidikan khusus hingga usia tujuh tahun. B. Etiologi Penyebab fisiologi yang aktual pada kehamilan postmatur tidak diketahui. Perkiraan etiologi yaitu defisiensi estrogen. Sampai pada saat ini sebab terjadinya kehamilan lewat bulan belum jelas. Beberapa teori diajukan, pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan lewat bulan sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut : 1. Pengaruh progesteron: penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam yang penting dalam memacu proses biomokuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya persalinan lewat bulan karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron. 2. Teori oksitosin: pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat bulan memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiolgis memegang peranan penting dalam memimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis. Wanita hamil yang kurang pelepasan oksitosin dari neurohipofisis pada kelainan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan lewat bulan. 3. Teori kortisol/ACTH janin: dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin. Hal ini diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plesenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, berpengaruh terhadap meingkatnya produksi prostaglandin. Pada janin yng mengalami cacat bawaan seperti anensefalus, hypoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janintidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat. 4. Syaraf uterus: tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauserakan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan padapleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawahmasih tinggi, semua hal tersebut diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan lewat bulan. 5. Herediter, beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan lewat bulan, mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada keturunan selanjutnya (menurun). Karena post matur sering di jumpai pada keluarga tertentu. C. Patofisiologi Patofisiologinya meliputi bayi yang sangat besar dengan akibat trauma lahir kecil untuk masa kehamilan yang hidrasi dan nutrisinya dirusak karena penuaan plasenta serta disfungsi dan penurunan cairan amnion. D. Manifestasi Klinis 1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan adalah gerakan janin yang jarang, secara objektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara objektif dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit . 2. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi: a. Stadium I: kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas b. Stadium II: Seperti stadium 1 disertai pewarnaan meconium (kehijauan) di kulit c. Stadium III: Seperti stadium 1 disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan talipusat 3. Penurunan berat badan dan ukuran (ketika bayi menderita sakit akibat difungsi plasenta). 4. Uterus yang sangat besar 5. Pola denyut jantung janin buruk E. Pemeriksaan penunjang 1. USG untuk memastikan usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. 2. CTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. F. Penatalaksanaan: 1. Bila keadaan janin baik tunda pengakiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan kondisi, Induksi persalinan. 2. Mengkaji janin secara cermat untuk mengidentifikasi risiko 3. Mencegah komplikasi persalinan 4. Memberikan dukungan fisik dan emosional 5. Memberikan penyuluhan terhadap klien dan keluarga G. Komplikasi Postmatur 1. Sindrom dismaturitas (dysmaturity syndrome) Bayi memiliki karakteristik insufisiensi plasenta seperti kulit yang kering, mengelupas, keriput, kuku dan rambut panjang dan tubuh terlihat kurus karena kurang gizi. 2. Sindrom aspirasi mekonium bayi mengeluarkan tinja (mekonium) ke dalam cairan ketuban dan kemudian menghirupnya ke dalam paru-paru, hal ini dapat menyebabkan bayi kesulitan bernapas dan berisiko mengembangkan komplikasi seperti infeksi paru-paru dan hipertensi polmunar persisten. 3. Makrosomia bayi tumbuh terlalu besar sehingga lebih sulit untuk lahir secara normal melalui jalan lahir. Kondisi ini terjadi bila plasenta masih berfungsi dengan baik meskipun sudah melewati 42 minggu. 4. Kelahiran mati bayi meninggal di dalam rahim. DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R. Y., & Ertiana, D. (2018). Anemia dalam Kehamilan. Pustaka
Abadi. E-book Fibrila, F. (2018). Komplikasi Kehamilan dan Anemia Kehamilan Meningkatkan Insidensi Perdarahan Pascasalin (Studi Kasus Kontrol). Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 11(2), 71-76. Parulian, I. (2018). Strategi dalam penanggulangan pencegahan anemia pada kehamilan. Jurnal Ilmiah Widya, 4(3). Pieter, H. Z. (2018). Pengantar psikologi untuk kebidanan. Kencana. UNTARI, A. E. (2020). LITERATURE REVIEW: FAKTOR–FAKTOR PENYEBAB ANEMIA PADA IBU HAMIL (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang). Stright, B. R. (2001). Keperawatan ibu-bayi baru lahir. EGC. Wahyuntari, E. (2021). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Patologi.