Anda di halaman 1dari 44

Daftar Isi

KATA PENGANTAR.............................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian..........................................................................8
BAB II......................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................9
2.1 Penelitian Terdahulu...................................................................................9
2.2 Kerangka Teori.........................................................................................12
2.2.1 Pengertian Pajak....................................................................................12
2.2.2 Fungsi, syarat, dan tata cara pemungutan pajak...................................13
2.2.3 Pajak Pertambahan Nilai........................................................................14
2.2.4 Karakteristik PPN..................................................................................15
2.2.5 Objek Pertambahan Nilai (PPN)............................................................18
2.2.6 Tarif Pajak Pertambahan Nilai...............................................................18
2.2.7 Pemungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai)...........................................19
2.2.8 Dasar pengenaan Pajak (DPP)...............................................................19
2.2.9 Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan.....................................22
2.2.10 Pajak masukan yang dapat dikreditkan...............................................23
2.2.11 Faktur Pajak........................................................................................24
2.2.12 Kompensasi..........................................................................................27
2.1.13 Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.......................................................27
2.2.14 Manajemen Pajak / Perencanaan Pajak..............................................29
2.2.15 Manfaat Perencanaan Pajak.................................................................30
2.2.16 Langkah – Langkah Dalam Melaksanakan Perencanaan Pajak..........31
2.2.17 Alat Perencanaan Pajak.......................................................................32

1
2.2.18 Implementasi Perencanaan Pajak Pada Perusahaan............................33
2.2.19 Laporan Arus Kas................................................................................33
2.3 Kerangka Konsep Penelitian....................................................................34
BAB III..................................................................................................................37
METODE PENELITIAN...............................................................................37
3.1 Pendekatan Penelitian..............................................................................37
3.2 Populasi dan sample Penelitian................................................................37
3.3 Jenis Data dan Sumber Data.....................................................................38
3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian..............................39
3.5 Teknik Analisis Data................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, beserta keluarga
dan para sahabatnya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang
berjudul:Análisis Penerapan Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai atas Pajak
Keluaran yang Dipungut oleh Rekanan (Studi Kasus Pada PT.APBB Surabaya
Masa Pajak Januari 2016). Skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dalam meraih derajat sarjana Ekonomi program Strata Satu (S-1)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Narotama. Selama penelitian dan
penyusunan laporan penelitian dalam skripsi ini, penulis tidak luput dari kendala.
Kendala tersebut dapat diatasi penulis berkat adanya bantuan, bimbingan dan
dukungan serta doa dari berbagai pihak.

Surabaya, 21 Januari 2017

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara berkembang di era Globalisasi ini tetap menekankan

Pajak memiliki peranan penting dalam pembangunan dan kemajuan infrastruktur

juga mebiayai belanja- belanja negara lainnya. Lebih dari 70 % pendapatan negara

berasal dari sector pajak , sedangkan sisanya berasal dari sektor non pajak dan

dana hibah (www.kemenkeu.go.id).

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum

(Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” (Prof.

Dr. P. J. A. Adriani )

Sedangkan di sisi kepentingan wajib pajak atau perusahaan, pajak merupakan

biaya atau beban yang dapat menganggu cash flow perusahaan. Oleh karena itu

banyak sekali perusahaan- perusahaan yang memangkas beban pajaknya secara

ilegal atau menyalahi undang- undang (tax evasion). Walaupun tidak semua

perusahaan melakukan hal tersebut, masih banyak perusahaan atau wajib pajak

yang taat akan peraturan dan undang undang pajak sebagai acuan mereka

menyetorkan sejumlah pajak terhutang mereka secara legal ( tax avoidance)

4
bahkan mereka dapat merencanakan / memplaning pajak terhutang mereka sesuai

koridor Undang – Undang Perpajakan.

Sebagai wujud kepercayaan Fiskus atau Negara terhadap wajib pajak, Indonesia

menerapkan system self assessment atau dimana wajib pajak menghitung ,

melapor , dan menyetor pajak terhutangnya kepada negara secara mandiri.

Umumya perusahaan memiliki tujuan utama yaitu mengumpulkan laba / profit

setinggi- tingginya. Sehingga demi kelangsungan operasionalnya suatu

perusahaan, mereka memerlukan suatu perencanaan pajak yang baik.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah Pajak atas konsumsi barang dan jasa di

daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan

distribusi. Dimana PPN merupakan salah satu jenis pajak yang dapat di

rencanakan atau di planingkan pembayarannya terhadap negara.

Berdasarkan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai, maka suatu perusahaan dapat

melakukan Tax Planning (perencanaan pajak) dengan cara antara lain, yaitu

memaksimalkan pajak masukan yang dapat dikreditkan, memperoleh Barang

Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP)

dan menunda pembuatan faktur pajak atas penjualan Barang Kena Pajak (BKP)

atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang pembayarannya belum diterima, selambat-

lambatnya akhir bulan setelah Masa Pajak berakhir (Suandy, 2008).

Atas selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran maka akan timbul kurang bayar

apabila PM<PK dan lebih bayar apabila PM>PK.

5
PT. APBB adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Electrical,

Instrumentation , matering , automation dan manufacturing. Dimana PT. APBB

yang merupakan PKP rekanan Pemungut PPN. Sehingga atas transaksi

penyerahan jasa / barang kena pajak terhadap pemungut PPN, PT. APBB tidak

melakukan pemungutan pajak. Pemungutan dilakukan oleh pemungut PPN

(rekanan) sedangkan PT.APBB mendapatkan rangkap SSP. Hal ini akan

menyebabkan besarnya jumlah PM (pajak masukan ) PT. APBB lebih besar

daripada PK ( Pajak Keluaran ) dan menyebabkan lebih bayar. Hal ini

memerlukan kebijakan manajemen perusahaan untuk menentukan tax planning

terhadap PPN terhutang.

Sehingga atas latar belakang tersebut diatas , penulis mengambil judul

“ ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI ATAS PAJAK KELUARAN YANG DIPUNGUT OLEH REKANAN

(Studi Kasus Pada PT.APBB Surabaya Masa Pajak Januari Tahun Pajak 2016) “

1.2 Rumusan Masalah

Terkait dengan latar belakang yang telah dikemukanan diatas, maka permasalahan

yang akan diteliti penulis adalah :

1. Bagaimana Alur transaksi penerbitan Faktur Pajak Keluaran pada PT.

APBB ke rekanan?

2. Bagaimana pencatatan transaksi atas transaksi pada pemungut PPN?

3. Bagaimana perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas keluaran

yang diterbitkan pada pemungut PPN?

6
1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisa alur transaksi penerbitan Faktur Pajak Keluaran pada PT.

APBB ke rekanan.

2. Menganalisa pencatatan transaksi atas transaksi pada pemungut PPN.

3. Menganalisa perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas keluaran

yang diterbitkan pada pemungut PPN.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan skripsi ini meliputi:

1. Teoritis

- Bagi penulis, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperluas

wawasan berfikir yang berkenaan dengan materi penerapan Tax

Planing PPN terhadap perusahaan rekanan

- Bagi civitas akademika Universitas Narotama Surabaya, hasil

penelitian ini dapat menjadi acuan referensi bagi beberapa

penelitian dengan objek peneliti yang sejenis.

2. Praktisi

- Bagi pihak perusahaan, sebagai masukan mengenai langkah-

langkah yang harus diambil oleh perusahaan untuk melakukan

penghematan penghematan / Tax Planing PPN serta perlakuannya

terhadap pajak kurang bayar / lebih bayar sebagai dampak cash

flow perusahaan dan guna mencapai tujuan perusahaan pada

7
umumnya yakni laba setinggi-tingginya sesuai dengan peraturan

dan Undang- Undang Perpajakan yang berlaku.

- Bagi aparat pajak/fiskus, penelitian ini dapat memberikan

gambaran mengenai kepatuhan wajib pajak dan masukan-

masukan guna meningkatkan pendapatan pajak.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dalam penulisan skripsi ini membahas pada

masalah sebagai berikut: menganalisa penerapan perencanaan pajak

pertambahan nilai (PPN) atas pajak keluaran yang dipungut oleh rekanan.

sesuai Peraturan dan Undang- Undang Perpajakan yang berlaku

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Peniliti Judul Rumusan Metode Hasil penelitian


Masalah Penelitian
Mayang Hapsari Evaluasi Bagaimanakah Penelitian 1.Perencanaan PPN yang dilakukan oleh PT. “X” menggunakan dua
Perencanaan Pajak penerapan tax kualitatif metode yaitu dengan melakukan penundaan pembayaran dan
Mochammad Pertambahan Nilai planning untuk Deskriptif pembebanan. Penundaan pembayaran ini dilakukan dengan cara
Djudi pada PT “X” di meminimalkan menunda penerbitan Faktur Pajak (FP) Keluaran sampai akhir bulan
kabupaten Kediri Pajak berikutnya, hal ini bertujuan untuk memperoleh jumlah Pajak Masukan
Suhartini Karjo Pertambahan (PM), sehingga dapat dilakukan kompensasi dan restitusi, semakin besar
Nilai pada PT X jumlah PM-nya akan semakin besar jumlah PPN yang dapat di restitusi.
Selain itu PT. “X” juga bisa melakukan pembelian secara kredit sehingga
tidak harus membayar PPN- nya pada saat itu juga tetapi perusahaan
sudah bisa memulai produksi.

2. Hambatan yang dihadapi dalam melakukan perencanaan PPN melalui


penundaan pembayaran adalah, perencanaan yang sudah dibuat untuk
melakukan pembelian secara kredit terkadang tidak bisa dilakukan karena
pihak supplier menolak pembelian secara kredit. Sementara hambatan
lain yang dihadapi oleh perusahaan adalah supplier yang sengaja
menahan penerbitan FP sampai PT. “X” melunasi pembelian secara kredit,
dan ketidaksengajaan karena faktor error dimana alpha dalam
mengeluarkan FP, sehingga perusahaan harus mengalihkannya pada
beban dilaporan keuangan perusahaan.
3. Penyesuaian Perencanaan PPN PT. “X” dengan Ketentuan
perpajakan. Perencanaan PPN yang dilakukan oleh PT. “X” sudah sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang ada, akan tetapi perusahaan hanya
menggunakan dua cara yaitu dengan melakukan penundaan pembayaran

9
dan pembebanan. Kedua cara tersebut dipilih karena dianggap yang paling
sesuai dengan perusahaan, sehingga perusahaan tidak menggunakan
perencanaan PPN
Edward Evaluasi penerapan Bagaimanakah Penelitian 1. Untuk meminimalkan pajak pertambahan nilai, PT Transworld Solution
Edminister Tax Planinng untuk penerapan tax kualitatif telah menerapkan beberapa cara. PT.Transworld Solution menerapkan
Marentek meminimalkan planning untuk deskriptif cara-cara tersebut agar kemudian nominal pajak yang harus dibayar PT.
pajak pertambahan meminimalkan Transworld Solution semakin kecil.
Novi Budiarso nilai pada Pajak
PT.Transworld Pertambahan 2. Dari keseluruhan penerapan tax planning yang dilakukan, perusahaan
Solution Jakarta Nilai pada PT. memperoleh keuntungan penghematan pajak mencapai Rp 62.253.962.
Selatan Transworld dan khusus pada masa pajak agustus 2014, perusahaan memperoleh
Solution Jakarta keuntungan atas penundaan pembuatan faktur pajak sebesar rp. 4.796.790
Selatan.

Mulyo Dwi Analisis Penerapan Bagaimanakah Penelitian 1. Dalam melakukan pembelian barang dagang, CV GRPS menerapkan
Atmojo Perencanaan Pajak penerapan tax kualitatif 2 kebijakan yaitu:
Pertambahan Nilai planning untuk deskriptif a. Melakukan pembelian terputus Barang yang dibeli secara langsung dari
Sri Mangestuti (Studi Kasus pada meminimalkan supplier baik tunai atau kredit yang selanjutnya dicatat oleh perusahaan
Rahayu CV Guyub Rukun Pajak sebagai persediaan barang.
Putra Sakti Tahun Pertambahan b. Dengan cara konsinyasi Barang yang merupakan titipan supplier dan
Otto Budihardjo Pajak 2014) Nilai pada CV dicatat sebagai persediaan setelah barang titipan terjual.
Guyub Rukun
Putra Sakti . 2. CV GRPS juga melakukan pembelian atas BKP dengan PPN dan
pembelian BKP tanpa PPN. CV GRPS melakukan pembelian
barang dagang untuk persediaan yang terdiri dari pembelian BKP
dengan PPN dan pembelian BKP tanpa PPN. Jika dilihat dari sisi
perpajakan maka atas pembelian BKP tanpa PPN dapat mengurangi tingkat
keuntungan perusahaan.
3. Omzet CV GRPS berasal dari dua sumber yaitu penjualan atas barang
dagang dan dari pendapatan sewa. CV GRPS memiliki dua sumber
pendapatan yakni pendapatan dari penjualan pakaian beserta aksesorisnya
dan juga didapat dari sewa tempat seperti Timezone, Madonna, New
Kansas Pizza, Kartika Kosmetik dan lain sebagainya. Atas dua sumber

10
pendapatan tersebut CV GRPS memungut PPN dan melaporkan sesuai
dengan ketentuan yang ada.
4. CV GRPS dalam tahun 2014 menerapkan perencanaan pajak dengan cara
penundaan pengkreditan PM dan hasilnya CV GRPS belum mampu
meminimalkan PPN terutang hanya mampu meratakan PPN terutang.
Perencanaan pajak dengan cara penundaan pengkreditan PM
membuat utang PPN tiap masa menjadi lebih seimbang, yaitu pada tiap
masa utang PPN tidak mencapai 50 juta kecuali pada bulan Juni dan
Juli saja utang PPN mencapai 100 juta. Berkurangnya jumlah utang
PPN tiap masa juga berdampak pada berkurangnya utang PPN tahun
2014, yaitu utang PPN turun sebesar 5%yaitu sebelumnya sebesar
Rp561.231.137,- menjadi Rp531.099.987,-. Penurunan utang PPN
tersebut tidak riil karena pada dasarnya perencanaan pajak dengan
penundaan pengkreditan hanya meratakan PM ke tiap masa pajak sehingga
tidak ada lebih bayar atau mengkreditkan PM ke masa pajak yang berbeda
sehingga terdapat penambahan PM dari tahun sebelumnya.
5.Untuk meminimalkan utang PPN, CV GRPS dapat menerapkan
perencanaan pajak pembelian BKP dengan PPN. Saat menggunakan
perencanaan pajak dengan pembelian BKP dengan PPN saja mampu
mengurangi PPN terutang yang sebelumnya Rp561.231.137,- menjadi
Rp475.710.958,- atau turun sebesar 15%.

11
2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Pengertian Pajak

Pengertian tentang pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli dalam

literature-literatur. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian

pajak, antara lain:

Menurut Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut: Pajak adalah

kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya

kemakmuran rakyat

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum. Sumarsan (2013:3)

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutama

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki

unsur-unsur, antara lain:

12
a. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

b. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) di negara yang secara langsung

dapat ditunjukkan.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah.

d. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang

serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

e. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

pembiayaan-pembiayaan negara.

2.2.2 Fungsi, syarat, dan tata cara pemungutan pajak

Mardiasmo (2011:1-2) dalam buku Perpajakan: Edisi Revisi, menuliskan

bahwa ada dua fungsi pajak yaitu:

- Fungsi Budgeter, Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

- Fungsi Mengatur (Reguler), Pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi.

Mardiasmo (2011:2) menyebutkan agar pemungutan pajak tidak

menimbulkan hambatan atau perlawanan, pemungutan pajak harus memenuhi

syarat sebagai berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan).

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis).

c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis).

d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial).

13
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Mardiasmo (2011:6-7) juga menyebutkan, tata cara pemungutan pajak

dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel sebagai berikut:

1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel), Pengenaan pajak didasarkan pada objek

(penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat

dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang

sesungguhnya diketahui.

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel), Pengenaan pajak didasarkan pada

suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.

3. Stelsel Campuran, Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata

dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung

berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya

pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya

pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut

anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih

kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2.2.3 Pajak Pertambahan Nilai

Dasar hukum pengenaan Pajak PPN ini adalah Undang-Undang Dasar No. 42

tahun 2009. Dalam Undang-Undang tersebut tercantum hal-hal yang berkaitan

dengan apa saja yang termasuk objek yang dikenai PPN, tarif PPN, bagaimana

tata cara penyetoran dan pelaporan, dan lain sebagainya.

Pajak Masukan (Presiden, 2009) UU PPN no 42 adalah PPN yang seharusnya

telah dibayar oleh PKP dikarenakan perolehan BKP, penerimaan JKP dan

14
pemamfaatan BKP tidak dihasilkan dari luar daerah pabean atau pemamfaatan

JKP dari luar daerah pabean dan impor BKP.

Pajak Keluaran (Presiden, 2009) UU PPN no 42 adalah PPN terutang yang

bersifat wajib dan dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, JKP,

atau ekspor BKP.

Ciri - ciri atau nature (Legal Character) dari Pajak Pertambahan Nilai

a. General

PPN merupakan pajak atas konsumsi yang bersifat umum. Artinya,

dikenakan terhadap semua barang dan pengenaan PPN harus dapat diukur

sehingga beban pajaknya dapat didsitribusikan, tidak menimbulkan

cascading effect.

b. Indirect

PPN merupakan pajak tidak langsung, sehingga beban pajaknya dapat

dialihkan baik dalam bentuk forward shifting maupun backward shifting.

c. On Consumption

PPN merupakan pajak atas konsumsi, tanpa membedakan apakah

konsumsi tersebut digunakan / habis sekaligus ataupun digunakan / habis

secara bertahap / berangsur-angsur (Rosdiana, 2005).

Karakteristik pada PPN dapat dikatakan unik dengan pajak yang lainnya.

Karakteristik di sini maksudnya adalah ciri khusus yang melekat dalam sistem

PPN yang tidak dimiliki sistem pajak yang lain.

2.2.4 Karakteristik PPN

Menurut Gunadi (1997), karakteristik - karakteristik PPN tersebut (yang

15
berlaku di Indonesia) antara lain :

1. PPN merupakan pajak tidak langsung

Ciri dari pajak tidak langsung yaitu konsumen akhir Barang Kena Pajak (BKP) atau

Jasa Kena Pajak (JKP) akan menjadi objek pajak atau dengan kata lain adanya

pengalihan beban pajak ke pihak lain.

2. PPN merupakan pajak objektif

Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak

tidak memperhatikan kondisi subjek pajaknya baik berupa orang atau badan,

konsumen yang berpenghasilan tinggi atau berpenghasilan rendah, tetapi

ditentukan oleh faktor objektif yang lebih lazim disebut dengan objek pajak.

Timbulnya kewajiban untuk membayar PPN adalah pada saat diketahui

adanya objek pajak tersebut.

3. PPN merupakan Multi Stage Tax

Dikenakan atas PPN adalah setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur

distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN dari tingkat

pabrikan (manufacturer) sampai dengan pedagang besar dan pedagang eceran

(retailer) dikenakan PPN. Namun PPN tidak menimbulkan pengenaan pajak

berganda (non kumulatif).

4. Pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak

Untuk menghitung PPN yang terhutang maka pada setiap penyerahan BKP

atau JKP, PKP mempunyai kewajiban untuk membuat Faktur Pajak pada

setiap penyerahan BKP atau JKP sebagai bukti telah dilaksanakan

pemungutan pajak. Berdasarkan faktur ini, akan dihitung jumlah pajak yang

terutang dalam suatu masa pajak yang wajib disetor ke kas negara.

16
Sedangkan bagi pembeli atau penerima barang atau jasa, Faktur Pajak

merupakan bukti pembayaran pajak.

5. PPN merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri

PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan atau JKP yang dilakukan di

dalam negeri. Apabila barang atau jasa dikonsumsi di luar negeri, maka barang

atau jasa tersebut tidak dikenakan PPN. Dengan demikian atas BKP yang

diekspor ke luar negeri tidak akan terkena PPN

Menurut waluyo (2011) Metode dalam menghitung pajak yang terutang atas

nilai tambah atau PPN digunakan (tiga) metode, yaitu :

a) Addition Method

Pada metode ini PPN dihitung dari tarif kali seluruh penjumlahan nilai

tambah.

b) substraction method,

Dalam substraction method dihitung berdasarkan Pada metode ini

PPN yang terutang dihitung dari tarif kali selisih antara harga penjualan

dengan harga pembelian

c) Credit method / invoice method / indirect subtraction method.

Dalam credit method / invoice method / indirect subtraction method, pajak

dihitung dengan cara mengurangkan selisih pajak yang dipungut pada waktu

penjualan (output tax) dengan jumlah pajak yang telah dibayar pada waktu

pembelian (input tax). Jadi dalam metode ini yang dikurangkan adalah

pajaknya.

17
2.2.5 Objek Pertambahan Nilai (PPN)

Adapun objek-objek yang dikenai PPN adalah sebagai berikut:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di

dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha

2. Impor Barang Kena Pajak

3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean

di dalam Daerah Pabean

4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean

5. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor

Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)\

2.2.6 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan Undang-Undang Dasar No. 42 tahun 2009, berikut adalah tarif PPN:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

-Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

-Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

- Ekspor Jasa Kena Pajak

18
3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi

paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas

persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah

2.2.7 Pemungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Menurut ketentuan perpajakan ada tiga Pemungut PPN  :

(1)   Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

(KPPN) (Keputusan Menteri Keuangan No. 563/KMK.03/2003.)

(2)   KKS Migas, dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Ijin Usaha

Panas Bumi --Sejak 1 April 2010(Peraturan Menteri Keuangan No.

73/PMK.03/2010)

(3)   Badan Usaha Milik Negara (BUMN) –(Peraturan Menteri Keuangan

No.85/PMK.03/2012)

PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dolaporkan oleh

Pemungut PPN atas nama Pengusaha Kena Pajak rekanan.

2.2.8 Dasar pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung

pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai

Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

a. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan

Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut

19
menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena

penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau

ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk

PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan

harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang

yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

c. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar

penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang

dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk

PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.

d. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

e. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar

Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :

20
1. untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau

Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

2. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual

atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah

perkiraan harga jual rata-rata;

4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per

judul film;

5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual

eceran;

6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang

menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih

tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar

wajar;

7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau

sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang

adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;

8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah

harga lelang; untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 %

(sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang

seharusnya ditagih; atau

21
9. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata

adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang

seharusnya ditagih.

2.2.9 Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

Pasal 9 ayat 8 Undang-Undang PPN No 42 Tahun 2009 mengatur

tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan pajak Keluaran

bagi pengeluaran untuk:

1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2. Perolehan Barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak

mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station

wagon, van dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau

disewakan.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa

Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak.

5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti

pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana.

6. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur

Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (5).

7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa

Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak

22
memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat

(6).

8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak

Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.

9. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak

Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu pemeriksaan.

2.2.10 Pajak masukan yang dapat dikreditkan

Pajak masukan (PM) untuk Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan

berate bahwa Pajak Masukan (PM) yang telah dibayar pada saat pembelian atau

perolehan barang dapat digunakan sebagai pengurang Pajak Keluaran (PK) pada

waktu penjualan atau saat penyerahan Barang Kena Pajak. Syarat utama

pengkreditan pajak adalah adanya faktur pajak dan pengkreditkan tersebut harus

dilakukan dalam masa pajak yang sama.

Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan (PM) yang

berhubungan dengan produksi , distribusi, pemasaran dan manajemen atas Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan Fakturnya adalah Faktur Pajak Standart atau

dokumen yang disamakan dengan Faktur Pajak Standart.

Kriteria Umum bahwa suatu pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan adalah

apabila memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (waluyo, 2005:59)

1. Memenuhi persyaratan formal yaitu tercantum dalam Faktur Pajak

Standart atau dalam dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak

Standart sesuai dengan ketentuan perundang undangan dan belum

23
dilakukan pemeriksaan sebagaimana dalam UU PPN 2009 pasal 9 ayat

(2) dan ayat (9).

2. Memenuhi persyaratan materiil yaitu berhubungan langsung dengan

kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak sebagaimana diatur

dalam UU PPN pasal 9 ayat (5) jo ayat (8) huruf dan belum

dibebankan sebagai biaya

2.2.11 Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha

Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau

penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak

nomor PER-17/PJ/2014

Sedangkan e- Faktur adalah faktur pajak elektronik atau Faktur Pajak

yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau

disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (PER16/PJ/2014)

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh

penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima

Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan

Faktur Pajak gabungan.

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER - 16/PJ/2014 e Faktur Pajak

harus dibuat pada:

• Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

• Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum

24
• Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena

Pajak;

• Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan; atau

• Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

tersendiri.

Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.Faktur Pajak yang diterbitkan oleh

PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat,

dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak

Dokumen tertentu yang kedudukannya disamakan dengan faktur pajak

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-27/PJ/2011, Dokumen

tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak paling sedikit harus memuat :

a. nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;

b. nama pembeli BKP atau penerima JKP;

c. jumlah satuan barang apabila ada;

d. Dasar Pengenaan Pajak; dan

e. jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah

a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan

ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan

25
Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;

b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh

Bulog/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;

c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh

PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan

Bahan Bakar Minyak;

d. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;

e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang

dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;

f. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa

kepelabuhanan;

g. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;

h. Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena

Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud;

i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran

Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti

pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan

26
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor

Barang Kena Pajak; dan

j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas

pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari

luar daerah Pabean.

1. Menyiapkan data transaksi faktur pajak atau menyiapkan data impor

sesuai manual user aplikasi.

2.2.12 Kompensasi

Kompensasi adalah kelebihan pembayaran pajak tersebut tidak dapat

diminta kembali, tetapi diperhitungkan masa pajak PPN pada bulan berikutnya hal

ini sesuai yang diatur dalam Pasal 9 ayat 4 UU PPN 2009. Apabila dalam suatu

Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak

Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa

Pajak berikutnya.

2.1.13 Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.

Restitusi Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu sarana untuk

mendapatkan cash flow daripada harus memperolehnya melalui kredit. Sesuai

yang diatur dalam Pasal 9 ayat 4a UU PPN 2009 Pajak Pertambahan Nilai yang

lebih bayar terjadi karena Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar

daripada Pajak Keluaran, atas kelebihannya dapat diajukan permohonan

pengembalian pada akhir tahun buku.

27
Menurut Untung Sukardji (2005: 305) sebab-sebab terjadinya kelebihan

pembayaran pajak pertambahan nilai dapat terjadi karena :

1. Jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran dalam

suatu Masa pajak yang disebabkan oleh :

a. Pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak yang

dilakukan sebelum usaha dimulai atau pada awal usaha

b. Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekport Barang Kena Pajak

dimana tariff ekport Barang Kena Pajak sesuai dengan Undang Undang

pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009 pasal 7 ayat (2) adalah 0%.

c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa

Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

d. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Brang Kena pajak dan Jasa Kena

pajak sehubungan dengan proyek milik pemerintah yang dana nta berasal

dari bantuan luar negri berupa hibah maupun pinjaman

e. Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Brang Kena Pajak untuk

diolah lebih lanjut kepada Enterport Produksi untuk tujuan Ekpor

f. Berupa bahan baku atau bahan pembantu atau jasa kena pajak kepada

perusahaan ekportir tertentu.

2. Kemungkinan dapat disebabkan oleh kekeliruan pemungut pajak yang

dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

Adapun jenis Pajak Masukan yang dapat diminta kembali oleh Pengusaha

Kena Pajak adalah :

a. Pajak Masukan yang berasal dari perolehan Barang Kena Pajak dan

atau Jasa Kena Pajak dari Barang Kena Pajak yang di ekspor

28
b. Pajak Masukan yang berasal dari perolehan Brang kena Pajak dan

atau Jasa Kena Pajak dari Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena

Pajak yang diserahkan kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai

tersebut.

c. Seluruh Pajak Masukan untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau

Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha

yang menghasilkan penyerahan kena pajak.

2.2.14 Manajemen Pajak / Perencanaan Pajak

Sophar Lumbantoruan (1996) dalam Suandy (2008:5) menyebutkan

manajemen pajak sebagai suatu strategi penghematan pajak. Tujuan manajemen

pajak dapat dicapai melalui fungsi – fungsi manajemen pajak menurut Suandy

(2008:6) terdiri atas :

1. Perencanaan Pajak (tax planning)

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak.

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data dan penelitian terhadap

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan

pajak yang dilakukan.

2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) Apabila

pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor–faktor

yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka

langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara

formal maupun material.

29
3. Pengendalian pajak (tax control)

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban

pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan

telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Hal terpenting

dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak.

2.2.15 Manfaat Perencanaan Pajak

Dengan adanya upaya perencanaan pajak yang baik dan cermat,

menurut Suandy (2009:6) Wajib Pajak akan memperoleh beberapa manfaat

antara lain :

1. Menghemat kas keluar

Pajak sebagai unsur pengurang penghasilan (biaya) merupakan beban yang

harus ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan (Wajib Pajak). Dengan

meminimalkan beban pajak, yang tersedia untuk membayar pajak dapat

dialokasikan kepada pos–pos lain dalam perusahaan. Terutama jika

perusahaan dapat memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya, maka

upaya ini dapat meminimalkan pembayaran atas sanksi perpajakan

yang berlaku.

2. Mengatur aliran kas

Perencanaan pajak yang cermat dapat ditentukan dengan langkah yang

tepat dalam mengestimasikan kebutuhan kas untuk pajak dan

menentukan saat pembayaran, sehingga dapat menyusun anggaran kas

secara lebih akurat.

30
2.2.16 Langkah – Langkah Dalam Melaksanakan Perencanaan Pajak

Langkah–langkah yang harus mendapatkan perhatian dalam

menyusun suatu perencanaan pajak sesuai dengan undang–undang

perpajakan (Zain, 2007:70), adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak

2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung serta penghambat tujuan

3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan

Sedangkan menurut Suandy (2008:13-25), agar perencanaan pajak dapat

berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan

melalui berbagai urutan tahapan berikut ini :

1. Menganalisis informasi yang ada

2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak

3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

5. Memutakhirkan rencana pajak

Selain itu dalam mengimplementasikan kebijakan perencanaan

perpajakan, strategi yang dapat ditempuh oleh pembayar pajak diantaranya

sebagai berikut menurut suandy (2008) :

1. Tax saving , Upaya untuk menghemat pengeluaran perusahaan yang

berkaitan dengan pajak.

2. Tax avoidance , Upaya untuk menghindari pengenaan pajak dengan

cara yang masih sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku,

31
dalam hal bahkan termasuk juga masalah etika bisnis.

3. Penundaan pembayaran pajak , Penundaan ini dilakukan dengan

menerapkan manajemen waktu bagi pemenuhan berbagai hak dan

kewajiban perpajakan.

4. Optimalisasi kredit pajak , Hal ini tidak dapat begitu saja disepelekan,

karena kredit pajak adalah salah satu harapan bagi pembayar pajak,

yang bisa membantu kondisi aliran kasnya di saat saat yang genting.

5. Upaya menghindari pelanggaran perpajakan , Demi efisiensi dan

efektifitas, sekecil apapun pelanggaran terhadap ketentuan

perpajakan, semestinya dipersepsi sebagai suatu kesalahan yang harus

diperbaiki.

2.2.17 Alat Perencanaan Pajak

Ada beberapa yang perlu dikuasai dan dikerjakan jika tujuan

perencanaan pajak hendak dicapai (Suandy, 2008:9) :

1. Memahami ketentuan perpajakan

Undang–undang yang berlaku sekarang ini lebih sederhana jika

dibandingkan dengan undang–undang lama. Namun masyarakat masih

tetap merasa kurang memahami undang–undang tersebut. Kesulitan itu

bertambah dengan dikeluarkannya keputusan–keputusan dan surat–surat

edaran yang hampir tiap minggu diterbitkan.

2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat

32
Dengan adanya pemberian kepercayaan penuh dari pemerintah kepada

Wajib Pajak, berarti peranan pembukuan dan akuntansi dalam perpajakan

sangatlah besar, asalkan pembukuan atau akuntansi tersebut diselenggarakan

dengan benar dan memenuhi ketentuan peraturan perpajakan, maka

pelaksanaan kewajiban perpajakan dapat dikatakan telah terpenuhi.

2.2.18 Implementasi Perencanaan Pajak Pada Perusahaan

Perusahaan merupakan bagian integral dari ekonomi yang menggunakan

sumberdaya untuk menghasilkan barang atau jasa. Salah satu tujuan utama

perusahaan adalah mencapai laba semaksimal mungkin, sekaligus sebagai alat

pemotivasi investor untuk menanamkan modal perusahaan.

Ada dua cara yang bisa dilakukan atau dipilih oleh perencanaan pajak

perusahaan untuk dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan perencanaan

pajak menurut Suandy (2008:13-25) antara lain tax saving dan tax avoidance

karena perbuatan seperti itu tidak melanggar undang – undang.

Salah satu cara melakukan penghematan pajak sebagai suatu aplikasi

perencanaan pajak PPN adalah dengan memaksimalkan pajak masukan yang

mungkin dapat dikreditkan di perusahaan. Serta untuk menghindari risiko

pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan cara merencanakan pajak masukan

dengan dikreditkan atau dengan kata lain melakukan penundaan laporan

beberapa faktur pajak masukan apabila terjadi masalah Pajak Pertambahan Nilai

terhutang yang lebih bayar.

2.2.19 Laporan Arus Kas

Menurut PSAK no 2 laporan arus kas (cash flow statement atau statement

33
of cash flows)adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang

dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk dan

keluar uang (kas) perusahaan. Informasi arus kas berguna sebagai indicator

jumlah arus kas dimasa yang akan datang, serta berguna untuk menilai

kecermatan atas tafsiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Laporan arus kas

juga menjadi alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama

periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan

arus kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna laporan dalam

mengevaluasi perubahan kekayaan bersih atau ekuitas dana suatu entitas

pelaporan dan struktur keuangan entitas tersebut (termasuk likuiditas dan

solvabilitas). Laporan arus kas juga dapat menunjukkan hubungan antara laba

bersih dengan perubahan dalam kas perusahaan

Apakah laba bersih perusahaan berimbang dengan perubahan arus kas perusahaan

baik pemasukan dari penjualan dan piutang maupun pengeluaran arus kas

dari pembayaran hutang dan beban perusahaan.

Laporan arus kas terdiri dari beberapa jenis kegiatan perubahan arus kas

sebagai berikut (Kieso, 2002:374):

1. Arus kas dari kegiatan operasi

2. Arus kas dari kegiatan investasi

3. Arus kas dari pembiayaan

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Undang Undang No.42 tahun 2009 ,Pajak Masukan adalah PPN

34
yang dibayar atau dipenuhi oleh PKP pada waktu perolehan BKP/JKP atau impor

BKP .Sedangkan Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut oleh PKP pada

waktu penyerahan BKP/JKP. Berdasarkan credit method, PPN terutang

merupakan hasil pengurangan antara PPN yang dipungut (PK) oleh PKP pada saat

melakukan penyerahan BKP/JKP dengan PPN yang dibayarkan (PM) pada saat

perolehan BKP/JKP. Dengan diterapkannya credit method/invoice method

tersebut maka dapat dimungkinkan terjadinya kelebihan pembayaran PPN

apabila PPN PM lebih besar daripada PPN PK.

Kelebihan pembayaran PPN tersebut dapat dimintakan kembali dengan dua

cara, yaitu :

1. Dengan cara kompensasi ke masa pajak berikutnya artinya kelebihan

pembayaran tersebut menjadi kredit pajak masa berikutnya.

2. Dengan meminta kembali kelebihan pembayaran secara tunai atau yang

dikenal dengan restitusi. Restitusi dilakukan pada umumnya oleh perusahaan

untuk menjaga cash flow perusahaan agar tetap stabil dan baik.

35
Kerangka Pikir Penelitian

Tax Planing /
Perencanaan Pajak

Undang –Undang Perpajakan Implementasi Tax Planing


&peraturan pelaksanaannya

Analisis

Perolehan BKP /JKP Penyerahan BKP/JKP

Pemungut PPN

Pajak Masukan (PM) Pajak Keluaran (PK)

Mekanisme
pemungutan PPN

Lebih Bayar Kurang Bayar

Kompensasi Restitusi PPN Terhutang

36
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif diartikan sebagai suatu penelitian yang berusaha

mendeskripsikan suatu fenomena/peristiwa secara sistematis sesuai dengan apa

adanya. Penelitian deskriptif dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

keadaan saat ini. Dalam penelitian semacam itu, peneliti mencoba menentukan

sifat situasi sebagaimana adanya pada waktu penelitian dilakukan. (Nyoman

Dantes, 2012:51).

Pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapat pemahaman yang sifatnya

umum terhadap kenyataan dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak

ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap

kenyataan yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan

berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut (Rosadi Ruslan,

2010:215).

37
3.2 Populasi dan sample Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak mengunakan istilah populasi, tetapi oleh

Spradley disebut social situation atau situasi social yang terdiri dari tiga

elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang

berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2015: 297).

1. Tempat (place) penelitian adalah PT. APBB

2. Pelaku (actor) yang diteliti adalah Subjek Pajak PPN yaitu PT. APBB

divisi Akuntansi dan Pajak

3. Aktivitas (activity) yang diteliti adalah aktivitas Pajak Pertambahan

Nilai PPN di PT. APBB

Sample dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden , tetapi

sebagai narasumber atau partisipan , informan, teman dan guru dalam

penelitian (Sugiyono, 2015- 298) yakni dalam penelitian ini adalah divisi

akuntasi dan keuangan PT. APBB

3.3 Jenis Data dan Sumber Data

1. Data primer yang didapat dari PT. APBB adalah dari hasil wawancara dengan

divisi yang berkaitan langsung dengan penelitian dan observasi langsung

terhadap dokumen – dokumen terkait dengan penelitian yakni divisi

Akuntansi dan Pajak.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang didapat dari internal PT. APBB adalah SPT Masa PPN

bulan januari 2016, SSP PPN masa Januari 2016, rekapitulasi penjualan bulan

januari 2016, rekapitulasi pembelian bulan januari 2016, Neraca periode

38
Januari 2016, Laba Rugi periode Januari 2016, Rekapitulasi PPN Masukan

serta PPN Keluaran Januari Tahun 2016.

Sedangkan data eksternal berasal dari jurnal , buku sebagai refrensi dalam

penyusunan penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ilmiah yaitu prosedur yang

sistematis guna memperoleh data yang diperlukan. Pada Penelitian kualitatif,

pengumpulan data dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber dan cara.

Metode pengumpulan data sangat berhubungan dengan masalah penelitian yang

akan dipecahkan. Guna diperolehnya informasi yang dibutuhkan dalam penelitian

ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data

yaitu sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Untuk penelitian ini, studi kepustakaan dilakukan dengan membaca,

memahami dan mempelajari sejumlah buku, jurnal ilmiah, literature dan

website internet guna mendapatkan kerangka teori yang akan menjadi

landasan atau dasar dari penelitian ini. Disamping itu, peneliti juga

mempelajari ketetapan-ketetapan pajak yang berhubungan dengan objek

penelitian guna memahami konteks permasalahan yang diteliti secara

mendalam.

2. Wawancara

39
Wawancara dilakukan bertujuan untuk menggali informasi yang lebih dalam

mengenai hal – hal yang ingin diketahui oleh peneliti yang tidak didapatkan

dari laporan atau data yang terkait dengan masalah yang akan diteliti,

wawancara dilakukan tidak terstruktur dengan pertanyaan pertanyaan yang

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

3. Observasi

Teknik observasi ini dilakukan dengan mengamati dokumen – dokumen

terkait dengan penelitian yakni laporan laba rugi , neraca , bukti pemungutan ,

bukti potong, SPT Masa PPN , SPT Tahunan PPN dll. Juga mencatat

informasi secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh

gambaran kegiatan operasional perusahaan baik secara umum maupun yang

berkaitan dengan proses menghitung , melapor dan menyetor Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara , catatan lapangan , dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori ,

menjabarkan kedalam unit – unit , melakukan sintesa menyusun kedalam pola ,

memilih mana yang penting yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. (Sugiyono,2015-333)

Teknik analisis data kualitatif digunakan adalah metode analisis deskriptif

1. Membaca dan memahami teori terkait Tax Planing atau Perencanaan

Pajak Pertambahan Nilai

2. Memahami Undang –undang dan peraturan perpajakan yang merupakan

40
alat dalam mengimplementasikan perencanaan pajak atau Tax Planing

3. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat

4. Menganalisa mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai pada PT.

APBB

5. Memperoleh rekapan penjualan / pembelian atau transaksi perolehan atau

penyerahan BKP / JKP, dan menentukan jumlah pajak masukan dan pajak

keluarannya

6. Perhitungan atau mekanisme pemungutan PPN untuk mentukan jumlah

pajak terhutang atau lebih bayar PPN

7. Pengambilan keputusan antara restitusi atau kompensasi apabila terjadi

lebih bayar.

8. Memberikan alternative perencanaan Pajak Pertambahan Nilainyang dapat

dilakukan pada perusahaan

9. Menarik kesimpulan yang logis berdasar hasil penelitian tersebut dan

diberikan saran-saran yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan oleh

perusahaan agar dapat melakukan penghematan kas.

41
DAFTAR PUSTAKA

Dantes, N. (2012). Metode Penelitian . Yogjakarta: Alfabeta.

Indonesia, I. A. (2012). Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan. Jakarta:


Salemba Empat.

Mardiasmo. (2011). Perpajakan.Cetakan 2.Revisi. Yogyakarta: Andi Publisher.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak NomorPER-24/PJ/2012. (22 November 2012).


Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur
Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan , Tata Cara pembetulan atau
Penggatian , Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Jakarta.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomer PER-16/PJ/2014. (2014). Tentang Cara


Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Elektronik.

Ruslan, R. (2010). Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi.Edisi 5 .


jakarta: Raja Grafindo.

Suandy, E. (2008). Perencanaan Pajak .Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi.Cetakan 7. Bandung: Alfabeta.

Sumarsan, T. (2013). Perpajakan Indonesia.Cetakan 3. Jakarta: Indeks.

Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia.Cetakan 2.Revisi. Jakarta: Salemba


Empat.

Zain, Muhammad;. (2007). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

42
43
44

Anda mungkin juga menyukai