Anda di halaman 1dari 135

Survvei Prrevale

ensi Tube
T erkulo
osis In
ndon
nesia
20
013-20
014

K
Kementerian
n Keseh
hatan Repub
blik Ind
donesiia

Bad
dan Penelitian dan Pengembangan Kesehaatan
Bekerjjasama deengan :
Direkto
orat Jend
deral Pen
ngendaliaan Penyaakit dan Penyehaatan Linggkungan

Juni 2015
5

Did
dukung oleeh :
TIM PENYUSUN

Pengarah :

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), Mars, DTM&H, DTCE
dr. H.M. Subuh, MPPM

Penulis Laporan :

dr. Dina Bisara Lolong, MA dr. Ainur Rofiq.


dr. Lamria Pangaribuan, M.Epid Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes
Dr. dr. Laurentia Konadi, SpOK Merryani Girsang, SSi, MSc
dr. Bintari Dwihardiani, MPH Kristina Tobing, SKM, M.Epid
Muhammad N. Farid, SSi, Ph.D Dian Perwitasari, SKM, M.Biomed
Oster Suriani, SKM, MKM Dra. Siti Isfandari, MA
dr. Teti Tejayanti, M.Kes Narendro Arifia, S.Kom, MMSI
Dr. Feri Ahmadi, MPH

Editor :

Dr. D. Anwar Musadad, SKM, M.Kes


dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D
Ikushi Onozaki, MD, MPH, FFPH

Kontributor :

dr. Sigit Priohutomo, MPH dr. Harini A. Janiar, SpPK


dr. Christina Widaningrum, M.Kes dr. Aziza G. Icksan, Sp.Rad(K)
drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH Ir. Poerwanto Ruslam
dr. Triya Novita Dinihari dr. Bachti Alisyahbana, Sp.PD, Ph.D
dr. Vanda Siagian dr. Iwan Ariawan, MPH
dr. Irfan Ediyanto Prof. Dr. Faisal Yunus, SpP(K)
Surjana, SKM, MSc. Soeharsono Soemantri, Ph.D
dr. Retno Kusuma Dewi dr. Wiwi Ambarwati
dr. Endang Lukitosari, MPH dr. Jhon Sugiharto, MPH
dr. Dyah Armi Riana, MARS Bawa Wuryaningtyas, SKM, MM
Sulistyo, SKM, M.Epid Russel Vogel
Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso Dr. dr. Fransisca Srioetami T., SpPK, M.Si
Dr. Muhammad Akhtar, MSc drh. Raflizar
Irwin Law, MBBS, BmedSc, DTM&H, MAppEpi Dr. Riris Nainggolan
Charalampos Sismanidis, Ph.D dr. Fredy Komaliq
Philippe Glaziou, MD, Mphil, DipStat Dra. Mardiana, MS
dr. Jan Voskens, MPH dr. Yuana Wiryawan, M.Kes
Prof. Dr. dr. Agus Syaruhrahman dr. Natalie Kipuw
Sandeep Maherwal, MD, Ph.D Jubaedi, S.Kom
UCAPAN TERIMA KASIH
Keberhasilan pelaksanaan Survei Prevalensi Tuberkulosis (SPTB) tahun 2013-2014 tidak
akan berjalan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada pimpinan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL)
dan Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan atas
kepercayaan kepada Tim SPTB untuk pelaksanaan survei ini.
Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada World Health Organization (WHO),
Komite Ahli (KOMLI) TB, Tuberculosis Operational Research Group (TORG), Supranational Referral
Laboratory (SRL) Adelaide, Koninklijke Nederlandse Centrale Vereniging tot Bestrijding der
Tuberculosis (KNCV TB), United States Agency for International Development/Deliver
(USAID/Deliver), Kelompok kerja (Pokja) Laboratorium TB, Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah
memberi bantuan teknis dan Project Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Expansion
The Global Fund to fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (GF ATM) yang telah memberikan
dukungan dana untuk pelaksanaan survei ini.
Penghargaan kami sampaikan kepada seluruh Dinas Kesehatan Propinsi di Indonesia, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota seluruh propinsi di Indonesia, delapan laboratorium pelaksana dan tim
pengumpul data SPTB 2013-2014. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan
kepada semua pihak yang tulus dan ikhlas membantu kami hingga SPTB 2013-2014 terlaksana
dengan baik.

Jakarta, Juni 2015

Tim SPTB

SPTB Indonesia 2013-2014 v


KATA PENGANTAR
Survei Prevalensi Tuberkulosis (SPTB) Indonesia 2013 – 2014 merupakan salah satu survei
yang dilakukan khusus untuk mendapatkan data angka prevalensi tuberkulosis (TB) nasional di
masyarakat. Survei ini dilaksanakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan bekerjasama
dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dengan bantuan
teknis dari WHO, KOMLI, TORG, SRL Adelaide, KNCV, dan USAID/Deliver, Rumah Sakit
Persahabatan dan Badan Pusat Statistik. Sedangkan pembiayaan survei didanai oleh Global Fund
(GF-ATM).
Tujuan utama SPTB 2013-2014 adalah untuk memperoleh angka prevalensi TB yang
terkonfirmasi bakteriologis pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, di samping beberapa
data tentang faktor risiko, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang penyakit TB.
Survei ini dilaksanakan di 136 kabupaten/kota di 33 propinsi, pemilihan sampel menggunakan
stratified multi-stage cluster sampling dengan jumlah sampel tersebar di kawasan Sumatera (46
klaster), Jawa-Bali (64 klaster) dan Lainnya (46 klaster) sehingga dapat mewakili nasional dan
kawasan.
Survei ini dilaksanakan mulai tahun 2012 dengan melakukan berbagai persiapan seperti
penghitungan dan penentuan sampel, penyusunan instrumen termasuk Standar Prosedur
Operasional (SPO) serta pengadaan bahan dan alat survei. Tahun 2013 dilakukan pelatihan tim
pengumpul data, pelatihan teknisi laboratorium, pelatihan manajemen data, uji coba lapangan,
dan penentuan laboratorium pelaksana. Pengumpulan data dilakukan pertengahan tahun 2013
sampai dengan pertengahan tahun 2014, diikuti pengolahan dan analisis data, serta penyusunan
laporan hingga pertengahan tahun 2015.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
mendukung pelaksanaan SPTB tahun 2013-2014. Terima kasih kepada Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan atas kemitraan dalam penyelenggaraan survei
ini, kepada Global Fund yang mendukung pendanaan, kepada mitra program (WHO, KOMLI, TORG,
SRL Adelaide, KNCV, USAID/Deliver) yang memberikan dukungan teknis, serta BPS Pusat, BPS
Kabupaten/Kota dalam pemutahiran data penduduk. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada tim SPTB tahun 2013-2014, laboratorium pelaksana, jajaran kesehatan propinsi dan
kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang mendukung keberhasilan SPTB tahun 2013-2014.

Jakarta, Juni 2015


Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat,
Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

Dr. D. Anwar Musadad, SKM, M.Kes

vi SPTB Indonesia 2013-2014


KATA SAMBUTAN
Survei Prevalensi Tuberkulosis Indonesia (SPTB) 2013 – 2014 merupakan survei kedua yang
dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). Survei sebelumnya
dilakukan tahun 2004, yang merupakan piggy back survey dimana samplingnya diintegrasikan
dengan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, sementara SPTB 2013-2014 didesain khusus
tersendiri.
Tujuan utama dari SPTB 2013-2014 adalah untuk mendapatkan data angka prevalensi
tuberkulosis (TB) di masyarakat, di samping beberapa data tentang faktor risiko, pengetahuan,
sikap dan perilaku masyarakat tentang penyakit TB. Informasi dari data yang dikumpulkan pada
SPTB 2013-2014 ini berasal dari sampel yang mencakup seluruh Indonesia dan kawasan sehingga
dapat mewakili gambaran nasional dan kawasan.
Survei ini dilaksanakan oleh Badan Litbangkes bekerjasama dengan Ditjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes, dengan bantuan teknis dari WHO, KOMLI, TORG,
SRL Adelaide, KNCV, dan USAID/Deliver, Rumah Sakit Persahabatan dan Badan Pusat Statistik telah
dapat melaksanakan survei ini dengan baik sesuai yang direncanakan (protokol). Untuk
pemeriksaan laboratorium bekerjasama dengan institusi laboratorium yang telah dilakukan
penilaian baik secara teknis maupun keberlangsungannya, meliputi BBLK Surabaya, BBLK DKI
Jakarta, BLK Bandung, BLK Semarang, Laboratorium Mikrobiologi Universitas Gadjah Mada,
Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Adam Malik, BLK Jayapura, BLK Palembang, Laboratorium
Mikrobiologi Universitas Indonesia, dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Karyadi
Semarang, sehingga mutu hasil pemeriksaannya terjaga dengan baik.
Dari segi metodologi, SPTB 2013-2014 ini menggunakan metode skrining yang lebih akurat
yaitu dengan menggunakan tambahan skrining foto toraks (direct digital X-ray) dan konfirmasi
bakteriologis dengan kultur. Pemeriksaan laboratorium dalam survei TB ini juga menggunakan
Xpert MTB/RIF untuk konfirmasi hasil smear positif. Skrining foto toraks memungkinkan jumlah
partisipan yang diperiksa dahak menjadi lebih banyak, dan dengan adanya konfirmasi Xpert
MTB/RIF mendapatkan data yang lebih akurat.
Sistem penjaminan mutu dilakukan mulai dari perekrutan tim, pembuatan SPO untuk
setiap kegiatan, uji coba, pilot test, pelatihan tim, supervisi, pemeriksaan eksternal smear
mikroskopis dengan metode lot quality assurance sampling (LQAS), perekaman data ganda, serta
penggunaan sistem barcode untuk meminimalisasi kesalahan pencatatan. Dengan demikian SPTB
2013-2014 menjadi lebih valid dan akurat. Walaupun demikian, adanya perbedaan pada metode
sampling, metode skrining, metode pemeriksaan laboratorium serta perbedaan pada tim
pengumpul data menyebabkan sulit membandingkan hasil antara SPTB 2013-2014 dengan SPTB
2004.
Laporan SPTB 2013-2014 kami anggap tepat karena terbit pada awal tahun pertama
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, sehingga hasilnya dapat menjadi
baseline data penentuan target indikator program pengendalian TB nasional. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Tim SPTB dan berbagai pihak
yang telah mendukung pelaksanaan SPTB 2013-2014.

Jakarta, Juni 2015


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI

Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE

SPTB Indonesia 2013-2014 vii


KATA SAMBUTAN
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di dunia maupun di Indonesia. Hal ini yang mendasari sehingga pengendalian TB merupakan salah
satu indikator yang dicantumkan dalam MDG’s sampai tahun 2015 dan saat ini WHO telah
membuat strategi End TB untuk mewujudkan dunia bebas TB pada tahun 2050.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung strategi End TB tersebut, untuk
itu harus diketahui beban TB yang sesungguhnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan Survei
Prevalensi TB (SPTB) yang diharapkan dapat menunjukkan angka prevalensi TB di Indonesia. SPTB
nasional yang pertama dilakukan pada tahun 2004, selama 10 tahun terakhir telah banyak kondisi
kesehatan yang berubah dan berbagai upaya yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk
pengendalian TB.
Pada tahun 2013 dimulai untuk melakukan SPTB 2013-2014 yang dilaksanakan dengan
metode yang lebih akurat, di antaranya dengan penggunaan foto toraks untuk skrining dan alat
diagnosis cepat Xpert MTB/RIF serta biakan untuk konfirmasi. Dengan demikian metode survei
lebih sensitif dan spesifik untuk mendeteksi kasus TB di masyarakat. Oleh karena itu hasil SPTB
menunjukkan prevalensi TB lebih tinggi daripada hasil survei sebelumnya, yaitu prevalensi TB paru
sebesar 759 per 100.000 populasi yang berumur 15 tahun ke atas, dan prevalensi TB semua jenis
660 per 100.000 populasi pada semua umur.
Tingginya prevalensi TB mendorong Kementerian Kesehatan RI bersama dengan mitra-
mitra terkaitnya untuk bekerja lebih keras lagi. Strategi End TB yang diusulkan World Health
Organization (WHO) dan disetujui oleh negara-negara anggota pada World Health Assembly
(WHA) ke 67 tahun 2014, mentargetkan penurunan insiden dan kematian TB sampai mencapai
eliminasi TB pada tahun 2050.
Hasil SPTB 2013-2014 ini telah menghasilkan bahan informasi untuk menilai angka
prevalensi TB, yang bermanfaat untuk menilai kembali upaya program penanggulangan TB
sekaligus digunakan untuk penentuan baseline data target Renstra Kementerian Kesehatan 2015-
2019. Hasil survei ini juga digunakan untuk merencanakan strategi dalam upaya untuk
peningkatan penemuan kasus dengan memperbaiki kualitas diagnostik serta melakukan inovasi-
inovasi di berbagai hal.
Bersama ini pula kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang mendukung pelaksanaan SPTB 2013-2014. Kepada Balitbangkes atas kerjasamanya dengan
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam penyelenggaraan
survei ini, kepada BPS yang menyiapkan data populasi, kepada Global Fund yang mendanai survei,
dan kepada mitra program yang memberikan dukungan teknis. Tidak lupa kami sampaikan terima
kasih yang dalam kepada semua laboratorium pelaksana, Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten, Puskesmas di semua klaster terpilih, dan semua relawan dan petugas di lapangan yang
mendukung kelancaran survei ini.

Jakarta, Juni 2015


Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI

dr. H.M. Subuh, MPPM

viii SPTB Indonesia 2013-2014


RINGKASAN EKSEKUTIF
Tuberkulosis merupakan salah satu indikator pengendalian penyakit menular dalam
Millenium Development Goals (MDGs), yaitu prevalensi dan kematian karena TB harus dapat
diturunkan 50% dari tahun 1990 hingga tahun 2015. Hal ini menjadi dasar program pengendalian
TB untuk membuat perencanaan agar target tersebut tercapai. Walaupun usaha pengendalian TB
sudah dijalankan dengan strategi DOTS sampai tahun 2005 dan strategi Stop TB dari tahun 2006,
TB masih menjadi salah satu masalah kesehatan terpenting di dunia. Pada tahun 2013, diestimasi
9 juta kasus TB dan 1,5 juta meninggal.
Indonesia telah mengadopsi pelaksanaan strategi DOTS dan komponennya sejak tahun
1995 untuk mengendalikan TB. Semua Puskesmas dan beberapa rumah sakit umum sudah
mengimplementasikan strategi ini. Strategi DOTS diperluas menjadi strategi Stop TB untuk
mengatasi permasalahan TB yang semakin kompleks. Walaupun demikian, berdasarkan laporan
tahunan TB global dari WHO, pada tahun 2013 Indonesia masih termasuk dalam lima besar negara
dengan estimasi insiden TB tertinggi (bersama India, China, Nigeria, dan Pakistan), dengan estimasi
insiden 183 per 100.000 penduduk dan estimasi prevalensi 272 per 100.000 penduduk.
Tuberkulosis menjadi beban yang serius untuk Indonesia tetapi situasi TB yang sebenarnya
di Indonesia belum diukur. Estimasi angka TB di Indonesia dilakukan secara tidak langsung oleh
WHO pada tahun 2009. Walaupun Indonesia sudah melaksanakan Survei Prevalensi Tuberkulosis
(SPTB) yang pertama tahun 2004, hasil survei tidak digunakan sebagai dasar estimasi WHO karena
keterbatasan metodologi, tidak digunakannya foto toraks dan kultur hanya sebagian sampel. Tim
Global Task Force on TB Impact Measurement dari WHO memasukkan Indonesia sebagai salah
satu dari 22 negara yang menjadi pusat perhatian global untuk menyelenggarakan SPTB sebelum
tahun 2015.
Program pengendalian TB Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memutuskan untuk
melakukan survei prevalensi TB dengan metodologi yang direkomendasikan WHO. Survei
Prevalensi TB 2013-2014 dilakukan dengan metodologi yang berbeda dan lebih akurat, di
antaranya penggunaan foto toraks untuk skrining, penggunaan Xpert MTB/RIF untuk konfirmasi
smear positif dan pemeriksaan kultur untuk semua sampel. Survei Prevalensi TB 2013-2014
dilaksanakan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan
DirJen P2PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia didukung oleh lembaga nasional dan
internasional. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada 156 klaster secara nasional dari tanggal
14 April 2013 sampai 30 Juni 2014. Tujuan utama survei adalah memperoleh prevalensi TB paru
yang terkonfirmasi bakteriologis pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Indonesia.
Angka prevalensi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengukur beban TB dan perencanaan
program pengendaliannya.
Desain penelitian adalah potong lintang dan pemilihan sampel menggunakan stratified
multi-stage cluster sampling pada populasi yang berumur 15 tahun ke atas yang dapat mewakili
nasional dan kawasan. Stratifikasi dilakukan menurut kawasan dan perkotan/perdesaan. Indonesia
dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu: Sumatera (46 klaster), Jawa-Bali (64 klaster) dan Lainnya (46
klaster) yang tersebar di 136 kabupaten/kota di 33 propinsi di Indonesia. Kriteria inklusi survei
adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dan tinggal minimal satu bulan di klaster.
Skrining dilakukan berdasarkan gejala dan foto toraks pada semua partisipan. Skrining
positif apabila partisipan batuk 14 hari atau lebih ATAU batuk darah ATAU foto toraks abnormal
parenkim paru atau pleura. Partisipan yang terskrining positif diambil dahak sewaktu dan dahak
pagi untuk pemeriksaan mikroskopis langsung dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan pemeriksaan
kultur dengan Lowenstein Jensen di salah satu dari delapan laboratorium pelaksana. Xpert
MTB/RIF dilakukan untuk konfirmasi smear positif ATAU bila hasil kultur kontaminasi atau Non
Tuberculosis Mycrobacterium (NTM).

SPTB Indonesia 2013-2014 ix


Sistem penjaminan mutu dilakukan mulai dari perekrutan tim sesuai kualifikasi yang
ditetapkan, pembuatan SPO untuk setiap kegiatan, uji coba, pilot test, pelatihan tim, dan supervisi.
Pemeriksaan eksternal smear mikroskopis dilakukan dengan metode lot quality assurance
sampling (LQAS). Perekaman data ganda dari kuesioner juga dilakukan untuk memverifikasi angka
yang dimasukkan. Sistem barcode pada setiap partisipan juga digunakan untuk meminimalisasi
kesalahan pencatatan.
Jumlah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang eligible dan berpartisipasi sebesar
67.944 (tingkat partisipasi 88,7%). Partisipan terskrining positif (eligible pemeriksaan dahak)
sebesar 15.446 (22,7%). Ditemukan sebanyak 426 kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis,
termasuk 165 kasus smear positif. Dari 291 partisipan dengan hasil laboratorium smear positif,
sebanyak 126 (43,3%) partisipan tidak terbukti positif TB dari hasil kultur atau Xpert MTB/RIF
sehingga tidak diperhitungkan sebagai kasus TB.
Untuk menghitung prevalensi TB, digunakan model yang memperhitungkan proses
pengambilan sampel dan ketidaklengkapan hasil laboratorium sesuai metode yang dianjurkan.
Hasil kultur disesuaikan dengan mempertimbangkan perbedaan jumlah kultur dari 52 klaster (2
kultur) dan 104 klaster (1 kultur).
Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis sebesar 759 (95% CI 589-961) per
100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Prevalensi TB paru dengan konfirmasi
bakteriologis berdasarkan kawasan adalah Sumatera 913, Jawa-Bali 593, dan kawasan Lainnya 842
per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Prevalensi TB paru dengan smear positif
sebesar 257 (95% CI 210-303) per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Prevalensi
TB paru smear positif berdasarkan kawasan adalah Sumatera 307, Jawa-Bali 217, dan kawasan
Lainnya 260 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Prevalensi TB paru tinggi di
seluruh Indonesia dan di seluruh kelompok umur. Kelompok laki-laki mempunyai prevalensi TB
lebih tinggi dibanding perempuan (1083, 95% CI 872-1337 dibandingkan 461, 95% CI 353-591).
Dengan menggunakanan angka prevalensi hasil survei di atas dan angka notifikasi kasus TB anak
dan ekstra paru, diperkirakan saat ini terdapat 1.600.000 orang dengan semua jenis TB. Hal ini
menunjukkan beban TB masih tinggi di Indonesia. Hasil survei di Indonesia konsisten dengan hasil
survei di negara-negara ASEAN lainnya.
Kasus TB konfirmasi bakteriologis yang menunjukkan gejala sebesar 57,5% dan kasus TB
smear positif yang menunjukkan gejala sebesar 70,3%. Kasus TB konfirmasi bakteriologis yang
tidak menunjukkan gejala namun foto toraks abnormal sebesar 42,5% dan kasus TB smear positif
yang tidak menunjukkan gejala namun foto toraks abnormal sebesar 29,7%.
Proporsi partisipan yang melaporkan pernah didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan
sebesar 3,2%. Dari partisipan yang pernah didiagnosis TB paru sebanyak 99% menjalani
pengobatan, 36,5% berobat ke sektor swasta. Dari partisipan yang mendapat pengobatan TB
ternyata masih ada 40,2% sudah tidak minum obat lagi sebelum dinyatakan sembuh oleh tenaga
kesehatan diantaranya alasan terbanyak karena sudah merasa enakan/tidak ada gejala lagi.
Hasil survei menggambarkan berbagai tantangan pada pengendalian TB di Indonesia selain
tingginya beban TB juga dapat menjelaskan mengapa beban TB sebelumnya di bawah perhitungan
sekarang antara lain karena:
Pertama, banyak rumah sakit dan layanan swasta tidak melaporkan kasus TB ke program
pengendalian TB. Dari 125 partisipan yang melaporkan sedang dalam pengobatan TB, hanya 34
(27%) yang diobati di Puskesmas. Hanya sebagian kecil data partisipan yang sedang dalam
pengobatan TB dapat ditemukan datanya di register nasional (SITT). Masalah under-reporting
serius dan notifikasi wajib (mandatory notification) kasus TB harus segera diimplementasikan.
Kedua, kasus batuk kronis tinggi di Indonesia dan mungkin tidak dianggap sebagai penyakit.
Terdapat 8.377 partisipan dengan batuk 14 hari atau lebih (12,3%). Proporsi partisipan yang
melaporkan sedang batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah sebesar 12,6%. Di antaranya
sebanyak 43,1% tidak berobat, 30,8% mengobati sendiri, dan 26,1% berobat ke tenaga kesehatan.
Dari partisipan yang mengalami gejala skrining di atas, hanya 10,8% yang berobat ke Puskesmas.

x SPTB Indonesia 2013-2014


Tingginya proporsi kasus TB yang bergejala menunjukkan keterlambatan dalam diagnosis TB.
Dalam komunitas, tingginya kasus TB yang bergejala membuat sistem penemuan kasus harus
diperbaiki.
Ketiga, survei menemukan pengetahuan mengenai pelayanan TB masih kurang dan stigma
masih tinggi. Proporsi partisipan yang mengetahui gejala utama TB sebesar 78,6%, cara penularan
TB sebesar 69,1%, dan TB bisa disembuhkan sebesar 73,5%. Hanya sebagian kecil mengetahui
bahwa obat TB gratis (21,3%). Stigma yang ditunjukkan dengan sikap merahasiakan keluarga yang
terkena TB masih tinggi (11,7%). Peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai ketersediaan
layanan dapat memfasilitasi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.
Keempat, Mycobacterium tuberculosis hanya teridentifikasi pada 165 (57%) dari 291
partisipan dengan smear positif setelah dilakukan Xpert MTB/RIF maupun kultur. Infeksi atau
kontaminasi oleh NTM bisa menjadi penyebab banyaknya spesimen smear positif yang bukan TB.
Diagnosis TB berisiko tidak tepat bila hanya menggunakan smear mikroskopis pada penemuan
kasus aktif. Metode diagnosis yang lebih akurat dibutuhkan di samping peningkatan kualitas smear
mikroskopis.
Limitasi dalam penelitian ini antara lain letak geografis dengan tingkat kesulitan yang
bervariasi di bidang logistik dan pengiriman sampel, adanya variasi kualitas antar laboratorium,
perbedaan dalam jumlah kultur yang diperiksa (52 klaster dengan 2 kultur dan 104 klaster dengan
1 kultur).
Program pengendalian TB sebaiknya menggunakan metode diagnosis yang sederhana dan
sensitif di seluruh daerah. Kapasitas laboratorium TB saat ini tidak cukup untuk memeriksa semua
spesimen jika semua orang dengan skrining positif (12,6%) memeriksakan spesimen dahak.
Survei ini tidak bertujuan menghitung prevalensi TB anak dan prevalensi TB ekstra paru
karena mempertimbangkan kesulitan diagnosis dan kebutuhan logistik yang sangat besar.
Rekomendasi dari survei ini adalah meningkatkan tatalaksana kasus TB sehingga bisa
mengurangi penularan dan meningkatkan efektifitas pengobatan melalui deteksi dini penemuan
kasus TB dengan metode yang lebih akurat, serta meningkatkan kualitas/kuantitas SDM
pelayanan TB. Meningkatkan peran swasta dalam pengendalian TB baik dalam pelayanan maupun
dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Diperlukan peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang TB, seperti cara penularan, tanda dan gejala, penyakit TB dapat disembuhkan, obat TB
gratis, dan perbaikan sikap dan perilaku seperti stigma dan perilaku hidup sehat (termasuk
berhenti merokok).
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan berbagai model penemuan kasus
secara intensif, akurasi smear mikroskopis untuk mendeteksi kasus di program rutin dan
penemuan kasus intensif, inventory study, dan inklusi program TB dalam Jaminan Kesehatan
Nasional serta dampaknya terhadap notifikasi kasus.
Hasil survei diharapkan mendorong perbaikan pengendalian TB di Indonesia. Terdapat
lebih dari satu juta orang dengan TB di Indonesia dan sebagian besar belum terdeteksi dan diobati.
Walaupun pertumbuhan ekonomi di Indonesia tinggi, TB masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat.

SPTB Indonesia 2013-2014 xi


DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................................................................... vi
KATA SAMBUTAN ............................................................................................................................... vii
KATA SAMBUTAN .............................................................................................................................. viii
RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL................................................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................................ xvii
1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................................. 1
1.2 Sejarah Program Pengendalian TB .................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Pengendalian TB .................................................................................................................................... 3
1.4 Situasi Pengendalian TB di Indonesia ................................................................................................................ 4
1.5 Tujuan ............................................................................................................................................................... 5
1.5.1 Tujuan Umum .......................................................................................................................................... 5
1.5.2 Tujuan Khusus ......................................................................................................................................... 5
2 METODOLOGI................................................................................................................................ 6
2.1 Desain Survei .................................................................................................................................................... 6
2.2 Periode Survei ................................................................................................................................................... 6
2.3 Populasi ............................................................................................................................................................ 6
2.4 Besar Sampel .................................................................................................................................................... 6
2.5 Prosedur Sampling .......................................................................................................................................... 10
2.5.1 Stratifikasi .............................................................................................................................................. 10
2.5.2 Kerangka Sampling ................................................................................................................................ 10
2.5.3 Metode Sampling .................................................................................................................................. 11
2.6 Organisasi Survei ............................................................................................................................................. 12
2.6.1 Tim Pengarah......................................................................................................................................... 13
2.6.2 Komite Teknis ........................................................................................................................................ 13
2.6.3 Tim Panel ............................................................................................................................................... 13
2.6.4 Tim Pelaksana ........................................................................................................................................ 13
2.6.5 Tim Teknis Lapangan.............................................................................................................................. 13
2.7 Persiapan survei .............................................................................................................................................. 14
2.7.1 Pengadaan Alat dan Bahan .................................................................................................................... 14
2.7.2 Pelatihan Tim Pengumpul Data .............................................................................................................. 15
2.7.3 Pelatihan Teknisi Laboratorium ............................................................................................................. 15
2.7.4 Pelatihan Manajemen Data Teknisi Laboratorium ................................................................................. 15
2.7.5 Uji Coba ................................................................................................................................................. 15
2.7.5.1 Uji Coba Instrumen ....................................................................................................................... 15
2.7.5.2 Pilot Test ...................................................................................................................................... 16
2.8 Pelaksanaan Survei ......................................................................................................................................... 16
2.8.1 Sosialisasi dan Kunjungan Klaster .......................................................................................................... 17
2.8.2 Kunjungan Prasurvei .............................................................................................................................. 18
2.8.3 Pengumpulan Data ................................................................................................................................ 18
2.8.3.1 Skrining ........................................................................................................................................ 19
2.9 Pembacaan Foto Toraks Pusat ........................................................................................................................ 20
2.10 Laboratorium ............................................................................................................................................. 20
2.11 Manajemen Data ........................................................................................................................................ 22
2.12 Kegiatan Tim Panel ..................................................................................................................................... 23
2.13 Definisi Kasus ............................................................................................................................................. 24
2.14 Analisis ....................................................................................................................................................... 24
2.15 Penjaminan Mutu ....................................................................................................................................... 25
3 HASIL ........................................................................................................................................... 26
3.1 Populasi, Populasi yang Eligible, dan Partisipan .............................................................................................. 26

xii SPTB Indonesia 2013-2014


3.1.1 Data Rumah tangga ............................................................................................................................... 35
3.2 Gejala dan Foto Toraks.................................................................................................................................... 38
3.3 Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................................................................. 40
3.4 Kasus TB .......................................................................................................................................................... 43
3.5 Prevalensi TB................................................................................................................................................... 48
3.6 Pengetahuan dan Sikap Terhadap TB serta Perilaku Merokok (PSP) ............................................................... 50
3.7 Faktor Risiko TB............................................................................................................................................... 52
4 PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 55
4.1 Populasi, Populasi Eligible, dan Partisipan ....................................................................................................... 55
4.2 Skrining Gejala dan Foto Toraks ...................................................................................................................... 55
4.3 Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................................................................. 57
4.4 Kasus TB .......................................................................................................................................................... 57
4.5 Prevalensi TB................................................................................................................................................... 58
4.6 Pengetahuan dan Sikap Terhadap TB .............................................................................................................. 60
4.7 Faktor Risiko TB............................................................................................................................................... 61
4.8 Analisis untuk Memperkuat Program Pengendalian TB dan Implikasi Program ............................................... 62
4.8.1 Perhitungan Prevalensi TB Semua Jenis Pada Semua Umur ................................................................... 62
4.8.2 Kesenjangan Antara Prevalensi dan Notifikasi ....................................................................................... 63
4.8.3 Partisipan yang Berobat ke Layanan Kesehatan Non Program Pengendalian TB .................................... 64
4.8.4 Implikasi Program .................................................................................................................................. 66
4.9 Keterbatasan Survei ........................................................................................................................................ 68
5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................................................. 69
5.1 Simpulan ......................................................................................................................................................... 69
5.2 Rekomendasi .................................................................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................... 72

SPTB Indonesia 2013-2014 xiii


DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah target klaster dan partisipan berdasarkan kawasan dan klasifikasi daerah ............................................ 8
Tabel 2 Laboratorium pelaksana yang menerima spesimen dari SPTB menurut jumlah klaster ................................... 21
Tabel 3 Definisi Kasus dalam SPTB................................................................................................................................ 24
Tabel 4 Distribusi populasi yang eligible sebagai partisipan menurut karakteristik demografi ..................................... 27
Tabel 5 Distribusi populasi eligible dan partisipan menurut karakteristik demografi.................................................... 29
Tabel 6 Distribusi partisipan menurut karakteristik demografi ..................................................................................... 30
Tabel 7 Partisipan yang pernah didiagnosis TB ............................................................................................................. 32
Tabel 8 Distribusi alasan berhenti berobat TB dari partisipan dengan riwayat diagnosis TB menurut fasilitas kesehatan
............................................................................................................................................................................ 34
Tabel 9 Distribusi partisipasi rumah tangga berdasarkan karakteristik wilayah ........................................................... 35
Tabel 10 Distribusi partisipasi rumah tangga berdasarkan karakteristik rumah tangga ................................................. 36
Tabel 11 Distribusi partisipan yang diwawancarai dan difoto toraks menurut karakteristik demografi ......................... 37
Tabel 12 Distribusi partisipan menurut gejala TB dan jenis kelamin .............................................................................. 38
Tabel 13 Distribusi partisipan menurut hasil skrining dan jenis kelamin........................................................................ 38
Tabel 14 Distribusi partisipan yang terskrining positif ................................................................................................... 39
Tabel 15 Distribusi pola pencarian pengobatan partisipan dengan skrining gejala positif ............................................. 39
Tabel 16 Pemeriksaan dahak di 52 klaster dan 104 klaster ........................................................................................... 40
Tabel 17 Hasil smear dahak sewaktu dan dahak pagi ................................................................................................... 40
Tabel 18 Hasil smear antara dahak sewaktu dan dahak pagi ......................................................................................... 41
Tabel 19 Hasil pemeriksaan kultur dahak sewaktu dan dahak pagi ............................................................................... 41
Tabel 20 Kesesuaian antara hasil smear dengan hasil kultur pada dahak sewaktu ....................................................... 42
Tabel 21 Kesesuaian antara hasil smear dengan hasil kultur pada dahak pagi.............................................................. 42
Tabel 22 Kesesuaian hasil pemeriksaan kultur dahak sewaktu dan dahak pagi ............................................................ 43
Tabel 23 Perbandingan hasil smear, Xpert MTB/RIF, dan kultur .................................................................................... 43
Tabel 24 Kasus TB berdasarkan keputusan tim panel dengan distribusi hasil pemeriksaan laboratorium ..................... 44
Tabel 25 Jumlah kasus TB berdasarkan hasil skrining ................................................................................................... 45
Tabel 26 Distribusi kasus TB menurut karakteristik demografi .................................................................................... 45
Tabel 27 Distribusi rumah tangga dengan atau tanpa kasus TB menurut karakteristik wilayah ..................................... 47
Tabel 28 Estimasi prevalensi TB dengan smear positif per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas menurut
karakteristik demografi........................................................................................................................................ 49
Tabel 29 Estimasi prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke
atas menurut karakteristik demografi.................................................................................................................. 50
Tabel 30 Pengetahuan dan sikap terhadap TB serta perilaku merokok partisipan yang dilakukan wawancara
pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) ............................................................................................................... 51
Tabel 31 Faktor risiko dan kasus TB............................................................................................................................... 52
Tabel 32 Faktor risiko kasus TB smear positif dan smear negatif dengan konfirmasi bakteriologis............................... 52
Tabel 33 Perbandingan rumah tangga yang mempunyai kasus TB dan yang tidak mempunyai kasus TB berdasarkan
karakteristik rumah tangga .................................................................................................................................. 54
Tabel 34 Hasil survei prevalensi TB di negara-negara Asia ............................................................................................ 59
Tabel 35 Partisipan yang melaporkan sedang dalam pengobatan TB, tempat berobat, dan pencocokan dengan register
TB ........................................................................................................................................................................ 66

xiv SPTB Indonesia 2013-2014


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Distribusi 156 klaster di 136 Kabupaten/Kota terpilih di 33 Propinsi.............................................................. 9
Gambar 2 Contoh pembentukan kerangka sampel di klaster terpilih ........................................................................... 11
Gambar 3 Organisasi tim survei.................................................................................................................................... 12
Gambar 4 Alur aktivitas survei ..................................................................................................................................... 17
Gambar 5 Kegiatan pada pengumpulan data ............................................................................................................... 19
Gambar 6 Alur pemeriksaan dahak di laboratorium. .................................................................................................... 22
Gambar 7 Manajemen data SPTB ................................................................................................................................. 23
Gambar 8 Diagram hasil pelaksanaan SPTB .................................................................................................................. 26
Gambar 9 Distribusi populasi yang dicacah (enumerated) dan yang eligible berpartisipasi dalam survei ..................... 28
Gambar 10 Distribusi populasi yang eligible berpartisipasi dan yang berpartisipasi dalam survei ................................ 28
Gambar 11 Tingkat partisipasi menurut jenis kelamin dan umur .................................................................................. 31
Gambar 12 Distribusi klaster berdasarkan jumlah kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis ....................................... 46
Gambar 13 Perpaduan kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis dan partisipan yang sedang dalam pengobatan TB . 47
Gambar 14 Prevalensi TB dan perkiraan jumlah penduduk kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis berdasarkan
kelompok umur ................................................................................................................................................... 60
Gambar 15 Rasio prevalensi notifikasi kasus TB yang terkonfirmasi bakteriologis secara nasional, berdasarkan
kawasan, status tempat tinggal, jenis kelamin, dan kelompok umur ................................................................... 64

SPTB Indonesia 2013-2014 xv


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kesimpulan per klaster................................................................................................... 75
Lampiran 2 Kuesioner pra survei ...................................................................................................... 81
Lampiran 3 Kuesioner individu.......................................................................................................... 83
Lampiran 4 Naskah penjelasan dan persetujuan .............................................................................. 86
Lampiran 5 Contoh barcode.............................................................................................................. 88
Lampiran 6 Undangan partisipan ...................................................................................................... 89
Lampiran 7 Form laboratorium ......................................................................................................... 90
Lampiran 8 Form radiografer .......................................................................................................... 100
Lampiran 9 Form ketua tim ............................................................................................................ 102
Lampiran 10 Daftar klaster terpilih .................................................................................................. 103
Lampiran 11 Tim pelaksana ............................................................................................................. 109
Lampiran 12 Foto kegiatan .............................................................................................................. 113

xvi SPTB Indonesia 2013-2014


DAFTAR SINGKATAN
ART Anggota Rumah Tangga
ASEAN Association of South East Asian Nations
Balitbangkes Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
BBLK Balai Besar Laboratorium Kesehatan
BKPM Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BLK Balai Laboratorium Kesehatan
BP4 Balai Pengobatan Penyakit Paru
BPS Badan Pusat Statistik
CI Confidence Interval
DKI Daerah Khusus Ibukota
DM Diabetus Melitus
DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse
FK Fakultas Kedokteran
GDF Global Drug Facility
GFATM The Global Fund to fight AIDS, Tuberculosis and Malaria
HIV Human Immunodeficiency Virus
IPW Inverse Probability Weighting
ISTC International Standard of TB Care
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
KNCV Tuberculosis Koninklijke Nederlandse Centrale Vereniging tot Bestrijding der Tuberculosis
L-J Lowenstein Jensen
KSK Koordinator Statistik Kecamatan
LQAS Lot Quality Assurance Sampling
MDGs Millenium Development Goals
MI Multiple Imputation
MDR-TB Multi Drug Resistant Tuberculosis
MTB Mycrobacterium tuberculosis
NA Not Available
NTM Non Tuberculosis Mycrobacterium
NTP National Tuberculosis Control Program
OAT Obat anti Tuberkulosis
P Pagi (Sputum pagi)
P2PL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
PAS Para Aminosalicylic acid
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
POKJA Kelompok Kerja
PPS Probability Proporsional to Size
PSP Pengetahuan Sikap Prilaku
Renstra Rencana Strategis
RIF Rifampisin
RS Rumah sakit
RT Rumah Tangga
S Sewaktu (Sputum Sewaktu)
SD Sekolah Dasar
SITT Sistem Informasi Tuberkulosis Terintegrasi
SMA Sekolah Menengah Atas
SMP Sekolah Menengah Pertama
SRL Supranational Referral Laboratory

SPTB Indonesia 2013-2014 xvii


SPO Standar Prosedur Operasional
SPTB Survei Prevalensi Tuberkulosis
Subdit TB Sub Direktorat Tuberkulosis
TB Tuberkulosis
TORG Tuberculosis Operasional Research Group
USAID United States Agency for International Development
UI Universitas Indonesia
UNPAD Universitas Pajajaran
UNDIP Universitas Diponegoro
UGM Universitas Gadjah Mada
UNAIR Universitas Airlangga
UNHAS Universitas Hasanuddin
VS Versus
Wasor Wakil Supervisor
WHO World Health Organization
WHO-HQ World Health Organization-Head Quarter

xviii SPTB Indonesia 2013-2014


1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2013,
diestimasi 9 juta kasus TB dan 1,5 juta meninggal. Saat ini tuberkulosis juga masih menjadi beban
di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan TB global dari WHO, pada tahun 2013 Indonesia masih
termasuk dalam lima besar negara dengan estimasi insiden TB tertinggi (bersama India, China,
Nigeria, dan Pakistan), dengan estimasi insiden 183 per 100.000 penduduk dan estimasi prevalensi
272 per 100.000 penduduk (World Health Organization 2014).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyebab kematian
karena TB menduduki peringkat kedua (7,5%) setelah stroke (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2008). Hasil registrasi vital kematian tahun
2011 di 15 kabupaten/kota penyebab kematian karena TB berada di urutan ketiga (6,5%) setelah
stroke dan penyakit jantung iskemik (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2012). Namun hasil ini belum mewakili nasional.
TB menjadi beban yang serius untuk Indonesia tetapi situasi TB yang sebenarnya di
Indonesia belum diukur. Estimasi angka TB di Indonesia dilakukan secara tidak langsung oleh WHO
pada tahun 2009 (World Health Organization 2009b).
Indonesia telah mengadopsi pelaksanaan strategi DOTS dan komponennya sejak tahun
1995. Strategi ini diperluas dengan mengadopsi strategi Stop TB yaitu: mencapai, mengoptimalkan
dan mempertahankan mutu DOTS; merespon masalah TB-HIV, TB Resisten Obat; berkontribusi
dalam penguatan sistem kesehatan; melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan, termasuk
sektor swasta; memberdayakan pasien dan masyarakat; melaksanakan dan mengembangkan
penelitian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011).
Tuberkulosis juga merupakan salah satu target dalam Millenium Development Goals
(MDGs), prevalensi dan kematian karena TB harus dapat diturunkan 50% dari tahun 1990 hingga
tahun 2015 (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional 2009). Hal ini menjadi
dasar program untuk membuat perencanaan agar tujuan tersebut tercapai.
Sebagai dukungan perencanaan program TB, pada tahun 2004 Indonesia sudah
melaksanakan SPTB yang pertama. Namun hasil SPTB ini sudah tidak memadai untuk digunakan
saat ini. Untuk ketersediaan data ini pada tahun 2013-2014 dilakukan survei prevalensi TB dengan
metodologi yang berbeda dan lebih akurat, di antaranya penggunaan foto toraks untuk skrining,

SPTB Indonesia 2013-2014 1


penggunaan Xpert MTB/RIF untuk konfirmasi smear positif dan hasil kultur kontaminasi atau NTM
dan pemeriksaan kultur untuk semua sampel. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh
laboratorium pelaksana yang sudah terakreditasi di Indonesia.
Survei Prevalensi TB 2013-2014 dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
didukung oleh lembaga nasional dan internasional. Survei ini dapat mengetahui angka prevalensi
TB terbaru dan mengetahui beban TB di Indonesia, sehingga dapat dijadikan sebagai landasan
penyusunan program dan strategi penanggulangan TB.

1.2 Sejarah Program Pengendalian TB


Progam pengendalian TB sudah dilakukan sejak pemerintahan kolonial Belanda. Sejak
Indonesia merdeka program pengendalian TB diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pengobatan
TB awalnya berbasis sanatoria, yang pada saat kemerdekaan jumlahnya mencapai 70 sanatoria.
Obat yang digunakan saat itu terdiri dari isoniazid, streptomycin, dan para-amino salicylate (PAS)
Sebelum mengadopsi program DOTS, Indonesia sudah melakukan pengobatan TB dengan
obat anti TB lini pertama. Usaha pengendalian TB yang modern dimulai sekitar tahun 1970.
Diagnosis dan pengobatan TB yang dilakukan di Puskesmas menjadi tulang punggung strategi
pengendalian TB. Diagnosis TB dilakukan berdasarkan pemeriksaan dahak dengan mikroskop.
Regimen pengobatan TB sudah mengalami berbagai revisi dari regimen yang terdiri dari isoniazid
dan streptomycin selama dua tahun. Kemudian ditambahkan rifampisin (tahun 1977) dan
pyrazinamide (tahun 1980) sampai pengenalan regimen dengan rifampisin, isoniazid, and
pyrazinamide dengan pengawasan minum obat tahun 1993.
Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan pilot pengobatan TB jangka pendek
dan secara resmi mengadopsi prinsip DOTS pada tahun 1995. Pada tahun 2001 disusun rencana
strategis pengendalian TB lima tahun pertama. Sejak tahun 2002 bantuan dari donor eksternal
meningkat. Bantuan ini digunakan untuk peningkatan kapasitas dan ekspansi DOTS di daerah
dengan populasi tinggi. Bantuan dari Global Drug Facility (GDF) digunakan untuk membeli obat TB
pada fase ekspansi cepat. Tahun 2003, Indonesia menerima bantuan dana dari Global Fund to
Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria (GF). Dengan demikian program pengendalian TB dapat
merekrut lebih banyak staf dan memperluas cakupan kegiatannya (World Health Organization
2009a).
Untuk mendukung program penanggulangan TB, pada tahun 1964 pernah dilakukan survei
prevalensi TB di daerah rural (Kabupaten Malang) dan urban (Kota Jogjakarta). Tahun 1972-1995

2 SPTB Indonesia 2013-2014


dilakukan survei tuberkulin untuk mengevaluasi risiko infeksi tahunan (annual risk of infection) di
10 propinsi. Survei prevalensi TB secara nasional dilakukan pertama kali tahun 2004.

1.3 Tujuan Pengendalian TB


Program Pengendalian TB Indonesia bertujuan mengurangi beban TB di Indonesia dengan
melakukan berbagai upaya strategis sehingga TB tidak menjadi masalah kesehatan lagi. Rencana
strategis (Renstra) pengendalian TB di Indonesia disusun setiap lima tahun. Saat ini Renstra untuk
tahun 2015-2019 sudah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia 2015b). Pengendalian TB Nasional mengikuti strategi End TB yang
dikeluarkan oleh Global TB Program dan disetujui oleh negara-negara anggota PBB (World Health
Assembly 2014). Dalam strategi ini, TB secara global harus dapat dieliminasi pada tahun 2035.
Capaian pengendalian TB pada tahun 2035 diharapkan sebagai berikut:
1. Penurunan insiden TB sebesar 90% dibandingkan angka tahun 2015 (tercapai insiden
sebesar 10 kasus per 100.000 populasi)
2. Penurunan kematian akibat TB sebesar 95% dibandingkan angka tahun 2015
3. Tidak ada keluarga yang mengalami bencana keuangan karena TB
Dalam penetapan Renstra ini, estimasi beban TB yang digunakan harus akurat. Hasil survei
prevalensi TB 2013-2014 memberi informasi terbaru dan akurat mengenai prevalensi TB. Tujuan
utama strategi nasional pengendalian TB 2015-2019 adalah (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2015) :
1. Meningkatkan angka notifikasi semua kasus TB dari 131 per 100.000 penduduk pada tahun
2013 menjadi 236 per 100.000 penduduk pada tahun 2019
2. Memastikan angka keberhasilan pengobatan di rumah sakit dan sektor swasta, termasuk
juga sektor pemerintah mencapai 90% pada tahun 2019
3. Meningkatkan upaya pencegahan, diagnosis, dan pelaporan kasus TB pada anak
4. Meningkatkan koordinasi antara program TB dan HIV/AIDS, antar program, dan antar
sektor di semua tingkat untuk menurunkan beban TB dan HIV di masyarakat
5. Menjamin akses universal untuk diagnosis dan pengobatan TB resisten obat pada tahun
2019
6. Menjamin komitmen politis di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota untuk
mengalokasikan sumber daya yang cukup dan mempertegas regulasi yang ada dan baru
yang mendukung pengendalian TB
7. Memperluas dan memperkuat infrastruktur, sumber daya manusia, dan manajemen untuk
melaksanakan strategi nasional dengan baik

SPTB Indonesia 2013-2014 3


8. Memperluas dan memperkuat sistem pengumpulan data dan surveilans untuk
menggambarkan sistem informasi mengenai kasus TB yang didiagnosis dan diobati di
semua sektor, dan menganalisis dengan baik informasi tersebut untuk perbaikan program.

1.4 Situasi Pengendalian TB di Indonesia


Berdasarkan strategi DOTS, untuk pengendalian TB angka deteksi kasus harus mencapai
70% dan keberhasilan pengobatan mencapai 85%. Indonesia sudah mencapai target itu pada
tahun 2011 (World Health Organization 2012). Sebelum SPTB 2013-2014 dilaksanakan angka
prevalensi TB di Indonesia diperkirakan sebesar 272 (95% CI: 138 – 450) per 100.000 penduduk,
insiden diperkirakan sebesar 460.000 kasus, dan 327.103 kasus TB ternotifikasi pada tahun 2013.
Kematian akibat TB diperkirakan sebesar 25 (95% CI: 14-37) per 100.000 penduduk (World Health
Organization 2014). Sebagian besar dari fasilitas kesehatan tidak melaporkan kasus TB yang
ditangani sehingga estimasi jumlah kasus TB yang berdasarkan data notifikasi kemungkinan lebih
kecil dari yang sebenarnya di masyarakat.
Berbagai tantangan dihadapi oleh program pengendalian TB, antara lain akses layanan
diagnosis dan pengobatan harus diperluas untuk menjangkau penduduk di daerah terpencil,
miskin, atau rentan. Selain itu, tingginya kasus orang dengan HIV meningkatkan risiko terkena TB,
adanya kasus resistensi obat yang diperkirakan tinggi (sekitar 6.800 kasus). Tingginya kasus TB
yang ditangani di fasilitas kesehatan di mana program TB tidak mempunyai kendali atas kualitas
dan pelaporannya menjadi salah satu tantangan program TB (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2015b).
Pemerintah Republik Indonesia sudah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sejak tahun 2014 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015). Sistem pembiayaan ini akan
mempengaruhi sistem pembiayaan dalam pengendalian TB. Ditemukannya obat dan strategi baru
untuk diagnosis dan pengobatan di tingkat global, mempengaruhi strategi pengendalian TB di
tingkat nasional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015).
Program Pengendalian TB melakukan strategi pokok di bawah ini untuk mengendalikan TB:
1. Memperluas dan meningkatkan layanan DOTS yang berkualitas
2. Mengendalikan TB/HIV, TB resisten obat, dan meningkatkan akses pada populasi rentan
dan miskin
3. Melibatkan semua penyedia layanan kesehatan dalam menerapkan standar internasional
penatalaksanaan TB (International Standard of Tuberculosis Care/ ISTC)
4. Memberdayakan pasien TB dan komunitas
5. Memperkuat sistem kesehatan, termasuk manajemen dan sumber daya manusia untuk TB

4 SPTB Indonesia 2013-2014


6. Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian TB
7. Memperkuat riset, pengembangan, dan penggunaan informasi strategis.

1.5 Tujuan

1.5.1 Tujuan Umum


Survei Prevalensi TB bertujuan memperoleh prevalensi TB paru yang terkonfirmasi
bakteriologis pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Indonesia.

1.5.2 Tujuan Khusus


1. Memperoleh prevalensi TB paru dengan smear positif pada penduduk yang berumur 15
tahun ke atas di Indonesia maupun menurut kawasan
2. Memperoleh prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas menurut kawasan
3. Memperoleh proporsi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dengan gejala mengarah
TB paru
4. Memperoleh proporsi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dengan kelainan
radiologis mengarah TB paru
5. Memperoleh proporsi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang pernah didiagnosis
TB paru oleh tenaga kesehatan
6. Mengidentifikasi pola pencarian pengobatan partisipan yang pernah didiagnosis TB paru
oleh tenaga kesehatan
7. Mengidentifikasi pola pencarian pengobatan partisipan dengan gejala TB paru
8. Mendeskripsikan faktor risiko TB
9. Mendeskripsikan pengetahuan dan sikap terhadap TB.

SPTB Indonesia 2013-2014 5


2 METODOLOGI

2.1 Desain Survei


Desain penelitian pada survei ini adalah potong lintang dengan cakupan nasional dan
kawasan. Pemilihan sampel menggunakan stratified multi-stage cluster sampling pada populasi
yang berumur 15 tahun ke atas.

2.2 Periode Survei


Perencanaan dan persiapan survei dilaksanakan dalam waktu hampir tiga tahun (2011 –
2013). Pelatihan dan pilot test dilakukan pada trimester pertama tahun 2013. Pengumpulan data
dimulai April 2013 dan selesai Juni 2014. Cleaning, validasi dan analisis data selesai pada April
2015.

2.3 Populasi
Populasi target dalam survei ini adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.
Pemilihan partisipan mengikuti kriteria di bawah :
Kriteria inklusi:
1. Individu yang berumur 15 tahun ke atas
2. Tinggal di klaster terpilih minimal satu bulan.
Kriteria eksklusi:
Individu yang tinggal di barak militer, rumah misi diplomatik, rumah sakit, hotel,
asrama, tempat tinggal sementara.
Dalam survei ini penduduk yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi disebut eligible.

2.4 Besar Sampel


Sejumlah parameter dibutuhkan untuk menghitung besar sampel dengan tingkat akurasi
tertentu. Parameter yang digunakan dalam menghitung besar sampel adalah: estimasi prevalensi
TB (p), design effect (deff), perkiraan jumlah orang yang berumur 15 tahun ke atas per klaster (M),
tingkat impresisi/ketidakakuratan yang diinginkan (d), dan perkiraan respon (r).
Perkiraan prevalensi TB berdasarkan SPTB tahun 2004 adalah 104 per 100.000 penduduk
(Soemantri et al. 2005). Skrining berdasarkan gejala tanpa foto toraks bisa saja menghasilkan
perkiraan yang di bawah prevalensi sebenarnya pada saat itu. Berdasarkan laporan dari negara
ASEAN yang sudah menyelenggarakan survei berdasarkan metode yang direkomendasikan WHO,

6 SPTB Indonesia 2013-2014


seperti Kamboja (2002), Myanmar (2009), Filipina (2007), dan Vietnam (2007), prevalensi smear
positif yang diobservasi dari survei ternyata hampir dua kali lipat atau lebih dari angka notifikasi TB
pada tahun survei tersebut.
Dengan mempertimbangkan kesamaan geografis dan prevalensi HIV yang rendah,
melipatduakan angka notifikasi menjadi perkiraan yang konservatif dari prevalensi smear positif.
Notifikasi pada tahun 2010 adalah 78 per 100.000 penduduk sehingga diasumsikan prevalensi
sebesar 156 per 100.000 penduduk. Parameter yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel:
 Prevalensi (p): 156 per 100.000 penduduk,
 Proporsi penduduk 15 tahun ke atas (a): 71,1%,
 Tingkat kepercayaan 95% atau  sebesar 5%,
 Presisi relatif (d): 20% berdasarkan rekomendasi WHO,
 Angka partisipasi minimum (r): 85% berdasarkan rekomendasi WHO
 Besarnya klaster (M): 500 mempertimbangkan siklus operasi mingguan dan rekomendasi
WHO (400-800),
 Design effect (deff): 1,5 (k>0,6 perkiraan variasi klaster yang tinggi berdasarkan
pengalaman tahun 2004).
Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus-rumus di bawah ini:

, ( ) , ( , )
= × → = × , = . ,
, × ,

Karena survei hanya mencakup orang dewasa sebagai populasi yang layak diikutsertakan,
jumlah sampel dihitung sebagai berikut:

= × → = . , × , = . ,

Tingkat partisipasi yang diharapkan 85%, jumlah sampel yang disesuaikan dengan tingkat
partisipasi dihitung sebagai berikut:

. ,
= → = = . , ≈ .
,

Perhitungan jumlah klaster yang dibutuhkan:

.
= → = =

SPTB Indonesia 2013-2014 7


Jumlah sampel dialokasikan ke setiap kawasan. Metode alokasi adalah kompromi dari
alokasi equal dan proporsional dengan koefisien alokasi (γ) sebesar 0.3

( ) ( ) ( )
= ( − )+

Jumlah klaster untuk Sumatera sebesar 46, Jawa Bali 64, dan kawasan Lainnya sebesar 46.
Perkiraan presisi dari estimasi tingkat kawasan sebesar 25-30%. Jumlah klaster yang dialokasikan
berdasarkan kawasan, perdesaan/ perkotaan proporsional ke jumlah populasi dijelaskan di tabel di
bawah ini:
Tabel 1 Jumlah target klaster dan partisipan berdasarkan kawasan dan klasifikasi daerah

Jumlah klaster Jumlah Partisipan


Kawasan
Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total

Sumatera 22 24 46 11.000 12.000 23.000

Jawa-Bali 34 30 64 17.000 15.000 32.000

Lainnya 22 24 46 11.000 12.000 23.000

TOTAL 78 78 156 39.000 39.000 78.000

Estimasi jumlah sampel partisipan yang berumur 15 tahun ke atas berdasarkan sensus
tahun 2010 (Badan Pusat Statistik 2010) adalah 82.155 pada 156 klaster sehingga diperkirakan 527
partisipan per klaster.

8 SPTB Indonesia 2013-2014


Gambar 1 Distribusi 156 klaster di 136 Kabupaten/Kota terpilih di 33 Propinsi

SPTB Indonesia 2013-2014 9


2.5 Prosedur Sampling
Populasi penelitian dipilih menggunakan stratified multi-stage cluster sampling method.
Survei ini tidak didesain untuk mengestimasi prevalensi pada tingkat propinsi.

2.5.1 Stratifikasi
Stratifikasi dilakukan dua tahap, yaitu menurut kawasan dan klasifikasi daerah. Pembagian
kawasan mengikuti SPTB 2004, dimana beban TB di Indonesia terbagi pada tiga kawasan, yaitu:
 Kawasan Sumatera, mencakup propinsi di pulau Sumatera, yaitu: propinsi Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan pulau-
pulau di sekitarnya, yaitu: Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau.
 Kawasan Jawa dan Bali, mencakup propinsi di pulau Jawa, yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten dan pulau Bali, yaitu Propinsi Bali.
 Kawasan Lainnya, mencakup propinsi di luar Sumatera, Jawa, dan Bali. Yang termasuk
dalam kawasan ini adalah propinsi yang berada di pulau Kalimantan (Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur), Nusa Tenggara (Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur), Sulawesi (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat), Maluku (Maluku dan
Maluku Utara), dan Papua (Papua dan Papua Barat).
Tujuan melakukan stratifikasi kawasan adalah untuk mendapatkan efisiensi sampel dan
mendapatkan perkiraan prevalensi TB yang terkonfirmasi bakteriologis di tiap kawasan. Tiap
kawasan distratifikasi lagi menjadi perkotaan/perdesaan, karena angka notifikasi kasus TB nya
berbeda.

2.5.2 Kerangka Sampling


Kerangka sampling diatur berdasarkan unit sampel desa dan klaster. Unit sampel klaster
terdiri dari satu atau lebih blok sensus. Karena situasi politik Indonesia relatif stabil, tidak ada
propinsi atau kabupaten yang dikeluarkan dari kerangka sampling.
 Kerangka sampling desa adalah daftar desa di setiap strata dilengkapi dengan informasi
jumlah populasi yang berumur 15 tahun ke atas berdasarkan hasil sensus penduduk
tahun 2010.
 Kerangka sampling klaster adalah daftar klaster yang terdiri dari satu atau lebih blok
sensus di desa terpilih dilengkapi dengan informasi jumlah populasi yang berumur 15
tahun ke atas berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 sekitar 500 orang.

10 SPTB Indonesia 2013-2014


Gambar 2 Contoh pembentukan kerangka sampel di klaster terpilih

2.5.3 Metode Sampling


Seleksi sampel dilakukan dengan dua tahap. Tahap seleksi sampel dijelaskan sebagai
berikut:
Tahap 1: Sejumlah desa pada setiap strata dipilih menggunakan probability proportional to size
(PPS)-systematic sampling. Besaran (size) adalah jumlah orang berumur 15 tahun ke atas di setiap
desa. Pemilihan desa dilakukan secara independen di setiap strata. Kerangka sampling desa dibuat
berdasarkan kode geografis.
Tahap 2: Pemilihan klaster di setiap desa menggunakan probability proportional to size (PPS)-
random sampling. Besaran (size) adalah jumlah orang yang berumur 15 tahun ke atas di setiap
klaster di desa terpilih.

SPTB Indonesia 2013-2014 11


2.6 Organisasi Survei
Organisasi pelaksanaan survei dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Tim pengarah

Tim panel untuk


Ketua pelaksana manajemen dan
definisi kasus

Komite teknis

Koordinator wilayah Koordinator wilayah Koordinator wilayah Manajer data


1 dan koordinator 2 dan koordinator 3 dan koordinator
administrasi dan radiologi lapangan
keuangan

Koordinator Administrator Penanggung jawab Tim manajemen


logistik teknis lapangan data

Tim lapangan (6 tim):


 Ketua tim
 Kandidat spesialis
radiologi
 Manajer data lapangan
 Radiografer
 Enumerator
 Petugas laboratorium
 Administrator

Gambar 3 Organisasi tim survei

Organisasi tim SPTB 2013-2014 disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.

12 SPTB Indonesia 2013-2014


2.6.1 Tim Pengarah
Tim Pengarah terdiri dari Kepala Balitbangkes, Direktur Jenderal P2PL, Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan, dan Kepala BPS.

2.6.2 Komite Teknis


Komite teknis mendukung dan membantu mendesain, menyiapkan, mendukung, dan
mengawasi jalannya survei. Termasuk dalam komite ini: Balitbangkes, Pusat Teknologi Intervensi
Kesehatan Masyarakat, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung, WHO, Komite Ahli
TB, BPS, perwakilan dari universitas, tim pakar radiologi, TORG. Survei ini mendapat bantuan
teknis dari Pokja laboratorium TB, WHO, SRL, KNCV, USAID/Deliver.

2.6.3 Tim Panel


Tim panel terdiri dari dokter dari Balitbangkes, WHO, dan spesialis radiologi dari Rumah
Sakit Persahabatan yang bertemu secara teratur untuk mendiskusikan manajemen kasus dari
partisipan dengan kelainan hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pembacaan foto toraks oleh
pakar radiologi. Dalam panel ini, diputuskan manajemen kasus dan definisi kasus.

2.6.4 Tim Pelaksana


Tim pelaksana terdiri dari ketua pelaksana (Principal Investigator /PI), koordinator wilayah,
manajer data, penanggung jawab teknis lapangan, tim manajemen data, koordinator logistik, dan
administrator.

2.6.5 Tim Teknis Lapangan


Terdapat 6 tim teknis lapangan yang bekerja secara simultan. Setiap tim terdiri dari 12
orang.
Komposisi tim dan deskripsi tugas tim teknis lapangan:

 Tim teknis lapangan pusat:

1. Penanggung jawab teknis lapangan: satu peneliti Badan Litbangkes, mengkoordinir


seluruh kegiatan.
2. Ketua tim: satu dokter umum, melakukan koordinasi tim, menjamin pembagian tugas
berjalan dengan baik, memutuskan partisipan harus menyerahkan dahak berdasarkan
hasil pemeriksaan radiologis dan adanya gejala batuk. Ketua tim juga melakukan seleksi
acak partisipan yang diwawancara PSP.
3. Manajer data: satu teknisi dengan kompetensi teknologi informasi. Melakukan
pemutakhiran data sensus dan partisipan dalam database serta memberi barcode,

SPTB Indonesia 2013-2014 13


menjamin kelancaran aliran data antara anggota tim, dan mengirim data yang sudah
dikumpulkan ke tim pusat dan laboratorium pelaksana.
4. Enumerator: empat sarjana kesehatan masyarakat, bertugas melakukan wawancara.
5. Dokter radiologi: satu kandidat spesialis radiologi, bertugas membaca foto toraks dan
memutuskan adanya kelainan parenkim paru atau pleura.
6. Radiografer: dua teknisi radiolografer, memasang alat foto toraks digital, menjamin alat
tersebut siap digunakan dan melakukan foto toraks.
7. Petugas laboratorium: satu analis laboratorium, bertugas menjamin pengumpulan
dahak sesuai prosedur dan kualitas dahak sebaik mungkin. Petugas laboratorium
memberi penjelasan pengumpulan dahak ke partisipan, mendampingi saat
pengambilan dahak sewaktu, menempelkan barcode, mempersiapkan spesimen dalam
coolbox sampai spesimen siap dikirim ke laboratorium pelaksana.
8. Petugas administrasi: satu staf dari Balitbangkes, bertanggung jawab terhadap
administrasi keuangan tim dan melakukan pembayaran penggantian transportasi
partisipan dan pemberian bahan kontak.

 Tim teknis lapangan daerah terdiri:

1. Satu Wasor TB dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


2. Satu petugas laboratorium dari Puskesmas
3. Enam relawan dari aparat kelurahan/desa

Perekrutan tim teknis lapangan pusat dilakukan sekitar bulan Januari-Maret 2013.
Perekrutan didahului pengumuman lewat internet. Mereka harus lulus seleksi administratif dan
wawancara.

2.7 Persiapan survei


Tim dari Balitbangkes, Subdit TB, WHO, dan BPS melakukan perhitungan jumlah sampel,
seleksi klaster, alat dan bahan. Protokol, standar prosedur operasional (SPO) laboratorium, foto
toraks, manajemen data, kuesioner, dan formulir disiapkan oleh tim pusat. Pengujian etik
dilakukan oleh komite etik Balitbangkes.

2.7.1 Pengadaan Alat dan Bahan


Pengadaan peralatan dan bahan sebagian besar dilakukan oleh P2PL, KNCV dan
USAID/Deliver. Pembelian peralatan dan survei didanai oleh Global Fund dan USAID/Deliver
melalui TB Care. Tujuh mesin X-ray digital untuk pengoperasian di enam klaster dan satu untuk

14 SPTB Indonesia 2013-2014


cadangan. USAID /Deliver dan KNCV mendanai pembelian alat-alat dan bahan laboratorium dan,
komputer.

2.7.2 Pelatihan Tim Pengumpul Data


Pelatihan tim pengumpul data dilakukan tanggal 16-21 Maret 2013 di Jakarta. Dalam
pelatihan ini, peserta dibagi dalam satelit, sesuai tugas dan kompetensi mereka:
1. Kelas enumerator, pelatihan mengenai teknik wawancara, probing, membina hubungan
dengan partisipan, pelaksanaan pengumpulan data. Kelas ini dihadiri enam dokter dan
24 enumerator.
2. Kelas manajemen data, mengenai alur pelaporan data, pemutakhiran data sensus ke
dalam database, pemberian barcode, perekaman dan pengiriman data ke pusat dan
laboratorium pelaksana. Dihadiri oleh enam manajer data.
3. Kelas radiografer, pelatihan mengenai instalasi dan pengoperasian mesin X-ray, serta
penanganan trouble shooting. Kelas ini dihadiri oleh 12 radiografer.
4. Kelas kandidat radiologis: pelatihan mengenai pembacaan foto toraks di lapangan terdiri
dari 42 dokter kandidat spesialis radiologis dari Universitas Indonesia (UI) (12 orang),
Universitas Padjadjaran (UNPAD) (6 orang), Universitas Diponegoro (UNDIP) (6 orang),
Universitas Gadjah Mada (UGM) (6 orang), Universitas Airlangga (UNAIR) (6 orang), dan
Universitas Hasanudin (UNHAS) (6 orang).
5. Briefing ketua tim mengenai tugas mereka dan alur pelaporan, dihadiri oleh 6 ketua tim.

2.7.3 Pelatihan Teknisi Laboratorium


Pelatihan teknisi laboratorium dilakukan di Semarang 7-10 Januari 2013. Sebanyak 18
teknisi laboratorium dari tujuh laboratorium pelaksana (BBLK Palembang belum berpartisipasi
pada saat itu) berpartisipasi dalam pelatihan yang dilatih oleh Pokja laboratorium TB.

2.7.4 Pelatihan Manajemen Data Teknisi Laboratorium


Pelatihan ini dilakukan dengan mengunjungi ke masing-masing laboratorium pelaksana
oleh tim manajemen data pusat. Tiap laboratorium pelaksana dilatih dua orang untuk pengelolaan
dan pengiriman data ke pusat.

2.7.5 Uji Coba

2.7.5.1 Uji Coba Instrumen


Tujuan uji coba ini adalah untuk menguji instrumen yang digunakan dalam survei, yaitu:
kuesioner, SPO, mesin X-ray dan peralatan di komunitas. Uji instrumen ini dilakukan di tiga
tempat, yaitu Lembaga Permasyarakatan Salemba yang dilakukan tanggal 29 Agustus – 2

SPTB Indonesia 2013-2014 15


September 2012, Kemayoran tanggal 3-8 September 2012, dan Bogor 24-28 September 2012.
Hasil dari uji lapangan adalah evaluasi ketepatan waktu, modifikasi instrumen dan alur bila
diperlukan.

2.7.5.2 Pilot Test


Pilot test dilakukan sebelum pengumpulan data dimulai. Pilot test bertujuan menguji
keseluruhan sistem operasional pengumpulan data. Pilot test ini dilakukan di dua klaster, yaitu:
Bekasi tanggal 23-29 Maret 2013 dan Bengkulu tanggal 30 Maret – 6 Aprill 2013. Berbeda dengan
uji lapangan, hasil dari pilot test adalah konfirmasi bahwa sistem pengumpulan data siap untuk
digunakan.

2.8 Pelaksanaan Survei


Alur aktivitas survei dijelaskan pada gambar 4. Pengumpulan data terdiri dari tiga tahapan
yaitu: sosialisasi, kunjungan prasurvei, dan pengumpulan data.

16 SPTB Indonesia 2013-2014


Sosialisasi dengan
stakeholder di
lapangan

Pemutakhiran data Kunjungan


sensus 2010 Prasurvei
 Skrining gejala dan foto toraks
 Pengumpulan dahak
Pengumpulan  Pengumpulan data riwayat TB, faktor
data risiko, pengetahuan, sikap, dan
perilaku

Hasil Pembacaan  Pemeriksaan


pembacaan foto toraks mikroskopis Z-N
Laboratorium
pusat pusat
 Xpert MTB/RIF
 Kultur L-J

 Penerimaan dan pengarsipan


 Edit
Manajemen
 Entry
data pusat
 Cleaning
 Validasi
 Penggabungan

 Diskusi panel untuk


o Memutuskan manajemen
Tim pusat kasus
o Memutuskan definisi kasus
 Informasi kasus  Analisisis data
positif TB dan Pelaksana
rencana tindak Program
lanjut Pengendalian TB
 Hasil survei

Gambar 4 Alur aktivitas survei

2.8.1 Sosialisasi dan Kunjungan Klaster


Sosialisasi dilaksanakan oleh tim teknis Balitbangkes dan BPS untuk menjelaskan kegiatan
survei kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang tugas selama survei berlangsung, dan
kepada petugas statistik kabupaten/kota untuk pemutahiran data sensus dan pengisian kuesioner
rumah tangga. Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan tim teknis ke setiap klaster untuk
bertemu dengan perangkat desa dalam rangka mempersiapkan pengumpulan data di lokasi. Hal
yang termasuk dipersiapkan yaitu lokasi strategis pengumpulan data, fasilitas yang ada: listrik, air,
penyimpanan ice pack gel, dan lain-lain.

SPTB Indonesia 2013-2014 17


2.8.2 Kunjungan Prasurvei
Satu minggu sebelum pengumpulan data, staf BPS dan Koordinator Statistik Kecamatan
(KSK) melakukan kunjungan prasurvei. Kegiatan ini bertujuan melakukan pemutakhiran data
penduduk di masing-masing klaster. Staf BPS dan KSK mengunjungi rumah tangga menggunakan
formulir prasurvei untuk mendata anggota rumah tangga sebagai: in mover (baru pindah ke klaster
tersebut setelah sensus 2010), non mover (sesuai dengan data sensus 2010), atau out mover
(pindah keluar daerah klaster). Pada akhir kunjungan prasurvei, daftar populasi yang terbaru
dibuat dan diserahkan ke tim pengumpul data saat mereka tiba di klaster.
Di samping untuk pemutakhiran data penduduk, juga dilakukan wawancara kuesioner
rumah tangga. Kuesioner rumah tangga berisi pertanyaan mengenai kondisi rumah yang
berhubungan dengan TB misalnya: luas lantai, ventilasi, pencahayaan, letak dapur, bahan bakar
yang digunakan untuk memasak, dan adanya anggota rumah tangga yang merokok dalam rumah.

2.8.3 Pengumpulan Data


Pengumpulan data di lapangan dilakukan selama tujuh hari. Keenam tim teknis lapangan
bergerak secara paralel melakukan kegiatan survei, dengan jadwal secara umum adalah sebagai
berikut:
Hari 1-2 Melakukan pemutahiran data sensus pada database dan membagikan undangan
Hari 3-6 Pengumpulan data dan pengiriman spesimen
Hari 7 pengiriman spesimen yang terakhir, dan pindah ke klaster berikutnya.

Alur kegiatan pengumpulan data di klaster dijelaskan pada gambar 5. Wawancara dan
pemeriksaan foto toraks dilakukan pada semua partisipan di lokasi yang sudah ditentukan pada
waktu kunjungan klaster, misalnya balai desa, kantor kelurahan, lapangan terbuka. Wawancara
mengenai pengetahuan dan sikap terhadap TB serta perilaku merokok dilakukan pada seluruh
partisipan terskrining positif dan 10% di antara partisipan terskrining negatif yang dipilih secara
acak.

18 SPTB Indonesia 2013-2014


Calo
on partisipan menemui
m manajer data Manajer daata mencocokan data partissipan
lapangan dengan membawa undangan dengan dattabase, memb beri penjelasaan
tentang surrvei, meminta
a persetujuan dan
menempelkkan barcode

Partisipan
diwaawancara EEnumerator mewawancara
m ai partisipan
u
untuk mengga
ali gejala dan riwayat TB

Radiografer melakukan
m fotto toraks dan
n
Partiisipan menjallani
kandidat spessialis radiologgi
foto toraks
menginterpreetasi hasil foto toraks

Ketuaa tim memutuuskan partisip pan terskriningg positif dan eligible


e
dimin
ntakan sampel dahak berdaasarkan gejalaa dan hasil foto
torakss serta memiilih partisipan
n untuk wawaancara PSP

Petugas laborratorium men


P njelaskan
Partisipaan yang Partisipan
n
c
cara mengelua arkan dahak dan
d
terskrining positif terskrinin
ng negatif
m
mendampingi i partisipan
diminta menyerahkan
m
mengeluarkan n dahak
dahak se ewaktu

10% 90%

Menjalaani
wawanccara
pengetaahuan, sikap, Enumerator mewawancara
dan perilaku pengetahuan
n, sikap, dan perilaku

Admministrator
S
Selesai memmbagikan bahhan
kontak dan penggganti
tran
nsport

Gambar 5 Keegiatan pada pengumpulan


n data

2.8.3.1 Skkrining
Skrrining dilakukan untuk menyeleksi partisip
pan yang akan
a dimintakan sampel dahak.
minta menjalani skriningg gejala dan
Semua parrtisipan dim n foto torakks.
 S
Skrining gejaala
S
Semua parttisipan diwawancarai untuk men
nemukan gejala
g TB. Partisipan dinyatakan
skrining possitif untuk gejala
g TB biila melaporrkan: batuk 14 hari atau lebih ATAU
A batukk

SPTB Indonesia 2013-2014 19


9
darah. Partisipan yang sakit, tua, atau mempunyai keterbatasan fisik yang membuat
mereka tidak bisa datang ke lokasi pengumpulan data diwawancara di rumah.
 Skrining foto toraks
Semua partisipan diminta untuk mengikuti pemeriksaan foto toraks. Wanita hamil atau
mereka dengan keterbatasan fisik sehingga tidak dapat datang ke tempat survei (tua,
sedang sakit, cacat), tidak menjalani skrining foto toraks.
Pada proses skrining, dokter kandidat spesialis radiologi menginterpretasi hasil foto
toraks. Hasil skrining foto toraks terdiri dari:
1. Tidak normal parenkim paru atau pleura
2. Normal
3. Lainnya
4. Tidak dilakukan foto toraks
Hasil pembacaan dibaca ulang pada sore hari. Bila hasil pembacaan yang sebelumnya
dikatakan normal ternyata tidak normal, partisipan akan dilacak pada hari berikutnya
untuk dimintakan sampel dahak.
Kuesioner skrining dan data foto toraks dikirim ke tim pusat. Spesimen dahak, formulir
laboratorium beserta database partisipan yang terskrining positif dikirim ke laboratorium
pelaksana.

2.9 Pembacaan Foto Toraks Pusat


Setelah pengumpulan data selesai, image foto toraks dikirim ke tim pusat dan diserahkan
ke pembaca pusat. Tiga pakar radiologi, tanpa mengetahui hasil skrining lapangan (blinded),
menginterpretasi hasil foto toraks. Klasifikasi hasil pembacaan pusat dibagi menjadi (1) normal, (2)
abnormal parenkim paru atau pleura yang terdiri dari gambaran TB dan non TB. Gambaran TB
terdiri dari tujuh kelainan yaitu infiltrat, konsolidasi nodul, lesi kavitas, fibrosis, kalsifikasi, efusi
pleura, dan penebalan pleura, (3) lainnya.
Hasil pembacaan foto toraks lapangan digunakan untuk memutuskan partisipan yang akan
diambil dahaknya. Hasil pembacaan pusat digunakan untuk memutuskan definisi kasus.

2.10 Laboratorium
Partisipan yang terskrining positif diminta untuk menyerahkan dahak sewaktu dan dahak
pagi. Dahak sewaktu diambil di tempat pengumpulan data. Partisipan dilatih oleh petugas
laboratorium cara mengeluarkan dahak di tempat yang telah disediakan (sputum booth) sambil
diperlihatkan gambar petunjuk cara mengeluarkan dahak yang ada pada dinding sputum booth.

20 SPTB Indonesia 2013-2014


Setelah itu partisipan diberikan pot sputum tempat mengeluarkan dahak pagi. Partisipan
diinstruksikan bahwa dahak pagi dikeluarkan segera setelah bangun pagi, tanpa sarapan dengan
berkumur terlebih dahulu dengan air minum matang/mineral. Partisipan diminta mengantarkan
dahak pagi ke lokasi pengumpulan data paling lambat jam 8 pagi pada hari berikutnya. Jika tidak
datang sampai jam 8 pagi, tim akan mengambil dahak tersebut ke rumah partisipan.
Semua spesimen dahak dikemas dalam coolbox yang dilengkapi ice pack gel untuk
mempertahankan temperatur berkisar 2-8°C. Spesimen tersebut dikirim ke laboratorium
pelaksana melalui jasa pengiriman tercepat untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis, Xpert
MTB/RIF, dan kultur.
Survei Prevalensi TB 2013-2014 menggunakan tujuh laboratorium pelaksana. Lima
laboratorium diantaranya dapat melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF, sedangkan dua
laboratorium lainnya harus mengirim spesimen ke laboratorium lain untuk melakukan
pemeriksaan tersebut.
Tabel 2 Laboratorium pelaksana yang menerima spesimen dari SPTB menurut jumlah klaster
Jumlah
No Laboratorium pelaksana
klaster
1 Laboratorium mikrobiologi RS Adam Malik, Medan 28
2 BBLK DKI Jakarta, Xpert MTB/RIF dikerjakan oleh laboratorium mikrobiologi Fakultas 27
Kedokteran Universitas Indonesia
3 BLK Bandung 26
4 BLK Semarang, Xpert MTB/RIF dikerjakan oleh RS Dr. Karyadi 28
5 Laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 5
6 BBLK Surabaya 32
7 BLK Jayapura 6
8 BBLK Palembang, Xpert MTB/RIF dikerjakan oleh laboratorium mikrobiologi RS Adam Malik 4

Disaat berjalannya survei, laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM tidak dapat
melanjutkan partisipasinya sebagai laboratorium pelaksana karena keterbatasan sumber daya,
sehingga digantikan oleh BBLK Palembang. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dari BBLK Palembang
dilakukan oleh Laboratorium mikrobiologi RS Adam Malik, Medan, dan BLK Semarang oleh RS Dr.
Karyadi, serta BBLK Jakarta oleh laboratorium mikrobiologi Universitas Indonesia.
Pemeriksaan kultur tidak dilakukan pada semua spesimen, karena keterbatasan kapasitas
dan sumber daya manusia laboratorium pelaksana. Pemeriksaan kultur pada dua spesimen hanya
dilakukan pada 52 klaster yang dipilih dengan cara acak sistematik, sedangkan 104 klaster lainnya
hanya dahak pagi.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan secara langsung (direct) dengan Ziehl- Nielsen. Jika
hasil pemeriksaan mikroskopis positif dilanjutkan dengan pemeriksaan Xpert MTB/RIF untuk

SPTB Indonesia 2013-2014 21


menentukaan Mycoba
acterium tuberculosis
t s (MTB) daan resisten
nsi terhadaap rifampisin. Kulturr
dilakukan d
dengan Low
wenstein Jen
nsen (L-J). Hasil
H kultur yang tumbuh akan dip
periksa denggan MPT64
4
untuk kon esies MTB. Bila hasil MPT64 neegatif, makaa konfirmasi spesies dilanjutkan
nfirmasi spe
dengan niacin. Kultur dengan MPT64
M dan
n Niacin neegatif ditetaapkan sebaagai Non Tuberculosis
T s
Mycobacteerium (NTM
M) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
n Xpert MTB/RIF.
M Hasil kulturr
kontaminaasi juga dilakkukan pemeeriksaan Xp
pert MTB/RIIF (Lihat gam
mbar 6).

Dahak sewaktu
s dan pagi

Smeear mikroskoppis Kultur Lo


owenstein Jenssen
Z
Ziehl -Nielsen

Negatif Positif Posittif TB N


Negatif Non TB
N Kontaminasi
m
mycobacterium
m
(NTM)

Xpert MTB/RIF
M

Gambar 6 Alur pemeriksaaan dahak di laaboratorium.

2.11 Man
najemen Data
D
Keggiatan manajemen data dilakukaan di lapangan, laboraatorium, daan pusat. Di
D lapangan
dilakukan pengumpu
ulan dan peerekaman data. Data yang direekam di lap
pangan meeliputi hasil
pemutahirran data sen
nsus, data skrining
s gejala dan foto etelah penggambilan foto, gambarr
o toraks. Se
n secara otomatis dalaam bentuk digital di komputer
foto torakss tersimpan k server manaajer data di
lapangan.
Datta hasil pemeriksaan laboratoriu
um di-entryy ke datab
base laboratorium meenggunakan
program en um yang telah dilatih.
ntry berbassis Access olleh petugass laboratoriu
Di pusat, kuessioner hasil wawancara dimasukkkan ke dallam databa
ase sebanyaak dua kali
(double en
ntry). Begittu juga den
ngan foto toraks
t dilakkukan pemb
bacaan oleh
h tim pakar radiologi,
selanjutnya tim manajemen dataa pusat merrekam hasil pembacaan
n tersebut di
d databasee radiologi.

22 SPTB Indoneesia 2013-2014


4
Tim
m manajemen data pu
usat melaku
ukan cleanin
ng data dan validasi data
d sebelu
um analisis.
n dan konsistensi. Dattabase prassurvei, rum
Setiap baggian data diverifikasi kkelengkapan mah tangga,
skrining fo
oto toraks, pembacaan
p foto torakss pusat, lab
boratorium, dan definissi kasus darri tim panel
digabungkan menjadi database besar.
b

Daata partisipan
n yang terskrin
ning
po
ositif
Daata
 Data prasurvei Lapangan
(indivvidu dan rumaah
tanggga)
 Data foto toraks Laboratorium
 Kuesiioner
 Formmulir partisipan
n
yang terskrining
Hasil
positif
pemerriksaan
laboraatorium
Manajemen data
M d pusat
 Penerimaaan, penomoran,
dan pengeelompokkan Konfirmasi
kuesioner dan formulir kasus po
ositif
 Edit
 Entry
Data foto
o Daata
 Cleaning
toraks pe
endukung
 Validasi
 Penggabunngan data

Haasil
Hasil tim
m
peembacaan
panel
foto toraks
Peembaca
Tim panel
pusat Data
n
gabungan

Tim analisis
a

Gambar 7 M
Manajemen daata SPTB

2.12 Kegiiatan Tim Panel


P
Tim
m panel pussat bertemu secara ru
utin setiap 2 minggu untuk mem
mutuskan manajemen
m
kasus dan
n definisi kasus
k dari partisipan yang mem
mpunyai haasil laborattorium tidaak normal.
Partisipan yang ditetaapkan sebaggai kasus TB
B dari hasil panel ini dilaporkan kee Subdit TB dan Wasorr
Kabupaten
n untuk ditin
ndaklanjuti..

SPTB Indonesia 2013-2014 23


3
2.13 Definisi Kasus
Berdasarkan kekuatan bukti hasil laboratorium dan hasil pembacaan pakar radiologi,
definisi kasus dibedakan menjadi definite, probable, dan possible (lihat tabel 3). Yang dimasukkan
sebagai kasus TB untuk perhitungan prevalensi adalah kasus definite dan probable.
Tabel 3 Definisi Kasus dalam SPTB
Pembacaan foto toraks pusat
Definisi kasus Smear Z-N Xpert MTB/RIF Kultur L-J
atau hasil keputusan panel
Definite positif positif semua hasil semua hasil
positif semua hasil positif semua hasil
negatif semua hasil positif (bermakna)* semua hasil
negatif semua hasil positif (2 tabung scanty)** semua hasil
negatif positif positif (1 tabung scanty) semua hasil
negatif non positif positif (1 tabung scanty) mendukung TB
negatif positif semua hasil mendukung TB
Probable positif negatif tidak ada mendukung TB
positif tidak ada negatif mendukung TB
positif tidak ada tidak ada mendukung TB
Possible positif negatif negatif semua hasil
positif tidak ada negatif tidak mendukung TB
positif negatif tidak ada tidak mendukung TB
positif tidak ada tidak ada tidak mendukung TB
negatif negatif/ tidak ada positif (1 tabung scanty) tidak mendukung TB
negatif positif negatif/ tidak ada/NTM tidak mendukung TB
* terdapat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis (MTB) di satu tabung kultur sebanyak ≥ 5 koloni.
** terdapat pertumbuhan MTB sebanyak < 5 koloni di satu tabung

2.14 Analisis
Data yang sudah divalidasi dan digabung diekspor dari database berbasis Microsoft Access,
ditransformasikan dengan software Stata versi 14.0 (Stata Corp, Texas) dan digunakan untuk
analisis statistik.
Prevalensi TB paru pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dihitung dengan
menggunakan kasus TB sebagai numerator dan penduduk yang berumur 15 tahun ke atas sebagai
denominator. Prevalensi dihitung per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Jumlah
final kasus TB didapat dari hasil panel review dan disesuaikan dengan kemungkinan adanya kasus
TB pada partisipan yang terskrining positif tetapi tidak mempunyai hasil laboratorium, dan
kemungkinan perbedaan prevalensi pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang tidak
berpartisipasi.
Penyesuaian kemungkinan adanya kasus TB pada partisipan yang terskrining positif tetapi
tidak mempunyai hasil laboratorium menggunakan metode multiple imputation (MI). Variabel

24 SPTB Indonesia 2013-2014


yang digunakan untuk MI yaitu umur, jenis kelamin, luas lantai rumah dan kepemilikan AC, tingkat
pendidikan, kawasan, status tempat tinggal, batuk 14 hari atau lebih, batuk berdarah, penurunan
berat badan, riwayat TB, merokok, dan hasil foto toraks (pembaca lapangan dan tim pakar
radiologi). Penyesuaian kemungkinan perbedaan prevalensi pada penduduk yang berumur 15
tahun ke atas yang tidak berpartisipasi dan yang berpartisipasi menggunakan metode inverse
probability weighting (IPW) dengan memperhatikan distribusi umur dan jenis kelamin. Penjelasan
mengenai MI dan IPW dapat dilihat pada artikel berikut (Floyd et al., 2013).
Hasil perhitungan prevalensi dengan metode MI dan IPW tersebut disesuaikan juga dengan
hasil pemeriksaan dua kultur di 52 klaster dan satu kultur di 104 klaster.

2.15 Penjaminan Mutu


Semua tahapan survei telah mempunyai sistem penjaminan mutu. Penjaminan mutu
dimulai dengan perekrutan tim yang memenuhi kualifikasi, pembuatan SPO untuk setiap kegiatan,
uji coba instrumen, pilot test untuk sistem pengorganisasian lapangan, pelatihan tim dan
laboratorium pelaksana.
Selama pengumpulan data di lapangan didampingi oleh peneliti senior dari Badan
Litbangkes. Supervisi di lapangan selama pengumpulan data secara teratur dan teliti dilakukan
oleh tim peneliti Balitbangkes dan mitra (WHO, KOMLI TB, Subdit TB dan TORG). Kegiatan yang di
supervisi yaitu prasurvei, pengumpulan data, aktivitas tim panel, dan analisis data.
Supervisi laboratorium pelaksana dilakukan secara reguler oleh mitra (WHO, KNCV,
Laboratorium rujukan TB supranasional SRL Adeleide, USAID/Deliver, KNCV, Pokja Laboratorium
TB). Supervisi manajemen data dilakukan secara berkala oleh The global task force of TB Impact
Measurement Team dari WHO-HQ.
Sistem barcode diperuntukkan memberikan identitas masing-masing partisipan. Sistem
barcode ini akan meminimalkan kesalahan dan memudahkan pelacakan data. Oleh karena tingkat
kesulitan geografis yang bervariasi dari klaster maka digunakan ice pack gel untuk
mempertahankan suhu dahak dalam cool box.
Perekaman data ganda dari kuesioner, formulir laboratorium, dan 10% formulir foto
toraks hasil pembacaan pakar radiologis bertujuan untuk memverifikasi data yang dimasukkan.
Pembacaan ulang untuk semua hasil foto toraks di lapangan dilakukan oleh kandidat radiologis.
Penjaminan mutu eksternal pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan metode lot quality
assurance sampling (LQAS), oleh BLK Bandung. Khusus pemeriksaan mikroskopis dari BLK Bandung
diverifikasi oleh BBLK Jakarta. Laboratorium pelaksana dipilih berdasarkan penilaian kelulusan dari
supranasional SRL Adeleide dan pokja laboratorium TB sehingga terstandar dan mutu terjamin.

SPTB Indonesia 2013-2014 25


3 HASILL

3.1 Popu
ulasi, Popu
ulasi yang Eligible, daan Partisip
pan
Hassil pelaksan
naan survei beserta jum
mlah individ
du yang mengikuti setiap tahap daapat dilihatt
pada Gamb
bar 8.

Populasi terenu
umerasi: 112.350

Tidak layak berpartisipasi: 35.774 (31,8%) Eligible


E berparttisipasi: 76.576 (68,2%)
33.2066 berusia kurangg dari 15 tahun
n
2.568 tinggal
t kurang dari
d 1 bulan

Tid
dak berpartisipaasi: 8.632 (11,33%) Berpartisipasi: 67.944 (88,,7%)

Terrskrining negatif: 52.498 (77,3


3%) Terrskrining positif, eligible untu
uk pemeriksaaan dahak:
15..446 (22,7%):
Gejjala dan foto to
oraks positif: 4.459
4 (28,9%)
Hannya gejala yangg positif: 3.844 (24,9%)
Hannya foto torakss positif: 6.743 (43,6%)
Lain
nnya: 400 (2,6%)

Tidak m
menyerahkan daahak: 305 (2,0%%): Menyerahkan sediikitnya satu pott dahak: 15.141
1 (98,0%)
174 meenolak Menyerahkan dua pot dahak: 14..568
131 tidaak bisa mengeluarkan dahak Menyerahkan hanya satu pot dah hak: 573
Dah
hak pagi: 16 Daahak sewaktu: 557

Tidak ada hasil laboratorium: 14 (0,,1%) Hasil laboraatorium tersediaa: 15.127 (99,9%)

Semua hasil Minimaal satu smear positif


p Keduaa smear negatif.
laboratorium Hasil kultur: Hasil kultur:
k
normal : 13.836 MTB: 141
1 MTB: 259
NTM: 141 NTM: 391
Negatiff: 129 Kontaaminasi: 333
Kontamminasi: 6 NA: 17
NA: 1

Telaah tim
t panel

Bukan kasus TB
T TB
T cases: 426
14.700 Kasus definite: 419
Kasus probablee: 7

Gambar 8 Diagram hasil pelaksanaan


p S
SPTB

26 SPTB Indoneesia 2013-2014


4
Tabel 4 Distribusi populasi yang eligible sebagai partisipan menurut karakteristik demografi
Eligible Non eligible
Karakteristik Total
n % n %
Kelompok umur (tahun)
0–4 0 0,0 10.063 100 10.063
5–9 0 0,0 11.294 100 11.294
10 – 14 0 0,0 11.849 100 11.849
15 – 24 16.982 95,0 903 5,0 17.885
25 – 34 17.760 96,3 692 3,7 18.452
35 – 44 16.107 97,0 501 3,0 16.608
45 – 54 12.677 97,8 291 2,2 12.968
55 – 64 7.410 98,3 128 1,7 7.538
65 + 5.640 99,1 53 0,9 5.693
Jenis kelamin
Laki-laki 36.759 66,1 18.880 33,9 55.639
Perempuan 39.817 70,2 16.894 29,8 56.711
Klasifikasi daerah
Perkotaan 37.865 69,6 16.532 30,4 54.398
Perdesaan 38.711 66,8 19.242 33,2 57.952
Kawasan
Sumatera 22.700 66,3 11.517 33,7 34.217
Jawa-Bali 31.049 71,6 12.292 28,4 43.341
Lainnya 22.827 65,6 11.965 34,4 34.792
TOTAL 76.576 68,2 35.774 31,8 112.350

Proporsi populasi yang eligible lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Di
kawasan Jawa-Bali mempunyai proporsi populasi eligible lebih banyak dibandingkan kawasan
lainnya (Tabel 4).
Gambar 9 menunjukkan perbandingan jumlah populasi yang terhitung saat prasurvei dan
populasi yang eligible. Gambar 10 menunjukkan perbandingan jumlah populasi yang eligible
dengan jumlah partisipan.

SPTB Indonesia 2013-2014 27


Gambar 9 Distribusi populasi yang dicacah (enumerated) dan yang eligible berpartisipasi dalam survei

Gambar 10 Distribusi populasi yang eligible berpartisipasi dan yang berpartisipasi dalam survei

Hasil prasurvei menunjukkan tidak ada perbedaan antara populasi enumerated dan eligible
pada kelompok umur 45 tahun ke atas, namun terdapat sedikit perbedaan pada kelompok umur di
bawah 45 tahun terutama pada laki-laki.
Pada SPTB 2013-2014 ditemukan perbedaan antara populasi yang eligible dan partisipan.
Perbedaan partisipan dan populasi eligible lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan,
serta lebih banyak pada kelompok umur 15-54 dibanding kelompok umur lainnya (Gambar 10).

28 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 5 Distribusi populasi eligible dan partisipan menurut karakteristik demografi
Eligible Partisipan Non partisipan
Karakteristik
n n % n %
Kelompok umur (tahun)
15-24 16.982 14.505 85,4 2.477 14,6
25-34 17.760 15.192 85,5 2.568 14,5
35-44 16.107 14.386 89,3 1.721 10,7
45-54 12.677 11.643 91,8 1.034 8,2
55-64 7.410 6.870 92,7 540 7,3
65+ 5.640 5.348 94,8 292 5,2
Jenis kelamin
Laki-laki 36.759 31.632 86,1 5.127 13,9
Perempuan 39.817 36.312 91,2 3.505 8,8
Klasifikasi daerah
Perkotaan 37.865 31.871 84,2 5.994 15,8
Perdesaan 38.711 36.073 93,2 2.638 6,8
Kawasan
Sumatera 22.700 19.739 87,0 2.961 13,0
Jawa-Bali 31.049 28.150 90,7 2.899 9,3
Lainnya 22.827 20.055 87,9 2.772 12,1
TOTAL 76.576 67.944 88,7 8.632 11,3

Tabel 5 menunjukkan partisipasi populasi perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.


Partisipasi meningkat seiring dengan peningkatan umur. Berdasarkan klasifikasi daerah, partisipasi
populasi di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Populasi di kawasan Jawa-Bali sedikit
lebih berpartisipasi dibanding kawasan Lainnya.

SPTB Indonesia 2013-2014 29


Tabel 6 Distribusi partisipan menurut karakteristik demografi
Karakteristik Laki-Laki Perempuan Total
n % n % n %
Kelompok umur (tahun)
15-24 6.939 21,9 7.566 20,8 14.505 21,3
25-34 6.841 21,6 8.351 23,0 15.192 22,4
35-44 6.523 20,6 7.863 21,7 14.386 21,2
45-54 5.496 17,4 6.147 16,9 11.643 17,1
55-64 3.403 10,8 3.467 9,6 6.870 10,1
65+ 2.430 7,7 2.918 8,0 5.348 7,9
Pendidikan
Tidak Pernah Sekolah 1.595 5,0 3.560 9,8 5.155 7,6
Tidak Tamat SD 3.632 11,5 4.678 12,9 8.310 12,2
Tamat SD 8.375 26,5 9.618 26,5 17.993 26,5
Tamat SMP 7.024 22,2 7.544 20,8 14.568 21,5
Tamat SMA 8.858 28,0 8.210 22,6 17.068 25,1
Universitas 2.148 6,8 2.702 7,4 4.850 7,1
Klasifikasi daerah
Perkotaan 14.810 46,8 17.061 47,0 31.871 46,9
Perdesaan 16.822 53,2 19.251 53,0 36.073 53,1
Kawasan
Sumatera 9.171 29,0 10.568 29,1 19.739 29,1
Jawa Bali 13.034 41,2 15.116 41,6 28.150 41,4
Lainnya 9.427 29,8 10.628 29,3 20.055 29,5
TOTAL 31.632 100 36.312 100 67.944 100

Proporsi partisipan laki-laki dan perempuan tidak berbeda menurut kelompok umur,
klasifikasi daerah dan kawasan. Tingkat pendidikan terbanyak pada partisipan adalah tamat SD.
Proporsi partisipan perempuan yang tidak pernah sekolah lebih tinggi dibanding laki-laki, proporsi
partisipan laki-laki tamat SMA lebih tinggi dibanding perempuan (tabel 6).

30 SPTB Indonesia 2013-2014


Gambar 11 Tingkat partisipasi menurut jenis kelamin dan umur

Tingkat partisipasi meningkat dengan bertambahnya umur. Perempuan lebih berpartisipasi


dibanding laki-laki. Berdasarkan Gambar 11 terlihat partisipasi laki-laki kelompok umur 25-34
tahun paling rendah dibanding kelompok umur lainnya.

SPTB Indonesia 2013-2014 31


Tabel 7 Partisipan yang pernah didiagnosis TB
Laki-Laki Perempuan Total
Karakteristik
n % n % n %
Pernah didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan 1.214 3,8 977 2,7 2.191 3,2
Diperiksa dahak 795 65,5 620 63,5 1.415 64,6
Hasil pemeriksaan dahak
TB 695 87,4 532 85,8 1.227 86,7
Bukan TB 19 2,4 27 4,4 46 3,3
Tidak Tahu 81 10,2 61 9,8 142 10,0
Dilakukan foto toraks 1.054 86,8 870 89,0 1.924 87,8
Hasil pemeriksaan foto toraks
Gambaran TB 972 92,2 798 91,7 1.770 92,0
Gambaran bukan TB 16 1,5 14 1,6 30 1,6
Tidak Tahu 66 6,3 58 6,7 124 6,4
Mendapat pengobatan 1.199 98,8 971 99,4 2.170 99,0
Tempat berobat
Rumah Sakit Pemerintah 441 36,8 359 37,0 800 36,9
Rumah Sakit Swasta 218 18,2 165 17,0 383 17,7
Puskesmas 308 25,7 247 25,5 555 25,6
Praktek dokter/klinik 208 17,3 178 18,3 386 17,8
Praktek perawat/bidan 12 1,0 15 1,5 27 1,2
BP4 / BKPN 7 0,6 4 0,4 11 0,5
Apotik dan lainnya 5 0,4 3 0,3 8 0,4
Masih minum obat
Ya 59 4,9 66 6,8 125 5,8
Tidak 1.140 95,1 905 93,2 2.045 94,2
Alasan tidak minum obat lagi
Sudah dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan 641 56,2 581 64,2 1.222 59,8
Sudah merasa enakan/ tidak ada gejala lagi 335 29,4 190 21,0 525 25,7
Tidak ada perubahan 27 2,4 19 2,1 46 2,2
Tidak punya uang 69 6,1 38 4,2 107 5,2
Tidak ada transportasi/ orang yang mengambil obat 26 2,3 19 2,1 45 2,2
Tidak ada obat di fasilitas kesehatan 4 0,3 5 0,5 9 0,4
Takut efek samping 13 1,1 25 2,8 38 1.9
Lainnya 25 2,2 28 3,1 53 2,6

Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa proporsi partisipan yang pernah didiagnosis TB oleh
tenaga kesehatan sebesar 3,2% (2.191), proporsi partisipan laki-laki yang pernah didiagnosis TB
lebih tinggi dibanding perempuan. Hanya 2/3 yang diperiksa dahak namun yang dilakukan foto
toraks jauh lebih besar.

32 SPTB Indonesia 2013-2014


Di antara partisipan yang mendapat pengobatan TB, sebesar 63% partisipan berobat ke
fasilitas pemerintah. Masih ada 1,6% berobat ke praktek perawat/bidan, apotik dan lainnya. Dari
partisipan yang mendapat pengobatan TB ternyata masih ada 40,2% sudah tidak minum obat lagi
sebelum dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan diantaranya alasan terbanyak karena sudah
merasa enakan/ tidak ada gejala lagi.
Dari partisipan yang pernah didiagnosis TB, 21 partisipan diantaranya tidak pernah
mendapat pengobatan dengan alasan: 9 tidak mempunyai uang, 5 tidak mempunyai transportasi
atau orang yang mengambil obat, 3 menjawab tidak ada obat di fasilitas kesehatan, 1 takut efek
samping dan 3 alasan lainnya.

SPTB Indonesia 2013-2014 33


Tabel 8 Distribusi alasan berhenti berobat TB dari partisipan dengan riwayat diagnosis TB menurut fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan

Alasan berhenti berobat Rumah Sakit Rumah Sakit Puskesmas Praktek Praktek BP4 / BKPN Apotik dan
Pemerintah Swasta dokter/klinik perawat/bidan lainnya
n % n % n % n % n % n % n %

Sudah dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan 471 61,5 205 57,3 310 59,5 219 61,3 10 37,0 7 87,5 0 0

Sudah merasa enakan/ tidak ada gejala lagi 185 24,1 93 25,9 142 27,3 89 24,9 10 37,0 1 12,5 5 62,5

Tidak ada perubahan 16 2,1 8 2,2 15 2,9 7 1,9 0 0 0 0 0 0

Tidak punya uang 37 4,8 31 8,7 8 1,5 26 7,3 4 14,8 0 0 1 12,5

Tidak ada transportasi/ orang yang mengambil obat 19 2,5 5 1,4 14 2,7 6 1,7 1 3,7 0 0 0 0

Tidak ada obat di fasilitas kesehatan 5 0,7 0 0 4 0,8 0 0 0 0 0 0 0 0

Takut efek samping 16 2,1 7 2,0 11 2,1 2 0,6 1 3,7 0 0 1 12,5

Lainnya 17 2,2 9 2,5 17 3,2 8 2,2 1 3,7 0 0 1 12,5

TOTAL 766 100 358 100 521 100 357 100 27 100 8 100 8 100

Proporsi partisipan yang dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan tidak berbeda antara mereka yang diobati di rumah sakit pemerintah, rumah
sakit swasta, puskesmas, dan praktek dokter/klinik. Proporsi berhenti berobat karena tidak punya uang lebih tinggi di fasilitas kesehatan swasta.

34 SPTB Indonesia 2013-2014


3.1.1 Data Rumah tangga
Tabel 9 Distribusi partisipasi rumah tangga berdasarkan karakteristik wilayah
Rumah tangga Rumah tangga tidak Total
Karakteristik wilayah berpartisipasi berpartisipasi
n % n % n %
Klasifikasi daerah
Perkotaan 12.262 45,9 1.605 77,2 13.867 48,1
Perdesaan 14.441 54,1 473 22,8 14.914 51,9
Kawasan
Sumatera 7.793 29,2 612 29,5 8.405 29,2
Jawa-Bali 11.055 41,4 890 42,8 11.945 41,5
Lainnya 7.855 29,4 576 27,7 8.431 29,3
TOTAL 26.703 100 2.078 100 28.781 100

Dari 34.947 rumah tangga yang didata ada 28.781 (76,6%) rumah tangga yang didaftar
menjadi sampel penelitian SPTB 2013-2014. Dari jumlah tersebut 26.703 (92,8%) rumah tangga
yang anggota rumah tangganya berpartisipasi dan 2.078 (7,2%) rumah tangga yang tidak satupun
anggota rumah tangganya berpartisipasi. Di antara rumah tangga yang tidak berpartisipasi, lebih
banyak yang tinggal di kota. Menurut kawasan proporsinya tidak berbeda.

SPTB Indonesia 2013-2014 35


Tabel 10 Distribusi partisipasi rumah tangga berdasarkan karakteristik rumah tangga
Rumah tangga Rumah tangga tidak
Total
Karakteristik rumah tangga berpartisipasi berpartisipasi
n % n % n %
Luas lantai rumah
≥8 m2/orang 22.466 84,1 1.902 91,5 24.368 84,7
<8 m2/orang 4.237 15,9 176 8,5 4.413 15,3
Jenis lantai
Bukan tanah 24.834 93,0 2.012 96,8 26.846 93,3
Tanah 1.869 7,0 66 3,2 1.935 6,7
Jendela dibuka setiap hari
Ya 18.975 71,1 1.730 83,3 20.705 71,9
Tidak 7.728 28,9 348 16,7 8.076 28,1
Ventilasi cukup
Ya 23.234 87,0 1.932 93,0 25.166 87,4
Tidak 3.469 13,0 146 7,0 3.615 12,6
Cahaya alami cukup
Ya 23.942 89,7 1.936 93,2 25.878 89,1
Tidak 2.761 10,3 142 6,8 2.903 10,9
Letak dapur terpisah dari rumah utama
Ya 20.128 75,4 1.240 59,7 21.368 74,2
Tidak, bukan dengan kayu bakar 3.192 12,0 351 16,9 3.543 12,3
Tidak, dengan kayu bakar 1.398 5,2 47 2,3 1.445 5,1
Tidak menjawab 1.985 7,4 440 21,1 2.425 8,4
Ada yang merokok dalam rumah
Ada 17.965 67,3 981 47,2 18.946 74,2
Tidak 8.738 32,7 1.097 52,8 9.835 25,8
TOTAL 26.703 100 2.078 100 28.781 100

Rumah tangga yang berpartisipasi cenderung mempunyai luas lantai kurang dari 8m2,
berlantai tanah, dengan jendela tidak dibuka setiap hari, ventilasi dan cahaya alami tidak cukup.

36 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 11 Distribusi partisipan yang diwawancarai dan difoto toraks menurut karakteristik demografi

Partisipan Diwawancarai Foto toraks


Karakteristik
n n % n %
Kelompok umur (tahun)
15- 24 14.505 14.505 100 13.654 94,1
25-34 15.192 15.192 100 14.099 92,8
35-44 14.386 14.386 100 13.851 96,3
45-54 11.643 11.643 100 11.354 97,5
55- 64 6.870 6.870 100 6.639 96,6
65+ 5.348 5.348 100 4.739 88,6
Jenis kelamin
Laki-laki 31.632 31.632 100 30.682 97,0
Perempuan 36.312 36.312 100 33.654 92,7
Klasifikasi daerah
Perkotaan 31.871 31.871 100 29.925 93,9
Perdesaan 36.073 36.073 100 34.411 95,4
Kawasan
Sumatera 19.739 19.739 100 18.400 93,2
Jawa-Bali 28.150 28.150 100 26.926 95,7
Lainnya 20.055 20.055 100 19.010 94,8
TOTAL 67.944 67.944 100 64.336 94,7

Proporsi partisipan kelompok umur 65 tahun ke atas yang difoto toraks lebih rendah
dibanding kelompok umur lainnya. Proporsi laki-laki yang difoto toraks lebih tinggi dibanding
perempuan. Tidak ada perbedaan menurut klasifikasi daerah maupun kawasan.

SPTB Indonesia 2013-2014 37


3.2 Gejala dan Foto Toraks
Tabel 12 Distribusi partisipan menurut gejala TB dan jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Total
No Gejala
n % n % n %
1 Batuk 14.461 45,7 12.221 33,7 26.682 39,3
Lama batuk :
a. 1-13 hari 9.503 30,0 8.802 24,2 18.305 27,0
b. ≥ 14 hari 4.958 15,7 3.419 9,4 8.377 12,3
2 Batuk darah 532 1,7 365 1,0 897 1,3
3 Batuk berdahak 9.712 30,7 7.289 20,1 17.001 25,0
4 Demam 5.763 18,2 6.747 18,6 12.510 18,4
5 Nyeri dada 6.803 21,5 6.811 18,8 13.614 20,0
6 Keringat malam tanpa ada kegiatan 4.111 13,0 4.513 12,4 8.624 12,7
7 Nafsu makan berkurang 5.331 16,9 6.230 17,2 11.561 17,0
8 Penurunan berat badan 4.970 15,7 5.721 15,8 10.691 15,7
9 Sesak nafas 5.808 18,4 5.756 15,9 11.564 17,0

Proporsi partisipan dengan gejala batuk paling tinggi dibanding gejala lainnya. Proporsi
gejala batuk pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.

Tabel 13 Distribusi partisipan menurut hasil skrining dan jenis kelamin


Laki-Laki Perempuan Total
Skrining
n % n % n %
Batuk ≥ 14 hari atau batuk darah
Ya 5.064 16,0 4.488 9,6 8.552 12,6
Tidak 26.568 84,0 32.824 90,4 59.392 87,4
Foto Toraks
Abnormal 6.353 20,1 4,849 13,4 11.202 16,5
Normal 24.331 76,9 28.805 79,3 53.136 78,2
Tidak dilakukan foto toraks 948 3,0 2.658 7,3 3.606 5,3
TOTAL 31.632 100 36.312 100 67.944 100

38 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 14 Distribusi partisipan yang terskrining positif

Batuk ≥14 hari atau Hasil foto toraks Eligible pemeriksaan dahak
batuk darah n %
Ya Normal 3.844 24,9
Ya Abnormal 4.459 28,9
Tidak Abnormal 6.743 43,6
Ya Tidak dilakukan 249 1,6
Kriteria Lain* 151 1,0
TOTAL 15.446 100
* Ibu hamil yang tidak dilakukan foto toraks dan menunjukkan salah satu gejala TB

Di antara partisipan yang terskrining positif, 44% tidak mempunyai gejala batuk 14 hari
atau lebih atau batuk darah.
Tabel 15 Distribusi pola pencarian pengobatan partisipan dengan skrining gejala positif
Laki-Laki Perempuan Total
Tempat berobat
n % n % n %
Rumah Sakit Pemerintah 141 2,8 112 3,2 253 3,0
Rumah Sakit Swasta 53 1,1 52 1,5 105 1,2
Puskesmas 440 8,7 485 13,9 925 10,8
Praktek dokter/klinik 283 5,6 284 8,1 567 6,6
Praktek perawat/ bidan 168 3,3 213 6,1 381 4,5
Apotik dan lainnya 1.575 31,1 1.061 30,4 2.636 30,8
Tidak berobat 2.404 47,5 1.281 36,7 3.685 43,1
TOTAL 5.064 100 3.488 100 8.552 100

Sebanyak 43,1% partisipan yang mengalami batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah tidak
mencari pengobatan, dan lebih banyak pada laki-laki. Hanya 26,1% dari partisipan yang mengalami
batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah mencari pengobatan ke tenaga kesehatan.

SPTB Indonesia 2013-2014 39


3.3 Pemeriksaan Laboratorium
Jumlah spesimen yang dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan kultur dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16 Pemeriksaan dahak di 52 klaster dan 104 klaster
52 Klaster dengan 2 kultur 104 Klaster dengan 1 kultur
Pemeriksaan dahak
n % n %
Dahak yang dikumpulkan 4.538 100 10.603 100
Dahak yang diperiksa : 4.525 99,7 10.602 100
-2 smear 2 kultur 3.938 87,0 - -
-2 smear 1 kultur 292 6,5 9.626 90,8
-2 smear 0 kultur 28 0,6 567 5,3
-1 Smear 1 Kultur 258 5,7 390 3,7
-1 Smear 0 kultur 9 0,2 19 0,2
Dahak yang tidak diperiksa 13 0,3 1 0

Hasil pemeriksaan mikroskopis dahak sewaktu dan dahak pagi secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil smear dahak sewaktu dan dahak pagi
Sewaktu Pagi Gabungan
Pemeriksaan dahak
n % n % n %
Dahak yang dikumpulkan 15.126 100 14.619 100 15.141 100
Dahak yang Diperiksa 15.008 99,2 14.570 99,7 15.127 99,9
Positif 192 1,3 204 1,4
2P - - - - 105 0,7
1P1N - - - - 177 1,2
1P1NA - - - - 9 0,1
Negatif 14.816 98,7 14.366 98,6
2N - - - - 14.169 93,7
1N only - - - - 667 4,3
NA 118 0,8 49 0,3 14 0,1
P= positif, N= negatif, NA= not available (hasil tidak tersedia)

Tabel 17 menunjukkan tidak ada perbedaan hasil smear dahak sewaktu dan dahak pagi.

40 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 18 Hasil smear antara dahak sewaktu dan dahak pagi
Pagi
Hasil pemeriksaan dahak
Negatif Scanty 1+ 2+ 3+ NA Total %
Negatif 14.169 60 28 5 4 550 14.816 97,9
Scanty 46 11 9 7 3 2 78 0,5
1+ 26 5 17 15 2 4 69 0,5
2+ 6 2 3 14 5 0 30 0,2
Sewaktu
3+ 2 0 2 2 8 1 15 0,1
NA 117 1 0 1 0 0 119 0,8
Total 14.366 79 59 44 22 557 15.127
(%) 95,0 0,5 0,4 0,3 0,1 3,7

Proporsi ketidaktersediaan hasil smear pada dahak pagi lebih tinggi dari dahak sewaktu.
Tidak terlihat perbedaan proporsi hasil smear positif tinggi (1+, 2+, 3+) antara dahak sewaktu dan
dahak pagi.
Tabel 19 Hasil pemeriksaan kultur dahak sewaktu dan dahak pagi
Sewaktu Pagi Gabungan
Kultur
n % n % n %
Dahak yang dikumpulkan 4.534 100 14.619 100 15.141 100
Dahak yang Diperiksa 4.433 97,8 14.569 99,7 15.109 99,8
Hasil Pemeriksaan:
MTB 133 3,0 358 2,5 400 2,7
NTM 79 1,8 334 2,3 405 2,7
Kontaminasi 47 1,1 431 3,0 339 2,2
Negatif 4.174 94,1 13.441 92,2 13.965 92,4
NA 101 2,2 50 0,4 32 0,2

Hasil pemeriksaan kultur dahak sewaktu kontaminasi sebesar 1,1% sedangkan hasil
pemeriksaan kultur dahak pagi kontaminasi sebesar 3%.

SPTB Indonesia 2013-2014 41


Tabel 20 Kesesuaian antara hasil smear dengan hasil kultur pada dahak sewaktu
Kultur
Dahak sewaktu
Negatif MTB(+) NTM Kontaminasi NA TOTAL
Negatif 4.148 96 78 46 0 4.368
Scanty 21 9 0 0 0 30
1+ 5 19 1 0 0 25

Smear 2+ 0 8 0 0 0 8
3+ 0 1 0 1 0 2
NA 0 0 0 0 101 101
TOTAL 4.174 133 79 47 101 4.534

Pemeriksaan mikroskopis dahak sewaktu memperoleh 65 (1,4%) positif, di antaranya


terdapat 35 smear positif bukan scanty (1+, 2+, 3+). Ada 28 (83%) kultur positif MTB pada
partisipan dengan smear positif bukan scanty. Dari hasil smear negatif terdapat 2,2% kultur positif
MTB. Proporsi smear negatif di antara partisipan kultur positif MTB sebesar 72,2%.
Tabel 21 Kesesuaian antara hasil smear dengan hasil kultur pada dahak pagi
Kultur
Dahak pagi
Negatif MTB(+) NTM Kontaminasi NA TOTAL
Negatif 13.367 247 330 421 1 14.366
Scanty 54 17 6 2 0 79
1+ 15 35 3 6 0 59
Smear 2+ 3 39 0 2 0 44
3+ 2 20 0 0 0 22
NA 0 0 0 0 49 49
TOTAL 13.411 358 339 431 50 14.619

Hasil smear dahak pagi memperoleh 204 (1,4%) positif, 125 di antaranya smear positif
bukan scanty. Dari 125 smear positif bukan scanty, terdapat 92 (73,6%) dengan kultur positif MTB.
Hasil smear negatif memperoleh 1,7% kultur positif MTB. Proporsi smear negatif di antara
partisipan kultur positif MTB sebesar 69,0%.

42 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 22 Kesesuaian hasil pemeriksaan kultur dahak sewaktu dan dahak pagi
Pagi
Kultur
Negatif MTB NTM Kontaminasi NA TOTAL
Negatif 3.772 41 104 87 170 4.174
MTB 39 89 0 3 2 133
NTM 59 0 14 5 1 79
Sewaktu
Kontaminasi 34 2 1 8 2 47
NA 85 1 3 3 13 105
TOTAL 3.989 133 122 106 188 4.538

Perbandingan hasil kultur sewaktu dan pagi di 52 klaster ditunjukkan dalam Tabel 22. Dari
106 partisipan dengan hasil kultur dahak pagi terkontaminasi, 95 (89,6%) mempunyai hasil dahak
sewaktu. Dari 47 partisipan dengan hasil kultur dahak sewaktu terkontaminasi, sebanyak 37
(78,7%) mempunyai hasil pada dahak pagi. Di antara hasil kultur sewaktu negatif terdapat 41
dengan kultur pagi positif MTB. Dari kultur pagi negatif terdapat 39 dengan kultur sewaktu positif
MTB.
Tabel 23 Perbandingan hasil smear, Xpert MTB/RIF, dan kultur
Kultur
Hasil pemeriksaan
Negatif MTB NTM Kontaminasi NA TOTAL
Positif Xpert MTB/RIF
Positif 18 133 1 5 0 157
Negatif 105 5 13 1 0 124
NA 6 3 0 0 1 10
TOTAL 129 141 14 6 1 291
Smear
Negatif Xpert MTB/RIF
Positif 10 13 23
Negatif 370 299 669
NA 13.836 259 11 21 17 14.144
TOTAL 13.836 259 391 333 17 14.836

Sebanyak 291 partisipan dengan hasil smear positif, di antaranya 105 (36%) hasil dengan
Xpert MTB/RIF dan kultur negatif. Dari 291 partisipan dengan hasil laboratorium smear positif,
adanya MTB tidak terbukti dengan kultur atau Xpert MTB/RIF pada 126 (43,3%) partisipan
sehingga mereka tidak diperhitungkan sebagai kasus TB.

3.4 Kasus TB
Berdasarkan keputusan panel dan definisi kasus survei, diperoleh 419 kasus definite, 7
kasus probable, dan 148 kasus possible. Karena hanya kasus definite dan probable yang dihitung

SPTB Indonesia 2013-2014 43


sebagai kasus TB maka terdapat 426 kasus TB. Tabel berikut menunjukkan rincian kasus
berdasarkan hasil laboratorium (Tabel 24), metode skrining (Tabel 25), dan karakteristik (Tabel
26).
Tabel 24 Kasus TB berdasarkan keputusan tim panel dengan distribusi hasil pemeriksaan laboratorium
Kasus TB n %
A Smear Positif
Kultur positif TB dan Xpert MTB/RIF positif 134 31,5
Kultur positif TB dan Xpert MTB/RIF tidak positif 7 1,6
Kultur bukan TB dan Xpert MTB/RIF positif 24 5,6
TOTAL 165 38,7
B Smear Negatif
Kultur positif 188 44,1
Kultur positif TB tidak signifikan*, Xpert MTB/RIF negatif dan Gambaran TB 55 12,9
pada foto toraks
Kultur bukan TB, Xpert MTB/RIF positif, dan Gambaran TB pada foto toraks 17 4,0
Kultur kontaminasi, Xpert MTB/RIF positif, tidak dilakukan foto toraks (hamil) 1 0,2
TOTAL 261 61,3
TOTAL KASUS TB (A+B) 426 100

* <5 koloni dalam satu tabung

Terdapat 1 kasus dengan smear negatif, kultur kontaminasi, Xpert MTB/RIF positif dari ibu
hamil yang tidak dilakukan foto toraks. Karena hasil kultur kontaminasi dan foto toraks, maka hasil
Xpert MTB/RIF menjadi dasar partisipan ini dimasukkan dalam kasus TB (probable).
Tabel 25 menunjukkan distribusi kasus TB berdasarkan hasil skrining gejala dan foto toraks.
“Gejala” pada tabel ini adalah batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah. “Foto toraks abnormal”
adalah ditemukannya kelainan parenkim paru atau pleura.

44 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 25 Jumlah kasus TB berdasarkan hasil skrining
Smear negatif dengan
Skrining Smear positif Bakteriologis positif
bakteriologis positif
Gejala ya dan foto toraks normal 5 16 21
Gejala ya dan foto toraks abnormal 109 111 220
Gejala tidak dan foto toraks abnormal 49 132 181
Gejala ya dan foto toraks tidak dilakukan 2 1 3
Lainnya* 0 1 1
TOTAL 165 261 426
* partisipan melaporkan hamil dan mempunyai salah satu gejala TB lainnya dan tidak dilakukan foto toraks

Sebesar 57,5% kasus TB bakteriologis positif menunjukkan gejala, dan 70,3% kasus smear
positif menunjukkan gejala. Kasus TB yang tidak menunjukkan gejala namun foto toraks abnormal
tinggi, yaitu 29,7% untuk smear positif dan 42,5% untuk kasus bakteriologis positif.
Tabel 26 Distribusi kasus TB menurut karakteristik demografi
Smear negatif
Smear positif dengan bakteriologis
Karakteristik Negatif NA Total
positif
n % n % n % n % n %
Kelompok umur (tahun)
15 – 24 19 11,5 25 9,6 14.413 21,5 48 14,3 14.505 21,3
25 – 34 34 20,6 58 22,2 15.052 22,4 48 14,3 15.192 22,4
35 – 44 35 21,2 47 18,0 14.259 21,2 45 13,4 14.386 21,2
45 – 54 30 18,2 52 19,9 11.509 17,1 52 15,5 11.643 17,1
55 – 64 21 12,7 37 14,2 6.766 10,1 46 13,8 6.870 10,1
65 + 26 15,8 42 16,1 5.184 7,7 96 28,7 5.348 7,9
Jenis kelamin
Laki-laki 120 72,7 169 64,7 31.194 46,4 149 44,5 31.632 46,6
Perempuan 45 27,3 92 35,3 35.989 53,6 186 55,5 36.312 53,4
Klasifikasi daerah
Perkotaan 88 53,3 140 53,6 31.497 46,9 146 43,6 31.871 46,9
Perdesaan 77 46,7 121 46,4 35.686 53,1 189 56,4 36.073 53,1
Kawasan
Sumatera 55 33,3 88 33,7 19.381 28,9 215 64,2 19.739 28,1
Jawa-Bali 59 35,8 81 31,0 27.920 41,5 90 26,9 28.150 41,4
Lainnya 51 30,9 92 35,3 19.882 29,6 30 9,0 20.055 29,5
TOTAL 165 100 261 100 67.183 100 335 100 67.944 100

SPTB Indonesia 2013-2014 45


Distribusi kasus TB yang ditemukan pada semua kelompok umur relatif bervariasi. Sebagian
besar kasus TB adalah laki-laki dan tinggal di perkotaan. Kasus TB terdistribusi merata di semua
kawasan.

Gambar 12 Distribusi klaster berdasarkan jumlah kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis

Terdapat 132 klaster mempunyai minimal satu kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis .
Jumlah kasus TB di masing-masing klaster sangat bervariasi. Terdapat satu klaster dengan 11 kasus
TB dengan konfirmasi bakteriologis.

46 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 27 Disttribusi rumah tangga dengaan atau tanpa kasus TB men
nurut karakteeristik wilayah
Rumah tangga ada kaasus Rum
mah tangga tidak ada Tottal
Karakterisstik wilayah TB kasus TB
n % n % n %
Klasifikasi daaerah
Perkotaan 217 52,4 12.045 45,8 12.262 45,9
9
Perdesaan 197 47,6 14.244 54,2 14.441 50,1
Kawasan
Sumatera 139 33,6 7.654 29,1 7.793 29,2
2
Jawa-Bali 135 32,6 10.920 41,5 11.055 41,4
4
Lainnya 140 33,8 7.715 29.4 7.855 29,4
4
TOTAL 4
414 100 26.289 100 26.703 100
0

Pro
oporsi rumaah tangga dengan
d kassus TB lebih
h tinggi di perkotaan dibanding perdesaan,
dan lebih ttinggi di kawasan Sum
matera dan Lainnya. Seedangkan proporsi rum
mah tangga yang tidakk
ada kasus TB
T lebih tinggi di Jawa--Bali diband
ding kawasaan lainnya.
Diteemukan 42
26 kasus TB
B pada 414
4 rumah taangga di 13
32 klaster. Pada delap
pan klasterr
masing-maasing terdapat satu ru
umah tanggga yang meempunyai le
ebih dari saatu kasus TB
T dan dua
klaster masing-masingg terdapat dua
d rumah tangga den
ngan lebih dari satu kassus TB.

Kasu
us TB dengan
konffirmasi
baktteriologis

408
8 Paartisipan yangg melaporkan
18 se
edang dalam pengobatan
p
107

Gambar 13 P
Perpaduan kassus TB dengan
n konfirmasi bakteriologis
b d partisipan
dan n yang sedangg dalam pengo
obatan TB

Terrdapat 125 partisipan yang melaporkan sed


dang dalam
m pengobataan TB. Darii partisipan
tersebut, ssebanyak 18
8 masih bakkteriologis positif, 90 bakteriolog
b d 17 tidak bergejala
is negatif, dan
dengan gambaran fotto toraks no
ormal atau tidak
t ada fo
oto toraks.
Darri 426 kasus TB dengan konfirmasi bakteriollogis, 18 masih dalam pengobataan (Gambarr
13) dan 60
0 (14,1%) meempunyai riwayat
r pengobatan TB
B sebelumnyya.

SPTB Indonesia 2013-2014 47


7
Di antara 60 kasus TB dengan riwayat pengobatan sebelumnya, hanya 22 (36,7%) yang
dinyatakan telah sembuh oleh petugas kesehatan. Selebihnya berhenti berobat dengan berbagai
alasan: 15 orang karena merasa sudah sehat, 3 orang tidak merasakan perbaikan, 8 orang tidak
mempunyai uang, 1 orang mengatakan tidak ada orang yang mengambil obat, 7 orang takut efek
samping, dan 4 orang dengan alasan lain, yaitu: birokrasi yang rumit, malas, pindah, dan tidak
menjawab.

3.5 Prevalensi TB
Estimasi prevalensi TB dilakukan untuk kasus TB dengan smear positif dan kasus TB dengan
konfirmasi bakteriologis. Estimasi prevalensi kasus TB tersebut dihitung per 100.000 penduduk
yang berumur 15 tahun ke atas.
Prevalensi TB smear positif dan prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis bisa
dilihat pada Tabel 28 dan Tabel 29.

48 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 28 Estimasi prevalensi TB dengan smear positif per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas menurut
karakteristik demografi

Karakteristik Estimasi SE 95% CI RSE (%)

Kelompok umur (tahun)


15-24 137,5 30,5 77,3 – 197,8 22,2
25-34 239,9 42,7 155,5 – 324,4 17,8
35-44 265,1 47,7 170,7 – 359,4 18,0
45-54 271,5 53,2 166,3 – 376,7 19,6
55-64 318,6 73,1 174,1 – 463,1 22,9
65+ 527,6 119,1 292,0 – 763,2 22,6
Jenis kelamin
Laki-laki 392,5 39,4 314,5 – 470,5 10,0
Perempuan 131,0 21,9 87,6 – 174,4 16,7
Klasifikasi daerah
Perkotaan 282,2 31,6 219,6 – 344,7 11,2
Perdesaan 231,4 34,4 163,3 – 299,5 14,9
Kawasan
Sumatera 307,4 50,1 208,3 – 406,5 16,3
Jawa-Bali 216,6 35,5 146,5 – 286,8 16,4
Lainnya 259,9 38,3 184,2 – 335,6 14,7
TOTAL 256,5 23,5 210,1 – 302,9 9,1

SPTB Indonesia 2013-2014 49


Tabel 29 Estimasi prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke
atas menurut karakteristik demografi

Karakteristik Estimasi SE 95% CI RSE (%)

Kelompok umur (tahun)


15- 24 360,8 61,5 254,3 – 494,7 17,0
25-34 753,4 110,3 561,8 – 995,0 14,6
35-44 713,8 105,5 527,4 – 941,0 14,8
45-54 835,5 127,9 608,9 – 1108,3 15,3
55- 64 1.029,5 169,7 734,1 – 1398,5 16,5
65+ 1.581,7 263,3 1.122,7 – 2.153,7 16,6
Jenis kelamin
Laki-laki 1.082,7 118,5 872,8 – 1.337,3 10,9
Perempuan 460,6 60,6 353,6 – 590,8 13,2
Klasifikasi daerah
Perkotaan 845,8 94,4 678,2 – 1.047,7 11,2
Perdesaan 674,2 92,2 511,9 – 873,6 13,7
Kawasan
Sumatera 913,1 122,7 696,7 – 1.176,7 13,4
Jawa-Bali 593,1 82,8 447,2 – 770,6 14,0
Lainnya 842,1 116,4 634,7 – 1.091,8 13,8
TOTAL 759,1 95,1 589,7 – 960,8 12,5

Prevalensi TB smear positif adalah 257 (95% CI 210-303) per 100.000 penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas dengan design effect 1,55. Prevalensi TB dengan konfirmasi
bakteriologis adalah 759 (95% CI 590-961) per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas
dengan design effect 1,77. Berdasarkan Tabel 28 dan Tabel 29 terlihat bahwa prevalensi TB smear
positif maupun bakteriologis positif lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Prevalensi
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan, dan
kawasan Sumatera lebih tinggi dibanding kawasan lainnya.

3.6 Pengetahuan dan Sikap Terhadap TB serta Perilaku Merokok (PSP)


Pengetahuan mengenai gejala utama, cara penularan, dan TB dapat disembuhkan masih di
bawah 80%. Hanya sebagian kecil mengetahui bahwa obat TB gratis (21,3%). Sikap merahasiakan
keluarga yang terkena TB masih tinggi (11,9%).
Proporsi yang mengetahui gejala utama, cara penularan, dan TB dapat disembuhkan lebih
rendah pada partisipan yang terskrining positif dibanding yang terskrining negatif. Hampir tidak
ada perbedaan proporsi yang menjawab mengetahui obat TB gratis dan merahasiakan anggota

50 SPTB Indonesia 2013-2014


keluarga yang terkena TB pada partisipan terskrining positif dibanding yang terskrining negatif.
Proporsi merokok setiap hari lebih tinggi pada partisipan terskrining positif dibanding terskrining
negatif, dan juga lebih tinggi pada kasus TB dibanding bukan kasus TB (Tabel 30).
Tabel 30 Pengetahuan dan sikap terhadap TB serta perilaku merokok partisipan yang dilakukan wawancara
pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP)
Terskrining positif Terskrining
Pengetahuan, Sikap dan Total
Kasus TB Bukan kasus TB Total negatif
Perilaku
n % n % n % n % n %
Mengetahui gejala utama TB 341 80,1 11.360 75,6 11.701 76,5 4.467 84,8 16.168 78,6
Mengetahui cara penularan 289 67,8 9.850 65,6 10.139 66,3 4.074 77,3 14.213 69,1
TB
Mengetahui TB dapat 343 80,5 11.304 75,3 11.647 76,1 4.428 84,1 16.075 78,2
disembuhkan
Mengetahui obat TB gratis 103 24,2 3.198 21,3 3.301 21,6 1.087 20,6 4.388 21,3
Merahasiakan keluarga yang 61 14,3 1.793 11,9 1.854 12,1 554 10,5 2.408 11,7
terkena TB
Perilaku Merokok
a. Merokok
a1. Ya setiap hari 191 44,8 5.874 39,1 6.065 39,4 1.402 26,6 7.467 36,3
a2. Ya, kadang-kadang 14 3,3 615 4,1 629 4,1 233 4,4 862 4,2
b. Mantan merokok 72 16,9 1.689 11,3 1.761 11,5 406 7,7 2.167 10,5
c. Tidak merokok 144 33,8 6.701 44,6 6.845 44,7 3.227 61,3 10.072 49,0

Pertanyaan PSP di tanyakan pada seluruh partisipan yang terskrining positif dan 10%
partisipan terskrining negatif

SPTB Indonesia 2013-2014 51


3.7 Faktor Risiko TB
Tabel 31 Faktor risiko dan kasus TB
Kasus TB Non kasus TB Total
Faktor Risiko
n % n % n %
Pernah didiagnosis kencing manis*
Ya 22 1,3 1.632 98,7 1.654 100
Tidak 404 0,6 65.886 99,4 66.290 100
Merokok
Ya 207 0,9 22.818 99,1 23.025 100
Tidak 219 0,5 44.700 99,5 44.919 100
Pernah tinggal bersama dengan penderita TB
Ya 33 1,2 2.658 98,8 2.691 100
Tidak 393 0,6 64.860 99,4 65.253 100
Pernah didiagnosa TB **
Ya 81 3,7 2.110 96,3 2.191 100
Tidak 345 0,5 65.408 99,5 65.753 100
* didiagnosis oleh dokter
**didiagnosis oleh tenaga kesehatan

Proporsi kasus TB pada partisipan yang menyatakan pernah didiagnosis kencing manis,
merokok, pernah tinggal bersama dengan penderita TB, dan pernah didiagnosis TB lebih tinggi
dibanding partisipan yang menyatakan tidak mempunyai faktor tersebut.
Tabel 32 Faktor risiko kasus TB smear positif dan smear negatif dengan konfirmasi bakteriologis
Smear negatif
Kasus TB dengan bakteriologis
Faktor risiko Negatif NA Total
smear positif positif
n % n % n % n % n %
Pernah didiagnosis kencing manis
Ya 13 0,8 9 0,5 1.613 97,5 19 1,2 1.654 100
Tidak 152 0,2 252 0,4 65.570 98,9 316 0,5 66.290 100
Merokok
Ya 81 0,4 126 0,5 22.706 98,6 112 0,5 23.025 100
Tidak 84 0,2 135 0,3 44.477 99,0 223 0,5 44.919 100
Pernah tinggal bersama dengan penderita TB
Ya 13 0,5 20 0,7 2.646 98,3 12 0,5 2.691 100
Tidak 152 0,2 241 0,4 64.537 98,9 323 0,5 65.253 100
Pernah didiagnosis TB
Ya 48 2,2 33 1,5 2.091 95,4 19 0,9 2.191 100
Tidak 117 0,2 228 0,4 65.092 99,0 316 0,5 65.753 100

52 SPTB Indonesia 2013-2014


Perbedaan proporsi kasus TB pada setiap faktor risiko terlihat lebih tinggi pada kasus
smear positif TB dibanding kasus smear negatif. Proporsi kasus TB smear positif pada partisipan
yang pernah didiagnosis TB 11 kali lebih tinggi dibanding partisipan yang tidak pernah didiagnosis
TB (2,2% vs 0,2%), sedangkan pada kasus TB smear negatif hanya 3 kali (1,5% vs 0,4%).

SPTB Indonesia 2013-2014 53


Tabel 33 Perbandingan rumah tangga yang mempunyai kasus TB dan yang tidak mempunyai kasus TB berdasarkan
karakteristik rumah tangga
Rumah tangga
Rumah tangga ada
tidak ada Total
Karakteristik rumah tangga penderita TB
penderita TB
n % n % n %
Luas lantai rumah
>=8 m2/orang 315 1,4 22.151 98,6 22.466 100
2
<8 m /orang 99 2,3 4.138 97,7 4.237 100
Jenis lantai
Bukan tanah 389 1,6 24.445 98,4 24.834 100
Tanah 25 1,3 1.844 98,7 1.869 100
Ada jendela dibuka setiap hari
Ya 315 1,7 18.660 98,3 18.975 100
Tidak 99 1,3 7.629 98,7 7.728 100
Cukup ventilasi
Ya 363 1,6 22.871 98,4 23.234 100
Tidak 51 1,5 3.418 98,5 3.469 100
Cukup cahaya alami
Ya 369 1,5 23.573 98,5 23.942 100
Tidak 45 1,6 2.716 98,4 2.761 100
Letak dapur
Terpisah dari ruang utama 293 1,5 19.835 98,5 20.128 100
Menjadi satu dengan ruang utama 86 1,9 4.504 98,1 4.590 100
Tidak ada keterangan pemilikan dapur 35 1,8 1.950 98,2 1.985 100
Bahan bakar dapur yang menjadi satu dengan ruang utama
Kayu bakar 61 1,9 3.131 98,1 3.192 100
Bukan kayu bakar 25 1,8 1.373 98,2 1.398 100
Ada anggota rumah tangga yang merokok dalam rumah
Ada 303 1,7 17.662 98,3 17.965 100
Tidak 111 1,3 8.627 98,7 8.738 100

TOTAL 414 1,6 26.703 98,4 26.703 100

Ruang utama : ruang keluarga atau kamar tidur

Proporsi rumah tangga yang ada kasus TB lebih tinggi pada mereka dengan luas < 8
m2/orang, letak dapur menjadi satu dengan ruang utama, dan ada ART merokok dalam rumah.

54 SPTB Indonesia 2013-2014


4 PEMBAHASAN

4.1 Populasi, Populasi Eligible, dan Partisipan


Populasi berisiko yang menjadi target survei ini adalah penduduk yang berumur 15 tahun
ke atas. Populasi eligible adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang tinggal secara
terus-menerus di lokasi survei minimal satu bulan. Populasi berisiko dengan populasi eligible
keduanya tidak berbeda secara statistik sehingga tidak diperlukan penimbang.
Tingkat partisipasi survei ini (88,7%) menunjukkan bahwa hasil survei bisa digeneralisasikan
untuk mewakili tingkat nasional (Indonesia) maupun kawasan (Sumatera, Jawa-Bali, lainnya). Hasil
ini tidak banyak berbeda dibanding negara lain, seperti Cambodia 89,2% (Mao et al., 2014),
Myanmar 92,6% (Ministry of Health of Myanmar 2010) dan Filipina 90,6% (Tupasi et al., 2009).
Tingkat partisipasi kelompok umur produktif (15-44 tahun) lebih rendah dibandingkan kelompok
umur yang lebih tua. Kondisi ini sesuai dengan SPTB di Myanmar (Ministry of Health of Myanmar
2010) dan Cambodia (Mao et al., 2014). Hal ini diduga kelompok umur muda mempunyai mobilitas
lebih tinggi. Tingkat partisipasi laki-laki lebih rendah dibanding perempuan terutama pada umur
muda, kemungkinan laki-laki lebih banyak bekerja di luar tempat tinggalnya.
Partisipasi rumah tangga maupun individu di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan
kemungkinan karena anggota rumah tangga di perkotaan mempunyai mobilitas lebih tinggi
terutama kelompok umur produktif. Tingkat partisipasi lebih tinggi pada rumah tangga yang
memiliki luas lantai < 8 m2, jendela tidak dibuka, dapur menyatu dengan ruang utama, dan adanya
ART yang merokok.

4.2 Skrining Gejala dan Foto Toraks


Skrining dilakukan melalui wawancara dan foto toraks. Partisipan yang sakit, tua atau cacat
yang tidak bisa datang ke lokasi survei dikunjungi oleh tim pengumpul data di rumahnya untuk
diwawancarai. Foto toraks tidak dilakukan untuk partisipan tersebut karena mesin X-ray tidak
memungkinkan dipindahkan. Selain itu beberapa partisipan tidak dilakukan foto toraks karena
hamil ataupun menolak, sehingga foto toraks hanya dilakukan pada 94,7% partisipan.
Proporsi partisipan yang berumur 65 tahun ke atas yang menjalani foto toraks lebih rendah
dibandingkan pada umur yang lebih muda. Sebagian besar penyebabnya adalah mereka tidak
mampu berkunjung ke lokasi survei karena sakit, cacat atau tidak dapat berjalan. Proporsi

SPTB Indonesia 2013-2014 55


partisipan perempuan yang menjalani foto toraks lebih rendah dibanding laki-laki, karena sebagian
besar wanita hamil tidak dilakukan foto toraks.
Proporsi batuk 14 hari atau lebih (batuk kronis) sebesar 12,3%, laki-laki lebih banyak
daripada perempuan, kemungkinan karena proporsi merokok pada laki-laki lebih tinggi, di mana
rokok diduga sebagai salah satu penyebab batuk kronis. Beberapa penelitian menunjukkan
hubungan positif antara merokok dan batuk kronis (Toru et al., 2014; Holm et al., 2014; Chen et al.
2014). Proporsi batuk 14 hari atau lebih di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan negara lain,
seperti Myanmar 4% (Ministry of Health of Myanmar, 2010), Cambodia 4,8% (Mao et al., 2014),
Batuk kronis dapat disebabkan paparan asap rokok, asap, polusi udara, juga alergi (Aditama, 2000;
Zmirou et al., 1997; Escamilla & Roche, 2014; Chamberlain et al., 2015). Paparan asap rokok dan
kelembaban di dalam rumah berhubungan dengan tingginya gejala batuk kronis pada orang
dewasa (Cable et al., 2014).
Penelitian di Nepal menunjukkan tidak ada perbedaan batuk kronis di antara penduduk
perkotaan yang menggunakan bahan bakar dari material padat (biomass fuel) dengan yang tidak
menggunakan. Polusi udara di luar ruangan tinggi menyebabkan proporsi batuk kronis tidak
berbeda berdasarkan penggunaan bahan bakar (Kurmi et al., 2014).
Proporsi partisipan yang memberitahukan gejala batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah
sebesar 12,6%. Proporsi partisipan yang tidak memberitahukan gejala batuk ≥ 14 hari atau batuk
darah, namun foto toraks menunjukkan kelainan parenkim paru atau pleura sebesar 9,9%. Dengan
dilakukan foto toraks, partisipan terskrining positif bertambah hampir dua kali lipat dibandingkan
bila tidak dilakukan foto toraks. Selain kriteria di atas ibu hamil yang mempunyai salah satu gejala
TB termasuk dalam partisipan terskrining positif yaitu sebesar 0,2%. Sehingga jumlah partisipan
terskrining positif sebesar 22,7%. Hasil ini sebanding dengan hasil SPTB di negara-negara lain
(Ministry of Health of Myanmar, 2010; Mao et al., 2014).
Dari partisipan yang menunjukkan gejala skrining positif hanya 26,1% yang berobat ke
tenaga kesehatan. Kasus TB yang didapat dari skrining gejala positif sebesar 245 (57,5%).
Penemuan kasus berdasarkan gejala yang selama ini dilakukan belum maksimal karena sebagian
besar mereka yang bergejala tidak datang ke layanan kesehatan untuk diperiksa. Deteksi kasus TB
secara pasif yang selama ini dilaksanakan kemungkinan juga berkontribusi pada keterlambatan
diagnosis maupun pengobatan TB. Dalam komunitas, tingginya kasus TB yang bergejala membuat
kita harus memperbaiki sistem penemuan kasus kita. Peningkatan pencarian pengobatan dari
mereka yang bergejala dan akses ke layanan kesehatan, dan penemuan kasus secara intensif perlu
didukung semua lapisan masyarakat termasuk komunitas dan organisasi kemasyarakatan peduli
TB.

56 SPTB Indonesia 2013-2014


Penggunaan foto toraks menambah jumlah kasus TB tidak bergejala sebesar 181 (73,9%
dari kasus yang bergejala). Bila foto toraks tidak digunakan dalam skrining, survei ini akan
kehilangan 42,5% kasus. Artinya penggunaan foto toraks pada skrining orang yang tidak bergejala,
dapat meningkatkan penemuan kasus.

4.3 Pemeriksaan Laboratorium


Kontaminasi dahak pagi (3%) lebih tinggi dari dahak sewaktu (1,1%). Perbedaan ini diduga
karena pada saat mengeluarkan dahak sewaktu partisipan didampingi petugas laboratorium,
sedangkan pengeluaran dahak pagi di rumah masing-masing tanpa pendampingan.
Perbandingan hasil pemeriksaan mikroskopis dan kultur, terlihat tingginya spesimen
dengan smear positif namun kulturnya negatif. Pada dahak sewaktu, terdapat 65 spesimen
dengan smear positif, 26 (40%) di antaranya dengan kultur negatif. Pada dahak pagi, terdapat 204
spesimen dengan smear positif, 74 (36%) di antaranya dengan kultur negatif. Bila digabungkan
dengan hasil Xpert MTB/RIF pada spesimen dengan smear positif, sebanyak 36% dengan hasil
kultur dan Xpert MTB/RIF negatif. Mycrobacterium tuberculosis hanya teridentifikasi pada 165
(57%) dari 291 partisipan dengan smear positif. Tingginya smear positif yang bukan TB bisa
disebabkan oleh infeksi NTM atau kontaminasi NTM. Akurasi diagnosis TB berkurang bila hanya
menggunakan pemeriksaan mikroskopis. Tambahan pemeriksaan lain yang lebih akurat diperlukan
di samping peningkatan kualitas pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF terbukti
memperkecil hasil positif palsu.
Hasil SPTB pada negara Asia dan negara tropis lainnya menunjukkan kecenderungan
serupa, di antara negara-negara yang hanya menggunakan kultur tanpa pemeriksaan Xpert
MTB/RIF, proporsi smear positif dengan kultur negatif berkisar antara 10-30% (Mao et al., 2014;
Ministry of Health of Myanmar, 2010; Kebede et al., 2014; Hoa et al., 2010). Karena survei ini
dilakukan pada komunitas, penelitian lebih lanjut untuk melihat kecenderungan ini di pelayanan
kesehatan rutin diperlukan untuk memperbaharui algoritma diagnosis TB.

4.4 Kasus TB
Kasus TB diputuskan oleh tim panel setiap dua minggu berdasarkan definisi kasus. Setiap
partisipan terskrining positif dengan kelainan laboratorium disandingkan dengan informasi
skrining positif, pembacaan foto toraks pakar radiologi, dan riwayat pengobatan TB untuk
menentukan kasus. Kemungkinan kontaminasi silang di laboratorium juga diperiksa. Dengan
demikian kasus TB yang ditetapkan adalah kasus yang sesuai dengan definisi. Terdapat 426 kasus
TB yang ditetapkan melalui proses di atas.

SPTB Indonesia 2013-2014 57


Kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis tersebar di 85% klaster. Ini menunjukkan kasus
TB sudah menyebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar kasus bakteriologis positif menunjukkan
gejala batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah. Namun kasus TB dari kelainan foto toraks tanpa
menunjukkan gejala juga tinggi (42,5%). Dengan demikian penemuan kasus yang hanya
berdasarkan gejala berpotensi untuk menyebabkan sejumlah besar kasus tidak terdeteksi.
Terdapat 18 (4,2%) kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis pada partisipan yang sedang
dalam pengobatan (Gambar 13). Hal ini mengindikasikan keterlambatan deteksi TB di komunitas.
Bila deteksi TB berjalan dengan baik, seharusnya jumlah kasus dalam pengobatan TB akan
melebihi hasil konfirmasi bakteriologis.

4.5 Prevalensi TB
Prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis pada populasi yang berumur 15 tahun ke
atas sebesar 759 per 100.000. Perhitungan prevalensi semua jenis TB untuk semua populasi
dijelaskan pada bab 4.8.1. Tingginya prevalensi yang ditemukan kemungkinan karena SPTB 2013-
2014 menggunakan metode yang lebih akurat, yaitu dengan menambahkan penggunaan foto
toraks selain gejala untuk skrining dan kultur yang dilakukan untuk semua partisipan yang
terskrining positif di laboratorium yang kualitasnya terjaga. Berbagai estimasi prevalensi TB
sebelumnya menggunakan data dari survei dan penelitian sebelumnya (SPTB 2004) hanya
berdasarkan skrining gejala batuk selama satu bulan terakhir (Soemantri et al., 2005; Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010; Farid
& Riono, 2013). Estimasi prevalensi TB sebelumnya juga menggunakan data dari program
pengendalian TB yang cakupannya masih terbatas pada program DOTS di Puskesmas dan
beberapa rumah sakit pemerintah.
Laboratorium yang digunakan pada SPTB 2013-2014 merupakan laboratorium pelaksana
tingkat nasional atau propinsi yang kualitasnya lebih baik daripada laboratorium di fasilitas
kesehatan rutin. Dengan demikian akurasi pemeriksaan lebih tinggi.
Tingginya prevalensi TB pada survei ini dapat dibandingkan dengan hasil survei serupa di
negara Asia lainnya. Beberapa negara yang sudah melaksanakan survei prevalensi dengan metode
yang direkomendasikan oleh WHO juga menghasilkan angka prevalensi yang tinggi (Tabel 34).

58 SPTB Indonesia 2013-2014


Tabel 34 Hasil survei prevalensi TB di negara-negara Asia
Prevalensi TB konfirmasi
Umur minimal Prevalensi smear positif bakteriologis (per
Negara yang melakukan survei
partisipan survei TB (per 100.000) 100.000)

Indonesia 2013-2014 15 tahun 257 (210-303) 759 (590-961)

Filipina 2007 (Tupasi et al., 10 tahun 260 (170-360) 660 (510-810)


2009)
Viet Nam 2007 (Hoa et al., 2010) 15 tahun 197 (150-244) 307 (249-366)

Myanmar 2009 (Ministry of 15 tahun 242 (186-315) 613 (502-748)


Health of Myanmar, 2010)
Cambodia 2011 (Mao et al., 15 tahun 271 (212-348) 831 (707-977)
2014)

Perbandingan hasil SPTB 2013-2014 dengan SPTB sebelumnya sulit dilakukan karena
perbedaan metodologi antar survei. Survei Prevalensi TB sebelumnya mempunyai cara sampling,
skrining, dan pemeriksaan laboratorium yang berbeda. Dengan demikian tingginya prevalensi yang
ditemukan sekarang belum tentu menandakan naiknya jumlah kasus TB.
Prevalensi TB lebih tinggi pada kelompok laki-laki (prevalensi TB smear positif 393 per
100.000 dan TB dengan konfirmasi bakteriologis 1.082 per 100.000) dibanding perempuan
(prevalensi TB smear positif 131 per 100.000 dan TB dengan konfirmasi bakteriologis 461 per
100.000). Hasil ini sesuai dengan survei di negara-negara lain yang menunjukkan prevalensi lebih
tinggi pada laki-laki dibanding perempuan (Kebede et al., 2014; Ministry of Health of Myanmar
2010; Mao et al., 2014). Hal ini kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada faktor risiko TB
misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa
68,5% partisipan laki-laki merokok dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok. Data
Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa laki-laki yang merokok tiap hari maupun merokok kadang-
kadang sebesar 56,7%, sedangkan perempuan hanya 1,9% (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013).
Angka prevalensi TB paling tinggi di kelompok umur tua (55 tahun ke atas).
Kemungkinannya adalah terjadi re-aktivasi TB dan durasi paparan terhadap TB lebih lama dari
kelompok umur di bawahnya. Bila dilihat dari beban TB absolut, angkanya masih sangat tinggi di
kalangan umur produktif (Gambar 14) ini menunjukkan bahwa penularan TB masih tinggi di
masyarakat.

SPTB Indonesia 2013-2014 59


Prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis dan perkiraan jumlah orang dengan
TB per kelompok umur
1,800 350,000

Perkiraan jumlah orang dengan TB yang terkonfirmasi


1,600
Angka per 100 000 penduduk 300,000
1,400
250,000
1,200

1,000 200,000

bakteriologis
800 150,000
600
100,000
400
50,000
200

0 0
15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 >= 65
Kelompok umur
Perkiraan jumlah orang dengan TB
Prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis

Gambar 14 Prevalensi TB dan perkiraan jumlah penduduk kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis berdasarkan
kelompok umur

Proporsi partisipan yang pernah didiagnosis TB pada laki-laki (3,8%) lebih tinggi
dibandingkan perempuan (2,7%), namun proporsi yang mendapat pengobatan tidak berbeda.
Proporsi laki-laki yang berhenti berobat bukan karena dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan
lebih tinggi (43,3%) daripada perempuan (35,4%). Alasan terbanyak berhenti berobat bukan
karena dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan adalah sudah merasa enakan/tidak ada gejala.
Berhenti minum obat sebelum dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan disebut putus berobat.
Mereka yang putus berobat TB bisa mengakibatkan resisten terhadap obat tersebut.

4.6 Pengetahuan dan Sikap Terhadap TB


Hasil survei menunjukkan pengetahuan partisipan yang mengetahui gejala utama TB pada
tahun 2014 belum dapat dikategorikan baik (<80%). Selain itu masih sedikit (21,3%) masyarakat
yang mengetahui obat TB diperoleh secara gratis. Belum baiknya pengetahuan masyarakat
tentang TB bisa mengakibatkan terlambat mencari pengobatan atau tidak berobat yang
berkontribusi pada tingginya prevalensi TB. Demikian juga dengan sikap merahasiakan anggota
keluarga yang terkena TB merupakan stigma yang dapat menghambat pencarian pengobatan.
Sebagian besar partisipan yang mempunyai riwayat pengobatan TB sudah berhenti berobat
saat wawancara. Proporsi mereka yang berhenti berobat sebelum dinyatakan sembuh tinggi

60 SPTB Indonesia 2013-2014


(40,2%), sebagian besar karena merasa sudah baik dan tidak bergejala lagi. Observasi ini sama
dengan penelitian lain di Indonesia. Sebagian besar pasien TB yang putus berobat mengatakan
bahwa mereka sudah merasa sembuh atau mempunyai masalah keuangan (Rondags et al., 2014).
Sedikitnya proporsi partisipan yang mengetahui bahwa pengobatan TB gratis mungkin
berkontribusi pada ketidakpatuhan berobat. Program pengendalian TB dan Pusat Promosi
Kesehatan Kementerian Kesehatan harus meningkatkan penyebaran informasi bahwa obat TB
gratis dan pentingnya menyelesaikan pengobatan sampai sembuh.

4.7 Faktor Risiko TB


Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko tersering pada penderita TB. Hal
ini disebabkan pada penderita DM imunitas menurun sehingga kepekaan terhadap kuman TB
meningkat, reaktivasi fokus infeksi lama, cenderung mempunyai kavitas, dan lebih banyak smear
dan atau kultur positif (Kant et al., 2013). Hasil pengobatan TB pada pasien TB-DM tidak sebaik
pasien TB tanpa DM (Riza et al., 2014). Hasil survei ini menemukan partisipan yang melaporkan
pernah didiagnosis DM oleh dokter sebesar 2,4%. Hasil ini lebih tinggi dibanding hasil Riskedas
2013 (1,5%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2013). Proporsi kasus TB pada partisipan yang melaporkan pernah didiagnosis DM dua
kali lebih tinggi dibanding partisipan yang tidak pernah didiagnosis DM. Perbedaan ini lebih
terlihat pada kasus dengan smear positif (0,8% dari yang melaporkan DM dibandingkan 0,2% dari
yang tidak melaporkan DM). Diabetes Melitus sudah terbukti menjadi faktor risiko TB di Indonesia
(Alisjahbana et al., 2006).
Perilaku merokok pada responden dapat menjadi faktor meningkatnya risiko terjadinya TB
paru. Proporsi merokok pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas sebesar 33,9%, ini
menunjukkan hanya sedikit perbedaan bila dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 yaitu 36,3%.
Kebiasaan merokok akan merusak mekanisme pertahanan paru yang disebut mucociliary
clearance. Asap rokok dapat merusak bulu getar di paru sehingga paru tidak mudah membuang
benda asing yang masuk ke paru (Aditama, 2003). Hubungan antara merokok dan kejadian TB
sudah banyak dibuktikan (Wang & Shen, 2009; Ferrara et al., 2012). Survei ini menunjukkan
partisipan yang merokok setiap hari mempunyai proporsi kasus TB lebih tinggi daripada yang tidak
merokok.
Proporsi kasus TB pada partisipan yang pernah tinggal dengan penderita TB sebanyak dua
kali lebih besar dari yang tidak pernah tinggal dengan penderita TB, kemungkinan disebabkan
partisipan lebih sering terpapar kuman TB (Fox et al., 2013; Begun et al., 2013). Proporsi kasus TB
pada partisipan yang pernah didiagnosis TB sebanyak 7 kali lebih besar dari yang tidak pernah

SPTB Indonesia 2013-2014 61


didiagnosis TB. Hal ini bisa disebabkan adanya kerusakan pada jaringan paru sehingga lebih rentan
terhadap TB. Penemuan kasus TB intensif berdasarkan adanya riwayat TB, tinggal bersama
penderita TB, riwayat DM, dan perokok harus diteliti lebih lanjut, termasuk efisiensi biaya dan
efektifitasnya.
Kondisi rumah tangga yang buruk dapat meningkatkan risiko gangguan pernafasan,
termasuk risiko tertular TB, misalnya terlalu padat penghuni, kurangnya ventilasi udara, dan polusi
udara di dalam rumah (Beggs et al, 2003; Clark et al, 2002). Demikian juga dengan kepadatan
penghuni rumah, yang berbanding terbalik dengan penularan TB (Bigwan et al., 2012). Ventilasi
udara yang baik di dalam rumah berhubungan dengan rendahnya risiko tertular TB (Lygizos et al.
2013). Hasil survei ini menunjukkan bahwa rumah tangga dengan penderita TB lebih banyak pada
mereka yang mempunyai luas lantai < 8 m2/orang, letak dapur menjadi satu dengan ruang utama,
dan ada ART merokok dalam rumah. Namun penelitian ini tidak menunjukkan bahwa jendela yang
tidak dibuka setiap hari mengakibatkan proporsi rumah tangga dengan TB lebih banyak. Proporsi
rumah tangga dengan TB tidak ada perbedaan antara mereka yang tidak cukup ventilasi dan
cahaya alami dengan yang cukup.
Hasil penelitian yang ada belum bisa membuktikan adanya hubungan antara penggunaan
bahan bakar solid dalam rumah dengan kejadian TB (Lin et al., 2014). Demikian juga pada survei ini
tidak terlihat adanya perbedaan kasus TB antara rumah tangga yang menggunakan atau tidak
menggunakan kayu.

4.8 Analisis untuk Memperkuat Program Pengendalian TB dan Implikasi Program

4.8.1 Perhitungan Prevalensi TB Semua Jenis Pada Semua Umur


Survei Prevalensi TB 2013-2014 bertujuan mendapatkan prevalensi TB paru dengan
konfirmasi bakteriologis pada populasi yang berumur 15 tahun ke atas. Program pengendalian TB
membutuhkan angka prevalensi TB semua jenis dan semua umur sebagai acuan dalam penentuan
target indikator pencapaian pengendalian TB. Prevalensi TB semua jenis dan semua umur dihitung
dengan tahapan di bawah ini:
 Prevalensi TB paru untuk semua umur dihitung dengan melakukan penyesuaian
menggunakan rasio TB anak dan dewasa dari data rumah sakit yang melaporkan ke
program TB. Hal ini dilakukan karena terbatasnya penelitian yang menghitung prevalensi
TB anak dan terlalu sedikitnya data TB anak yang dilaporkan ke program TB. Prevalensi TB
paru semua umur dihitung dengan rumus:
P anak = P dewasa *rasio TB anak/dewasa
PTB paru = P anak*c + P dewasa*(1-c)

62 SPTB Indonesia 2013-2014


P = prevalensi
c = 0,273, proporsi anak di bawah umur 15 tahun versi BPS
Rasio TB anak/dewasa = 0,3 (SD = 0,056)
Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis, semua umur per 100.000 penduduk
= 601 (selang kepercayaan 95%: 466 – 758)

 Prevalensi TB paru dan ekstra paru untuk semua umur dihitung dengan melakukan
penyesuaian menggunakan proporsi TB ekstra paru terhadap semua kasus TB baru dari
data rumah sakit yang melaporkan ke program TB. Prevalensi semua jenis TB untuk semua
umur dihitung dengan menggunakan rumus:
P TB semua jenis = P TB paru /(1-pr TB ekstra paru)
pr TB ekstra paru =0,09 ( SD=0,007)= proporsi TB ekstra paru dibandingkan semua kasus TB
baru
P= Prevalensi
Prevalensi semua jenis TB untuk semua umur per 100.000 penduduk = 660 (selang
kepercayaan 95%: 523 – 813), diperkirakan terdapat 1.600.000 (selang kepercayaan 95%:
1.300.000 – 2.000.000) orang dengan TB di Indonesia

Estimasi prevalensi semua jenis TB pada tahun 2013 adalah 272 per 100.000 (World Health
Organization 2014). Prevalensi semua jenis TB yang diperoleh dari survei ini jauh lebih tinggi dari
estimasi tersebut.
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2013 prevalensi kasus TB adalah 11 juta di
seluruh dunia (World Health Organization 2014). Di Indonesia, prevalensi diperkirakan sebesar 1,6
juta, yang merupakan kontribusi besar pada kasus TB dunia. Situasi ini seharusnya menjadi
perhatian nasional sehingga pengendalian TB harus menjadi prioritas nasional.

4.8.2 Kesenjangan Antara Prevalensi dan Notifikasi


Pada tahun 2013, sebanyak 327.103 kasus TB dilaporkan ke Program Pengendalian TB.
Angka notifikasi diperkirakan sebesar 135 per 100.000 penduduk.
Rasio prevalensi terhadap notifikasi kasus TB yang dilaporkan ke NTP, terdapat perbedaan
yang cukup lebar (Gambar 15). Rasio sama dengan 1 menunjukkan perkiraan jumlah kasus sama
dengan yang ternotifikasi. Rasio pada tingkat nasional adalah 5 : 1 yang menunjukkan cakupan
notifikasi hanya 20%. Sumatera mempunyai tingkat notifikasi yang rendah dibanding kawasan lain.
Hal ini menunjukkan bahwa surveilans TB belum menangkap sebagian besar kasus TB.
Kemungkinan penyebab kesenjangan antara lain keterlambatan pasien TB didiagnosis dan banyak
pasien TB yang diobati di fasilitas kesehatan, namun tidak dilaporkan ke program pengendalian TB.

SPTB Indonesia 2013-2014 63


Keterlambatan pasien TB didiagnosis kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan mereka
mengenai gejala TB dan adanya fasilitas pengobatan gratis, atau mencari pengobatan di luar
fasilitas kesehatan. Dari SPTB 2013-2014 (Tabel 15) menunjukkan tingginya proporsi partisipan
yang mempunyai gejala TB namun tidak mencari pengobatan atau mencari pengobatan di luar
fasilitas kesehatan. Sedangkan tingginya pasien TB yang diobati di fasilitas kesehatan namun tidak
dilaporkan ke program pengendalian TB masih harus dibuktikan dengan sebuah penelitian lebih
lanjut. Hasil pencocokan data partisipan yang menjawab sedang dalam pengobatan TB dibanding
registrasi elektronik TB (SITT) menunjukkan kesenjangan yang lebar (Tabel 35).

10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
Perempuan (>15th)

15-24 th
Laki-laki (>15 th)

25-34 th
Rural

55-64 th
Nasional (semua umur)

Sumatera
Nasional (> 15th)

Lainnya

35-44 th
Urban

45-54 th
Jawa Bali

>= 65th

Ratio prevalence/notification
Gambar 15 Rasio prevalensi notifikasi kasus TB yang terkonfirmasi bakteriologis secara nasional, berdasarkan
kawasan, status tempat tinggal, jenis kelamin, dan kelompok umur

4.8.3 Partisipan yang Berobat ke Layanan Kesehatan Non Program Pengendalian TB


Dari 125 partisipan yang menjawab sedang dalam pengobatan TB dalam kurun waktu
2012-2014, 46% berobat di sektor swasta, dan 48% berobat di rumah sakit. Pada saat ini,
pengawasan program TB terhadap kualitas penatalaksanaan TB belum menjangkau sebagian besar
rumah sakit dan sektor swasta. Banyaknya pasien TB yang berobat di pelayanan kesehatan yang
belum dijangkau program menjadi masalah penting bagi program pengendalian TB.
Partisipan yang menjawab sedang dalam pengobatan TB hanya sebagian kecil tercatat
dalam registrasi elektronik TB pusat. Kemungkinan keterlambatan pencatatan ke register
elektronik TB masih ada, sehingga jumlah kasus yang tercatat di register TB tingkat bawah lebih

64 SPTB Indonesia 2013-2014


besar. Kasus TB yang dilaporkan ke program TB masih terbatas dari Puskesmas dan sebagian kecil
rumah sakit.
Dari kasus TB dengan konfirmasi bakteriologis dengan riwayat pengobatan sebelumnya,
hanya sebagian kecil (36,7%) yang dinyatakan sembuh. Di antara partisipan dengan riwayat
pengobatan TB, proporsinya lebih tinggi (59,7%) (

SPTB Indonesia 2013-2014 65


Tabel 7). Tingginya angka berhenti pengobatan TB sebelum dinyatakan sembuh harus
ditindaklanjuti dengan mengevaluasi kualitas pengobatan TB di semua layanan, karena
proporsinya sama di semua layanan kesehatan (Tabel 8).
Tabel 35 Partisipan yang melaporkan sedang dalam pengobatan TB, tempat berobat, dan pencocokan dengan register
TB
Partisipan dalam pengobatan TB dan
Partisipan melaporkan sedang
masih positif kultur atau
Tempat berobat dalam pengobatan TB
Xpert MTB/RIF
SPTB Ditemukan di SITT SPTB Ditemukan di SITT
Puskesmas 34 11 8 3
Rumah sakit umum 34 8 6 2
Rumah sakit swasta 26 1 1 0
Klinik swasta 7 3 2 1
Dokter praktek swasta 19 0 1 0
Lainnya 5 1 0 0
TOTAL 125 24 (20%) 18 6 (33%)

4.8.4 Implikasi Program


Hasil survei menunjukkan bahwa prevalensi TB tinggi. Indonesia masih menyandang beban
berat dalam pengendalian TB. Berikut adalah implikasi hasil survei yang bisa membantu perbaikan
program pengendalian TB.
1. Akses layanan diagnosis untuk masyarakat yang mempunyai gejala utama TB
Proporsi kasus TB yang bergejala dan tidak dalam pengobatan merupakan masalah
penting. Individu dengan gejala batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah seharusnya
memeriksakan dirinya ke layanan kesehatan sehingga kasus TB bisa diagnosis sedini
mungkin. Hasil survei menunjukkan 57,5% kasus TB bergejala dan hanya 26,3% yang
bergejala sedang dalam pengobatan atau mempunyai riwayat pengobatan TB. Dari
partisipan yang mempunyai gejala utama TB, hanya 26,1% yang berobat ke tenaga
kesehatan. Cakupan pengobatan TB masih rendah sehingga diperlukan upaya inovatif
untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan. Dengan demikian masyarakat yang
mempunyai gejala TB cepat mengakses pengobatan ke tenaga kesehatan.
2. Penemuan kasus TB pada masyarakat yang tidak menunjukkan gejala utama TB
Penggunaan foto toraks pada survei ini berkontribusi pada penemuan kasus yang
bermakna dari mereka yang tidak menunjukkan gejala utama TB (181 kasus TB tanpa
gejala dari 426 kasus TB). Penemuan kasus dengan menggunakan foto toraks
kemungkinan bisa bertambah bila dilakukan di masyarakat dengan cara aktif, termasuk

66 SPTB Indonesia 2013-2014


di populasi berisiko TB, misalnya di lapas/rutan, orang dengan HIV/AIDS, orang dengan
komorbiditas lainnya yang meningkatkan risiko terkena TB, dan kelompok usia lanjut.
3. Perbaikan algoritma skrining
Penggunaan foto toraks bisa membantu meningkatkan jumlah orang yang perlu
pemeriksaan laboratorium bila dilakukan di populasi umum atau yang belum
menunjukkan gejala utama TB. Perluasan gejala skrining juga bisa diteliti. Dalam survei
ini terdapat 33 kasus TB smear positif dan 65 kasus TB smear negatif konfirmasi
bakteriologis dengan batuk kurang dari 14 hari namun hasil foto toraks abnormal.
Penggunaan foto toraks pada survei ini berkontribusi pada penemuan kasus yang
bermakna dari mereka yang tidak menunjukkan gejala utama TB. Dengan demikian untuk
survei selanjutnya penggunaan foto toraks sebagai alat skrining menjadi penting.
Sementara untuk keperluan layanan kesehatan penggunaan foto toraks sebaiknya sudah
mulai dianjurkan pada pasien yang mempunyai gejala batuk kurang dari 14 hari.
Peningkatan penemuan kasus harus diiringi dengan peningkatan ketersediaan obat anti
tuberkulosis (OAT).
4. Peningkatan kapasitas laboratorium mendiagnosis TB
Untuk mengurangi masalah geografis, jumlah laboratorium yang terstandar harus
ditingkatkan sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.
Kualitas dahak masih perlu ditingkatkan khususnya dahak pagi dengan meningkatkan
pengetahuan cara mengeluarkan dahak yang benar kepada masyarakat.
Tingginya angka smear positif yang bukan TB menunjukkan metode diagnosis yang lebih
akurat namun sederhana seperti Xpert MTB/RIF sangat diperlukan untuk mengurangi
angka positif palsu dan pengobatan yang tidak perlu.
Bila semua orang yang mempunyai gejala utama TB memeriksakan diri dan menjalani
pemeriksaan laboratorium, kapasitas laboratorium saat ini tidak mencukupi. Dalam
survei ini terdapat 12,6% melaporkan batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah yang
menggambarkan tingginya jumlah orang yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium
sehingga untuk pemenuhannya perlu dilakukan secara bertahap.
Dengan demikian, algoritma diagnosis TB harus diperbaiki dan diteliti lebih lanjut supaya
kasus TB terdiagnosis lebih cepat dan akurat.
5. Pengetahuan masyarakat mengenai layanan diagnosis dan pengobatan TB yang tersedia
perlu ditingkatkan melalui promosi kesehatan yang lebih luas. Masyarakat harus
mengetahui bahwa obat TB bisa didapat secara gratis di Puskesmas dan sebagian rumah

SPTB Indonesia 2013-2014 67


sakit pemerintah. Dengan demikian keterlambatan pencarian pengobatan karena
ketidaktahuan mengenai ketersediaan layanan atau masalah keuangan bisa ditekan.
6. Semua fasilitas layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta harus mendapat
pengawasan mengenai kualitas pengobatan dan pelaporan kasus TB.
Proporsi partisipan dengan riwayat pengobatan TB yang mengakses layanan rumah sakit
pemerintah, rumah sakit swasta maupun layanan swasta lainnya tinggi. Proporsi
partisipan yang berhenti berobat tanpa dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan tinggi
dan merata di seluruh layanan. Adanya komponen TB dalam persyaratan akreditasi
layanan kesehatan merupakan satu langkah maju. Namun pengawasan dalam
pelaksanaannya juga penting. Program pengendalian TB harus membuat inovasi dalam
mekanisme pengawasan standar layanan TB di seluruh layanan. Notifikasi kasus TB harus
bersifat wajib.

4.9 Keterbatasan Survei


Survei ini mempunyai keterbatasan:

1. Letak geografis yang sulit dalam pengiriman sampel, adanya variasi kualitas antar
laboratorium jumlah laboratorium yang memenuhi standar kualifikasi yang terbatas
(hanya 8) bisa berperan dalam tidak tumbuhnya kultur.
2. Walaupun laboratorium yang terpilih sudah distandarisasi oleh tim ahli, masih ada
kemungkinan terjadi variasi kualitas antar laboratorium.
3. Penyesuaian perhitungan prevalensi dengan adanya perbedaan dalam jumlah kultur
yang diperiksa (52 klaster dengan 2 kultur dan 104 klaster dengan 1 kultur)
menyebabkan estimasi selang kepercayaan melebar. Jika penyesuaian ini tidak
dilakukan, prevalensi akan jauh lebih rendah dari yang sebenarnya.
4. Pada umumnya di perkotaan, tingkat partisipasi relatif rendah. Walaupun prevalensi TB
di perkotaan tidak lebih rendah dari perdesaan, rendahnya partisipasi bisa membuat
estimasi selang dari prevalensi perkotaan lebar.
5. Penggunaan mesin X-ray digital merupakan teknologi yang baru untuk tim survei. Proses
pembelian mesin X-ray yang panjang membuat mulainya survei lebih lambat dari yang
direncanakan sebelumnya. Selain itu masih ditemukan masalah instalasi di lapangan dan
terjadinya masalah saat menggunakan mesin.
6. Pengambilan dahak pagi tidak didampingi petugas sehingga kualitasnya tidak sebaik
dahak sewaktu. Hal ini terlihat dengan lebih tingginya kontaminasi pada dahak pagi dan
lebih rendahnya hasil positif pada dahak pagi.

68 SPTB Indonesia 2013-2014


5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan
Survei Prevalensi TB 2013-2014 ini dilaksanakan dengan metode yang direkomendasikan
WHO. Kualitas survei terjaga dengan dilakukannya pengawasan regular dari Global Task Force on
TB Impact Measurement of WHO (WHO TME), komite ahli, dan partner untuk meminimalkan kasus
yang tidak terdeteksi. Kesimpulan survei ini sebagai berikut:

1. Prevalensi TB paru di Indonesia dengan konfirmasi bakteriologis sebesar 759 per 100.000
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TB paru dengan smear positif
sebesar 257 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Dengan
menggunakan angka prevalensi hasil survei di atas dan angka notifikasi kasus TB anak dan
ekstra paru, diperkirakan saat ini terdapat 1.600.000 orang dengan semua jenis TB
a) Prevalensi TB paru smear positif di kawasan Sumatera, Jawa-Bali, dan kawasan
Lainnya adalah 307, 217, dan 260 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke
atas,
b) Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis di kawasan Sumatera, Jawa-Bali,
dan kawasan Lainnya adalah 913, 593, dan 842 per 100.000 penduduk yang berumur
15 tahun ke atas.
c) Angka prevalensi TB paling tinggi di kelompok yang berumur tua (55 tahun ke atas).
Beban TB absolut masih sangat tinggi di kalangan yang berumur produktif.
2. Kasus TB bakteriologis positif yang menunjukkan gejala sebesar 57,5% dan kasus TB
smear positif yang menunjukkan gejala sebesar 70,3%. Kasus TB bakteriologis positif yang
tidak menunjukkan gejala namun foto toraks abnormal sebesar 42,5% dan kasus TB smear
positif yang tidak menunjukkan gejala namun foto toraks abnormal sebesar 29,7%.
3. Proporsi TB paru penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dengan gejala mengarah TB
(batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah) sebesar 12,6%, Proporsi kelainan parenkim
paru atau pleura penduduk yang berumur 15 tahun ke atas berdasarkan pemeriksaan
radiologi sebesar 16,5%. Namun proporsi kelainan parenkim paru atau pleura tanpa
adanya gejala batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah sebesar 9,9%.
4. Di antara partisipan yang menderita batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah pada
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, sebanyak 43,1% tidak berobat, 26,1% mencari
pengobatan di fasilitas kesehatan, dan 30,3% mengobati sendiri.

SPTB Indonesia 2013-2014 69


5. Partisipan yang pernah didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan (3,2%) yang berobat
99%. Berobat ke sektor swasta 36,5%. Partisipan yang menjawab melakukan pengobatan
TB hanya sedikit yang ditemukan di SITT. Kemungkinan kasus lebih banyak ditemukan di
register di tingkat bawah atau dokumen cetak karena keterlambatan memasukkan data
dalam SITT. Dengan demikian kasus TB yang dilaporkan ke program TB masih rendah,
terutama kasus yang dikelola di luar Puskesmas.
6. Proporsi kasus TB pada partisipan yang menyatakan sakit kencing manis, merokok, kontak
dengan penderita TB, dan pernah didiagnosa TB lebih tinggi daripada partisipan yang
menyatakan tidak mempunyai faktor tersebut. Perbedaan proporsi kasus TB pada setiap
faktor risiko, lebih terlihat pada kasus smear positif TB daripada kasus smear negatif.
7. Proporsi partisipan yang mengetahui gejala TB utama 78,6%, cara penularan TB 69,1%,
dan TB bisa disembuhkan 73,5%. Hanya sebagian kecil mengetahui bahwa obat TB gratis
(18,6%). Namun stigma yang ditunjukkan dengan sikap merahasiakan keluarga yang
terkena TB masih tinggi (11,7%).

5.2 Rekomendasi
Rekomendasi dari survei ini adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian TB harus menjadi prioritas nasional karena tingginya beban yang
ditimbulkan.
2. Meningkatkan tatalaksana kasus TB dalam mengurangi penularan dan efektifitas
pengobatan melalui:
a. Deteksi dini penemuan kasus TB dengan metode yang lebih akurat
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pelayanan TB
3. Meningkatkan peran swasta dan rumah sakit dalam pengendalian TB baik dalam
pelayanan maupun dalam sistem pencatatan dan pelaporan.
4. Meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat tentang TB, seperti cara
penularan, tanda dan gejala, penyakit TB dapat disembuhkan, obat TB gratis, stigma, dan
perilaku hidup sehat.

Penelitian lebih lanjut untuk topik:


1. Berbagai model penemuan kasus secara intensif, berbasis fasilitas kesehatan dan
outreach.
2. Akurasi smear mikroskopis untuk mendeteksi kasus di situasi yang berbeda: pelayanan
TB rutin dan penemuan kasus intensif

70 SPTB Indonesia 2013-2014


3. Inventory study untuk mengevaluasi proporsi kasus TB, termasuk anak, yang
ditatalaksana di sektor swasta, spesialis, dan layanan kesehatan yang tidak melaporkan
kasusnya ke program TB.
4. Inklusi program TB dalam Jaminan Kesehatan Nasional serta dampaknya terhadap
notifikasi kasus terutama di sektor swasta.

SPTB Indonesia 2013-2014 71


DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y., 2000. Impact of haze from forest fire to respiratory health: Indonesian experience.
Respirology (Carlton, Vic.), 5(2), pp.169–74.
Aditama, T.Y., 2003. Rokok dan Tuberkulosis Paru, Jakarta: Bagian Pulmonologi dan kedokteran
Respirasi FKUI/ RS Persahabatan.
Alisjahbana, B. et al., 2006. Diabetes mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia.
International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 10, pp.696–700.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012. Peningkatan Sistem Registrasi Kematian dan Penyebab Kematian di 15 Kabupaten/
Kota di Indonesia, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2008. Riset Kesehatan Dasar 2007, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010. Riset kesehatan dasar 2010, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2013. Riset kesehatan dasar 2013.
Badan Pusat Statistik, 2010. Penduduk Indonesia Menurut provinsi, kabupaten/kota, dan
kecamatan sensus penduduk 2010, Jakarta.
Begun, M. et al., 2013. Contact Tracing of Tuberculosis: A Systematic Review of Transmission
Modelling Studies M. G. Roberts, ed. PLoS ONE, 8(9), p.e72470.
Bigwan, E.I. et al., 2012. Some risk factors associated with acid-alcohol-fast bacilli in patients with
suspected pulmonary tuberculosis in Jos, Central Nigeria. The African journal of infectious
disease, pp.10–14.
Cable, N. et al., 2014. Critical role of smoking and household dampness during childhood for adult
phlegm and cough: a research example from a prospective cohort study in Great Britain. BMJ
open, 4(4), p.e004807.
Chamberlain, S.A.F. et al., 2015. The impact of chronic cough: a cross-sectional European survey.
Lung, 193(3), pp.401–8.
Chen, J.-M. et al., 2014. Active smoking, environmental tobacco smoke and bronchitic symptoms
among adolescents in Taiwan: a prospective cohort study. Preventive medicine, 65, pp.116–
21.
Escamilla, R. & Roche, N., 2014. Cough hypersensitivity syndrome: towards a new approach to
chronic cough. The European respiratory journal, 44(5), pp.1103–6.
Farid, M.N. & Riono, P., 2013. Estimasi jumlah orang dengan TB di Indonesia, 2011.
Ferrara, G. et al., 2012. Risk factors associated with pulmonary tuberculosis: smoking, diabetes and
anti-TNFα drugs. Current opinion in pulmonary medicine, 18(3), pp.233–40.
Floyd, S. et al., 2013. Analysis of tuberculosis prevalence surveys : new guidance on best-practice
methods. Emerging Themes in Epidemiology, 10(1), p.1.
Fox, G.J. et al., 2013. Contact investigation for tuberculosis: a systematic review and meta-analysis.
The European respiratory journal, 41(1), pp.140–56.
Hoa, N.B. et al., 2010. National survey of tuberculosis prevalence in Vietnam. Bulletin of the World
Health Organization, 88, pp.273–280.
Holm, M., Torén, K. & Andersson, E., 2014. Incidence of chronic bronchitis: a prospective study in a
large general population. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 18(7),
pp.870–5.
Kant, S. et al., 2013. Diabetes mellitus with pulmonary tuberculosis--a double trouble. Journal of
the Indian Medical Association, 111(3), pp.187–91.

72 SPTB Indonesia 2013-2014


Kebede, A.H. et al., 2014. The first population-based national tuberculosis prevalence survey in
Ethiopia , 2010-2011. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 18(January),
pp.635–639.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Lembar fakta situasi terkini kemajuan
pengendalian tuberkulosis, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015. Strategi nasional pengendalian tuberkulosis
2015-2019, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia
2010-2014, Jakarta.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009. Pembangunan Kesehatan dan
Gizi di Indonesia, Overview dan Arah ke Depan; Background Study RPJMN 2010 - 2014,
Jakarta.
Kurmi, O.P. et al., 2014. The effect of exposure to biomass smoke on respiratory symptoms in adult
rural and urban Nepalese populations. Environmental health : a global access science source,
13, p.92.
Lin, H.-H. et al., 2014. Indoor air pollution from solid fuel and tuberculosis: a systematic review and
meta-analysis. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 18(5), pp.613–21.
Lygizos, M. et al., 2013. Natural ventilation reduces high TB transmission risk in traditional homes
in rural KwaZulu-Natal, South Africa. BMC infectious diseases, 13(1), p.300.
Mao, T.E. et al., 2014. Cross-sectional studies of tuberculosis prevalence in Cambodia between
2002 and 2011. Bulletin of the World Health Organization, (October 2013), pp.573–581.
Ministry of Health of Myanmar, 2010. Report on National TB Prevalence Survey 2009-2010,
Myanmar.
Riza, A.L. et al., 2014. Clinical management of concurrent diabetes and tuberculosis and the
implications for patient services. The lancet. Diabetes & endocrinology, 2(9), pp.740–53.
Rondags, A. et al., 2014. Factors influencing non-adherence to tuberculosis treatment in Jepara,
central Java, Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public Health, 45(4), pp.859–68.
Soemantri, S., Lolong, D. & Senewe, F., 2005. Tuberculosis prevalence survey in Indonesia 2004,
Jakarta.
Toru, Ü. et al., 2014. Relationship between respiratory tract complaints, functional status, and
smoking in hairdressers, auto painters, and carpenters. The Scientific World Journal, 2014,
p.802705.
Tupasi, T.E. et al., 2009. Significant decline in the tuberculosis burden in the Philippines ten years
after initiating DOTS. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 13(10),
pp.1224–1230.
Wang, J. & Shen, H., 2009. Review of cigarette smoking and tuberculosis in China: intervention is
needed for smoking cessation among tuberculosis patients. BMC public health, 9, p.292.
World Health Assembly, 2014. Global strategy and targets for tuberculosis prevention, care and
control after 2015.
World Health Organization, 2009a. A brief history of tuberculosis control in Indonesia. Geneva:
World Health Organization
World Health Organization, 2012. Global tuberculosis report 2012. Available at:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75938/1/9789241564502_eng.pdf [Accessed May
22, 2015].
World Health Organization, 2014. Global Tuberculosis Report 2014, Geneva: World Health
Organization.
World Health Organization, 2009b. Report of regional workshop on TB surveillance and
programme monitoring and evaluation. National Tuberculosis Institute, Bangalore India, 20-
24 July 2009.
Zmirou, D. et al., 1997. [Meta-analysis and dose-response functions of air pollution respiratory
effects]. Revue d’épidémiologie et de santé publique, 45(4), pp.293–304.

SPTB Indonesia 2013-2014 73


74 SPTB Indonesia 2013-2014
Lampiran 1 Kesimpulan per klaster
Riwayat
Pemeriksaan
Eligibility Partisipasi pengobatan Gejala Skrining foto toraks Kasus
dahak
TB

Abnormal Parenkim paru

Kasus dengan konfirmasi


Minimal satu gejala TB
Perkotaan/Perdesaan

Dilakukan foto toraks


Angka Partisipasi (%)

Riwayat pengobatan

Batuk ≥ 14 hari atau


Jumlah yang dicacah

Tidak dilakukan foto

bakteriologis positif
Dalam pengobatan

Smear negatif dan


Kabupaten/Kota
Nomor klaster

Non Partisipan

Hasil tersedia

Smear positif

bakteriologis
batuk darah
sebelumnya
Non Eligible

atau pleura
Partisipan
Kawasan

Eligible

Eligible
toraks
%

%
101 Aceh Timur Sumatera Perkotaan 819 465 354 353 112 75,9 1 5 41 11,6 202 327 92,6 26 7,4 17 4,8 50 50 0 0 0
102 Langsa Sumatera Perkotaan 542 393 149 267 126 67,9 0 2 14 5,2 117 227 85 40 15 36 13,5 45 43 1 1 2
103 Simalungun Sumatera Perdesaan 768 509 259 501 8 98,4 0 4 87 17,4 286 487 97,2 14 2,8 93 18,6 125 105 0 7 7
104 Langkat Sumatera Perkotaan 740 497 243 350 147 70,4 0 3 17 4,9 169 261 74,6 89 25,4 38 10,9 47 46 2 6 8
105 Tanjung Balai Sumatera Perkotaan 641 397 244 364 33 91,7 0 8 28 7,7 199 323 88,7 41 11,3 55 15,1 70 59 2 5 7
106 Binjai Sumatera Perkotaan 559 419 140 317 102 75,7 1 5 27 8,5 167 250 78,9 67 21,1 66 20,8 81 72 1 5 6
107 Dharmasraya Sumatera Perkotaan 658 419 239 368 51 87,8 0 12 68 18,5 223 349 94,8 19 5,2 49 13,3 81 81 1 5 6
108 Siak Sumatera Perdesaan 819 534 285 454 80 85 1 7 64 14,1 286 426 93,8 28 6,2 88 19,4 124 122 1 3 4
109 Pekanbaru Sumatera Perkotaan 651 494 157 356 138 72,1 0 10 20 5,6 201 337 94,7 19 5,3 26 7,3 44 43 0 5 5
110 Tebo Sumatera Perdesaan 629 448 181 428 20 95,5 1 6 123 28,7 257 417 97,4 11 2,6 112 26,2 150 149 0 1 1
111 Musi Rawas Sumatera Perdesaan 748 503 245 444 59 88,3 0 13 47 10,6 373 423 95,3 21 4,7 43 9,7 72 72 1 1 2
112 Palembang Sumatera Perkotaan 821 516 305 463 53 89,7 4 9 24 5,2 328 435 94 28 6 35 7,6 53 49 2 2 4
113 Lebong Sumatera Perdesaan 666 413 253 355 58 86 0 10 54 15,2 270 345 97,2 10 2,8 57 16,1 85 84 2 1 3
114 Lampung Tengah Sumatera Perkotaan 738 494 244 437 57 88,5 1 13 34 7,8 232 424 97 13 3 22 5 45 45 1 2 3
115 Bandar Lampung Sumatera Perdesaan 742 491 251 438 53 89,2 0 19 40 9,1 272 424 96,8 14 3,2 30 6,8 62 61 1 4 5
116 Batam Sumatera Perkotaan 655 549 106 276 273 50,3 3 2 10 3,6 109 229 83 47 17 22 8 26 26 0 3 3
117 Jakarta Barat Jawa-Bali Perkotaan 554 419 135 351 68 83,8 1 11 30 8,5 189 314 89,5 37 10,5 70 19,9 81 81 1 3 4
118 Sukabumi Jawa-Bali Perdesaan 770 517 253 503 14 97,3 2 6 63 12,5 405 484 96,2 19 3,8 46 9,1 95 95 2 1 3
119 Bandung Jawa-Bali Perkotaan 816 525 291 491 34 93,5 0 13 39 7,9 334 470 95,7 21 4,3 82 16,7 96 96 0 0 0
120 Ciamis Jawa-Bali Perdesaan 584 429 155 419 10 97,7 1 13 44 10,5 287 409 97,6 10 2,4 74 17,7 85 85 0 0 0
121 Indramayu Jawa-Bali Perdesaan 583 446 137 445 1 99,8 2 16 40 9 337 430 96,6 15 3,4 63 14,2 87 85 1 0 1
122 Bekasi Jawa-Bali Perkotaan 770 559 211 515 44 92,1 3 36 64 12,4 312 496 96,3 19 3,7 95 18,4 117 117 1 4 5
123 Bekasi Jawa-Bali Perkotaan 807 578 229 524 54 90,7 2 27 36 6,9 279 493 94,1 31 5,9 73 13,9 88 87 2 2 4
124 Cilacap Jawa-Bali Perkotaan 783 583 200 559 24 95,9 1 11 34 6,1 298 541 96,8 18 3,2 46 8,2 74 74 0 0 0
125 Magelang Jawa-Bali Perkotaan 729 508 221 491 17 96,7 2 17 85 17,3 271 477 97,1 14 2,9 121 24,6 158 157 3 0 3
126 Karanganyar Jawa-Bali Perkotaan 845 581 264 457 124 78,7 0 12 38 8,3 179 442 96,7 15 3,3 83 18,2 106 104 0 2 2

SPTB Indonesia 2013-2014 75


Riwayat
Pemeriksaan
Eligibility Partisipasi pengobatan Gejala Skrining foto toraks Kasus
dahak
TB

Abnormal Parenkim paru

Kasus dengan konfirmasi


Minimal satu gejala TB
Perkotaan/Perdesaan

Dilakukan foto toraks


Angka Partisipasi (%)

Riwayat pengobatan

Batuk ≥ 14 hari atau


Jumlah yang dicacah

Tidak dilakukan foto

bakteriologis positif
Dalam pengobatan

Smear negatif dan


Kabupaten/Kota
Nomor klaster

Non Partisipan

Hasil tersedia

Smear positif

bakteriologis
batuk darah
sebelumnya
Non Eligible

atau pleura
Partisipan
Kawasan

Eligible

Eligible
toraks
%

%
127 Jepara Jawa-Bali Perkotaan 609 412 197 399 13 96,8 0 12 23 5,8 262 390 97,7 9 2,3 63 15,8 70 70 1 1 2
128 Pemalang Jawa-Bali Perdesaan 798 538 260 528 10 98,1 2 16 45 8,5 206 506 95,8 22 4,2 69 13,1 79 78 0 3 3
129 Kulon Progo Jawa-Bali Perdesaan 532 411 121 396 15 96,4 0 15 68 17,2 234 380 96 16 4 89 22,5 124 124 0 0 0
130 Kediri Jawa-Bali Perdesaan 535 404 131 396 8 98 0 6 20 5,1 115 375 94,7 21 5,3 74 18,7 86 60 1 0 1
131 Jember Jawa-Bali Perdesaan 741 546 195 531 15 97,3 1 21 53 10 261 527 99,2 4 0,8 66 12,4 94 94 0 3 3
132 Sidoarjo Jawa-Bali Perkotaan 614 478 136 417 61 87,2 0 8 25 6 251 376 90,2 41 9,8 30 7,2 47 47 0 1 1
133 Magetan Jawa-Bali Perdesaan 675 499 176 486 13 97,4 1 9 22 4,5 176 464 95,5 22 4,5 69 14,2 83 62 1 2 3
134 Gresik Jawa-Bali Perkotaan 876 633 243 561 72 88,6 1 16 56 10 333 544 97 17 3 95 16,9 118 118 1 5 6
135 Surabaya Jawa-Bali Perkotaan 701 525 176 458 67 87,2 1 16 30 6,6 314 446 97,4 12 2,6 68 14,8 81 80 2 4 6
136 Serang Jawa-Bali Perdesaan 744 483 261 421 62 87,2 2 32 64 15,2 359 404 96 17 4 37 8,8 83 80 3 4 7
137 Karang Asem Jawa-Bali Perdesaan 671 504 167 464 40 92,1 0 3 71 15,3 286 451 97,2 13 2,8 23 5 78 78 0 2 2
138 Lombok Timur Lainnya Perkotaan 722 508 214 451 57 88,8 0 11 29 6,4 315 425 94,2 26 5,8 58 12,9 79 78 2 2 4
139 Sumba Barat Lainnya Perdesaan 1.030 554 476 529 25 95,5 1 14 190 35,9 430 507 95,8 22 4,2 156 29,5 257 257 3 5 8
140 Manggarai Lainnya Perdesaan 955 543 412 510 33 93,9 0 2 97 19 358 494 96,9 16 3,1 54 10,6 119 119 0 0 0
141 Pontianak Lainnya Perdesaan 797 523 274 491 32 93,9 0 9 64 13 384 474 96,5 17 3,5 82 16,7 99 99 0 0 0
142 Kotawaringin Timur Lainnya Perkotaan 491 334 157 301 33 90,1 1 8 16 5,3 102 260 86,4 41 13,6 15 5 28 28 0 1 1
143 Banjar Lainnya Perkotaan 574 424 150 377 47 88,9 0 15 55 14,6 246 365 96,8 12 3,2 51 13,5 84 81 4 4 8
144 Kutai Kartanegara Lainnya Perkotaan 686 414 272 344 70 83,1 1 5 29 8,4 199 288 83,7 56 16,3 30 8,7 47 47 1 0 1
145 Samarinda Lainnya Perkotaan 461 346 115 295 51 85,3 0 15 28 9,5 184 285 96,6 10 3,4 71 24,1 79 79 1 1 2
146 Tomohon Lainnya Perkotaan 600 447 153 381 66 85,2 0 8 31 8,1 203 362 95 19 5 77 20,2 90 89 0 3 3
147 Palu Lainnya Perkotaan 677 475 202 400 75 84,2 0 10 60 15 323 358 89,5 42 10,5 32 8 80 80 2 2 4
148 Barru Lainnya Perkotaan 873 562 311 456 106 81,1 1 16 40 8,8 344 425 93,2 31 6,8 66 14,5 89 88 1 7 8
149 Makassar Lainnya Perkotaan 646 441 205 416 25 94,3 2 20 57 13,7 310 373 89,7 43 10,3 45 10,8 88 87 2 2 4
150 Konawe Lainnya Perdesaan 1.168 722 446 661 61 91,6 3 18 61 9,2 420 639 96,7 22 3,3 162 24,5 178 178 1 10 11
151 Mamuju Utara Lainnya Perdesaan 822 537 285 503 34 93,7 2 6 82 16,3 367 472 93,8 31 6,2 82 16,3 135 132 2 2 4
152 Sorong Lainnya Perkotaan 772 498 274 309 189 62 1 24 88 28,5 192 292 94,5 17 5,5 56 18,1 117 117 1 2 3
201 Aceh Timur Sumatera Perdesaan 681 401 280 392 9 97,8 1 4 55 14 222 355 90,6 37 9,4 26 6,6 64 64 0 1 1
202 Pidie Jaya Sumatera Perdesaan 870 601 269 551 50 91,7 1 11 106 19,2 319 528 95,8 23 4,2 41 7,4 115 114 0 1 1
203 Toba Samosir Sumatera Perdesaan 976 629 347 580 49 92,2 0 22 71 12,2 344 535 92,2 45 7,8 98 16,9 136 108 5 1 6
204 Simalungun Sumatera Perkotaan 749 532 217 498 34 93,6 1 13 40 8 262 476 95,6 22 4,4 61 12,2 82 77 1 3 4

76 SPTB Indonesia 2013-2014


Riwayat
Pemeriksaan
Eligibility Partisipasi pengobatan Gejala Skrining foto toraks Kasus
dahak
TB

Abnormal Parenkim paru

Kasus dengan konfirmasi


Minimal satu gejala TB
Perkotaan/Perdesaan

Dilakukan foto toraks


Angka Partisipasi (%)

Riwayat pengobatan

Batuk ≥ 14 hari atau


Jumlah yang dicacah

Tidak dilakukan foto

bakteriologis positif
Dalam pengobatan

Smear negatif dan


Kabupaten/Kota
Nomor klaster

Non Partisipan

Hasil tersedia

Smear positif

bakteriologis
batuk darah
sebelumnya
Non Eligible

atau pleura
Partisipan
Kawasan

Eligible

Eligible
toraks
%

%
205 Deli Serdang Sumatera Perkotaan 657 440 217 400 40 90,9 1 13 36 9 235 379 94,8 21 5,3 127 31,8 136 115 0 6 6
206 Langkat Sumatera Perdesaan 669 465 204 440 25 94,6 0 7 28 6,4 222 380 86,4 60 13,6 49 11,1 62 61 0 1 1
207 Serdang Bedagai Sumatera Perdesaan 749 511 238 439 72 85,9 1 5 42 9,6 245 386 87,9 53 12,1 130 29,6 141 125 0 2 2
208 Nias Utara Sumatera Perdesaan 966 537 429 530 7 98,7 0 0 117 22,1 340 503 94,9 27 5,1 35 6,6 122 122 0 1 1
209 Medan Sumatera Perkotaan 571 405 166 313 92 77,3 0 8 31 9,9 195 263 84 50 16 92 29,4 104 87 4 3 7
210 Medan Sumatera Perkotaan 606 417 189 376 41 90,2 1 18 27 7,2 196 335 89,1 41 10,9 107 28,5 115 109 1 0 1
211 Sijunjung Sumatera Perdesaan 759 464 295 449 15 96,8 1 18 92 20,5 261 437 97,3 12 2,7 74 16,5 113 113 1 2 3
212 Lima Puluh Kota Sumatera Perdesaan 808 538 270 517 21 96,1 2 14 188 36,4 342 502 97,1 15 2,9 241 46,6 282 281 0 0 0
213 Solok Sumatera Perkotaan 774 491 283 415 76 84,5 0 12 49 11,8 239 378 91,1 37 8,9 50 12 65 65 1 0 1
214 Indragiri Hulu Sumatera Perdesaan 828 570 258 442 128 77,5 1 12 71 16,1 291 426 96,4 16 3,6 106 24 136 133 1 4 5
215 Kampar Sumatera Perkotaan 745 508 237 472 36 92,9 0 21 78 16,5 315 451 95,6 21 4,4 51 10,8 107 105 2 2 4
216 Bengkalis Sumatera Perdesaan 801 484 317 375 109 77,5 0 6 39 10,4 209 325 86,7 50 13,3 57 15,2 73 73 0 1 1
217 Merangin Sumatera Perdesaan 598 395 203 365 30 92,4 2 7 77 21,1 208 349 95,6 16 4,4 120 32,9 140 140 1 0 1
218 Muaro Jambi Sumatera Perkotaan 656 456 200 324 132 71,1 0 15 43 13,3 169 320 98,8 4 1,2 46 14,2 62 62 0 0 0
219 Ogan Komering Ulu Sumatera Perkotaan 917 606 311 552 54 91,1 0 18 48 8,7 435 528 95,7 24 4,3 61 11,1 89 83 3 0 3
220 Ogan Komering Ilir Sumatera Perdesaan 749 483 266 469 14 97,1 1 29 39 8,3 366 456 97,2 13 2,8 68 14,5 81 79 6 0 6
221 Banyu Asin Sumatera Perdesaan 761 460 301 430 30 93,5 0 5 65 15,1 369 415 96,5 15 3,5 51 11,9 96 95 2 0 2
222 Ogan Ilir Sumatera Perdesaan 820 519 301 433 86 83,4 1 0 35 8,1 341 362 83,6 71 16,4 41 9,5 61 58 1 0 1
223 Palembang Sumatera Perkotaan 809 573 236 482 91 84,1 1 10 35 7,3 334 430 89,2 52 10,8 58 12 78 68 2 0 2
224 Rejang Lebong Sumatera Perkotaan 866 597 269 522 75 87,4 0 15 54 10,3 346 505 96,7 17 3,3 93 17,8 127 119 0 1 1
225 Lampung Selatan Sumatera Perdesaan 842 558 284 513 45 91,9 0 11 35 6,8 287 493 96,1 20 3,9 15 2,9 48 47 1 3 4
226 Lampung Timur Sumatera Perdesaan 690 476 214 445 31 93,5 0 15 107 24 250 424 95,3 21 4,7 157 35,3 174 174 1 0 1
227 Lampung Tengah Sumatera Perdesaan 785 539 246 491 48 91,1 0 9 60 12,2 272 475 96,7 16 3,3 29 5,9 74 71 0 0 0
228 Tulangbawang Sumatera Perdesaan 795 491 304 465 26 94,7 2 18 119 25,6 310 446 95,9 19 4,1 176 37,8 192 192 2 2 4
229 Bandar Lampung Sumatera Perkotaan 819 556 263 494 62 88,8 1 16 36 7,3 252 477 96,6 17 3,4 23 4,7 54 52 4 2 6
230 Bangka Tengah Sumatera Perkotaan 705 457 248 394 63 86,2 0 8 37 9,4 199 377 95,7 17 4,3 70 17,8 79 79 1 1 2
231 Jakarta Selatan Jawa-Bali Perkotaan 442 367 75 162 205 44,1 0 8 4 2,5 79 155 95,7 7 4,3 11 6,8 14 14 0 0 0
232 Jakarta Timur Jawa-Bali Perkotaan 596 447 149 391 56 87,5 0 7 32 8,2 234 369 94,4 22 5,6 37 9,5 60 60 0 1 1
233 Jakarta Utara Jawa-Bali Perkotaan 609 497 112 129 368 26 0 4 0 0 43 41 31,8 88 68,2 6 4,7 6 6 0 1 1
234 Bogor Jawa-Bali Perkotaan 763 545 218 527 18 96,7 1 32 44 8,3 301 494 93,7 33 6,3 105 19,9 118 117 3 2 5

SPTB Indonesia 2013-2014 77


Riwayat
Pemeriksaan
Eligibility Partisipasi pengobatan Gejala Skrining foto toraks Kasus
dahak
TB

Abnormal Parenkim paru

Kasus dengan konfirmasi


Minimal satu gejala TB
Perkotaan/Perdesaan

Dilakukan foto toraks


Angka Partisipasi (%)

Riwayat pengobatan

Batuk ≥ 14 hari atau


Jumlah yang dicacah

Tidak dilakukan foto

bakteriologis positif
Dalam pengobatan

Smear negatif dan


Kabupaten/Kota
Nomor klaster

Non Partisipan

Hasil tersedia

Smear positif

bakteriologis
batuk darah
sebelumnya
Non Eligible

atau pleura
Partisipan
Kawasan

Eligible

Eligible
toraks
%

%
235 Sukabumi Jawa-Bali Perkotaan 804 505 299 481 24 95,2 1 17 58 12,1 375 440 91,5 41 8,5 57 11,9 91 89 2 1 3
236 Cianjur Jawa-Bali Perdesaan 680 404 276 353 51 87,4 1 5 44 12,5 260 338 95,8 15 4,2 14 4 54 54 1 3 4
237 Garut Jawa-Bali Perdesaan 899 603 296 589 14 97,7 3 28 34 5,8 438 561 95,2 28 4,8 72 12,2 88 88 2 0 2
238 Garut Jawa-Bali Perkotaan 695 474 221 455 19 96 3 24 27 5,9 336 432 94,9 23 5,1 57 12,5 71 71 4 1 5
239 Cirebon Jawa-Bali Perkotaan 869 603 266 575 28 95,4 4 21 21 3,7 301 558 97 17 3 81 14,1 85 85 2 2 4
240 Majalengka Jawa-Bali Perdesaan 758 556 202 536 20 96,4 0 6 24 4,5 344 522 97,4 14 2,6 46 8,6 57 56 0 1 1
241 Subang Jawa-Bali Perkotaan 596 415 181 400 15 96,4 0 20 20 5 207 383 95,8 17 4,3 31 7,8 39 39 1 0 1
242 Karawang Jawa-Bali Perdesaan 612 435 177 344 91 79,1 0 13 19 5,5 218 322 93,6 22 6,4 16 4,7 30 26 0 2 2
243 Bandung Barat Jawa-Bali Perkotaan 811 570 241 541 29 94,9 0 17 34 6,3 354 524 96,9 17 3,1 43 7,9 61 61 0 2 2
244 Bandung Jawa-Bali Perkotaan 495 382 113 329 53 86,1 0 11 20 6,1 178 321 97,6 8 2,4 66 20,1 70 70 1 0 1
245 Depok Jawa-Bali Perkotaan 753 584 169 460 124 78,8 4 37 25 5,4 299 440 95,7 20 4,3 32 7 52 47 2 3 5
246 Cilacap Jawa-Bali Perdesaan 716 484 232 484 0 100 2 25 29 6 324 470 97,1 14 2,9 93 19,2 100 100 0 3 3
247 Purbalingga Jawa-Bali Perdesaan 768 520 248 501 19 96,3 1 4 42 8,4 174 487 97,2 14 2,8 71 14,2 78 78 0 1 1
248 Purworejo Jawa-Bali Perdesaan 472 357 115 350 7 98 1 11 36 10,3 137 343 98 7 2 99 28,3 112 110 0 0 0
249 Boyolali Jawa-Bali Perdesaan 604 408 196 396 12 97,1 0 9 17 4,3 128 378 95,5 18 4,5 53 13,4 59 59 0 1 1
250 Karanganyar Jawa-Bali Perdesaan 647 479 168 479 0 100 0 3 79 16,5 230 461 96,2 18 3,8 102 21,3 145 145 1 0 1
251 Blora Jawa-Bali Perdesaan 435 332 103 332 0 100 1 9 30 9 197 318 95,8 14 4,2 64 19,3 74 74 5 0 5
252 Jepara Jawa-Bali Perdesaan 601 407 194 397 10 97,5 0 23 43 10,8 310 381 96 16 4 76 19,1 92 92 1 0 1
253 Temanggung Jawa-Bali Perdesaan 610 457 153 444 13 97,2 0 9 77 17,3 270 433 97,5 11 2,5 89 20 130 130 4 0 4
254 Pemalang Jawa-Bali Perkotaan 548 406 142 395 11 97,3 1 17 22 5,6 112 380 96,2 15 3,8 70 17,7 75 74 1 1 2
255 Surakarta Jawa-Bali Perkotaan 574 433 141 404 29 93,3 0 19 54 13,4 191 387 95,8 17 4,2 41 10,1 70 70 0 3 3
256 Tegal Jawa-Bali Perkotaan 613 425 188 410 15 96,5 3 13 18 4,4 277 395 96,3 15 3,7 28 6,8 37 36 0 0 0
257 Pacitan Jawa-Bali Perkotaan 443 334 109 325 9 97,3 0 8 30 9,2 139 313 96,3 12 3,7 66 20,3 68 68 0 0 0
258 Ponorogo Jawa-Bali Perdesaan 575 435 140 433 2 99,5 0 9 59 13,6 229 422 97,5 11 2,5 121 27,9 125 124 1 2 3
259 Malang Jawa-Bali Perkotaan 651 460 191 417 43 90,7 0 9 34 8,2 216 399 95,7 18 4,3 35 8,4 60 59 1 1 2
260 Malang Jawa-Bali Perdesaan 704 532 172 500 32 94 2 19 81 16,2 262 485 97 15 3 65 13 119 119 0 0 0
261 Banyuwangi Jawa-Bali Perkotaan 690 500 190 480 20 96 1 8 43 9 192 463 96,5 17 3,5 34 7,1 60 58 0 1 1
262 Probolinggo Jawa-Bali Perdesaan 558 392 166 379 13 96,7 0 12 88 23,2 225 366 96,6 13 3,4 63 16,6 123 123 0 0 0
263 Mojokerto Jawa-Bali Perdesaan 773 556 217 545 11 98 0 12 113 20,7 285 530 97,2 15 2,8 160 29,4 194 193 0 2 2
264 Jombang Jawa-Bali Perkotaan 647 482 165 441 41 91,5 1 12 33 7,5 242 422 95,7 19 4,3 49 11,1 75 75 0 0 0

78 SPTB Indonesia 2013-2014


Riwayat
Pemeriksaan
Eligibility Partisipasi pengobatan Gejala Skrining foto toraks Kasus
dahak
TB

Abnormal Parenkim paru

Kasus dengan konfirmasi


Minimal satu gejala TB
Perkotaan/Perdesaan

Dilakukan foto toraks


Angka Partisipasi (%)

Riwayat pengobatan

Batuk ≥ 14 hari atau


Jumlah yang dicacah

Tidak dilakukan foto

bakteriologis positif
Dalam pengobatan

Smear negatif dan


Kabupaten/Kota
Nomor klaster

Non Partisipan

Hasil tersedia

Smear positif

bakteriologis
batuk darah
sebelumnya
Non Eligible

atau pleura
Partisipan
Kawasan

Eligible

Eligible
toraks
%

%
265 Tuban Jawa-Bali Perdesaan 565 429 136 428 1 99,8 1 7 105 24,5 245 406 94,9 22 5,1 145 33,9 177 176 1 4 5
266 Gresik Jawa-Bali Perdesaan 741 575 166 538 37 93,6 1 31 61 11,3 305 521 96,8 17 3,2 79 14,7 108 108 0 0 0
267 Pamekasan Jawa-Bali Perdesaan 633 444 189 428 16 96,4 0 7 49 11,4 259 409 95,6 19 4,4 97 22,7 118 118 0 0 0
268 Mojokerto Jawa-Bali Perkotaan 672 511 161 440 71 86,1 1 9 99 22,5 231 414 94,1 26 5,9 156 35,5 193 192 2 0 2
269 Pandeglang Jawa-Bali Perdesaan 889 518 371 493 25 95,2 1 25 30 6,1 195 468 94,9 25 5,1 90 18,3 99 96 0 1 1
270 Tangerang Jawa-Bali Perkotaan 660 472 188 420 52 89 1 29 38 9 234 411 97,9 9 2,1 64 15,2 76 76 0 1 1
271 Tangerang Jawa-Bali Perkotaan 1.068 738 330 609 129 82,5 3 36 70 11,5 343 593 97,4 16 2,6 109 17,9 131 131 3 3 6
272 Tangerang Selatan Jawa-Bali Perkotaan 679 533 146 437 96 82 0 21 57 13 209 403 92,2 34 7,8 45 10,3 82 80 2 1 3
273 Denpasar Jawa-Bali Perkotaan 686 465 221 161 304 34,6 0 5 6 3,7 92 150 93,2 11 6,8 8 5 13 13 0 0 0
274 Lombok Tengah Lainnya Perdesaan 738 483 255 483 0 100 2 12 54 11,2 376 472 97,7 11 2,3 71 14,7 94 94 3 0 3
275 Sumbawa Lainnya Perdesaan 748 512 236 488 24 95,3 0 11 41 8,4 367 481 98,6 7 1,4 65 13,3 82 82 0 3 3
276 Bima Lainnya Perkotaan 609 414 195 372 42 89,9 1 13 87 23,4 231 360 96,8 12 3,2 95 25,5 127 126 1 2 3
277 Belu Lainnya Perdesaan 577 357 220 336 21 94,1 2 19 113 33,6 244 324 96,4 12 3,6 94 28 135 135 1 2 3
278 Belu Lainnya Perkotaan 576 332 244 305 27 91,9 0 10 73 23,9 208 297 97,4 8 2,6 68 22,3 87 87 2 2 4
279 Manggarai Timur Lainnya Perdesaan 693 424 269 415 9 97,9 1 2 142 34,2 364 402 96,9 13 3,1 76 18,3 160 160 0 2 2
280 Kupang Lainnya Perkotaan 825 523 302 471 52 90,1 0 10 79 16,8 308 454 96,4 17 3,6 113 24 150 150 0 0 0
281 Kapuas Hulu Lainnya Perdesaan 876 613 263 567 46 92,5 0 5 48 8,5 452 543 95,8 24 4,2 77 13,6 91 91 2 0 2
282 Pontianak Lainnya Perkotaan 832 519 313 349 170 67,2 1 6 18 5,2 232 343 98,3 6 1,7 56 16 60 60 0 1 1
283 Kotawaringin Timur Lainnya Perdesaan 550 385 165 385 0 100 0 6 30 7,8 133 370 96,1 15 3,9 18 4,7 44 44 0 1 1
284 Tanah Laut Lainnya Perdesaan 682 481 201 433 48 90 0 5 54 12,5 233 420 97 13 3 19 4,4 66 65 0 0 0
285 Hulu Sungai Tengah Lainnya Perdesaan 1.108 728 380 605 123 83,1 1 5 115 19 385 589 97,4 16 2,6 55 9,1 141 139 4 3 7
286 Banjarmasin Lainnya Perkotaan 889 625 264 482 143 77,1 1 11 51 10,6 276 461 95,6 21 4,4 77 16 92 89 0 2 2
287 Kutai Kartanegara Lainnya Perdesaan 803 517 286 481 36 93 0 7 45 9,4 296 440 91,5 41 8,5 72 15 95 95 1 1 2
288 Balikpapan Lainnya Perkotaan 862 610 252 453 157 74,3 1 5 54 11,9 272 426 94 27 6 49 10,8 80 80 1 4 5
289 Minahasa Lainnya Perkotaan 685 492 193 432 60 87,8 0 12 46 10,6 258 409 94,7 23 5,3 169 39,1 182 182 2 1 3
290 Minahasa Selatan Lainnya Perdesaan 702 510 192 461 49 90,4 1 16 154 33,4 336 448 97,2 13 2,8 113 24,5 192 191 1 1 2
291 Donggala Lainnya Perdesaan 831 514 317 490 24 95,3 1 17 91 18,6 385 456 93,1 34 6,9 80 16,3 131 131 0 1 1
292 Sigi Lainnya Perdesaan 699 450 249 423 27 94 0 10 125 29,6 368 405 95,7 18 4,3 66 15,6 147 147 3 1 4
293 Gowa Lainnya Perdesaan 729 544 185 513 31 94,3 0 19 60 11,7 376 464 90,4 49 9,6 59 11,5 90 89 2 1 3
294 Barru Lainnya Perdesaan 689 409 280 398 11 97,3 0 2 55 13,8 292 382 96 16 4 103 25,9 129 126 0 0 0

SPTB Indonesia 2013-2014 79


Riwayat
Pemeriksaan
Eligibility Partisipasi pengobatan Gejala Skrining foto toraks Kasus
dahak
TB

Abnormal Parenkim paru

Kasus dengan konfirmasi


Minimal satu gejala TB
Perkotaan/Perdesaan

Dilakukan foto toraks


Angka Partisipasi (%)

Riwayat pengobatan

Batuk ≥ 14 hari atau


Jumlah yang dicacah

Tidak dilakukan foto

bakteriologis positif
Dalam pengobatan

Smear negatif dan


Kabupaten/Kota
Nomor klaster

Non Partisipan

Hasil tersedia

Smear positif

bakteriologis
batuk darah
sebelumnya
Non Eligible

atau pleura
Partisipan
Kawasan

Eligible

Eligible
toraks
%

%
295 Wajo Lainnya Perdesaan 764 551 213 526 25 95,5 1 15 60 11,4 351 511 97,1 15 2,9 179 34 204 204 1 0 1
296 Tana Toraja Lainnya Perdesaan 853 472 381 433 39 91,7 0 15 112 25,9 341 414 95,6 19 4,4 81 18,7 163 162 0 3 3
297 Makassar Lainnya Perkotaan 571 376 195 306 70 81,4 1 24 34 11,1 223 295 96,4 11 3,6 43 14,1 64 62 1 0 1
298 Palopo Lainnya Perkotaan 762 473 289 410 63 86,7 0 19 46 11,2 241 394 96,1 16 3,9 78 19 116 115 0 0 0
299 Gorontalo Lainnya Perdesaan 1.186 775 411 588 187 75,9 4 28 104 17,7 434 518 88,1 70 11,9 138 23,5 177 177 2 6 8
300 Pohuwato Lainnya Perkotaan 688 458 230 392 66 85,6 3 11 56 14,3 262 375 95,7 17 4,3 70 17,9 100 100 2 2 4
301 Ambon Lainnya Perkotaan 788 522 266 453 69 86,8 1 23 39 8,6 177 425 93,8 28 6,2 116 25,6 122 122 1 2 3
302 Halmahera Selatan Lainnya Perdesaan 739 431 308 395 36 91,6 0 12 46 11,6 182 364 92,2 31 7,8 134 33,9 146 144 0 2 2
303 Keerom Lainnya Perdesaan 822 557 265 475 82 85,3 1 35 131 27,6 328 454 95,6 21 4,4 221 46,5 266 266 1 6 7
304 Jayapura Lainnya Perkotaan 642 442 200 311 131 70,4 0 24 105 33,8 202 296 95,2 15 4,8 86 27,7 157 157 0 2 2

Total 112.350 76.576 35.774 67.944 8.632 88,7 125 2.045 8.552 12,6 41.484 64.338 94,7 3.606 5,3 11.202 16,5 15.446 15.141 165 261 426

80 SPTB Indonesia 2013-2014


Lampiran 2 Kuesioner pra survei

SPTB Indonesia 2013-2014 81


82 SPTB Indonesia 2013-2014
Lampiran 3 Kuesioner individu

SPTB Indonesia 2013-2014 83


84 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 85
Lampiran 4 Naskah penjelasan dan persetujuan

86 SPTB Indonesia 2013-2014


SPTB Indonesia 2013-2014 87
Lampiran 5 Contoh barcode

88 SPTB Indonesia 2013-2014


Lampiran 6 Undangan partisipan

SPTB Indonesia 2013-2014 89


Lampiran 7 Form laboratorium

90 SPTB Indonesia 2013-2014


SPTB Indonesia 2013-2014 91
92 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 93
94 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 95
96 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 97
98 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 99
Lampiran 8 Form radiografer

100 SPTB Indonesia 2013-2014


SPTB Indonesia 2013-2014 101
Lampiran 9 Form ketua tim

102 SPTB Indonesia 2013-2014


SPTB Indonesia 2013-2014 103
Lampiran 10 Daftar klaster terpilih

104 SPTB Indonesia 2013-2014


SPTB Indonesia 2013-2014 105
106 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 107
108 SPTB Indonesia 2013-2014
Lampiran 11 Tim pelaksana

SPTB Indonesia 2013-2014 109


110 SPTB Indonesia 2013-2014
SPTB Indonesia 2013-2014 111
112 SPTB Indonesia 2013-2014
Lampiran 12 Foto kegiatan

PERSIAPAN
UJI COBA LAPANGAN DI LAPAS SALEMBA PELATIHAN TIM LABORATORIUM

PELATIHAN TIM PENGUMPUL DATA

PILOT TEST DI KEMAYORAN

SPTB Indonesia 2013-2014 113


SOSIALISA
ASI DAN KUN
NJUNGAN KLASTER
K

TAHAP
P PENGU
UMPULA
AN DATA
PENYEBAR
RAN UNDAN
NGAN KE MASYARAKA
M AT
Nomor urut
Rumah Tangga
SPTB 201
13 - 2014

N LOKASI PENGUMPULAN DATA


PERSIAPAN PENDA
AFTARAN PARTISIPAN
P N

114 SPTB Indoneesia 2013-2014


4
WAWANCARA PARTISIPAN

PERSIAPAN POSISI FOTO TORAKS PEMBACAAN HASIL FOTO TORAKS

PENGAMBILAN DAHAK

SPTB Indonesia 2013-2014 115


PENGEPAKAN DAHAK

PERPINDAHAN LOKASI/KLASTER

116 SPTB Indonesia 2013-2014


PEMERIKSAAN SPUTUM DI LABORATORIUM

PENYUSUNAN LAPORAN

SPTB Indonesia 2013-2014 117


ANDING NEG
STUDI BA GARA MON
NGOLIA STUDI BANDING NEGARA NEPAL, BANG
GLADESH,
DI BOGORR OREA DI KA
DPR KO ARANG ASEEM BALI

NDING NEGARA NEPALL, BANGLAD


STUDI BAN DESH, DPR KOREA DI KARANG
K ASSEM BALI

INFORM CONSENT MULIR LABO


FORM ORATORIUM
M

118 SPTB Indoneesia 2013-2014


4
THE 45TH UNION WORLD CONFERENCE ON LUNG HEALTH, BARCELONA (PENYAMPAIAN HASIL
SPTB) 28 OKTOBER – 1 NOVEMBER 2014

SPTB Indonesia 2013-2014 119

Anda mungkin juga menyukai