2011 Kemkes Manajemen Kolaborasi TB Hiv
2011 Kemkes Manajemen Kolaborasi TB Hiv
Ind
p
MANAJEMEN PELAKSANAAN
KOLABORASI TB-HIV
DI INDONESIA
1
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
KATA PENGANTAR
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku pedoman ini
baik secara individual ataupun kelembagaan, Kami sampaikan penghargaan dan ucapkan
terima kasih sebesar-besarnya atas kerja keras dan sumbangan yang diberikan. Segala
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pedoman ini pada edisi mendatang
sangat diharapkan.
i
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR KONTRIBUTOR
Pengarah : Prof. dr. Tjandra Y Aditama, Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE
Dr. H. Muhammad Subuh, MPPM
Penanggung jawab : Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH
Dr. Siti Nadia Tarmizi, MEpid
Kontributor :
1. Dr. Toni Wandra, M.Kes, Phd
2. Dr. Nani Rizkiyati, M. Kes. (Dit Jen P2M & PL)
3. Dr. Asik Surya, MPPM (Dit Jen P2M & PL)
4. Dr. Triya Dinihari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
5. Naning Nugrahini, SKM, MKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
6. Dr. Endang Budi Hastuti (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
7. Dr. Vanda Siagian (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
8. Dr. Endang Lukitosari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
9. Dr. Novayanti (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
10. Dr. Ratih Pahlesia, Sp.P (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
11. Dr. Joan Tanumihardja (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
12. Sulistyo, SKM, M. Epid (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
13. Munziarti, SKM, MM. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
14. Suwandi, SKM, M. Epid. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
15. Surjana, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
16. Rudi Hutagalung, BSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
17. S.T Patty, SKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
18. Yoana Anandita (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
19. Nurjanah, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
20. Dr. Nurhalina Afriana (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
21. Victoria Indrawati, SKM, MSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
22. Dr. Indri Oktaria Sukmaputri (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
23. Dr. Ainor Rasyid (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
24. Dr. Janto Lingga, SpP (WHO)
25. Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (FHI 360)
26. Dr. Niken (FHI 360)
27. Dr. Tiara Mahatmi Nisa, MS (FHI 360)
28. Rini Palupy, SKM (FHI 360)
29. Dr. Sri Retna Irawati, Sp. A (KNCV)
30. Dr. Carmelia Basri, M. Epid (Konsultan TB)
31. Dr. Franky Loprang (Konsultan TB)
32. Dr. Hedy Sampurno, MPH (Master Trainer TB)
ii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome
AKMS Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
ART Antiretroviral Therapy = terapi antiretroviral
ARV Obat Antiretroviral
BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BAPPEKO Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
BP4/B-BKPM Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai (Besar) Kesehatan Paru
Masyarakat
BTA Basil Tahan Asam
DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse (terapi yang diawasi
langsung)
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ELISA Enzyme Linked Immunosorbent Assay
ESO Efek Samping Obat
Fasyankes Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Gerdunas-TB Gerakan Terpadu Nasional TB
HAART Highly Active Antiretroviral Therapy (ART)
HIV Human Immunodeficiency Virus = virus penyebab AIDS
IDU Injecting Drug User (pengguna NAPZA suntik)
IMS Infeksi Menular Seksual
IO Infeksi Oportunistik
JEMM TB Joint External Monitoring Mission TB
KDS Kelompok Dukungan Sebaya
Kepatuhan Terjemahan dari adherence yaitu kepatuhan dan kesinambungan
berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas
kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat
KGB Kelenjar Getah Bening
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi
iii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Komli Komite Ahli
KPAN/KPAD Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi Penanggulangan
AIDS Daerah
KTIP Konseling dan Test HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan
KTS Konseling dan Tes HIV Sukarela
Lapas Lembaga Pemasyarakatan
LJSS Layanan Jarum Suntik Steril
LPLPO Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat
LSL Laki Suka Lelaki
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MDR Multi Drug Resistant
MIS Management Information System
M&E/MONEV Monitoring dan Evaluasi
MTCT Mother-To-Child Transmission (of HIV); penularan HIV dari ibu ke
anak
NAPZA Narkotik, Alkohol, Psikotropik dan Zat Adiktif lainnya
Kebal obat
OAT Obat Anti Tuberkulosis
ODHA Orang Dengan HIV AIDS
Ormas Organisasi Masyarakat
PCR Polymerase chain reaction (reaksi rantai polimerasi)
PDP Perawatan Dukungan dan Pengobatan
Penasun Pengguna NAPZA Suntikan
PITC Provider Initiated Testing and Counseling
PMO Pengawasan Minum Obat
PMTCT Prevention Of Mother-To-Child Transmission = pencegahan
penularan dari ibu ke anak
POKJA Kelompok Kerja
PPK Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol
PPP Profilaksis Pascapajanan = post exposure prophylaxis
iv
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
PTRM Program Terapi Rumatan Metadon
RNA Ribo Nucleic Acid
RS Rumah Sakit
Rutan Rumah Tahanan
SCM Supply Chain Management
SDM Sumber Daya Manusia
SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT Serum Glutamic Pyruvate Transaminase
SOP Standar Operational Procedure
TB Tuberkulosis
Toga Tokoh Agama
Toma Tokoh Masyarakat
VCT Voluntary Counseling and Testing (tes HIV secara sukarela disertai
dengan konseling)
Waria Wanita pria
WHO World Health Organization
v
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................. i
DAFTAR KONTRIBUTOR......................................................................................................................................... ii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH.................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................. 1
B. DASAR HUKUM.................................................................................................................................. 3
C. TUJUAN................................................................................................................................................. 3
D. SASARAN............................................................................................................................................... 3
E. RUANG LINGKUP ............................................................................................................................... 4
vi
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS TB-HIV. ............................................................ 37
C. STANDARISASI KETENAGAAN ............................................................................................. 39
D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA ............................................ 44
vii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.. 91
Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek ............................................................................................ 92
Lampiran 3. Obat ARV dan IO ........................................................................................................................... 103
Lampiran 4. Isi Pesan AKMS ............................................................................................................................ 104
viii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada triwulan pertama 2007 dilaksanakan external review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint
external Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia. Keduanya merekomendasikan
perlu dilakukan percepatan upaya kolaborasi TB-HIV dan segera disusun Kebijakan Nasional
Kolaborasi TB-HIV sebagai pedoman pelaksanaan program di seluruh Indonesia.
Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun
secara nasional angka prevalensnya masih termasuk rendah, diperkirakan pada tahun 2009
sekitar 0,2% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini maka pada tahun 2009 di Indonesia
diperkirakan terdapat 186.000 ODHA (132.000-287.000). Penggunaan jarum suntik
merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak (53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual
(42%). Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah
1
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
baik dalam hal jumlah kasus maupun faktor-faktor yang mempengaruhi. Epidemi HIV di
Indonesia berada pada kondisi epidemi terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi
epidemi meluas pada beberapa Provinsi.
Meskipun secara Nasional terdapat perkiraan prevalens HIV diantara pasien TB sebesar
3% (WHO TB Global Report 2008) tetapi sampai saat ini belum ada angka Nasional yang
menunjukkan gambaran HIV di antara pasien TB. Hasil studi tentang sero prevalens yang
dilaksanakan di Provinsi Yogyakarta (2006) menunjukkan angka prevalens HIV sebesar 2%
di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur
sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Berdasarkan Laporan Triwulan II tahun 2011
infeksi HIV dan Kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) menunjukkan bahwa TB
merupakan infeksi oportunistik terbanyak yaitu sekitar 50% dari kasus AIDS.
Pada tingkat Dunia, berbagai upaya penanggulangan dilakukan untuk merespons dampak ko-
infeksi TB-HIV bagi kedua program. World Health Organization bekerja sama dengan Stop TB
Partnership telah mengembangkan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV
yang disusun berdasarkan tingkat prevalens HIV. Di banyak negara yang telah melaksanakan
kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV, kegiatan kolaborasi ini dimulai
sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan Program
AIDS. Di Indonesia, kegiatan kolaborasi TB-HIV mulai diujicobakan di Provinsi DKI Jakarta
(2004), di Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan di Kota Denpasar Provinsi Bali (2006) yang
merupakan wilayah dengan epidemi HIV AIDS yang terkonsentrasi. Kegiatan ini dikembangkan
ke 9 Provinsi lainnya (2008) dan pada tahun 2010 diperluas ke 12 Provinsi (Sumatera Utara,
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua).
Berdasarkan hasil uji coba dan pengalaman beberapa daerah yang telah melaksanakan
kegiatan kolaborasi TB-HIV maka Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia no: 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi
Pengendalian Penyakit TB dan HIV. Pedoman tersebut merupakan kebijakan secara umum
tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV karena itu diperlukan
pedoman lebih lanjut dalam operasionalnya baik dalam aspek manajemen program maupun
aspek tatalaksana klinis.
2
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
B. DASAR HUKUM
Buku manajemen pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di Indonesia berlandaskan pada:
1. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS.
2. UU Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
3. Kepmenkes No. 1507/Menkes/SK/V/2005 tentang Pedoman Konseling dan Testing HIV
dan AIDS secara sukarela (VCT).
4. Kepmenkes No 832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan RS Rujukan ODHA dan standar
pelayanan rumah sakit rujukan ODHA dan satelitnya.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
6. UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI.
9. Kepmenkes No 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang
Dengan HIV AIDS (ODHA).
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 565/Menkes/Per/III/2011 tentang
Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011 – 2014.
C. TUJUAN
Buku pedoman ini ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di
Indonesia sesuai dengan standar dan kebijakan Nasional kolaborasi TB-HIV.
D. SASARAN
Sasaran pengguna buku pedoman ini terutama ditujukan kepada mereka yang bertanggung
jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan kolaborasi TB-HIV pada
tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), antara
lain:
1. Manajer Program
2. Pengelola Program
3. Petugas di Fasyankes
4. Institusi terkait seperti Lapas/Rutan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi
Penanggulangan AIDS Provinsi/Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota (KPAN/
KPAP/KPAK), Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Komli
Gerdunas-TB), mitra donor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
TB dan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
3
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
E. RUANG LINGKUP
Buku pedoman ini membahas aspek manajemen kegiatan kolaborasi TB HIV. Ruang lingkup
pembahasan meliputi prinsip kolaborasi, perencanaan kolaborasi, pengorganisasian
pelayanan, penyiapan sumber daya program (SDM, sarana, prasarana dan biaya), mobilisasi
sosial, surveilans program, monitoring dan evaluasi program.
4
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB II
KOLABORASI PROGRAM
5
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS.
2. Menurunkan beban TB pada ODHA.
3. Menurunkan beban HIV pada pasien TB.
C. PELAKSANAAN KOLABORASI
Kolaborasi TB-HIV terdiri dari serangkaian kegiatan yang perlu dilaksanakan di semua tingkat
manajemen maupun pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai kebijakan Nasional adalah sebagai
berikut:
A. Mekanisme kolaborasi
A.1 Membentuk kelompok kerja (POKJA) TB-HIV di semua lini
A.2 Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB
A.3 Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV
A.4 Melaksanakan monitoring dan evaluasi
Pada tingkat pengambil keputusan, kolaborasi lebih banyak ditekankan pada komitmen
dan kerjasama lintas sektoral sedangkan pada tingkat pelaksana pelayanan kesehatan lebih
ditekankan pada penyediaan pelayanan yang menyeluruh dan terpadu.
6
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV
Koordinasi kolaborasi TB-HIV dilaksanakan dengan cara:
Kelompok kerja dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota prioritas
yang beranggotakan unsur-unsur penentu kebijakan dan unit teknis yaitu:
a. Program TB,
b. Program AIDS,
c. Bina Upaya Kesehatan (BUK)
d. Pakar/Ahli TB dan HIV dari Organisasi Profesi,
e. KPAN/KPAP/KPAK,
f. Gerdunas TB,
g. WHO, Perwakilan LSM dan donor,
h. Instansi Pemerintahan terkait (Kemensos, Kemenhukham, Kemennakertrans)
Melengkapi Pokja/Forum Komunikasi di atas bila diperlukan dapat dibentuk tim yang
padu di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang terdiri atas Tim Directly
Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy (DOTS), Tim HIV dan unsur manajemen.
Secara rinci tim tersebut terdiri dari:
7
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
a. Wadir Pelayanan/Komite Medik (RS), Kepala Puskesmas
b. Dokter
c. Perawat
d. Petugas laboratorium
e. Petugas farmasi
f. Konselor
g. Manajer kasus
h. Kelompok dukungan
i. Petugas pencatatan dan pelaporan
Tugas Koordinator:
8
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Unit Konseling dan Tes HIV (KT HIV)
dan atau PDP. Khusus Puskesmas, Pimpinan Puskesmas dapat sebagai koordinator
pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV.
9
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
10
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB III
PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV
A. BATASAN DAN TUJUAN
B. MEKANISME PERENCANAAN
Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV memerlukan perencanaan yang strategis dan disusun
bersama agar kolaborasi dapat berjalan secara sistematis dan terpadu. Perencanaan disusun
secara berjenjang dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan kemampuan sumber daya dan kondisi spesifik wilayah.
11
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Perencanaan strategis ini menjelaskan tujuan, target, kegiatan, pembiayaan, monitoring
dan evaluasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur. Perencanaan strategis
ini merupakan rujukan dalam menyusun rencana tahunan masing-masing program yang
diimplementasikan secara terpadu.
C. PENGEMBANGAN PELAYANAN
Pengembangan kolaborasi TB-HIV dilakukan dengan membentuk jejaring antar unit pelayanan
yang sudah ada atau mengembangkan layanan yang diperlukan untuk kolaborasi TB-HIV.
12
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Sesuai Kebijakan Nasional TB-HIV maka pelaksanaan pelayanan TB-HIV maupun
pengembangannya mengacu pada tingkat epidemi HIV/ AIDS seperti di bawah ini:
Meluas Prevalens HIV lebih dari 1 % di populasi umum atau ibu hamil
13
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
14
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB IV
KOLABORASI TB-HIV DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
A. BATASAN DAN TUJUAN
Ada dua pilihan bentuk model layanan kolaborasi TB-HIV yang dapat diterapkan, yaitu:
15
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
b. Model Layanan Terintegrasi
Yaitu layanan TB dan layanan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.
Kombinasi dari kedua model layanan di atas dapat diterapkan di satu wilayah Kabupaten/
Kota. Sebagai contoh: di sebuah Kabupaten memiliki RS yang mempunyai layanan TB-
HIV terintegrasi, di samping itu juga terdapat sarana KT HIV mandiri yang berada dalam
jejaring dengan layanan TB di Puskesmas atau RS.
Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes dapat dilihat pada
tabel di halaman berikut ini berikut ini:
16
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tempat layanan Kegiatan TB-HIV
Penerapan kegiatan kolaborasi TB-HIV pada tingkat layanan meliputi layanan untuk:
a. Membentuk mekanisme kolaborasi di tingkat layanan.
a. Membentuk badan koordinasi pelaksanaan TB-HIV efektif di tingkat layanan (dijelaskan di
Bab II Kolaborasi Program).
b. Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB (dijelaskan di Bab VIII Monev).
17
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
c. Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV (dijelaskan di Bab III Perencanaan
Bersama TB-HIV).
d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (dijelaskan di Bab VIII mengenai Monev).
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kegiatan pada butir B dan C.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menurunkan angka kematian karena TB pada ODHA
dan kelompok perilaku berisiko tinggi terkena HIV. Kegiatan intensifikasi penemuan
kasus TB dimulai dari skrining TB dan dilanjutkan dengan penegakan diagnosis dan
pengobatannya.
18
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Skrining dilakukan oleh Konselor, Manajer kasus atau Perawat dan harus dilakukan
pada semua ODHA setelah KT HIV (konseling post tes) secara berkala selama pelayanan
HIV termasuk sebelum memulai Antiretroviral Therapy (ART) atau selama pemberian
ART. Skrining TB juga harus dilakukan pada kontak serumah, pada klien/kelompok
dengan risiko HIV dan pada kondisi khusus seperti di rutan/lapas. Berkaitan dengan
prevalens TB yang tinggi di antara penasun (Injecting drug users/IDU), pelayanan
harm reduction dan Pusat rehabilitasi harus melakukan skrining TB secara rutin dan
segera merujuk ke Fasyankes. Diagnosis TB dan diagnosis HIV harus sesuai Pedoman
Nasional yang berlaku. Sebelum memulai ART, semua ODHA harus dipastikan status
TB-nya, bila ternyata juga menderita TB maka penatalaksanaannya sesuai tatalaksana
klinis TB-HIV.
Mitra pelaksanaan kegiatan tersebut adalah layanan bagi kelompok risiko tinggi
(Penasun, Waria, LSL, PS), Fasyankes di Lapas dan Rutan, kelompok ODHA, sarana
layanan IMS, layanan KIA.
Suspek TB yang ditemukan di KT HIV dan atau PDP serta mitra lainnya harus
diperiksa sesegera mungkin oleh Dokter untuk segera didiagnosis dan diterapi
(termasuk akses untuk pemeriksaan mikroskopis dahak dan foto toraks) sehingga
diagnosis TB dapat ditegakkan lebih cepat. Untuk itu, perlu dibangun jejaring
dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan mikroskopis dahak.
– Layanan paralel: membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk penegakan
diagnosis TB dan pengobatannya.
– Layanan terintegrasi: Unit KT HIV dan atau PDP menegakkan diagnosis TB
sesuai dengan standar termasuk penentuan tempat yang memenuhi syarat
untuk pengumpulan sediaan dahak.
19
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Pemeriksaan foto toraks suspek TB BTA negatif
Pada ODHA rawat jalan dengan hasil BTA negatif maka akses pemeriksaan
foto toraks direkomendasikan pada kunjungan kedua tanpa menunda sampai
didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA yang ketiga sedangkan pada pasien
yang sakitnya lebih parah atau pasien rawat inap maka pemeriksaan foto toraks
dilakukan segera pada saat pasien masuk RS bersamaan dengan upaya diagnostik
lainnya.
Pada daerah terpencil dan tidak mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks
maka diagnosis TB pada ODHA dilakukan sesuai dengan pedoman nasional.
20
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
memfasilitasi pengembangan kapasitas Fasyankes yang akan melaksanakan
kolaborasi TB-HIV termasuk pelatihan dan bimbingan/supervisi.
Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya
21
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Jenis Penerapan Kolaborasi
No
Kegiatan Unit DOTS Unit Konseling dan Tes HIV/PDP
4 Akses OAT Menerima rujukan untuk o Pemberian OAT
pemberian OAT o Tatalaksana efek samping OAT
o Tatalaksana defaulters, mangkir
Tatalaksana efek samping o Membangun jejaring dengan Unit
OAT DOTS untuk pengobatan bila tidak
Bimbingan dan supervisi mampu
o Pencatatan dan pelaporan TB-HIV
Tatalaksana defaulters,
mangkir
Pencatatan dan pelaporan
TB-HIV
2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan,
panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja)
Pasien TB yang menular dapat dijumpai juga di sarana layanan HIV. Besar sekali
kemungkinan pasien TB ini menularkan kuman TB ke pasien lain atau kepada petugas
kesehatan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan risiko penularan TB maka pengendalian
infeksi TB harus menjadi perhatian bagi petugas kesehatan terutama pada tempat
tertentu yang rawan HIV, seperti: layanan KT HIV, layanan PDP, rutan/lapas dan panti
rehabilitasi NAPZA. Upaya khusus ini harus dilakukan secara bersama dengan memperluas
kolaborasi TB-HIV. Layanan DOTS di Fasyankes KT HIV dan atau PDP akan meningkatkan
kemungkinan ODHA kontak dengan pasien BTA positif.
Pada panti rehabilitasi NAPZA dan rutan/lapas, yang biasanya dengan prevalens HIV lebih
tinggi daripada masyarakat umum, TB menyebar dengan lebih mudah karena lingkungan
22
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
yang padat, ventilasi yang buruk, lamanya terpapar dan terbatasnya layanan kesehatan.
Di tempat-tempat ini, diterapkan skrining gejala TB secara berkala, memperkuat jejaring
rujukan layanan DOTS dan memisahkan pasien TB BTA positif selama masa pengobatan
TB fase intensif.
Setiap pasien yang diduga atau didiagnosis TB Resistan Obat harus mendapat perlakuan
khusus dalam layanan HIV karena risiko penularan yang lebih berbahaya dan risiko
kematian yang tinggi.
Salah satu tujuan dari kolaborasi TB-HIV adalah menurunkan beban HIV pada pasien TB.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi
pintu masuk bagi pasien TB menuju akses pencegahan dan pelayanan HIV sehingga dengan
demikian pasien tersebut mendapatkan pelayanan yang komprehensif.
Kegiatan-kegiatan pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi atau rendah pada
prinsipnya adalah sama kecuali pada kegiatan nomor satu, yaitu menyediakan layanan KT HIV
untuk pasien TB. Perincian mengenai perbedaannya seperti uraian di bawah ini:
23
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan KT HIV secara rutin.
Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalens HIV pada pasien TB > 5%, KT HIV
harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB.
Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan
TB sehingga jika ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat
ditawarkan kembali setelah pemberian informasi HIV AIDS.
Jika ditemukan salah satu kriteria tersebut di atas maka pasien TB tersebut ditawarkan
untuk tes HIV.
24
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Konseling dan tes HIV bagi pasien TB dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
Provider-initiated HIV testing and counselling (PITC= Konseling dan Tes HIV Atas Inisiasi
Petugas Kesehatan /KTIPK) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT= KT HIV Sukarela/
KTS).
A.1. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (KTIPK/
Provider Initiated Testing and Counseling (PITC))
Provider Initiated Testing and Counseling merupakan layanan Tes dan Konseling atas
Inisiasi Petugas Kesehatan yang terintegrasi di Fasyankes. Provider Initiated Testing
and Counseling dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat
ke Fasyankes dan terindikasi terkait infeksi HIV. Apabila dijumpai pasien TB yang
menunjukkan terdapatnya gejala yang mengarah ke AIDS (seperti di atas) maka
petugas kesehatan di unit TB menginisiasi tes dan dilanjutkan dengan konseling
HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana klinis.
Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan
kesehatan dan pengobatan pasien. Untuk itu, perlu memberikan informasi yang
cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani
tes HIV secara sukarela. Selain itu juga perlu diinformasikan bahwa konfidensialitas
terjaga, terhubung dengan rujukan ke PDP yang memadai.
Provider Initiated Testing and Counseling dilaksanakan tidak dengan cara mandatori
atau wajib. Prinsip 3 C (informed consent, confidentiality, counseling) dan 2 R
(reporting and recording) tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya.
25
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
tes.
5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan.
6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya.
7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada setiap akhir layanan.
Petugas memberikan KIE kepada pasien � Petugas mengindentifikasi faktor risiko yang
(dapat dilakukan secara berkelompok atau
tampak termasuk memeriksa tanda-tanda IO lain
per-orangan) dengan menggunakan alat
bantu audio visual � Petugas memberikan informasi mengenai kaitan
� Poster TB dengan HIV
� Brosur � Petugas memprakasai tes HIV pada pasien TB
yang berisiko
Petugas menyampaikan hasil tes kepada Rujuk ke klinik KT HIV bila pasien tetap menolak
pasien
Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat
Pasien dengan hasil tes HIV negatif Pasien dengan hasil Tes HIV Positif
� Petugas informasikan hasil tes HIV positf
� Petugas menyampaikan hasil tes negatif � Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi
hasil tes
� Berikan pesan tentang pencegahan HIV
� Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV
� Sarankan kepada pasien dan pasangannya � Informasikan cara pencegahan penularan kepada
untuk ke klinik KT HIV untuk konseling pasangan, sarankan untuk tes HIV di KT HIV
pencegahan HIV lebih lanjut (termasuk
saran untuk tes ulang)
Rujuk ke PDP
Rujuk ke klinik KT HIV � Inform Petugas informasikan hasil tes HIV positf
� Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi hasil tes
Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat � Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV
� Informasikan cara pencegahan penularan kepada pasangan,
sarankan untuk tes HIV di KT HIV
� Pastikan sumber dukungan yang ada di masyarakat
� Pasien tetap harus dirujuk ke Konseling dan Tes HIV untuk
konseling perubahan perilaku
26
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
A.2. Pendekatan KT HIV atas inisiasi klien atau yang disebut KT HIV Sukarela (KTS)
Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien (KTS) ini merupakan salah satu strategi
kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/
AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi
pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko
dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya.
Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih
aman.
Perbandingan antara KTS dan KTIPK adalah seperti tabel berikut ini:
27
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Konseling dan tes atas inisiasi
Tolok Ukur KT HIV Sukarela
petugas kesehatan
Tindak lanjut Klien dengan hasil HIV positif Perawatan pasien HIV positif
dirujuk ke layanan PDP dan berkoordinasi dengan
dukungan lain yang ada di petugas TB dan rujukan ke
masyarakat layanan dukungan lain yang
ada di masyarakat
Konseling pembukaan status
pada pasangan dan keluarga Klien dengan hasil negatif
penekanan pada penanganan
Klien dengan hasil negatif
penyakit yang diderita
penekanan pada memperta-
hankan perilaku aman
Dalam menginisiasi konseling HIV, perlu juga dilakukan skrining IMS pada pasien TB
dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana. Pasien TB dengan gejala
IMS harus segera diterapi atau dirujuk ke sarana layanan IMS serta dianjurkan untuk
melakukan KT HIV.
Selain IMS perlu juga skrining tentang penyalahgunaan NAPZA karena di Indonesia
merupakan faktor risiko penting untuk infeksi HIV. Kolaborasi dapat dikembangkan dengan
klinik penyedia layanan pengurangan dampak buruk seperti Layanan Jarum Suntik Steril
(LJSS) dan atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi para penasun.
28
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Pencegahan HIV dan IMS
Petugas di unit DOTS di RS dan Puskesmas harus memberikan KIE kepada pasien TB
mengenai HIV. Pada saat memberikan layanan pada pasien TB merupakan peluang yang
baik dalam memberikan KIE tentang HIV. Kegiatan KIE harus dilaksanakan secara berkala.
29
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
meliputi pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya seperti
aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan penyembuhan dan
rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisis, psikologi, sosial dan kebutuhan spritual
individu termasuk perawatan paliatif.
2) Dukungan
Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses
layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari
kelompok sebaya. Kelompok dukungan sebaya (KDS) dan organisasi kemasyarakatan
dapat berperan serta dalam membangun jejaring antara unit layanan kesehatan dan
kelompok dukungan lain yang ada di masyarakat terkait kolaborasi TB-HIV.
Semua kegiatan di atas menjadi tanggung jawab bersama baik unit DOTS maupun
layanan KT HIV/PDP.
3) Pengobatan
Pasien TB dengan HIV positif diberikan OAT dan Pengobatan ARV untuk mengurangi
angka kesakitan dan kematian dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan
ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu memberikan tatalaksana komplikasi
yang terkait HIV, yaitu di RS rujukan ARV. Sedangkan untuk pengobatan TB bisa
didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di dalam unit PDP.
Agar lebih jelas, kegiatan-kegiatan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB
dapat dilihat pada tabel berikut:
30
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB
Penerapan Kolaborasi
Jenis
No
Kegiatan
Unit DOTS Unit PDP HIV
31
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Penerapan Kolaborasi
Jenis
No
Kegiatan
Unit DOTS Unit PDP HIV
32
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN
Rujukan pada kolaborasi TB-HIV di tingkat layanan meliputi rujukan antar unit di satu
Fasyankes (misalnya dari unit TB ke unit KT HIV) dan rujukan antar Fasyankes (misalnya dari
Puskesmas ke RS) secara timbal balik hingga ke tingkat komunitas.
33
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV
Layak
ART? Kembali ke
Berisiko Ya UPK TB
Ya
HIV? (terapi TB)
Tidak
Bersedia
Ya Tidak Pemeriksaan
KTS?
tindak lanjut
setiap 3-6 bulan Ulang KTS
Terapi TB 6 bulan lagi
ART dapat
Ya ditunda? [b] Tidak
Terapi TB tahap Ya
intensif lengkap?
Ya
Tidak
Catatan:
Alur pasien dari Unit DOTS
Alur pasien dari Fasyankes PDP HIV
Catatan :
[a] Skrining TB pada ODHA disertai juga dengan skrining IO yang lain dan dilakukan
pada setiap kunjungan
[b] Indikasi Pemberian ART sesuai dengan pedoman nasional program pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia.
34
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB V
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam
memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan dan bertujuan
untuk menyediakan tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap
yang diperlukan sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan kegiatan kolaborasi.
Pengembangan SDM dalam program kolaborasi TB-HIV merujuk kepada pengertian yang
mengarah kepada peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, pemanfaatan
pada pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dan pembinaan yang berkesinambungan.
B. STANDARISASI KETENAGAAN
Ketenagaan dalam program pengendalian TB dan HIV memiliki standar dalam hal jumlah
dan jenis tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan program tersebut. Dalam
pelaksanaannya sangat tergantung pada ketersediaan SDM di Fasyankes pelaksana tersebut.
Oleh karena itu, dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV tidak selalu harus menambah tenaga baru
tetapi dapat memanfaatkan ketenagaan yang sudah ada. Pelaksana kegiatan kolaborasi TB-
HIV melekat pada masing-masing program di setiap tingkat administrasi. Adapun penjelasan
secara rinci mengenai SDM tersebut di masing-masing tingkat administrasi adalah sebagai
berikut:
35
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1. Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Koordinator kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.
Model Kolaborasi
Paralel Terintegrasi
Fasyankes
Layanan Konseling DOTS-Konseling dan
DOTS
dan Tes HIV/PDP Tes HIV/PDP
– 1 Dokter – Konselor – Konselor
(Puskesmas, – 1 Perawat – Dokter – Dokter
Klinik, dst) – 1 Petugas Lab – Perawat – Perawat
– Petugas Lab – Petugas Lab
– Manajer Kasus – Manajer Kasus
36
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
(RS Kelas B – 2 Dokter Umum – Konselor – Konselor
atau A, – 4 Dokter Spesialis – Dokter Umum – Dokter Umum
RS Nasional, (Spesialis Penyakit – Dokter Spesialis – Dokter Spesialis
Provinsi dan Dalam,Paru,Patklin/ (Spesialis Penyakit (Spesialis Penyakit
pendidikan) Mikrobiologi, Anak) Dalam,Paru,Patklin/ Dalam, Paru, Anak,
– 3 Perawat Mikrobiologi, Anak) Obsgin, Bedah, Kulit
– 1 Petugas Lab – Perawat dan Kelamin)
– 1 Farmasi – Petugas Lab – Perawat
– 1 Petugas – Manajer Kasus – Petugas Lab
pencatatan dan – Farmasi – Manajer Kasus
pelaporan – Petugas pencatatan – Farmasi
dan pelaporan – Petugas pencatatan
dan pelaporan
37
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes.
Dokter Dokter
Tugas: Tugas:
•• Menjaring suspek TB •• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIVAIDS
•• Mendiagnosis TB (menentukan •• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik
klasifikasi dan tipe pasien) •• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi
•• Memberikan pengobatan TB ODHA
(menentukan jenis paduan) •• Memberikan penatalaksanaan awal bagi ODHA
•• Memberikan penyuluhan •• Merujuk ODHA ke spesialis yang terkait jika
•• Menentukan PMO diperlukan.
•• Mengisi kartu pengobatan pasien •• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk
TB pemeriksaan HIV jika pemeriksaan tersebut tidak
•• Memonitor dan mengevaluasi tersedia
hasil pengobatan TB •• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk
•• Merujuk pasien TB jika diperlukan pemeriksaan HIV
•• Menilai faktor risiko HIV pada •• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
pasien TB dan bila perlu •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan
merujuknya ke klinik KT HIV bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis
•• Memberikan umpan balik hasil TB
diagnosis TB pada ODHA yang •• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien
dirujuk dari layanan KT HIV dan TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan
atau PDP pengobatan pasien TB tersebut.
Dokter Spesialis Dokter Spesialis
Tugas : Tugas:
•• Mendiagnosis TB •• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIV/
•• Memberikan pelayanan AIDS
kegawatdaruratan bagi TB •• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik
•• Memberikan penatalaksanaan •• Memberikan pelayanan kegawatdarurat-an bagi
menyeluruh bagi pasien TB ODHA
•• Merujuk pasien TB ke spesialis •• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi
lain bila diperlukan. ODHA
•• Mengisi kartu pengobatan pasien •• Merujuk ODHA ke spesialis lain bila diperlukan.
TB •• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
•• Menilai faktor risiko HIV pada •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan
pasien TB dan bila perlu bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis
merujuknya ke klinik KT HIV TB
•• Memberikan umpan balik hasil
diagnosis TB pada ODHA yang
dirujuk dari KT HIV PDP
38
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS
39
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS
40
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA
Peningkatan kemampuan dan ketrampilan SDM pelaksana kegiatan kollaborasi TB-HIV
dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis.
1. Pelatihan
Pelatihan dalam kolaborasi TB-HIV mengacu pada pelatihan program TB maupun program
HIV/AIDS yang ada. Secara umum konsep pelatihan tersebut meliputi:
a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training).
b. Pelatihan dalam tugas (in service training) dibedakan menjadi:
1) Pelatihan dasar program (initial training). Pelatihan dasar program dapat dilakukan
dengan cara:
– Pelatihan dasar,
– Pelatihan ulangan (retraining) dan
– Magang (on the job training).
2) Pelatihan lanjutan (advanced training) .
Pelatihan dilaksanakan berdasarkan tugas pokok dan fungsi tenaga sesuai tingkat
pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV:
a. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas TB.
b. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas di layanan KT HIV dan atau PDP.
2. Bimbingan Teknis
Bimbingan Teknis adalah kegiatan untuk meningkatkan kompetensi petugas yang
dilakukan secara langsung dapat berupa: observasi, diskusi, bantuan teknis, pemecahan
masalah dan rekomendasi.
Di samping bimbingan teknis secara umum dilakukan juga bimbingan klinis (clinical
mentoring) bagi petugas yang dilatih Konseling dan Tes HIV/PDP oleh tenaga klinis
terlatih yang ditunjuk oleh program.
Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat administrasi yang
tertinggi sampai ke tingkat terendah (unit pelaksana teknis).
Agar bimbingan teknis efektif dan mencapai tujuannya maka bimbingan teknis harus
direncanakan dengan baik dengan memperhatikan frekuensi kunjungan dan unit yang
akan dikunjungi. Pada keadaan tertentu misalnya kinerja petugas masih kurang baik,
frekuensi bimbingan teknis perlu ditingkatkan.
Persiapan bimbingan teknis sangat diperlukan supaya pelaksanaan dapat berjalan lancar
dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
41
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
a. Penyiapan daftar tilik yang akan digunakan saat bimbingan teknis (Lampiran 2).
b. Pengumpulan informasi tentang masalah dan hambatan yang dihadapi.
c. Penjadualan kegiatan.
d. Pemberitahuan dan kesepakatan waktu dengan petugas yang akan dibimbing.
Pada setiap akhir kegiatan diberikan umpan balik hasil bimbingan kepada petugas yang
dibimbing dan pimpinannya. Umpan balik tersebut disampaikan secara lisan (pada saat
pelaksanaan bimbingan teknis) dan secara tertulis (dalam bentuk laporan bimbingan
teknis) yang disampaikan kemudian.
42
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB VI
MANAJEMEN LOGISTIK
A. BATASAN DAN TUJUAN
Manajemen logistik adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi dalam menjamin
ketersediaan logistik baik dalam jumlah maupun kualitas untuk mendukung operasional
program.
Penyediaan logistik untuk kebutuhan pelayanan TB-HIV memerlukan perlakuan dan perhatian
secara spesifik terutama obat-obatan (OAT, ARV dan obat IO).
Dalam bab ini hanya akan dibahas mengenai manajemen logistik secara umum sedangkan
untuk hal yang lebih rinci mengacu pada pedoman manajemen logistik masing-masing
program.
B. JENIS-JENIS LOGISTIK
Jenis logistik yang dipersiapkan meliputi:
43
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Program HIV AIDS
Jenis logistik Program TB Puskesmas/Satelit
Rumah Sakit
RS ARV
Bahan KIE Poster, leaflet dan Poster, leaflet dan Poster, leaflet dan lembar
lembar balik lembar balik balik
C. SIKLUS MANAJEMEN
Siklus manajemen meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV, pengelolaan
logistik TB mengacu pada pedoman pengelolaan logistik Program TB demikian pula untuk
pengelolaan logistik HIV/AIDS mengacu pada buku manajemen Program Pengendalian HIV/
AIDS Supply Chain Management (SCM).
44
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB VII
ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN
MOBILISASI SOSIAL (AKMS)
A. BATASAN DAN TUJUAN
Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS) adalah suatu konsep sekaligus kerangka
kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan
memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan kolaborasi TB-HIV. Sehubungan dengan itu
AKMS merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang
dirancang secara sistematis dan dinamis.
Tujuan AKMS dalam kolaborasi TB-HIV adalah untuk memberdayakan potensi masyarakat
dan pemerintah sehingga mampu dan mandiri dalam penanggulangan TB-HIV.
B. STRATEGI AKMS
Ada tiga strategi dalam AKMS dan sekaligus merupakan komponen yaitu Advokasi,
Komunikasi dan Mobilisasi Sosial.
1. Advokasi
45
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Komunikasi
Sumber pesan (pemberi pesan) dapat berasal dari individu, kelompok (petugas
penjangkau, masyarakat) maupun kelembagaan (Petugas kesehatan baik TB maupun HIV,
Konselor). Pesan-pesan dalam proses komunikasi disampaikan melalui bahasa yang sama
dengan bahasa penerima pesan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima.
Penerima pesan adalah dapat berupa individu, kelompok, kelembagaan maupun massa.
Pengemasan materi pesan bisa berbeda tergantung kelompok sasaran (Isi pesan lihat
lampiran 4).
3. Mobilisasi Sosial
2. Kelompok yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan dan kelompok yang dapat
mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak TB-HIV (penyedia layanan, lintas sektor,
Tokoh agama/Toga, Tokoh Masyarakat/Toma, Ormas dan media massa).
3. Kelompok ODHA.
46
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
D. KEGIATAN AKMS
1. Pengorganisasian
Pelaksanaan AKMS TB-HIV dilaksanakan melalui pola struktur organisasi yang sudah ada
mulai dari tingkat Fasyankes, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kementerian Kesehatan.
Dalam pelaksanaan AKMS harus melibatkan:
a. Pengelola program di berbagai tingkatan baik di Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
c. Media;
47
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Kita tidak dapat secara efektif memerangi TB jika masyarakat tidak merasa ini
merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi bersama. Oleh karena itu,
diperlukan dukungan media dalam menyampaikan pesan kepada seluruh target baik
Pemerintah, masyarakat dan pasien TB.
Peran:
Masyarakat baik mereka yang sakit maupun orang yang terkena dampak TB
maupun HIV bukan hanya sebagai obyek namun mereka dapat juga berperan dalam
mengendalian perkembangan TB di masyarakat. Mereka merupakan informan yang
tepat yang dapat menyampaikan pesan tentang TB maupun HIV karena mereka
mempunyai pengalaman nyata.
Peran:
Komitmen politik merupakan bagian utama dari strategi DOTS. Untuk itu peranan
pemegang kebijakan sangatlah penting dalam program ini.
Peran:
48
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Pelaksanaan
Keberhasilan AKMS sangat ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak melalui kerjasama
lintas sektoral yang serasi, harmonis, efektif dan efisien.
4) Menjalin kemitraan.
PENDEKATAN
TUJUAN KEGIATAN
AKMS
49
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Mobilisasi Sosial •• Meyakinkan pada masyara-kat •• Penyebaran informasi TB
bahwa TB dapat disem-buhkan dan HIV melalui berbagai
•• Mendorong orang yang sakit TB kegiatan masyarakat seperti
untuk mendapat-kan pengobatan pertemuan rutin bulanan,
yang tepat arisan, pengajian dll
•• Menyediakan materi KIE yang •• Pelibatan kelompok ODHA
dapat digunakan oleh konselor dan kelompok pasien
dalam memberi edukasi
•• Mendorong pasien TB
pada kelompoknya
menjalankan pengobatan sampai
tuntas •• Pelibatan kader dalam
penyebaran informasi seperti
•• Menjangkau populasi khusus seperti
penyuluhan, kunjungan
penghuni rutan/lapas, masyarakat
rumah dll
urban, pekerja dll
3. Kerja sama Lintas Sektoral (Organisasi Profesi, Dunia Usaha, Akademisi, dsb)
Kolaborasi TB-HIV tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan tetapi
membutuhkan kemitraan dan dukungan yang dilakukan oleh sektor lainnya. Untuk itu,
perlu diwujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronikasi berbagai program dan kegiatan
baik yang berada di dalam lingkup kesehatan maupun dengan sektor-sektor lainnya.
Untuk mewujudkan koordinasi yang baik perlu diselengarakan komunikasi antar unit
dan antar sektor guna membahas perencanaan dan implementasi serta pembinaan dan
pengawasan kolaborasi TB-HIV.
50
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
3. Peningkatan nilai, praktek dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TB-
HIV.
Pem erintah
Peny ediaan Kec ukupan logistik
Advokas i m emprioritask an
la y ananbermutu dan sum ber day a la in
k egiata nTB-HIV
Monit oring
Nak es ,
mas yarakat
M asy arak at Penemuan/ diagnos a mem berik an
m engerti Stigm a secara dinidan Penurunan
duk ungandan
Komunik as i tenta ngTB-H IV berk urang pengobatan yang tepat k as us
perawatan
mem adai
51
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
52
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap kinerja program dan layanan dengan
cara menganalisis baik masukan (input), proses dan luaran (output) secara berkala dan terus
menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Cara monitoring
dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas
pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.
Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data
monitoring. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya
setahun sekali. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana pencapaian tujuan dan target yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator.
Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.
53
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa
indikator yang tercantum seperti di bawah ini:
b. Proporsi ODHA yang didiagnosis TB diantara ODHA yang telah dikaji status TB-nya.
b. Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasilnya tercatat dalam register TB
c. Proporsi pasien TB yang dites HIV dengan hasil tes HIV positif.
e. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB.
54
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
4. Indikator Hasil Pengobatan TB pada Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
a. Angka konversi
b. Angka kesembuhan
Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalens infeksi HIV di
antara pasien TB. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya
penanggulangan TB, prevalens HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif
dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangat
penting dalam upaya meningkatkan komitmen pelayanan komprehensif (terpadu) dari
perawatan dan dukungan HIV AIDS termasuk pengobatan antiretroviral (ART) pada pasien
TB dengan HIV positif.
1. Metode Surveilans
Dalam kondisi daerah dengan prevalens HIV tinggi pada populasi umum, tes HIV
pada pasien TB untuk keperluan diagnosis dilakukan lebih sering. Hal ini disebabkan
pilihan pengobatan dan perawatan infeksi HIV meningkat, dengan demikian tes
diagnosis HIV pada pasien TB dilakukan secara rutin pada pasien TB kecuali jika
mereka menolak di tes.
Data dikumpulkan dari layanan rutin pasien TB yang dilakukan tes HIV. Data rutin
dari layanan tersebut di atas merupakan sistim terbaik untuk memperoleh informasi
meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya pasien TB yang
kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak
untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin interpretasinya
55
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
kurang akurat.
Survei ini merupakan survei sero-prevalens HIV yang dilakukan secara potong
lintang/cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili
suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus
dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei dilakukan secara unlinked
anonymous, dilakukan secara berkala dengan selang waktu 2-3 tahun. Hasil survei ini
dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.
Survei sero prevalens periodik (khusus) dapat juga merupakan metode surveilans
dalam mengukur prevalens HIV di antara pasien TB yang dapat memberikan estimasi
pointprevalence HIV di antara pasien TB yang cukup tepat. Survei ini bermanfaat pada
keadaan dimana prevalens sebelumnya tidak diketahui dan sebagai kajian situasi
awal.
Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk
dilaksanakan.
c. Surveilans Sentinel
Merupakan surveilans yang dilaksanakan di lokasi yang terpilih. Lokasi sentinel pada
umumnya dipilih karena lokasi tersebut dapat dipertimbangkan mewakili populasi
yang lebih besar. Sebagaimana survei periodik, sistem survailans sentinel juga
dilakukan secara unlinked anonymous.
Sistem tersebut sangat berguna jika tidak memungkinkan untuk memeriksa semua
kasus karena pendekatan kesehatan masyarakat yang akan ditindaklanjuti bukanlah
untuk menjawab masalah secara individu.
Metode surveilans ini bertujuan memberikan informasi yang lebih sistematik dan
lebih akurat serta mampu memberikan estimasi point prevalence HIV di antara pasien
TB. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil dari
surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu, juga sangat berguna untuk melihat
kecenderungannya (trend).
56
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tabel 7. Alur Pemilihan Metode Surveilans
– Untuk menilai perlunya kerja sama antara program HIV AIDS dan TB dalam rangka
perumusan dan pelaksanaan strategi TB-HIV secara bersama.
– Untuk memberikan informasi tentang epidemi HIV AIDS dan dampaknya pada
pasien TB.
57
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
c. Keadaan epidemi HIV rendah
Untuk mengingatkan program TB dan HIV AIDS terhadap besarnya masalah HIV
sehingga dapat melakukan perubahan yang tepat untuk program, seperti membangun
metode surveilans yang lebih sistematik atau membuat strategi bersama.
Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi yaitu pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan berguna untuk mendapatkan data kegiatan.Kemudian data
tersebut diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan.
Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan
dalam pengolahan dan analisis.
Data kolaborasi TB-HIV dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan
dengan menggunakan satu sistem yang baku. Laporan kolaborasi TB-HIV terdiri atas variabel
TB dan variabel HIV. Laporan tersebut harus dilaporkan oleh petugas TB dan petugas HIV tiap
3 bulan mulai dari Fasyankes, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat Pusat.
Fasyankes (Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam
melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:
a. HIV
Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Konselor di
layanan KTS.
– Formulir Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP)
Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Petugas
kesehatan di layanan kesehatan.
58
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Adalah formulir yang berisi informasi pasien yang dicatat untuk semua pasien HIV
yang terdaftar di layanan PDP. Formulir ini terdiri dari dua halaman yaitu:
2) Halaman dua berbentuk tabel yang berisi data kunjungan follow up pasien.
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir
ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam
perawatan dan belum memulai ART di layanan PDP.
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir
ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam
perawatan dan sudah memulai ART di layanan PDP.
b. TB
Adalah buku yang berisi tentang suspek TB yang diperiksa dahak SPS yang
dilaksanakan di Fasyankes.Di dalam buku tersebut juga berisi nomor sediaan dahak
untuk diisi pada formulir TB.05.
Adalah formulir permohonan pemeriksaan dahak yang terdiri dari dua bagian:
1) Bagian atas berisi identitas suspek atau pasien TB dan nomor sediaan dahak untuk
dikirmkan ke bagian laboratorium.
2) Bagian bawah berisi hasil pemeriksaan dahak yang diisi oleh petugas laboratorium
untuk dikembalikan ke bagian yang merujuk.
59
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
– Buku Register Laboratorium TB (TB.04)
Adalah buku yang berisi hasil pemeriksaan dahak suspek dan dahak ulang pasien TB
(follow up) di laboratorium TB yang melakukan pewarnaan dan pembacaan sediaan
dahak.
Adalah kartu pengobatan pasien yang mendapat pengobatan TB, terdiri dari dua
bagian:
2) Bagian belakang, berisi pemantauan pengobatan tahap lanjutan, data HIV, dan
status akhir pengobatan pasien.
Adalah kartu berisikan perjanjian pengambilan obat dan pemeriksaan dahak ulang
untuk pegangan pasien.
Adalah buku rekapitulasi dari seluruh data pengobatan pasien (TB.01), terdiri dari
empat rangkap:
Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk/pindah pasien yang masih dalam
pengobatan ke Fasyankes yang dirujuk baik dalam satu Kabupaten maupun antar
Kabupaten/Kota atau antar Provinsi. Formulir ini terdiri dari dua bagian:
60
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1) Bagian atas diisi oleh Fasyankes yang merujuk untuk dikirimkan ke Fasyankes
yang dirujuk.
2) Bagian bawah diisi oleh Fasyankes yang menerima rujukan untuk kemudian
dikirim kembali ke Fasyankes yang merujuk sebagai informasi pasien sudah
diterima.
Adalah formulir yang berisi hasil akhir pengobatan pasien yang dirujuk/dipindah ke
Fasyankes yang merujuk/memindahkan.
c. TB-HIV
Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk pasien TB dari unit DOTS ke Unit KTS/
PDP atau klien dari Unit KTS/PDP ke Unit DOTS. Formulir ini terdiri dari dua rangkap,
yaitu :
1) Lembar 1 (berwarna putih) diisi oleh unit yang merujuk kemudian dikirimkan ke
unit yang dirujuk (unit DOTS atau KTS/PDP). Lembaran ini terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian atas yang berisi identitas dan alasan rujukan dan bagian bawah yang
berisi jawaban rujukan yang berisi hasil untuk dikirimkan kembali ke bagian yang
merujuk.
2) Lembar 2 (berwarna hijau) merupakan salinan dari lembar 1 dan lembar pertinggal
unit yang merujuk.
Adalah formulir yang digunakan untuk menilai gejala dan tanda TB pada ODHA di
layanan PDP.
Adalah formulir yang digunakan untuk menilai faktor risiko HIV pada pasien TB di
layanan DOTS.
61
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat hasil pemeriksaan dan pengobatan
TB pada ODHA di layanan PDP. Buku bantu ini berisi data yang digunakan untuk
membantu pengisian laporan dalam rangka kegiatan kolaborasi TB-HIV di bagian
HIV. Untuk memudahkan proses pembuatan laporan pencapaian kegiatan kolaborasi
TB-HIV di bagian HIV sudah disediakan dalam bentuk elektronik beserta petunjuk
penggunaannya.
Adalah laporan berisikan variabel yang berkaitan dengan capaian kegiatan kolaborasi
TB-HIV dalam rangka menurunkan beban TB pada ODHA dan beban HIV pada TB.
a. TB
– Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang
Kabupaten (TB.12).
b. HIV/AIDS:
c . Kolaborasi TB-HIV
62
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
a. TB
b. HIV/AIDS:
c . Kolaborasi TB-HIV
Pada model ini, layanan TB dan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.
1) Pasien ODHA
63
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Pengobatan ART dan follow up pasien juga diberikan di unit ini dan dicatat di
Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
2) Pasien TB
Semua pasien TB dinilai apakah memiliki faktor risiko HIV (tinggal di daerah
dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku berisiko, mempunyai
gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan formulir penilaian faktor
risiko HIV. Pasien TB yang memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV oleh
petugas. Jika pasien tidak menolak, petugas memberikan informasi
mengenai HIV atau melakukan pra-test HIV kemudian mengisiformulir
KTS/KTIPdan TB01 di bagian layanan KT HIV sukarela pada kolom tanggal
dianjurkan dan tanggal pra-tes konseling.
Sebelum merujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan HIV, petugas mengisi
formulir rujukan ke laboratorium.
Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas mengisi hasil tes HIV
di formulir KTIP/KTS dan TB01 di kolom tempat tes, tanggal tes, hasil tes serta
tanggal pasca tes konseling.
Jika hasil tes HIV positif, petugas mulai mengisi di iktisar perawatan HIV dan
ART kemudian diisikan ke register pra-ART. Petugas melakukan tatalaksana
TB dan HIV sesuai dengan pedoman.
Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan
mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk konseling dan
tes HIV ulang. Petugas melakukan tatalaksana TB sesuai dengan pedoman.
Pada model ini,layanan TB dan layanan HIV berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang
sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem
rujukan yang disepakati.
64
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
mengunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV. Jika pasien TB dirujuk ke KT
HIV, maka KT HIV harus memberikan umpan balik hasil tes HIV ke unit DOTS.
Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas di layanan DOTS
mencatat hasilnya di Formulir TB01 dan Register TB03 UPK.
Pasien dengan hasil tes HIV positif dirujuk ke layanan PDP di RS rujukan ARV.
Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan
mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk KT HIV ulang.
Pengobatan pasien TB tetap dilanjutkan oleh tim DOTS dan petugas TB di
unit DOTS mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan register TB03
UPK.
2) Klien di Layanan KT HIV
Semua klien di layanan KT HIV dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda
TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Mereka
yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk dengan menggunakan
formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan penegakan diagnosis
TB (pemeriksaan dahak, dll). Hasil pemeriksaan oleh unit DOTS harus
diberitahukan ke layanan KT HIV.
Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh
petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK.
Petugas di layanan KTS tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko
HIV.Dengan terdapatnya window period, pertimbangkan KT HIV ulang.
Jika dilakukan KT HIV ulang dan hasilnya positif HIV maka pengobatan
TB dilakukan di unit DOTS dan penatalaksanaan selanjutnya dilakukan di
layanan PDP.
3) ODHA di Layanan PDP
Semua ODHA di layanan PDP dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda
TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya
dicatat di kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
Orang dengan HIV AIDS yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk
dengan menggunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan
penegakan diagnosis TB (pemeriksaan mikroskopis dahak, dll). Hasil
pemeriksaan oleh unit DOTS harus diberitahukan ke layanan PDP.
Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh
petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK. Petugas di layanan
65
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
PDP mencatat pengobatan TB pasien di Iktisar Perawatan HIV dan ART.
Petugas di layanan PDP dapat ikut memantau dan berkoordinasi dengan
unit DOTS mengenai pengobatan TB pasien, juga melakukan tatalaksana
selanjutnya untuk ODHA. Hasil follow-up selama pasien di dalam perawatan
HIV/ART dicatat di Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara
berkala pada setiap kunjungan.
Fasyankes TB dan HIV membuat laporan triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-
HIV. Fasyankes TB akan membuat laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB. Fasyankes HIV akan membuat laporan
Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA.
Fasyankes TB dan HIV akan mengumpulkan Laporan tersebut paling lambat tanggal
5 setiap awal triwulan berikutnya.
Pengelola Program HIV merekap laporan HIV di formulir Laporan Triwulan Pencapaian
Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA dari Fasyankes dan
dipindahkan ke Formulir Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penuruanan beban TB pada ODHA. Hasil rekapitulasi tersebut diserahkan ke
Pengelola Program TB (Wasor).
66
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Mekanisme pelaporan Kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi dalam hal ini Pengelola Program TB (Wasor) dan Pengelola
Program HIV akan menerima yaitu:
Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV Penurunan Beban HIV pada TB dan
Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV – Penurunan Beban TB pada
ODHAdari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 3 bulan.
Pengelola Program TB (Wasor) merekap data dari Kabupaten/Kota dan laporan tersebut
diketahui dan ditandatangi oleh Kepala Bidang P2 kemudian dikirimkan ke Direktur
PPML yang ditembuskan ke Subdit TB dan Subdit HIV paling lambat tanggal 15 setiap
awal triwulan berikutnya.
67
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
E. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV
Pelaporan kolaborasi TB-HIV terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV
dari unit TB dan bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV.
Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari TB terdiri dari 10 variabel. Pelaporan ini mengikuti
perhitungan kohort hasil pengobatan TB dan dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan
TB (TB 08). Contoh: saat ini bulan April 2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit TB
berasal dari pasien yang terdaftar selama triwulan 1 (Januari – Maret) 2010.
Definisi Sumber
No Variabel Cara Mendapatkan data
Operasional Data
1 Jumlah pasien Jumlah seluruh 1. TB 01 Di kartu pasien TB01, data
TB yang pasien TB yang tersebut terdapat dibagian
tercatat ditemukan dan 2. TB 03 depan kartu dengan melihat
tercatat pada UPK bulan pertama kali pasien
triwulan yang mendapatkan OAT tanpa
dilaporkan melihat pasien tersebut ODHA
atau bukan ODHA.
68
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
tersebut sudah Dibuku register TB03
HIV positif terlebih UPK, data tersebut dapat
dahulu sebelum dikumpulkan dengan
dilakukan menghitung seluruh pasien
pengobatan TB TB pada kolom riwayat tes
HIV (kolom 36) dengan hasil
tes reaktif (informasinya
bersumber dari rekapitulasi
kartu pasien TB01)
b. Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Variabel no. 2 sampai dengan no.6 untuk menghasilkan angka-angka kegiatan tes HIV
pada pasien TB yang bukan ODHA, dimana kumpulan pasien TB ini merupakan bagian
dari pengurangan variabel no.1 dan no 1.1
Definisi Sumber
No Variabel Cara Mendapatkan data
Operasional Data
2. Jumlah pasien Jumlah seluruh 1. TB 01 Menghitung seluruh pasien
TB yang tercatat pasien TB yang TB yang tercatat pada
dalam triwulan tercatat pada 2. TB 03 triwulan yang dilaporkan
tersebut dan triwulan yang UPK dan ditawarkan untuk tes
di-tawarkan/ dilaporkan yang HIV, dapat dihitung dari
dian-jurkan tes ditawarkan untuk Kartu Pasien TB01 atau buku
HIV (KTIP/KTS) tes HIV baik melalui register TB 03 UPK.
selama pengo- KTIP maupun
batan TB KTS dalam masa Dikartu pasien TB01, data
pengobat-an TB. tersebut terdapat di kotak
layanan konseling dan
tes sukarela di kolom Tgl
Dianjurkan.
69
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi Sumber
No Variabel Cara Mendapatkan data
Operasional Data
konseling HIV konseling pre tes 3. Form VCT Dibuku register TB03 UPK,
selama masa HIV (KTS) atau data tersebut didapat
pengobatan TB mendapatkan 4. Form dengan menghitung tulisan
pemberian informasi KTIP tanggal di kolom tanggal pre
awal HIV (KTIP) tes konseling (kolom 38)
selama dalam masa
pengobatan TB. Catatan: Untuk KTIP, tanggal
pre tes konseling sama
dengan tanggal pemberian
informasi.
4. Jumlah Jumlah seluruh 2. TB 01 Dikartu pasien TB01, data
pasien TB pasien TB yang tersebut terdapat di kotak
yang tercatat tercatat pada 3. TB 03 layanan konseling dan tes
dalam triwulan triwulan yang UPK sukarela di kolom Tgl. tes
tersebut dan dilaporkan yang
dilakukan dilakukan tes Dibuku register TB03 UPK,
4. Form
tes HIV HIV selama masa VCT data tersebut didapat
selama masa pengobat-an TB. dengan menghitung tulisan
pengobat-an tanggal di kolom tanggal tes
5. Form
TB HIV (kolom 40)
KTIP
70
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi Sumber
No Variabel Cara Mendapatkan data
Operasional Data
hasil tes HIV melakukan tes HIV 4. Form Pada buku register TB 03
positif selama selama pengobatan jawaban UPK, data tersebut didapat
pengobatan TB dan hasil tesnya rujukan dengan menghitung tulisan
TB adalah reaktif dari klinik R (berarti reaktif ) yang ada
DOTS di kolom hasil tes (kolom
atau KTS/ 41)
PDP
Definisi Sumber
No Variabel Cara Mendapatkan data
Operasional Data
7. Jumlah Pasien Jumlah pasien 1. TB 01 Dikartu pasien TB01, data
Ko-infeksi TB ko-infeksi TB-HIV tersebut terdapat: (1) di bagian
HIV yang tercatat 2. TB 03 belakang kartu dengan tulisan
pada triwulan UPK Riwayat tes HIV, dengan hasil
yang dilaporkan, riwayat tes HIV adalah Reaktif,
yang mendapat dan (2) di kotak layanan
pengobatan TB, konseling dan tes sukarela di
baik ODHA yang kolom Hasil tes dengan hasil
didiagnosis TB reaktif.
atau Pasien TB
yang hasil tes Pada buku register TB 03 UPK,
HIV-nya reaktif. data tersebut didapat dengan
menghitung tulisan R (berarti
Angka variabel reaktif ) yang ada di kolom hasil
ini merupakan tes pada bagian riwayat tes
penjumlahan HIV (kolom 36) dan hasil tes di
variabel no 1.1 bagian layanan KT HIV Sukarela
dan no 6 (kolom 41)
8. Jumlah Pasien Jumlah pasien 1. TB 01 Dikartu pasien TB01, data
Ko-infeksi ko-infeksi TB-HIV tersebut terdapat di bagian
TB HIV yang yang tercatat 2. TB 03 belakang kartu di kotak
mendapatkan pada triwulan UPK Layanan PDP di kolom tanggal
ART yang dilaporkan mulai ART.
71
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi Sumber
No Variabel Cara Mendapatkan data
Operasional Data
, yang mendapat Pada buku register TB 03 UPK,
pengobatan TB data tersebut didapat dengan
dan ART menghitung tulisan tanggal
di kolom tanggal mulai ART
(kolom 45)
9 Jumlah pasien Jumlah pasien 1. TB 01 Dikartu pasien TB01, data
ko-infeksi ko-infeksi TB-HIV tersebut terdapat di bagian
TB HIV yang yang tercatat 2. TB 03 belakang kartu di kotak
mendapatkan pada triwulan UPK Layanan PDP di kolom tanggal
PPK yang dilaporkan, mulai PPK.
yang mendapat
pengobatan TB Pada buku register TB 03 UPK,
dan PPK data tersebut didapat dengan
menghitung tulisan tanggal
di kolom tanggal mulai PPK
(kolom 44)
Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit HIV terdiri dari 10 variabel.Pelaporan ini
melaporkan kegiatan kolaborasi di Unit HIV 3 bulan yang lalu. Contoh: saat ini bulan April
2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV di unit HIV berasal dari pasien HIV yang berkunjung
selama triwulan I (Januari – Maret) 2011.
Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam tabel
di bawah ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.
Definisi
No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data
Operasional
1 Jumlah Jumlah ODHA •• Buku bantu Menghitung seluruh ODHA
ODHA yang yang mengunjungi ko-infeksi yang datang selama 1
berkunjung ke layanan PDP pada TB-HIV triwulan di buku bantu ko-
PDP satu triwulan infeksi TB-HIV
Catatan :
72
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi
No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data
Operasional
2 Jumlah ODHA Jumlah ODHA •• Buku bantu Melihat pengkajian status
yang dikaji yang pada saat ko-infeksi TB di Ikhtisar Perawatan
status TB nya kunjungan TB0HIV (ringkasan 9 kolom status
terakhir di •• Ikhtisar TB). Seorang ODHA
triwulan tersebut dikatakan dikaji status TB
perawatan
dikaji status TB nya. nya apabila kolom status
TB di Ikhtisar Keperawatan
Hasil dari Kajian terisi angka 1 s/d 3.
Status TB:
Pindahkan informasi
•• Tulis angka 1 “
tersebut pada Buku Bantu
Tidak ada tanda
ko-infeksi TB-HIV kolom
gejala” apabila “Kaji status TB”. Bila di
hasilnya tidak ikhtisar Keperawatan tidak
memiliki tanda terisi angka, maka pindah
dan gejala TB informasi tersebut pada
•• Tulis angka Buku Bantu Ko-infeksi TB-
2 “Suspek” HIV dengan menuliskan
apabila hasilnya angka 4.
menunjukan ada
Lalu hitung ODHA yang
tanda dan gejala
di kolom “Kaji status TB”
TB (kemungkinan
yang mempunyai angka
terinfeksi TB)
1,2, dan 3 saat kunjungan
•• Tulis angka terakhir di triwulan yang
3 “Dalam dilaporkan
terapi” apabila
ODHA yang Contoh:
datang sedang
menjalani terapi ODHA datang dan
TB dilakukan kajian status
TB di bulan Januari dan
Februari, tapi ketika datang
di bulan Maret tidak
dilakukan kajian status TB.
Maka ODHA tersebut tidak
dihitung sebagai ODHA
yang dikaji status HIV nya
dalam triwulan tersebut.
73
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi
No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data
Operasional
3 Jumlah ODHA Jumlah ODHA yang •• Buku bantu Jumlah ODHA Suspek
dengan suspek pernah berkunjung ko-infeksi TB didapat dengan
TB ke PDP pada satu TB-HIV menghitung ODHA yang
triwulan yang sama •• Ikhtisar statusnya 2 “Suspek TB”
yang hasil kajian yang terdapat di Buku
perawatan
status TB nya adalah Bantu ko-infeksi TB-HIV
Suspek (2). kolom “kaji status TB”.
4 Jumlah Jumlah ODHA yang •• Buku bantu Melihat hasil pemeriksaan
ODHA yang pernah berkunjung ko-infeksi Lab di Ikhtisar Perawatan
diperiksa dahak ke PDP pada satu TB-HIV. (ringkasan 9 kolom hasil
mikroskopis triwulan yang sama •• Ikhtisar Lab). Status ODHA diperiksa
yang diperiksa dahak mikroskopis apabila
perawatan
dahak mikroskopis. kolom hasil Lab diisi dengan
keterangan BTA (+) atau (-).
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“Pemeriksaan Sputum”
5 Jumlah Jumlah ODHA yang •• Buku bantu Melihat status TB ODHA
ODHA yang baru didiagnosis ko-infeksi pada Ikhtisar Perawatan di
didiagnosis TB TB paru BTA (+) dan TB-HIV. ringkasan 9 (variabel hasil
Paru BTA (+) ODHA yang sedang •• Ikhtisar lab) dan hasil lab adalah
dalam pengobatan BTA (+), atau ringkasan 7
perawatan
karena TB paru (variabel klasifikasi TB) dan
BTA (+) pada satu klasifikasi TB yang dipilih
triwulan yang sama adalah TB paru dengan
catatan TB paru BTA positif.
Di pencatatan Ikhtisar
Perawatan ringkasan 7, pada
klasifikasi TB paru sebaiknya
selalu ditambahkan catatan
tipe TB paru: BTA positif
atau BTA negatif.
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku Bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“TB Paru BTA positif”, lalu
hitung di kolom tersebut
yang menjawab ya.
74
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi
No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data
Operasional
6 Jumlah Jumlah ODHA yang •• Buku bantu Melihat status TB ODHA
ODHA yang baru didiagnosis ko-infeksi pada Ikhtisar Perawatan di
didiagnosis TB TB paru BTA (-) TB-HIV. ringkasan 9 (variabel hasil
Paru BTA (-) foto toraks paru •• Ikhtisar lab) dan hasil lab adalah
mendukung TB dan BTA (-), atau ringkasan 7
perawatan
ODHA yang sedang (variabel klasifikasi TB) dan
dalam pengobatan klasifikasi TB yang dipilih
karena TB paru adalah TB paru dengan
BTA (-) pada satu catatan TB paru BTA
triwulan yang sama negatif.
Di pencatatan Ikhtisar
Perawatan ringkasan
7, pada klasifikasi TB
paru sebaiknya selalu
ditambahkan catatan tipe
TB paru: BTA positif atau
BTA negatif.
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku Bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“TB Paru BTA negatif”, lalu
hitung di kolom tersebut
yang menjawab ya.
7 Jumlah Jumlah ODHA yang •• Buku bantu Melihat di Ikhtisar
ODHA yang baru didiagnosis ko-infeksi Keperawatan ringkasan 7
didiagnosis TB TB ekstraparu TB-HIV. (variabel klasifikasi TB) dan
Ekstraparu dan ODHA yang •• Ikhtisar klasifikasi TB yang dipilih
sedang dalam adalah TB ekstraparu
perawatan
pengobatan karena
TB ekstraparu pada Pindahkan informasi
satu triwulan yang tersebut pada Buku bantu
sama ko-infeksi TB-HIV kolom
“TB ekstraparu”, lalu hitung
di kolom tersebut yang
menjawab ya.
75
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi
No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data
Operasional
8 Jumlah ODHA Jumlah ODHA •• Buku bantu Melihat status TB ODHA
yang mendapat yang mendapatkan ko-infeksi pada Ikhtisar Perawatan di
pengobatan TB pengobatan TB ada TB-HIV. ringkasan 9 variabel status
satu triwulan yang •• Ikhtisar TB (Status TB 3 – dalam
sama terapi) dan ringkasan 7
perawatan
variabel tanggal mulai
terapi TB.
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“OAT”. Hitung ODHA yang
kolom OAT nya terdapat
tulisan “ya”
Pindahkan informasi
tersebut kedalam Buku
bantu ko-infeksi TB-HIV
ke kolom OAT dan ART.
Kemudian hitung ODHA
yang mendapatkan OAT
dan ART di satu triwulan
pelaporan.
76
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi
No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data
Operasional
10 Jumlah ODHA Jumlah ODHA •• Buku bantu Melihat status TB ODHA
yang mendapat yang mendapatkan ko-infeksi pada Ikhtisar Perawatan
pengobatan TB pengobatan TB TB-HIV. di ringkasan 9 variabel
dan PPK dan PPKpada satu •• Ikhtisar status TB (Status TB 3 –
triwulan yang sama dalam terapi) dan variabel
perawatan
profilaksis kotrimoksazol.
Pindahkan informasi
tersebut kedalam Buku
bantu ko-infeksi TB-HIV
ke kolom OAT dan PPK.
Lalu hitung ODHA yang
mendapatkan OAT dan PPK
di satu triwulan pelaporan.
Format pelaporan TB-HIV untuk HIV khusus di triwulan 4 melaporkan dua (2) data yaitu data
triwulan 4 dan data selama setahun. Data selama setahun bukan merupakan penjumlahan
data dari triwulan 1 sampai triwulan 4 mengingat bahwa seorang ODHA dapat berkunjung
berkali-kali di setiap triwulan pelaporan.Oleh karena itu, data selama setahun merupakan
perhitungan dari setiap ODHA terkait dengan kegiatan TB-HIV nya selama satu tahun.
77
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
78
Lampiran Formulir Pencatatan TB
TB.01
(Lembar Muka)
Catatan : (untuk hasil pemeriksaan lain, misalnya rontgen, Biopsi, Kultur item, UPK Swasta Kambuh Pindahan
skoring TB anak, dll) Lain-lain, Sebutkan Default Lain-lain
______________________________________________________________ _____________________
Sebutkan __________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
Hasil Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan kontak serumah :
Bulan ke Tanggal BB (kg)
No. Nama L/P Umur Tanggal Pemeriksaan Hasil
Tanggal No. Reg. Lab BTA*)
1. ___________________ ____ _____ __________________ _____
0 (awal)
2. ___________________ ____ _____ __________________ _____
2
3. ___________________ ____ _____ __________________ _____
3
4. ___________________ ____ _____ __________________ _____
4
5. ___________________ ____ _____ __________________ _____
5/6
Jenis Obat : : Kombipak KDT (FDC) 7/8
AP
I. TAHAP INTENSIF :
*) Tulislah 1+, 2+, 3+ atau Neg sesuai dengan hasil pemeriksaan dahak
Kategori-1 Kategori-2 Kategori anak Sisipan
Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda √ pada kotak yang sesuai jenis paduan obat yang diberikan.
Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda “garis lurus putus-putus sesuai hari minum obat” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri dirumah.
80
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
(Lembar Belakang)
81
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB.04
82
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB. 03
TB.04
84
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB.05
Kab/Kota :
B (Pagi)
C (Sewaktu)
*) Diisi sesuai kode huruf sesuai identitas sediaan Diperiksa oleh
**) Beri tanda rumput pd hasil yg sesuai Tanda tangan pemeriksa,
***) Isi dengan jumlah BTA yang ditemukan
(………………………………)
85
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
86
TB.06
Catatan:
1. Tanggal didaftar : diisi dengan tanggal pengambilan dahak Sewaktu yang pertama.
2. No. Identitas sediaan dahak ditulis dengan : No kode Kab (14) / no urut UPK/RS (31)-kode Poli paru (1) / No urut (121) sesuai no pada kolom 1.
3. A = Slide dahak sewaktu pertama ; B = Slide dahak pagi ; C = Slide dahak sewaktu kedua
4. No: Isi nomor urut 3 digit, dimulai dengan 001 pada setiap permulaan tahun.
5. Nomor Identitas Sediaan Dahak : Tulis sesuai dengan Form TB.05
6. Tanggal Pengiriman Sediaan Dahak ke Lab = diisi sama dengan tanggal didaftar.
7. Tanggal Hasil Diperoleh : diisi dengan tanggal terakhir pemeriksaan.
8. Hasil Pemeriksaan : Tulis hasil pembacaan sediaan sesuai kolomnya, neg untuk negatif dan 1+, 2+ dst. untuk hasil positif. A untuk A untuk dahak sewaktu pertama, B untuk dahak pagi, dan C untuk
dahak sewaktu kedua.
No Reg TB Kab/Kota :
Tanggal mulai berobat : - -
( )
( )
87
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB.10
Keterangan:
, Tgl.
( )
Kepada Yth.
di
88
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran Formulir HIV
89
Halaman 1 IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ART)
(Disisipkan dalam rekam medis pasien dan disimpan di Instalasi Rekam Medis)
1. Data Identitas Pasien 5. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
Status
Tang Stad Fungsional Jumlah CD4
No. Register Nasional: Riwayat Alergi Obat BB (CD4 % pd Lain-lain
gal 1 = Kerja,
WHO 2 = Ambulatori,
(hh/bb/tt) anak2)
Jenis kelamin : □ L □ P Umur : .............. tahun/bulan 3 =Baring
............................................... Kunjungan pertama
Nama Pengawas Minum Obat (PMO) : Memenuhi syarat medis
Hubungannya dgn pasien: .......................................................................................... utk ART
Saat mulai ART
Alamat dan no. Telp. PMO:
Setelah 6 bulan ART
3-Rawat Inap, 4-Praktek Swasta, 5-Jangkauan (IDU, PSK, LSL, ...........), 6-LSM, 7-Datang sendiri 6. Terapi Antiretroviral (ART)
8-Lainnya, uraikan …………………………… Nama rejimen ART SUBSTITUSI dalam lini-1, SWITCH ke lini -2, STOP
(Beri tanda x dan/atau lingkari untuk yang sesuai, untuk yang lainnya diuraikan) orisinal
Tgl Substit Switch Stop Restart Alasan Nama rejimen baru
1 - AZT+3TC+NVP usi
2 - AZT+3TC+EFV
□ Pasien dirujuk masuk dari klinik lain:
3 - TDF+3TC+NVP
1. Tanpa ART; 2. Dengan ART 4 - TDF+3TC+EFV
Nama klinik sebelumnya: ......................................... Tgl Rujuk Masuk (RM): ................................. 5 - .....................
Alasan SUBSTITUSI/SWITCH: 1 toksisitas/efek samping, 2 hamil, 3 risiko hamil, 4 TB baru, 5 Ada obat baru, 6 stok obat habis, 7
2. Riwayat Pribadi 3. Riwayat Keluarga alasan lain (uraikan)
(Pilih salah satu) (Pilih salah satu) Alasan hanya untuk SWITCH: 8 gagal pengobatan secara klinis, 9 gagal imunologis, 10 gagal virologis
0-Tidak sekolah Alasan STOP: 1 toksisitas/efek samping, 2 hamil, 3 gagal pengobatan, 4 adherens buruk, 5 sakit/MRS,
1-SD 6 stok obat habis, 7 kekurangan biaya, 8 keputusan pasien lainnya, 9 lain-lain
No Register :
Efek samping: Tuliskan > 1 kode − R=Ruam kulit; Mua=mual; Mun=Muntah; D=Diare; N=Neuropati; Ikt=Ikterus; An=Anemi;
Petunjuk dan kode: Ll=Lelah; SK=Sakit kepala; Dem=Demam; Hip=Hipersensitifitas; Dep=Depresi; P=Pankreatitis; Lip=Lipodistrofi;
Tanggal: Tulis tanggal kunjungan yang sebenarnya sejak kunjungan pertama perawatan HIV Ngan=Mengantuk; Ln=Lain2− Uraikan
Adherence ART: Periksalah adherence dgn menanyakan apakah pasien melupakan dosis obat. Tuliskan perkiraan tingkat adherence, misalnya 1
Infeksi Oportunistik: Tuliskan > 1 kode − Kandidiasis (K); Diare cryptosporidia (D); Meningitis cryptocococal (Cr); Pneumonia
(>95%) = < 3 dosis lupa diminum dlm 30 hari; 2 (80-95%) = 3 - 12 dosis lupa diminum dlm 30 hari; 3 (< 80%) = >12 dosis lupa diminum dlm 30 hari.
Status TB: 1. Tdk ada gejala/tanda TB; 2. Suspek TB (rujuk ke klinik DOTS atau pemeriksaan sputum); 3. Dalam terapi TB
Pneumocystis (PCP); Cytomegalovirus (CMV); Penicilliosis (P); Herpes zoster (Z); Herpes simpleks (S); Toxoplasmosis (T);
Hepatitis (H); Lain2-uraikan.
TERAPI
IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN ART ARV up)
(Follow
91
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
92
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
93
Buku Bantu Ko-‐infeksi TB-‐HIV
Provinsi : Fasyankes :
Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun
Tanggal pelaporan :
* Cara menghitung jumlah dalam setahun dapat dilihat pada panduan penghitungan variabel TB-HIV di
Unit HIV. Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
94
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Kabupaten/Kota
95
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Provinsi
96
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
No Variabel Jumlah
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
97
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
No Variabel Jumlah
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan
2
ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan
3
konseling HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes
4
HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV
5
tercatat selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV
6
positif selama pengobatan TB
Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB
7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV
98
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
Provinsi :_________________
Jumlah Fasyankes DOTS : _______
Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______
Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________
No Variabel Jumlah
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan
2
ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan
3
konseling HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes
4
HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV
5
tercatat selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV
6
positif selama pengobatan TB
Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB
7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV
99
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran Formulir Pencatatan TB-‐HIV
55
100
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran Formulir Pencatatan TB-HIV
Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.
•• Kasus TB menurut tipe •• Angka HIV dapat diperoleh antara lain dari:
•• Hasil pengobatan TB menurut tipe - Data surveilans sentinel
•• Data kasus TB pada usia tertentu - Pengunjung klinik Antenatal
•• Angka Multi-drug resistant (MDR) TB
- Pasien HIV dengan TB
- Kasus MDR primer
- Donor darah
- Kasus MDR sekunder
- Pengunjung klinik IMS
•• Proporsi kasus TB yang HIV positif
•• Prevalensi penyakit terkait HIV pada - Kunjungan RS
pasien TB - Penasun
•• Persepsi masyarakat tentang hubungan
antara TB dan HIV - Penerimaan baru TNI dan Polri
•• Persepsi masyarakat tentang pengobatan - Jika memungkinkan ada kohort distribusi usia
TB pada ODHA sebagai indikator insiden pada remaja
•• Riset Operasional
•• Jumlah kasus AIDS
•• Jumlah layanan Konseling dan Tes HIV
•• Jumlah pasien yang mengakses layanan
Konseling dan Tes HIV
•• Pengetahuan, perilaku, dan kebiasaan
masyarakat terkait cara penularan dan
pencegahan HIV
•• Pengalaman program perawatan di rumah
•• Pendekatan multi-sektoral
•• Riset Operasional
101
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek
DAFTAR TILIK
SUPERVISI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN
I. DATA DASAR
1. Nama UPK
2. Alamat
3. No. Telpon/fax/email
4. Kab/Kota
5. Propinsi
6. Nama Direktur/Kepala UPK
7. Petugas/Pejabat yang ditemui
1 Dokter
2 Perawat/
paramedis
3 Laboratorium
4 Konselor
5 Petugas
pencatatan/
pelaporan
6 Farmasi
KETERANGAN:
102
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Jumlah Jumlah yang Jenis pelatihan dan tahun dilatih
No. UNIT DOTS
tenaga masih aktif DOTS VCT TB-HIV
1. Dokter
2. Perawat/paramedis
3 Laboratorium
4 Petugas pencatatan/
pelaporan
5 Lain-lain (apoteker,
dll)
Keterangan:
2. Logistik TB-HIV
6) Formulir/register TB £ £
8) KIE TB-HIV £ £
Ya Tidak Keterangan
103
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1. Logistik HIV 1) Reagensia £ £
2) Obat ARV £ £
3) OAT £ £
4) Kotrimoksazol £ £
5) Obat IO lain £ £
6) Formulir/register HIV £ £
7) Kondom £ £
8) Formulir Skrining Gejala TB £ £
9) Formulir/register TB £ £
10) KIE TB-HIV £ £
2. Sumber £ APBD1/Propinsi £
pendanaan untuk
pengadaan £ APBD2/Kab/Kota
logistik obat dan
lab? £ APBN/Pusat
£ Swadana
£
£
£
£
£
£
£
£
104
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
II. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV di UPK
105
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
3 Mengadakan perencanaan bersama TB-HIV Ya Tidak Keterangan
3.1. Apakah ada pertemuan kolaborasi TB-HIV secara Lihat notulensi pertemuan.
berkala?
3.2 Apakah ada rencana kerja TB-HIV? Lihat dokumen tertulis
mengenai rencana kerja TB-
HIV
3.3 Apakah ada alokasi anggaran dari UPK untuk
kegiatan TB-HIV (misalnya untuk logistik mis.
obat, reagen, untuk pelatihan dan pertemuan
berkala, dll)
a. Unit TB?
b. Unit HIV?
1.4 Apakah dilakukan pemeriksaan dahak di Jika tidak, dirujuk kemana?
sini?
........................................................
106
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1.5 Apakah semua ODHA yang suspek TB
dengan hasil BTA negatif dilakukan
pemeriksaan foto toraks?
1.6 Apakah ada metode diagnostik lain yang TB ekstra paru yang sering
digunakan untuk TB ekstra paru? dijumpai pada ODHA
misalnya TB kelenjar limfe,
Histopatologis : £ TB milier, TB meningitis. TB
dengan efusi pleura atau
Biakan :£ perikardium.
Lain-lain :£
1.7 Apakah semua ODHA yang sakit TB Sebutkan paduan OAT yang
mendapatkan pengobatan TB sesuai diberikan.
strategi DOTS (paduan dan lama
pengobatan)?
1.8 Di unit mana OAT diberikan? Jika sebagian ODHA
diberikan OAT di unit DOTS
a. Unit DOTS dan sebagian di unit HIV,
b. Unit HIV tuliskan dalam kolom
“keterangan”.
1.9 Dari mana OAT didapat?
a. Dari Program (Dinkes)
b. Askes
c. Pasien beli sendiri
d. Lain-lain
1.10 Apakah pada ODHA dengan TB dilakukan Kalau ya setiap berapa lama
juga pemantauan pengobatan TB nya?
Kalau tidak, jelaskan
alasannya
Catatan: Pemantauan kemajuan
pengobatan TB adalah dengan
memeriksa dahak SP pada akhir
fase intensif, sebulan sebelum AP,
AP.
107
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2 Pengendalian infeksi TB di di UPK Ya Tidak Keterangan
2.1 Apakah ada tim atau komisi Lakukan
pengendalian infeksi di UPK? observasi dan
lampirkan
dokumennya
2.2 Apakah pengendalian infeksi TB
termasuk di dalamnya?
2.3 Apakah ada protap tertulis Jika ya,
pengendalian infeksi TB? lampirkan.
108
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
C Menurunkan beban HIV pada pasien tuberkulosis
1 Konseling dan testing HIV Ya Tidak Keterangan
1.1 Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV
meluas:
109
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2.3 Apakah tersedia kondom di unit TB? Observasi
2.4 Adakah alat bantu/materi KIE TB-HIV, Observasi
IMS, NAPZA?
Melaksanakan terapi pencegahan
3 Ya Tidak Keterangan
dengan kotrimoksasol
3.1 Apakah pasien TB-HIV mendapat Jika sebagian, kriteria pasien
pengobatan profilaksis dengan yang seperti apa yang
kotrimoksazol? diberikan kotrimoksazol?
a. Semua
b. Sebagian Jika tidak, apa alasannya?
c. Tidak sama sekali
3.2 Di unit mana kotrimoksazol diberikan?
a. Unit DOTS
b. Unit HIV
Memberikan perawatan,
4 dukungan dan pengobatan HIV/ Ya Tidak Keterangan
AIDS
4.1 Apakah dalam menangani pasien Jelaskan seperti apa?
TB-HIV unit DOTS (di Puskesmas/RS)
berkoordinasi atau merujuk ke unit
PDP/RS ARV?
4.2 Apakah semua pasien TB-HIV memulai Catatan: Indikasi medis (CD4
pengobatan ARV sesuai pedoman dan stadium klinis) dan non
nasional? medis (kesiapan minum obat,
kepatuhan, PMO, support
group, akses ARV, dll)
4.3 Apakah pasien TB-HIV yang layak
mendapatkan ARV diberikan paduan
ARV sesuai pedoman nasional?
4.4 Apakah efek samping pemberian Bila tidak, jelaskan alasannya
bersama OAT dan ARV telah
diinformasikan sebelum pengobatan
dimulai?
110
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
4.5 Apakah dilakukan pemantauan Kalau ya setiap berapa lama
pengobatan pada semua pasien TB-
HIV Kalau tidak, jelaskan alasannya
a. UNIT DOTS.
Diisi
1 Jenis format yang ada di UPK Tersedia Diisi benar
lengkap
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
a. TB 01 (dengan info HIV)
b. TB 02
c. TB 03 UPK (dengan info HIV)
d. TB 04
e. TB 05
f. TB 06
g. TB 09
h. TB 10
i. Lain-lain:
Ya Tidak Keterangan
111
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2 Apakah dilakukan supervisi dan registrasi/ -Siapa saja yang melakukan?
validasi data TB secara rutin (termasuk
mengenai data pasien TB yang HIV positif )? -Cek silang dengan form
lainnya
3 Apakah ada umpan balik kepada petugas Lihat dokumen umpan balik
UPK mengenai kinerja program TB dan
kegiatan kolaborasi TB-HIV?
b. UNIT HIV
112
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
k. Lain-lain:
- TB01
- TB02
- TB03 UPK
- TB04
- TB05
- TB06
- TB09
- TB10
Lain2 £
Ya Tidak Keterangan
3. Apakah dilakukan supervisi dan validasi data HIV - Siapa saja yang
secara rutin (termasuk data ODHA yang TB)? melakukan?
4. Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK Lihat dokumen umpan
mengenai kinerja program HIV dan kegiatan balik
kolaborasi TB-HIV?
113
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Data hasil kegiatan TB-HIV 6 Bulan Terakhir
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/
KTS) selama pengo-batan TB
3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa
pengobatan TB
4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa
pengobat-an TB
5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama
pengobatan TB
6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dengan hasil tes HIV positif selama
pengobatan TB
Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif
7 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV
8 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan
ART
9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan
PPK
114
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
- TB03 UPK
2 Hasil pengobatan pasien TB-HIV - TB01
- TB03 UPK
a. Sembuh
b. Pengobatan lengkap
c. Gagal
d. Default (Putus berobat)
e. Pindah
f. Meninggal
115
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran 3. Obat ARV dan IO
No Nama Obat
1. OBAT ARV
ARV lini I :
•• Zidovudin (AZT, ZDV), 300 mg
•• Lamivudin (3TC), 150 mg
•• Stavudin (d4T), 30 mg
•• Efavirens (EFV), 600 mg
•• Nevirapin (NVP), 200 mg
ARV lini II
•• Tenofovir (TDF), 300 mg
•• Didanosin (ddI), 250 mg
•• Lopinavir/ritonavir (LPV/r), 400 mg/100 mg
•• Abacavir (ABC)
•• Emtricitabine (FTC)
116
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran 4. Isi Pesan AKMS
Isi Pesan Petugas HIV kepada Pasien HIV dengan gejala TB:
Isi Pesan TB-HIV kepada Pengendali Kebijakan, Akademisi, Penyedia Layanan dan Pers
(Diambil dari Talking Points TB-HIV dari STOP TB Partnership, www.stoptb.org):
1. Global burden TB dan Hubungannya dengan HIV yang diperkuat dengan data
2. Tingkat Mortalitas TB/HIV yang diperkuat dengan data
3. Hubungan TB-HIV dan Wanita, diperkuat dengan data
4. Isu Pengobatan TB-HIV
5. Pengendalian penyakit TB dan HIV
6. Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan TB dan HIV
7. Kolaborasi program penanggulangan TB dan HIV
8. Pendanaan
117
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006. Departemen
Kesehatan R.I
2. Draft Pedoman AKMS TB. 2006. Departemen Kesehatan R.I
3. TB-HIV Implementation Guideline. 2005. Federal Ministry of Health Ethiopia
4. Talking Points TB-HIV. www.stop tb.org. Stop TB Partnership. Geneva
5. Draft Leaflet dan Poster TB-HIV. 2006. Kolaborasi TB-HIV DKI Jakarta
6. Kebijakan Sementara Kegiatan Kerjasama TB-HIV. Terjemahan. WHO, Stop TB Department
& Department of HIV AIDS. 2004
7. Draft Buku Kebijakan Nasional TB-HIV. 2007. Departemen Kesehatan R.I
118
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia