Anda di halaman 1dari 69

ISSN 0216-4981

JURNAL Journal of Health Technology

TEKNOLOGI KESEHATAN Volume 13, Nomor 2, September 2017

HUBUNGAN PELAYANAN PHLEBOTOMY DENGAN KEPUASAN PASIEN DI LABORATORIUM KLINIK RUMAH


SAKIT TNI AU DR. SUHARDI HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
Ratih Hardisari

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN MENSTRUASI DINI PADA SISWI
SMPN 1 KABAENA TIMUR
Hariani, Deris Atma Subrin

ANALISIS BAKTERI COLIFORM PADA AIR MINUM ISI ULANG DI WILAYAH POASIA KOTA KENDARI
Askrening, Reni Yunus

KAJIAN VARIASI PENGOLAHAN TEH DAUN SIRSAK, SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KADAR VITAMIN E
Saila Maharani, Idi Setyobroto, Joko Susilo

TINGKAT KEPUASAN PASIEN PADA PELAYANAN BALAI PENGOBATAN GIGI DI PUSKESMAS PETANAHAN
KEBUMEN
Wiworo Haryani, Aulia Nur Atikah, Aryani Widayati

MODEL PENDAMPINGAN MELALUI KELOMPOK PERPULUHAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN


PENGELOLAAN DIABETUS MELITUS DI RUMAH PADA PENYANDANG DIABETES MELLITUS TYPE II
Rosa Delima Ekwantini

PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT SUPRAPUBIK TERHADAP PEMULIHAN REFLEK VESICA


URINARIA PADA PASIEN POST SPINAL ANESTESI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
Winda Arfian Sari, Rosa Delima Ekwantini, Agus Sarwo Prayogi

RASIO PREVALENSI ANEMIA IBU BERSALIN TERHADAP KEJADIAN PERSALINAN PRETERM DI RSUD
WONOSARI TAHUN 2016
Noviana Dewi Rengganis, Siti Tyastuti, Anita Rahmawati

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN SIKAP TERHADAP


PEMERIKSAAN PAP SMEAR PADA WUS DI DUSUN PANCURAN BANTUL TAHUN 2017
Amalia Ratna Kusumaningrum, Siti Tyastuti, Hesty Widyasih

PENGARUH PENAMBAHAN LABU KUNING DAN KACANG HIJAU DITINJAU DARI SIFAT FISIK,
ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN GIZI MAKANAN TRADISIONAL NAGASARI
Desi Nur Yuniyanti, Elza Ismail, Joko Susilo

Jurnal Volume Nomor Halaman Yogyakarta ISSN


Teknologi Kesehatan 13 2 58-117 September, 2017 0216-4981

Diterbitkan oleh :
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
Jl. Tata Bumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293 Telp./Fax. (0274) 617601
ISSN 0216-4981

JURNAL Journal of Health Technology

TEKNOLOGI KESEHATAN Volume 13, Nomor 2, September 2017

HUBUNGAN PELAYANAN PHLEBOTOMY DENGAN KEPUASAN PASIEN DI LABORATORIUM 57 - 64


KLINIK RUMAH SAKIT TNI AU DR. SUHARDI HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
Ratih Hardisari

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN MENSTRUASI DINI PADA 65 - 70
SISWI SMPN 1 KABAENA TIMUR
Hariani, Deris Atma Subrin

ANALISIS BAKTERI COLIFORM PADA AIR MINUM ISI ULANG DI WILAYAH POASIA KOTA KENDARI 71 - 76
Askrening, Reni Yunus

KAJIAN VARIASI PENGOLAHAN TEH DAUN SIRSAK, SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KADAR 77 - 81
VITAMIN E
Saila Maharani*, Idi Setyobroto, Joko Susilo

TINGKAT KEPUASAN PASIEN PADA PELAYANAN BALAI PENGOBATAN GIGI DI PUSKESMAS 82 - 86


PETANAHAN KEBUMEN
Wiworo Haryani, Aulia Nur Atikah, Aryani Widayati

MODEL PENDAMPINGAN MELALUI KELOMPOK PERPULUHAN DALAM MENINGKATKAN 87 - 93


KEMAMPUAN PENGELOLAAN DIABETUS MELITUS DI RUMAH PADA PENYANDANG DIABETES
MELLITUS TYPE II
Rosa Delima Ekwantini

PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT SUPRAPUBIK TERHADAP PEMULIHAN REFLEK 94 - 99


VESICA URINARIA PADA PASIEN POST SPINAL ANESTESI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
Winda Arfian Sari, Rosa Delima Ekwantini, Agus Sarwo Prayogi

RASIO PREVALENSI ANEMIA IBU BERSALIN TERHADAP KEJADIAN PERSALINAN PRETERM DI 100 - 104
RSUD WONOSARI TAHUN 2016
Noviana Dewi Rengganis, Siti Tyastuti, Anita Rahmawati

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN SIKAP TERHADAP 105 - 109
PEMERIKSAAN PAP SMEAR PADA WUS DI DUSUN PANCURAN BANTUL TAHUN 2017
Amalia Ratna Kusumaningrum, Siti Tyastuti, Hesty Widyasih

PENGARUH PENAMBAHAN LABU KUNING DAN KACANG HIJAU DITINJAU DARI SIFAT FISIK, 110 - 117
ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN GIZI MAKANAN TRADISIONAL NAGASARI
Desi Nur Yuniyanti, Elza Ismail, Joko Susilo

Jurnal Volume Nomor Halaman Yogyakarta ISSN


Teknologi Kesehatan 13 2 58-117 September, 2017 0216-4981

Diterbitkan oleh :
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
Jl. Tata Bumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293 Telp./Fax. (0274) 617601
HUBUNGAN PELAYANAN PHLEBOTOMY DENGAN KEPUASAN PASIEN DILABORATORIUM
KLINIK RUMAH SAKIT TNI AU DR. SUHARDI HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Ratih Hardisari

Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


Email : ratihhardisari@gmail.com

ABSTRACT

Patient satisfaction is an important quality indicator of hospital performance, especially for clinical laboratory services. At the
moment, services given by medical laboratory technologist personnel in blood sampling section are not optimal. Air force
Hospital Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta, a public hospital in Bantul, has clinical laboratory which serves patients from
the members of Indonesian military, civil servants, general patient, patients with health insurance coverage and also patients
with national health insurance program (Jamkesmas). This study was aimed to know the correlation between phlebotomy
services and patient satisfaction in clinical laboratory of Air Force Hospital Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta. It was a
quantitative observational study with cross-sectional study. The data were collected from August 21st 2016 until September
6th 2016. The population of the study was taken from all outpatients of clinical laboratory in Air Force Hospital Dr. Suhardi
Hardjolukito Yogyakarta, by using simple random sampling. The data were collected by observing using check list,
questionnaire, and document analysis with likert scale level measurement. The result of this study showed from 94
respondents which were differentiated as five quality service dimensions of patient satisfaction: 88,3% for dimension of
reliability, 86,9% for dimension of quality assurance, 86,1% for dimension of empathy, 83,8% for dimension of
responsiveness, 78,6% for dimensions of tangibles. Statistical analysis showed that there was a correlation between
phlebotomy service and patient satisfaction (p < 0,1).

Keywords : Patient, Service, Phlebotomy, Satisfaction

ABSTRAK
Kepuasan pasien merupakan hal yang penting dalam meninjau mutu pelayanan suatu rumah sakit khususnya pelayanan
laboratorium. Saat ini pelayanan yang diberikan oleh tenaga analis kesehatan dibagian pengambilan darah masih belum
optimal. Rumah sakit Pusat TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta adalah rumah sakit pemerintah yang berkembang di
wilayah Bantul, memiliki Instalasi Laboratorium yang melayani pasien dari anggota TNI, PNS ,umum, pengguna asuransi
kesehatan serta pasien jamkesmas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pelayanan phlebotomy
dengan kepuasan pasien di laboratorium klinik RS Pusat TNI Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta. Jenis
penelitian ini adalah penelitian observasional yang bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional study. Pengumpulan
data dilakukan pada tanggal 21 Agustus sampai dengan 6 September 2016. Populasi pada penelitian ini adalah semua
pasien rawat jalan yang melakukan pemeriksaan laboratorium di RSP TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito, menggunakan
metode simple random sampling untuk pemilihan sampel pasien.Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi,
kuisioner dan dokumentasi. Skala pengukuran menggunakan skala likert. Hasil penelitian terhadap 94 responden diperoleh
hasil kepuasan rata- rata berdasarkan lima dimensi mutu kualitas pelayanan yaitu dimensi kehandalan 88,3%, dimensi
jaminan 86,9% , dimensi empati 86,1%, dimensi responsivitas 83,8%, dimensi wujud 78,6%. Dengan uji korelasi product
moment didapatkan hasil p lebih kecil dari 0,1, maka H1 diterima dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pelayanan phlebotomy dengan kepuasan pasien.

Kata Kunci : Pasien, Pelayanan, Phlebotomy, Kepuasan

PENDAHULUAN juga peranan sumber daya manusia bidang


Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari kesehatan, khususnya tenaga kesehatan sangat
upaya pembangunan nasional yang menyeluruh, berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan
terarah, terpadu dan berkesinambungan diwujudkan yang diselenggarakan dalam rangka mewujudkan
untuk memenuhi unsur kesejahteraan masyarakat arah tujuan pembangunan kesehatan, yaitu derajat
sesuai dengan cita- cita bangsa Indonesia. Berbagai kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya1.
kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencapai Pelayanan Laboratorium kesehatan merupakan
pembangunan kesehatan tidak akan lepas dari bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan
dukungan sumber daya di bidang kesehatan. Begitu kesehatan kepada masyarakat. Laboratorium
58 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 58-64

kesehatan sebagai unit pelayanan penunjang medis, METODE


diharapkan dapat memberikan informasi yang teliti Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional
dan akurat tentang aspek laboratories terhadap yang dianalisis secara kuantitatif dengan metode
specimen atau sampel yang pengujiannya dilakukan cross sectional study Populasi dalam penelitian ini
di laboratorium. Masyarakat menghendaki mutu hasil adalah pasien yang melakukan pemeriksaan
pengujian laboratorium terus diitingkatkan seiring laboratorium di RS Pusat TNI AU Dr. Suhardi
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Hardjolukito Yogyakarta.
serta pengembangan penyakit2. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat
Di dalam memberikan jasa pelayanan yang baik jalan yang melakukan pemeriksaan laboratorium di
kepada pasien, terdapat lima penentu kualitas jasa RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta, dengan
yaitu : kehandalan, responsivitas, jaminan, empati menggunakan teknik sampling : acak sederhana
dan wujud. Kelima unsur tersebut menjadi acuan (simple random sampling).
untuk menentukan kepuasan pasien3. Jumlah sampel pasien ditentukan dengan dasar
Dengan mengetahui, mengenali, memahami perhitungan menggunakan rumus Slovin sebagai
kebutuhan pelanggan maka dapat diketahui apa yang berikut :
harus dilakukan dan dikerjakan dalam memberikan
pelayanan yang tepat sesuai dengan apa yang
diinginkan dan dibutuhkan pelanggan, berusaha Keterangan :
memberikan pelayanan yang terbaik dan maksimal
n : Besar sampel
kepada pelanggan sehingga dapat memuaskan
N : Besarnya populasi. dihitung berdasarkan
pelanggan dan pelanggan akan merasa diperhatikan
rata- rata kunjungan pasien rawat jalan selama 1
dan dipentingkan dalam mendapatkan informasi yang
tahun yaitu sebanyak 1.534 pasien.
dibutuhkan4.
d2 : Tingkat kepercayaan (0,01)
Saat ini pelayanan yang diberikan oleh tenaga
analis kesehatan dibagian sampling atau Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
pengambilan darah masih belum optimal, hal ini
dibuktikan dengan masih adanya keluhan karena
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien terkait
dengan pelaksanaan tindakan pengambilan darah.
Informasi dari pasien tersebut dapat dijadikan ukuran
kesesuaian antara keinginan dan harapan pasien
terhadap kualitas yang diterima, sehingga Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui
meningkatkan kualitas pengambilan darah vena atau bahwa besar sampel adalah 93, 8800049 dibulatkan
phlebotomy5. menjadi 94 responden.
Laboratorium Klinik Rumah Sakit Pusat TNI a. Kriteria inklusi
Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito merupakan Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
rumah sakit angkatan udara yang melayani pasien
1) Laki- laki dan perempuan
dari anggota TNI, PNS, umum, pengguna asuransi
Usia minimal 20 tahun.
kesehatan serta pasien jamkesmas.
2) Pernah menerima pelayanan pemeriksaan
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
di Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Udara
peneliti pada bulan April 2016, ditemukan beberapa
Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta lebih
keluhan yang menyangkut kualitas pelayanan yang
dari satu kali.
diberikan oleh laboratorium klinik RS Pusat TNI
Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta 3) Bersedia menjadi responden penelitian,
pada tahun 2014, diantaranya: mengeluhkan dengan kesediaan responden mengisi surat
keterampilan petugas pada saat pengambilan darah persetujuan menjadi responden.
vena (phlebotomy), kurangnya komunikasi kepada b. Kriteria ekslusi
pasien dan ruang tunggu yang kurang nyaman. Tetapi 1) Balita dan anak-anak
pihak laboratorium belum melakukan analisis 2) Pasien dengan cacat psikis dan mengalami
kepuasan pasien secara lengkap dan mendalam gangguan kesadaran
terhadap setiap keluhan pelanggan tersebut . 3) P a s i e n y a n g m e n e r i m a p e l a y a n a n
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui pemeriksaan di Rumah Sakit Pusat TNI
hubungan antara pelayanan phlebotomy dengan Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito
kepuasan pasien di laboratorium klinik RS Pusat TNI Yogyakarta hanya satu kali.
Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21
Ratih Hardisari, dkk, Hubungan Pelayanan Phlebotomy Dengan Kepuasan Pasien Dilaboratorium.... 59

Agustus sampai dengan 6 September 2016. 20- 36% : Tidak puas


Dilakukan di laboratorium klinik RS Pusat TNI 37-53% : Kurang puas
Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta. 54-70% : Cukup puas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelayanan 71-87% : Puas
phlebotomy, sedangkan variabel terikat adalah 88-100% : Puas
kepuasan pasien.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan analisis statistik yang digunakan untuk mencari
menggunakan observasi, kuisioner (yang sudah hubungan antara kepuasan pasien terhadap
diilakukan uji validitas dan uji reliabillitas) dan pelayanan pelayanan phlebotomy di laboratorium RS
dokumentasi. Teknik pengukuran untuk menilai Pusat TNI Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito
pelayanan phlebotomy menggunakan observasi Yogyakarta berdasarkan lima dimensi mutu
partisipasif. Penentuan skor tiap item kegiatan pelayanan (kehandalan, responsivitas, jaminan,
dengan cara memberi skor 1 untuk kegiatan yang emphati dan bukti fisik). Analisis statistik
dilakukan secara benar sesuai dengan standar menggunakan uji korelasi product moment8. Uji
pelayanan phlebotomy dan skor 0 untuk kegiatan korelasi dengan product moment digunakan untuk
yang tidak dilakukan atau salah (tidak sesuai dengan mengukur hubungan dari dua variabel dengan skala
standar phlebotomy), kemudian dilakukan data interval dengan bantuan program SPSS, pada
penjumlahan skor masing- masing item kegiatan6 taraf signifikansi (α) 0,1. Jika P hitung lebih kecil dari
Persentase pencapaian pencapaian pada item 0,1, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
pelayanan phlebotomy dilakukan dengan hubungan antara pelayanan pelayanan phlebotomy
menggunakan rumus: dengan kepuasan pasien di laboratorium RS Pusat
TNI Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito .

HASIL
Pengujian kuesioner dengan mengunakan uji
validitas dan uji reliabilitas. Pengujian dilakukan
dengan pengisian kuisioner pada tanggal 14 sampai
dengan 16 Agustus 2016 terhadap 34 orang pasien
Nilai yang diperoleh dari perhitungan, dapat
rawat jalan di Rumah Sakit Dr. Soetarto Yogyakarta.
dikonversikan ke dalam kategori sebagai berikut :
Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai
Baik : 80 % sampai100 %.
korelasi antara skor masing-masing pernyataan
Cukup : 60 % sampai 79 %.
dengan skor total dengan keseluruhan 30 butir
Kurang : kurang dari 59 % 1. pernyataan, memakai rumus teknik korelasi Product
Pengukuran tingkat kepuasan pasien diukur Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS
dengan menggunakan kuisioner. Penilaian kuisioner versi 19.00. Hasil pengujian validitas ditemukan
dilakukan dengan menggunakan skala likert.). Dalam empat pertanyaan yang dinyatakan tidak valid karena
penilaian ini menggunakan rentang penilaian 1 nilai signifikansi( p) kurang dari 10% atau kurang dari
sampai 5. Untuk keperluan analisis kuantitatif , maka 0,1, sehingga keempat pertanyaan pada kuisioner
jawaban tersebut diberi skor: yang tidak valid direduksi atau dihilangkan. Setelah
a. Nilai 1 : tidak puas proses reduksi tersebut, maka tersisa 26 pertanyaan
b. Nilai 2 : kurang puas yang digunakan dalam penelitian.
c. Nilai 3 : cukup puas Uji reliabilitas dilakukan dengan metode Alpha
d. Nilai 4 : puas (Cronbach's) bantuan software SPSS versi 19.00, di
e. Nilai 5 : sangat puas. peroleh hasil nilai cronbach's alpha sebesar 0,701
Untuk mengetahui persentase tingkat kepuasan Oleh karena itu nilai cronbach's alpha lebih besar dari
pelanggan terlebih dahulu dilakukan perhitungan pada batas minimum reliabel 0,7, maka dapat
dengan menggunakan rumus : disimpulkan bahwa setiap item pertanyaan pada ke 26
kuisioner tersebut reliabel untuk penelitian.

Keterangan : Karakteristik Responden


P : Persentase Berdasarkan hasil kuisioner yang dilakukan
A : Skor penilaian pasien terhadap 94 responden, diperoleh karakteristik
responden sebagai berikut :
B : Jumlah skor kriterium (skor tertinggi)
Skor kategori skala likert 6.
60 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 58-64

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap


94 responden untuk menilai pelayanan phlebotomy
yang dilakukan oleh analis laboratorium, diperoleh
hasil yaitu: dimensi kehandalan didapatkan
persentase pelayanan phlebotomy sebesar 97,0%,
termasuk dalam kategori baik. Dimensi responsivitas
sebesar 97,8%, termasuk dalam kategori baik.
Dimensi jaminan 73,6%, termasuk dalam kategori
cukup. Dimensi empati 98,4%, termasuk dalam
kategori baik, dan pada dimensi wujud diperoleh
persentase pelayanan phlebotomy sebesar 74,2%,
termasuk dalam kategori cukup.
Kepuasan Pelanggan
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner yang
dilakukan terhadap 94 responden untuk menilai
kepuasan pasien, masing- masing item kuisioner
diberi kode K1 sampai K26. Diperoleh hasil sebagai
berikut :
1. Dimensi Kehandalan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Dimensi

Responden lanjut usia paling banyak melakukan


pemeriksaan laboratorium yaitu sebanyak 38,3%, Hal
ini disebabkan karena pasien lanjut usia sudah
mengalami kemunduran kondisi fisik dan psikologis
yang berkaitan dengan proses penuaan sehingga
lebih rentan terkena penyakit. Sehingga pasien usia Pada dimensi kehandalan didapatkan persentase
lanjut lebih sering melakukan pemeriksaan tingkat kepuasan pelanggan sebesar 88,3%,
kesehatan. termasuk dalam kategori sangat puas.
Berdasarkan jumlah kunjungan responden, pada 2. Dimensi Responsivitas
penelitian ini paling banyak adalah responden yang Tabel 3. Distribusi Frekuensi Dimensi Responsivitas
telah melakukan pemeriksaan laboratorium lebih dari
5 kali sebesar 45,8%. Kunjungan pasien rawat jalan di
laboratorium klinik Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr.
Suhardi Hardjolukito Yogyakarta sebagian besar
adalah pelanggan lama, yang secara rutin melakukan
pemeriksaan laboratorium.
Sedangkan dari status responden dapat diketahui
bahwa jumlah kunjungan responden pada penelitian
ini paling banyak adalah responden yang
menggunakan layanan Askes.. Askes atau asuransi Pada dimensi responsivitas didapatkan
kesehatan adalah salah satu asuransi yang paling persentase tingkat kepuasan pelanggan sebesar
diminati oleh masyarakat luas, baik PNS, militer 83,8%, termasuk dalam kategori puas.
maupun swasta. Jenis pekerjaan responden pada 3. Dimensi Jaminan
penelitian ini paling banyak adalah PNS sebanyak Tabel 4. Distribusi Frekuensi Dimensi Jaminan
50,0%, TNI sebanyak 3% dan swasta sebesar 45%.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pengguna
layanan Askes wajib sebagian besar adalah PNS dan
Militer, sedangkan yang lain adalah pengguna Askes
swasta.
Observasi Pelayanan Phlebotomy
Ratih Hardisari, dkk, Hubungan Pelayanan Phlebotomy Dengan Kepuasan Pasien Dilaboratorium.... 61

Pada dimensi jaminan didapatkan persentase PEMBAHASAN


tingkat kepuasan pelanggan sebesar 86,9%, Salah satu unsur kepuasan pasien adalah
termasuk dalam kategori puas. terpenuhinya keinginan pasien yang datang ke
4. Dimensi Empati Rumah Sakit untuk mendapatkan pelayanan.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Dimensi Empati Hasil observasi pelayanaan phlebotomy
didapatkan persentase rata- rata sebesar 97,0% dan
termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukan
bahwa kesesuaian prosedur pelayanan phlebotomy
atau pengambilan darah vena di laboratorium klinik
Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito
Yogyakarta sudah baik dan sesuai dengan standart
mutu pelayanan phlebotomy di bidang kehandalan,
Pada dimensi empati didapatkan persentase yaitu dalam hal pelayanan tepat waktu bagi pasien,
tingkat kepuasan pelanggan sebesar 86,1%, ketepatan dalam melakukan pengambilan darah vena
termasuk dalam kategori puas. atau phlebotomy sudah dilakukan dengan satu kali
5. Dimensi Wujud tusuk dan berhasil, serta terkait dengan kesesuaian
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Dimensi Wujud identitas pasien yang diperiksa. Jika dilihat dari hasil
kuisioner pada dimensi kehandalan diperoleh
persentase kepuasan responden sebesar 88,3%,
termasuk dalam kategori sangat puas. Menunjukan
bahwa responden merasa sangat puas terhadap
pelayanan phlebotomy yang dilakukan oleh analis
Pada dimensi empati didapatkan persentase
laboratorium dalam hal ketepatan waktu pemeriksaan
tingkat kepuasan pelanggan sebesar 78,6%,
serta kehandalan dan keterampilan analis
termasuk dalam kategori puas.
laboratorium pada saat melakukan pengambilan
Hubungan Pelayanan Phlebotomy Dengan Kepuasan darah vena.
Pasien
Dimensi kehandalan merupakan dimensi yang
Analisa data untuk mengetahui ada atau tidaknya paling penting dalam menilai kualitas pelayanan
hubungan antara pelayanan phlebotomy dengan karena merupakan kemampuan untuk melaksanakan
kepuasan pasien dengan menggunakan uji statistik : jasa yang dijanjikan dengan handal dan akurat, dalam
korelasi product moment dengan bantuan program hal ini jasa yang dijanjikan adalah pelayanan
SPSS 19 for windows. Hasil Uji Statistik dikatakan laboratorium 3.
valid atau terdapat hubungan antara pelayanan
Untuk meningkatkan kehandalan dalam bidang
phlebotomy dengan kepuasan pelanggan apabila
pelayanan kesehatan maka perlu dilakukan penilaian
didapatkan nilai P hitung kurang dari 0,1 dengan
secara berkala serta pelatihan untuk meningkatkan
tingkat kepercayaan sebesar 10%.
mutu pelayanan 10. Dalam lingkup Rumah Sakit TNI
Berdasarkan hasil uji korelasi product moment dapat Angkatan Udara Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta
didapatkan hasil sebagai berikut: pelatihan dan pendidikan sangat penting, karena
Tabel 7. Hasil Uji Statistik dengan adanya pendidikan dan pelatihan
pengetahuan dan kualitas Sumber Daya Manusia
menjadi semakin baik.
Hasil observasi pelayanaan phlebotomy pada
dimensi responsivitas didapatkan persentase rata-
rata sebesar 97,8% dan termasuk dalam kategori
baik, menunjukan bahwa kesediaan dan kesiapan
Hubungan Pelayanan Phlebotomy Dengan analis laboratorium dalam melayani pasien di
Kepuasan Pasien Berdasarkan Berdasarkan Semua laboratorium klinik Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr.
Dimensi/ Total. Hasil uji statistik diketahui nilai P Suhardi Hardjolukito Yogyakarta sudah baik dan
sebesar 0,072, maka P hitung kurang dari 0,1. sesuai dengan standart mutu pelayanan phlebotomy.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Selain itu didukung dengan adanya kesigapan analis
antara pelayanan phlebotomy dengan kepuasan laboratorium ketika pasien membutuhkan bantuan
pasien di laboratorium klinik Rumah Sakit Pusat TNI terkait dengan penjelasan jenis pemeriksaan
AU Dr. Suhardi Hardjolukito. laboratorium yang akan dilakukan.
62 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 58-64

Pada dimensi responsivitas didapatkan informasi tentang persiapan pasien sebelum


persentase tingkat kepuasan pelanggan sebesar melakukan pemeriksaan.
83,8%, termasuk dalam kategori puas dan Dari dimensi empati, hasil observasi pelayanaan
menunjukan bahwa responden merasa puas phlebotomy didapatkan persentase rata- rata sebesar
terhadap pelayanan yang dilakukan oleh analis 98,4%, termasuk dalam kategori baik, yang
laboratorium, karena perhatian, kepedulian analis menunjukan bahwa kepedulian dan perhatian analis
laboratorium terhadap pasien sudah dilakukan laboratorium dalam melayani pasien di laboratorium
dengan baik juga karena kesigapan analis klinik Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr. Suhardi
laboratorium cepat tanggap pada saat melayani Hardjolukito Yogyakarta sudah baik dan sesuai
pasien di laboratorium, dan kesanggupan untuk dengan standart mutu pelayanan phlebotomy di
menyelesaikan keluhan pasien. bidang empati, karena analis laboratorium mampu
Keinginan para karyawan untuk membantu memberikan perhatian khusus kepada pasien dan
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan sigap mampu memahami kebutuhan pasien. Didukung
merupakan salah satu aspek yang membuat dengan adanya kemudahan analis laboratorium
seseorang merasa puas 9. ketika dihubungi oleh pasien jika pasien
Dimensi responsivitas atau daya tanggap merupakan membutuhkan informasi apabila ada konfirmasi hasil
kemampuan petugas dalam membantu pelanggan laboratorium yang belum selesai atau tertunda,
dan kesiapannya melayani semua prosedur dan bisa sehingga pasien merasa puas.
memenuhi harapan pelanggan 10. Persentase tingkat kepuasan pelanggan pada
Pada dimensi jaminan, hasil observasi pelayanaan dimensi empati sebesar 86,1%, termasuk dalam
phlebotomy didapatkan persentase rata- rata sebesar kategori puas. Responden merasa puas terhadap
73,6%, termasuk dalam kategori cukup dan perhatian pribadi atau perhatian khusus analis
menunjukan bahwa pengetahuan dan kesopanan laboratorium pada saat responden membutuhkan
analis laboratorium untuk menunjukan kepercayaan bantuan.
dan keyakinan dalam melayani pasien di laboratorium Dimensi Empati terkait dengan kepedulian dan
klinik Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr. Suhardi perhatian khusus kepada setiap pengguna jasa,
Hardjolukito Yogyakarta harus ditingkatkan, karena memahami kebutuhan pelanggan dan memberikan
pada saat observasi ditemukan bahwa semua analis kemudahan untuk dihubungi setiap saat. Peranan
laboratorium belum sepenuhnya menggunakan alat sumber daya manusia yang berkualitas sangat
pelindung diri (APD) secara benar, terutama menentukan mutu pelayanan tersebut, apabila
kesadaran analis laboratorium untuk menggunakan pelanggan merasa nyaman, maka dapat
masker pada saat melakukan phlebotomy, karena mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dan akan
analis laboratorium kurang peduli dan malas mendorong pelanggan untuk datang kembali.
menggunakan alat pelindung diri (masker), padahal di Jika dilihat dari dimensi wujud, hasil observasi
laboratorium klinik sudah tersedia masker tersebut pelayanaan phlebotomy diperoleh hasil 74,2%,
dan sesuai dengan Standart Operasional Prosedure termasuk dalam kategori cukup. Dimensi bukti fisik di
(SOP) yang berlaku di laboratorium diwajibkan untuk laboratorium klinik Rumah Sakit Pusat TNI AU Dr.
memakai alat pelindung diri pada saat bekerja, seperti Suhardi Hardjolukito Yogyakarta sudah cukup baik.
: jas laboratorium, sarung tangan dan masker. Ruang lingkup dalam dimensi wujud ini meliputi :
Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang kerapian analis laboratorium sudah bagus (jas
digunakan petugas untuk melindungi sebagian atau laboratorium yang dipakai bersih dan rapi), ruangan
seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya untuk pengambilan sampel darah sudah bagus
kecelakaan kerja dan kontaminasi 11. Persentase karena terlihat bersih dan nyaman, namun kelayakan
tingkat kepuasan pelanggan pada dimensi jaminan sarana penunjang (ruang tunggu) di laboratorium
didapatkan sebesar 86,9%, termasuk dalam kategori masih kurang, karena belum tersedia ruang tunggu
puas. Responden merasa puas terhadap pelayanan khusus untuk pasien yang akan melakukan
yang dilakukan oleh analis laboratorium dalam hal pemeriksaan laboratorium, melainkan ruang tunggu
pengetahuan dan kesopanan serta kemampuan tersebut menjadi satu dengan ruang tunggu pasien
analis laboratorium untuk menunjukan kepercayaan poliklinik rawat jalan.
dan keyakinan. Dimensi bukti fisik khususnya dalam hal
Hasil skoring pada dimensi jaminan menunjukan kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan
bahwa analis laboratorium dinilai mampu untuk efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi
menjalankan tugas dan kewajiban profesi yang kepuasan pelanggan, apabila pelanggan merasa
dimiliki, selain itu jaminan yang diberikan oleh Rumah nyaman, maka akan mendorong pasien untuk datang
Sakit terkait pelayanan laboratorium yang dilakukan kembali ke tempat tersebut.
bagi pelanggan misalnya jaminan memperoleh Persentase tingkat kepuasan pelanggan sebesar
Ratih Hardisari, dkk, Hubungan Pelayanan Phlebotomy Dengan Kepuasan Pasien Dilaboratorium.... 63

78,6%, termasuk dalam kategori puas karena b. Dimensi jaminan dengan skor persentase
responden merasa puas terhadap penampilan kepuasan rata – rata 86,9 %, termasuk dalam
fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Terapi kategori sangat puas.
pada item kuisioner nomor 26 sebagian besar c. Dimensi empati dengan skor persentase
responden merasa cukup puas dengan ruang tunggu. kepuasan rata – rata 86,1 %, termasuk dalam
Hal ini disebabkan karena ruang tunggu di kategori sangat puas.
laboratorium RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito d. Dimensi reponsivitas dengan skor persentase
Yogyakarta kurang nyaman, karena posisi ruang kepuasan rata – rata 83,8 %, termasuk dalam
tunggu yang terletak jadi satu dengan semua poliklinik kategori puas.
rawat jalan, sehingga pada saat pelayanan dibuka, e. Dimensi wujud dengan skor persentase
khususnya pada saat pagi hari ruangan penuh, sesak kepuasan rata – rata 78,6 %, termasuk dalam
dan bising. kategori puas.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan korelasi
product moment dengan bantuan program SPSS 19 SARAN
for windows, diperoleh hasil P hitung 0,072
1. Bagi Rumah Sakit TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito
dibandingkan dengan taraf signifikansi (α) 0,1. Karena
Yogyakarta
hasil P hitung lebih kecil dari α maka H1 diterima,
a. Penataan ruang tunggu yang bercampur
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
dengan poliklinik penyakit dalam dan poliklinik
hubungan antara pelayanan phlebotomy dengan
rawat jalan yang tata ruangannya sempit dan
kepuasan pasien di laboratorium klinik Rumah Sakit
kurang cahaya.
Pusat TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diambil kesimpulan b. M e m b e r i k a n p e l a t i h a n b a g i a n a l i s
bahwa pasien rawat jalan yang melakukan laboratorium.
pemeriksaan di laboratorium klinik Rumah Sakit Pusat c. Evaluasi penggunaan alat pelindung diri bagi
TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta sudah petugas laboratorium secara rutin.
merasa puas terhadap pelayanan laboratorium yang 2. Bagi Analis Laboratorium Klinik
diberikan khususnya dalam hal pelayanan Pemakaian alat pelindung diri (APD) harus
phlebotomy. diperhatikan dan digunakan secara lengkap
Kepuasan pelanggan dapat menjadi tolok ukur seperti : jas laboratorium, sarung tangan dan
sebuah perusahaan atau instansi dalam melakukan masker pada saat melakukan pengambilan darah
perbaikan mutu pelayanan, karena kepuasan vena atau phlebotomy.
pelanggan merupakan tanggapan pelanggan
terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau DAFTAR PUSTAKA
harapan pelanggan sebelum mereka menerima jasa 1. Febrianti, I. (2010). Peningkatan Mutu Tenaga
pelayanan dan sesudah pelayanan tersebut mereka Kesehatan Melalui Pengaturan Sertifikasi Dan
terima. Hasil pengukuran kepuasan pasien terhadap Registrasi. Jakarta: Depkes.
kualitas pelayanan yang telah dilakukan dapat 2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
digunakan sebagai bukti dan bahan pertimbangan Nomor: 370/MENKES/SK/III/2007 tentang
untuk evaluasi perbaikan kualitas pelayanan di waktu Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium
yang akan datang. Kesehatan.
3. Kotlerr, P. (2009). Manajemen Pemasaran Edisi 13
KESIMPULAN jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Berdasarkan Hasil Penelitian, dapat diambil 4. Pohan , I. (2006). Jaminan Mutu Layanan
kesimpulan sebagai berikut : Kesehatan: Dasar- Dasar Pengertian Dan
1. Hasil penelitian dari 94 responden pasien rawat Penerapan. Jakarta : EGC.
jalan, dapat diambil kesimpulan bahwa ada 5. Djaelani, H.A. (2009). Dimensi Mutu Jasa
hubungan antara pelayanan phlebotomy dengan Pelayanan Rumah Sakit Merupakan Kepuasan
kepuasan pasien di laboratorium klinik Rumah Pelanggan Dan Objek Hukum Kesehatan. Jakarta:
Sakit TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta Depkes.
dengan P kurang dari 0,1. 6. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis.
2. Dimensi kualitas pelayanan yang menentukan Bandung: Alfabeta.
kepuasan pasien berdasarkan urutan skor 7. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu
tertinggi, yaitu : Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta: PT
a. Dimensi kehandalan dengan skor persentase Rineka Cipta.
kepuasan rata – rata 88,3 %, termasuk dalam 8. Riwidikdo, H. (2008). Statistika Kesehatan.
kategori sangat puas.
64 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 58-64

Jogjakarta: Mitra Cendikia. Kesehatan. Jakarta: EGC.


9. Tjiptono, F. (2005). Service, Quality and 11.Habsari, N.D. (2003). Penggunaan Alat Pelindung
satisfaction. Yogyakarta: Andi Ofsett. Diri Bagi Petugas. Bunga Rampai Hiperkes.
10.Muninjaya, G. (2011). Manajemen Mutu Pelayanan Semarang : UNDIP.
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN MENSTRUASI
DINI PADA SISWI SMPN 1 KABAENA TIMUR

Hariani*, Deris Atma Subrin

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kendari


*Email: harianiani455@yahoo.com

ABSTRACT

Early menstruation in adolescents can be influenced by nutritional status and nutrients consumed by teenagers. This study
aims to determine the relationship of nutrient intake and nutritional status on the incidence of early menstruation at SMPN 1
East Kabaena. This research is descriptive analytic with Cross Sectional Study. The population in this study were all
students of SMPN 1 East Kabaena as many as 94 people. Sampling technique was purposive sampling. Data were obtained
using a questionnaire and anthropometric measurements. Data were analized by using Chi-square test. Results shows that
from 42 adolescents who consumed enough energy, there were 25 people (59.5%) experienced early menstruation, and
from 38 adolescents who consumed less protein, there were 29 people (76.3%) experienced early menstruation. While the
33 adolescents who consumed less fat, there were 25 people (75.8%) experienced early menstruation, and of 37 teenagers
who consumed more carbohydrates, there were 24 people (64.9%) had normal menstruation, while from 37 teenagers who
had over-nutrition status, there were 24 people (60.0%) had normal menstruation. The results show that there is a
relationship between nutritional intake and nutritional status with the incidence of early menstruation in female students at
SMPN 1 East Kabaena.

Keywords : Nutritional Status and Early Menstruation

ABSTRAK

Menstruasi dini pada remaja dapat dipengaruhi oleh status gizinya dan nutrisi yang dikonsumsi oleh remaja. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dan status gizi terhadap kejadian menstruasi dini pada siswi SMPN 1
Kabaena Timur. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan Cross Sectional Study. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh siswi SMPN 1 Kabaena Timur sebanyak 94 orang. Pengambilan sampel dengan Purposive
Sampling. Data diperoleh menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri. Analisis data menggunakan uji Chi-
Square. Hasil yang diperoleh yakni dari 42 remaja yang konsumsi energinya cukup, terdapat 25 orang (59,5%) mengalami
menstruasi dini, dan dari 38 remaja yang konsumsi proteinnya kurang, terdapat 29 orang (76,3%) mengalami menstruasi
dini. Sedangkan dari 33 remaja yang konsumsi lemaknya kurang, terdapat 25 orang (75,8%) mengalami menstruasi dini,
dan dari 37 remaja yang konsumsi Karbohidratnya lebih, terdapat 24 orang (64,9%) mengalami menstruasi normal,
sedangkan dari 37 remaja yang status gizinya lebih, terdapat 24 orang (60,0%) mengalami menstruasi normal. Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan asupan gizi dan status gizi dengan kejadian menstruasi dini pada siswi SMPN 1
Kabaena Timur.

Kata Kunci : Status Gizi dan Menstruasi Dini

PENDAHULUAN Pubertas adalah dimana sistem reproduksi


World Health Organization (WHO), mendefinisikan mengalami kematangan. Pada perubahan organ
remaja merupakan individu yang sedang mengalami reproduksi pada remaja laki-laki tanda kepriaan
masa peralihan yang secara berangsur-angsur ditandai dengan terjadinya mimpi basah, ereksi,
mencapai kematangan seksual, mengalami orgasme dan ejakulasi, dan pada perempuan diawali
kematangan perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak dengan menarche atau menstruasi1. Menstruasi
menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan adalah darah yang keluar dari vagina wanita sewaktu
ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri sehat dan bukan disebabkan oleh melahirkan anak
tahun1. atau karena terluka. Menstruasi menunjukkan bahwa
Masa remaja merupakan masa perubahan antara seorang gadis yang sehat dan berfungsi
masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi sebagaimana mestinya, sedangkan menstruasi dini
perubahan biologik, perubahan psikologik dan adalah menstruasi yang datangnya lebih awal di
perubahan sosial. Sebagian besar masyarakat dan bawah usia 10 tahun1. Menstruasi yang pertama
budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada terjadi yang merupakan ciri khas kedewasaan
usia 11 sampai dengan 13 tahun dan berakhir pada seseorang wanita yang sehat dan tidak hamil2.
usia 18-22 tahun. Masa remaja diawali dengan Akhir-akhir ini, remaja putri sering mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya menstruasi dini, dimana usia rata-rata saat
disebut pubertas1. menstruasi dimulai adalah antara 12-13 tahun, tetapi
66 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 65-70

pada sebagian kecil remaja putri yang tampak normal, ketersediaan semua nutrisi esensial menjadi basis
menarche mungkin muncul pada usia sedini 10 tahun pertumbuhan. Asupan zat gizi akan mempengaruhi
atau selambat 16 tahun3. pertumbuhan tubuh, dan bila tidak adekuat, akan
Masalah yang sering terjadi pada remaja adalah menyebabkan seluruh unit fungsional remaja ikut
kurangnya asupan gizi yang mengakibatkan terkena dampaknya, seperti derajat metabolisme,
menderita kurang gizi yaitu terlalu kurus (Kurang tingkat aktivitas, penampilan fisik, dan maturasi
Energi Kronik) dan dapat terkena anemia karena seksual. Maturasi seksual seorang wanita ditandai
kekurangan zat besi, disamping itu masalah sering dengan terjadinya menstruasi di usia remaja8.
muncul adalah kelebihan asupan gizi yang dapat Usia untuk mencapai fase terjadinya menarche
menyebabkan obesitas. Hal-hal tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor suku,
mempengaruhi keadaan tubuh dan sistem produksi genetik, sosial, sekonomi, dan lain-lain. Di Inggris usia
hormon yang berkaitan erat dengan terjadinya rata-rata untuk mecapai menstruasi adalah 13,1
menarche4. tahun, sedangkan suku Bunding di Papua, menarche
Status gizi remaja wanita sangat mempengaruhi dicapai pada usia 18,8 tahun3.
terjadinya menstruasi, adanya keluhan-keluhan Di Indonesia gadis remaja pada waktu menstruasi dini
selama menarche maupun lamanya hari menarche, bervariasi antara 10-16 tahun dan rata-rata menarche
secara psikologi wanita remaja yang pertama kali 12,5 tahun, usia menstruasi dini di daerah perkotaan
mengalami haid akan mengeluh rasa nyeri, kurang dari pada yang tinggal di desa dan juga lebih lambat
nyaman, tetapi pada beberapa remaja keluhan- wanita yang kerja berat7.
keluhan tersebut tidak dirasakan,hal ini dipengaruhi Berdasarkan penelitian pendahuluan yang
oleh nutrisi yang adekuat5. dilakukan di SMPN 1 Kabaena Timur menunjukan
Selain itu, menstruasi dini pada remaja dapat bahwa dari 10 siswa SMP kelas I terdapat 20% orang
meningkatkan jumlah angka pernikahan, hal ini yang tingkat asupan energi dan protein dalam kategori
karena saat mulai mengalami menstruasi berarti kurang 50% yang tingkat asupan energy dan protein
sudah berisiko menjalani proses kehamilan, dan dalam kategori lebih dan 30% tingkat asupan energi,
apabila remaja tidak ditanamkan dengan pendidikan dan protein dalam kategori normal. Sedangkan status
seksualitas yang memadai akan terjadi kehamilan gizi sebagian besar 60% dalam kategori lebih dan
yang tidak diinginkan6. 40% dalam kategori normal.
Dari beberapa penelitian sejak 100 tahun terakhir Berdasarkan data yang diperoleh dari SMPN 1
menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin Kabaena Timur pada tahun ajaran 2013/2014,
cepatnya remaja mengalami menstruasi. Pada tahun terdaftar 168 siswa yang terdiri dari 94 perempuan
1860 rata-rata usia remaja mengalami menstruasi dan 74 laki-laki, jumlah siswa kelas I sebanyak 65
adalah 16 tahun 8 bulan dan pada tahun 1975 umur 12 orang, kelas II sebanyak 58 orang dan kelas III
tahun 3 bulan. Adanya penurunan umur menstruasi sebanyak 45 orang. Di SMPN 1 Kabaena Timur belum
tersebut disebabkan karena adanya perbaikan gizi, pernah dilakukan pengukuran asupan maupun status
perbaikan pelayanan kesehatan dan lingkungan gizi pada remaja.
masyarakat. Semakin cepat seseorang mengalami
menstruasi tentu semakin cepat pula ia memasuki METODE
masa reproduksi7. Menstruasi sangat erat Jenis penelitian yang dilakukan merupakan
hubungannya dengan masa puncak kurva kecepatan penelitian deskriptif analitik dengan Cross Sectional
penambahan tinggi badan. Masa ini ditentukan oleh Study. Penelitian ini telah dilaksanakan pada
berbagai faktor, salah satunya adalah status gizi7. bulan September di SMPN 1 Kabaena Timur Tahun
Waryana (2010) juga mengemukakan bahwa 2013.
terdapat jumlah tertentu lemak tubuh dengan mulai Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi
d a n b e r l a n g s u n g n y a m e n s t r u a s i 1 . Te o r i i n i SMPN 1 Kabaena Timur Tahun 2011 sebanyak 94
menekankan bahwa menstruasi terjadi pada berat orang. Sampel dalam penelitian ini adalah siswi
badan tertentu dari pada usia tertentu pada seorang SMPN 1 Kabaena Timur Tahun 2013 sebanyak 94
wanita, menstruasi yang datang lebih awal biasanya orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
disebabkan oleh beberapa faktor lain, diantaranya, menggunakan Purporsive Sampling dengan kriteria
adalah berat badan berlebihan, aktivitas fisik dan sampel yaitu siswi usia 11-13 Tahun, terdaftar sebagai
genetik. Selain itu dipengaruhi oleh rangsangan- siswi di SMPN 1 Kabaena Timur Tahun 2013, bersedia
rangsangan kuat seperti film, buku-buku bacaan dan untuk menjadi sampel, dan mampu berkomunikasi
majalah orang dewasa yang dapat mempercepat dengan baik.
menstruasi lebih dini. Data karakteristik sampel meliputi umur diperoleh
Untuk pertumbuhan normal, tubuh memerlukan dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Data
nutrisi yang memadai, kecukupan, energi, protein dan asupan zat gizi (energi dan protein) diperoleh dari
Hariani, dkk, Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Status Gizi Terhadap Kejadian.... 67

hasil wawancara menggunakan formulir Recall 2x24 Tabel 1. Distribusi responden menurut umur, Asupan
jam. Data status gizi diperoleh dengan cara energi, Asupan Protein,status gizi, dan kejadian
melakukan pengukuran antopometri berdasarkan IMT menstruasi
yaitu berat badan menggunakan timbangan injak Variabel N %
dengan ketelitian 0,5 gr dan tinggi badan - Umur responden
menggunakan mikrotoise. Data kejadian menstruasi 12 tahun 20 21,3
13 tahun 74 78,7
dini diperoleh dari hasil wawancara menggunakan
- Asupan energi
kuesioner. Lebih 28 29,8
Untuk menganalisis “hubungan asupan zat gizi Cukup 42 44,7
dan status gizi terhadap kejadian menstuasi dini” Kurang 24 25,5
digunakan analisis univariat dan bivariat kemudian - Asupan Protein
Lebih 28 24,5
digunakan “Uji Chi-Square” 9. Cukup 33 35,1
Kurang 18 40,4
HASIL DAN PEMBAHASAN - Status Gizi
Gemuk 40 42,6
Pada penelitian ini sampel yang teliti sebanyak 94 Normal 37 39,3
responden yang merupakan siswi SMPN 1 Kabaena Kurus 17 18,1
Timur Tahun 2013. Adapun distribusi sampel menurut - Kejadian menstruasi
umur responden, asupan anergi, asupan protein, Menstruasi normal 53 56,4
status gizi dan kejadian menstruasi dapat dilihat pada Menstruasi dini 14 43,6
tabel 1. menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,015
Hubungan konsumsi energi dengan kejadian sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
menstruasi dini pada remaja dapat dilihat pada antara konsumsi energi dengan kejadian menstruasi
tabel 2. Tabel 2 menunjukan bahwa dari 42 dini.
remaja yang konsumsi energinya cukup, Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi
sebagian besar yaitu 59,5% mengalami menstruasi energi dari makanan yang diperlukan untuk menutupi
dini, kemudian dari 24 remaja yang konsumsi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai
energinya kurang sebagian besar yaitu 75,0% ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas
mengalami menstruasi dini, selanjutnya dari 18 yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan
remaja yang konsumsi energinya lebih, sebagian yang memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik yang
besar yaitu 64,3% mengalami menstruasi normal. dibutuhkan secara sosial dan ekonomi 10.
Berdasarkan analisis statistik dengan
Tabel 2 . Hubungan Konsumsi Energi dengan Kejadian Menstruasi Dini
Menstruasi Dini
Menstruasi Menstruasi Total
Konsumsi Energi P
Normal Dini
n % n % n %
Lebih 18 64,3 10 35,7 18 100
Cukup 17 40,5 25 59,5 42 100
0,015
Kurang 6 25,0 18 75,0 24 100
Total 53 56,4 41 43,6 94 100

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 94 sampel juga terdapat siswi yang asupan energinya lebih, hal
sebagian besar yaitu 44,7% asupan energinya cukup ini karena asupan energi melebihi kebutuhannya, dan
dan sebagian kecil 25,5% asupan energinya kurang. juga akibat dari kebiasaan mengkonsumsi makanan-
Konsumsi energi yang kurang pada sampel karena makanan cemilan seperti coklat dan goreng-
berdasarkan penelitian ditemukan asupan energi gorengan. Hubungan konsumsi protein dengan
sampel tidak sesuai kebutuhannya dengan frekuensi kejadian menstruasi dini pada remaja dapat dilihat
makan utama 2 kali bahkan 1 kali dalam sehari, pada tabel 3 berikut:
kemudian hasil penelitian juga menunjukan bahwa
Tabel 3.Hubungan Konsumsi Protein dengan Kejadian Menstruasi Dini
Menstruasi Dini
Konsumsi Menstruasi Menstruasi Total
P
Protein Normal Dini
n % n % n %
Lebih 14 60,9 9 39,1 23 100
Cukup 18 54,5 15 45,5 33 100
0,005
Kurang 9 23,7 29 76,3 38 100
Total 53 56,4 41 43,6 94 100
68 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 65-70

Tabel 3 menunjukan bahwa dari 38 remaja yang Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan
konsumsi proteinnya kurang, sebagian besar yaitu uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,005, sehingga
76,3% mengalami menstruasi dini, kemudian dari 33 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
remaja yang konsumsi proteinnya cukup sebagian konsumsi protein dengan kejadian menstruasi dini.
besar yaitu 54,5% mengalami menstruasi normal. Hubungan status gizi dengan kejadian menstruasi dini
Selanjutnya dari 23 remaja yang konsumsi proteinnya pada remaja dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
lebih, sebagian besar yaitu 60,9% mengalami
menstruasi normal
Tabel 4. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Menstruasi Dini
Menstruasi Dini
Menstruasi Menstruasi Total
Status Gizi P
Normal Dini
n % n % n %
Gemuk 24 60,0 16 40,0 40 100
Normal 12 32,4 25 67,6 37 100
P=0,022
Kurus 5 29,4 12 70,6 17 100
Total 53 56,4 41 43,6 94 100

Tabel 4 menunjukan bahwa dari 37 remaja yang status gizi saat ini.
status gizinya gemuk, sebagian besar yaitu 60,0% Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila
mengalami menstruasi normal, kemudian dari 37 tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan
remaja yang status gizinya normal, sebagian besar secara efisien, sehingga pertumbuhan fisik,
yaitu 67,6% mengalami menstruasi dini. Selanjutnya perkembangan otak, kemampuan kerja dan
dari 17 remaja yang status gizinya kurus, sebagian kesehatan secara umum meningkat. Status gizi
besar yaitu 70,6% mengalami menstruasi dini. kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
Berdasarkan analisis statistik dengan atau lebih zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih
menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,022, terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan toksis atau
antara status gizi dengan kejadian menstruasi dini. membahayakan 10.
Porverawati mengemukakan bahwa status gizi adalah Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 94 sampel
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel sebagian besar yaitu 56,4% mengalami menstruasi
tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk normal. Mestruasi adalah haid yang pertama terjadi,
variabel tertentu 11. yang merupakan ciri khas kedewasaan seorang
Status gizi merupakan keseimbangan antara wanita yang sehat dan tidak hamil12. Status gizi remaja
asupan makanan dengan kebutuhan zat gizi. Status wanita sangat mempengaruhi terjadinya menstruasi
gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh baik dari faktor usia terjadinya menstruasi, adanya
cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, keluhan-keluhan selama menstruasi maupun
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, lamanya hari menstruasi. Secara psikologis wanita
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada remaja yang pertama sekali mengalami haid akan
tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila mengeluh rasa nyeri, kurang nyaman, dan mengeluh
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah perutnya terasa begah atau tegang. Tetapi pada
berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau beberapa remaja keluhan-keluhan tersebut tidak
membahayakan. Pada status gizi kurang maupun dirasakan, hal ini dipengaruhi oleh nutrisi yang
lebih terjadi gangguan gizi 10. adekuat yang biasa dikonsumsi, selain olahraga yang
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 94 sampel teratur 13.
sebagian besar yaitu 42,6% status gizinya gemuk dan Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada
sebagian kecil yaitu 18,1 % status gizinya kurus. gadis yang mendapat menstruasi pertama lebih dini,
Konsumsi makanan berpengaruh dengan status gizi. mereka cenderung lebih berat dan lebih tinggi pada
Suatu hal yang dapat mempengaruhi pembentukan saat menstruasi pertama dibandingkan dengan
hormon salah satunya adalah asupan gizi, dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama.
asupan gizi yang baik dapat mempercepat Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya
pembentukan hormon-hormon yang mempengaruhi terlambat, beratnya lebih ringan daripada yang sudah
datangnya menarche, sehingga dengan perbaikan menstruasi pada usia yang sama, walaupun tinggi
gizi atau asupan gizi yang baik dapat menyebabkan badan (TB) mereka sama. Pada umumnya, mereka
umur haid pertama menjadi lebih dini. Pada penelitian menjadi matang lebih dini akan memiliki body mass
ini penulis menggunakan indeks BB/TB dalam index (indeks masa tubuh, IMT) yang lebih tinggi dan
menentukan status gizi remaja, hal ini karena indeks mereka yang matang terlambat memiliki IMT lebih
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai kecil pada usia yang sama3. Penyimpanan lemak
Hariani, dkk, Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Status Gizi Terhadap Kejadian.... 69

sebagai cadangan energi dalam waktu yang lama bisa dini disebabkan karena hasil penelitian menunjukan
mengakibatkan terjadinya kelebihan berat badan atau bahwa remaja yang status gizinya lebih cenderung
obesitas 8. mengalami menstruasi dini dibanding remaja yang
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 42 remaja status gizinya kurang ataupun cukup. Hal ini didukung
yang konsumsi energinya cukup, sebagian besar oleh teori yang dikemukakan oleh Waryana yang
yaitu 59,5% mengalami menstruasi dini, kemudian mengemukakan bahwa terdapat jumlah tertentu
dari 24 remaja yang konsumsi energinya kurang lemak tubuh dengan mulai dan berlangsungnya
sebagian besar yaitu 75,0% mengalami menstruasi menstruasi1. Teori ini menekankan bahwa menarche
dini, selanjutnya dari 18 remaja yang konsumsi terjadi pada berat badan tertentu dari pada usia
energinya lebih, sebagian besar yaitu 64,3% tertentu pada seorang wanita, menstruasi yang
mengalami menstruasi normal. Berdasarkan analisis datang lebih awal biasanya disebabkan oleh
statistik, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan beberapa faktor lain, diantaranya, adalah berat badan
antara konsumsi energi dengan kejadian menstruasi berlebihan, aktivitas fisik dan genetik. Selain itu
dini. dipengaruhi oleh rangsangan-rangsangan kuat
Adanya hubungan antara asupan energi dengan seperti film, buku-buku bacaan dan majalah orang
kejadian menstruasi dini pada remaja disebabkan dewasa yang dapat mempercepat menstruasi lebih
karena berdasarkan hasil penelitian pada remaja dini.
yang asupan energinya lebih, mempercepat Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak
menstruasi dini, dimana hasil penelitian menunjukan teratur sampai mencapai umur 18 tahun. Titik kritis
pada remaja yang asupannya lebih, mengalami ukuran antropometri pencetus menstruasi dini
menstruasi dini, Asupan energi yang lebih dapat (menarche) adalah berat badan 40 kg dan tinggi
dalam tubuh akan disimpan menjadi cadangan lemak, badan 148 cm. Menurut Swenne dalam Waryana
dan lemak merupakan bahan pembentuk hormon mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara
wanita yakni hormon progesteron dan esterogen, massa tubuh dengan kejadian menstruasi dini, begitu
keadaan ini amenggambarkan bahwa asupan energi pula dengan BMI dengan usia menstruasi 1.
memberi pengaruh pada kejadian menstruasi dini.
Pada penelitian ini terlihat bahwa remaja yang KESIMPULAN DAN SARAN
asupan proteinnya lebih cenderung mengalami a. Kesimpulan
menstruasi dini dibanding yang asupan proteinnya Berdasarkan hasil penelitian dapat dismpulkan
cukup. Makanan yang tinggi protein umumnya tinggi hal-hal sebagai berikut:
lemak, sehingga apabila mengkonsumsi protein 1. Ada hubungan asupan energi dengan kejadian
dalam jumlah yang banyak, maka kandungan lemak menstruasi dini pada siswi SMPN 1 Kabaena
juga akan semakin banyak, dan lemak merupakan Timur dengan nilai p=0,015.
bahan pembentuk hormon progesteron dan 2. Ada hubungan asupan protein dengan kejadian
esterogen, Kadar esterogen akan meningkat akibat menstruasi dini pada siswi SMPN 1 Kabaena
kolesterol tinggi. Bukan hanya lemak dari komposisi Timur, dengan nilai p=0,005.
tubuh apa saja tetapi sebaliknya dipengaruhi oleh
3. Ada hubungan status gizi dengan kejadian
faktor asupan makan dan faktor tidak adanya penyakit
menstruasi dini pada siswi SMPN 1 Kabaena
melemahkan. Suatu hal yang dapat mempengaruhi
Timur, dengan nilai p=0,022.
pembentukan hormon salah satunya adalah asupan
b. Saran
gizi, dengan asupan gizi yang baik dapat
mempercepat pembentukan hormon-hormon yang Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan
mempengaruhi datangnya menstruasi, sehingga bagi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam
dengan perbaikan gizi atau asupan gizi yang baik menentukan kebijakan-kebijakan dalam upaya
dapat menyebabkan umur haid pertama menjadi lebih menanggulangi masalah status gizi lebih dan
dini. asupan protein yang kurang pada remaja putri.
Hal ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan
oleh Waryana, bahwa asupan protein hewani yang DAFTAR PUSTAKA
kurang akan mempengaruhi penurunan frekuensi 1. Waryana. Gizi Reproduksi.Pustaka Rihamma.
puncak Luteinizing Hormon (LH) dan akan mengalami Yogyakarta, 2010.
pemendekan fase folikuler rata-rata 3,8 hari 1. Hal ini 2. Ambarwati F, R. Gizi dan Kesehatan Reproduksi.
telah diteliti pada 9 orang non vegetarian yang diberi Cakrawala Ilmu. Yogyakarta, 2012.
diet mengandung protein hewani (daging) ternyata 3. Jamaluddin. Psikologi Perkembangan (Masa
fase folikuler memanjang dan Follicle stimulating Remaja). http://remaja. co.id.6583hnfjd//;jfksd,
hormone (FSH) pun meningkat 1. 2009.
Adanya hubungan status gizi dengan menstruasi 4. Poltekkes Depkes Jakarta. Kesehatan Remaja
70 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 65-70

Problem dan Solusinya. Salemba Medika. Jakarta, Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan
2010. M a s y a r a k a t , J a k a r t a .
5. Ambarwati F, R. Gizi dan Kesehatan Reproduksi. http://gizi.co.id./67246,djshf./nutri.njxc90.id. 2008.
Cakrawala Ilmu. Yogyakarta, 2012. 9. Notoatmodjo S.Metodologi Penelitian. Rineka
6. Jamaluddin, 2009. Psikologi Perkembangan Cipta.Jakarta, 2005.
(Masa Remaja). http://remaja. 10.Almatsier. S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia
co.id.6583hnfjd//;jfksd. Diakses Tanggal 21 Juni Pustaka Utama. Jakarta, 2001.
2012. 11.Proverawati. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi
7. Wibowo.Permasalah Reproduksi Remaja dan Kesehatan. Nuha Medika.Yogyakarta, 2010.
A l t e r n a t i f J a l a n K e l u a r n y a , 12.Prasetyawati.Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Nuha
http://reproduksi.co.id.67gjk/ki9ojo.jgk. 2008. Medika. Yogyakarta, 2012.
8. Soekirman. Ilmu Gizi Dan Aplikasinya Untuk 13.Ambarwati F, R. Gizi dan Kesehatan Reproduksi.
Keluarga Dan Masyarakat. Direktorat Jendaral Cakrawala Ilmu. Yogyakarta, 2012.
ANALISIS BAKTERI COLIFORM PADA AIR MINUM ISI ULANG DI WILAYAH POASIA KOTA
KENDARI

Askrening, Reni Yunus

Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari


Email: askreningkdi@gmail.com

ABSTRACT

The existence of safe drinking water now begin to be limited in number, so that the existence of refill drinking water depot
becomes an alternative water treatment process, in principle, should be able to eliminate all kinds of pollutants, including
coliform bacteria, which is a group of bacteria used as an indicator of pollution, waste and conditions which are not good for
water. This study aims to determine coliform bacteria contamination in refill drinking water depot in Poasia Kendari. The type
of research is descriptive analytic approach using MPN (Most Probable Number). These samples included 10 samples taken
with saturated total sampling method. Data were analyzed by using frequency distribution. The results showed that the
samples were positive in getting as much as 6 samples (60%) and over the limit contamination and negative samples in
getting as many as four samples (40%), so it can be concluded that from coliform bacteria identification of 10 samples of refill
drinking water in Poasia Kendari, 6 samples were identified contaminated with coliform bacteria and microbial contamination
was over the limit of PERMENKES 492 / Menkes / Per / IV.2010.

Keyword: Most Probable Number (MPN), coliform, refill drinking water

ABSTRAK

Keberadaan air minum yang layak minum saat ini mulai terbatas jumlahnya, sehingga keberadaan depot air minum isi ulang
menjadi salah satu alternatif Proses pengolahan air pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua jenis polutan,
termasuk bakteri coliform yang merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan
kondisi yang tidak baik terhadap air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cemaran bakteri coliform pada depot air
minum isi ulang di wilayah Poasia Kota Kendari. Jenis penelitian ini adalah Deskriptif dengan pendekatan analitik
menggunakan metode MPN (Most Probable Number). Sampel penelitian berjumlah 10 sampel yang diambil dengan metode
total sampling jenuh. Data dianalis dengan menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sampel
positif di dapatkan sebanyak 6 sampel (60%) serta melewati batas cemaran dan sampel negatif di dapatkan sebanyak 4
sampel (40%), sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil identifikasi bakteri coliform pada sampel air minum isi ulang di
wilayah Poasia Kota Kendari yang berjumlah 10 sampel, telah teridentifikasi 6 sampel air minum isi ulang terkontaminasi
bakteri coliform dan melewati batas cemaran mikroba menurut PERMENKES No.492/MENKES/Per/IV.2010.

Kata Kunci : Most Probable Number (MPN), Coliform, Air minum isi ulang

PENDAHULUAN harus memenuhi persyaratan yang meliputi syarat


Air merupakan kebutuhan manusia yang paling fisik, kimia dan bakteriologis. Syarat fisik kualitas air
penting. Kadar air tubuh manusia mencapai 68% dan minum meliputi warna, rasa, kekeruhan dan bau.
untuk tetap hidup setiap orang bervariasi mulai dari Syarat kimia kualitas air minum dengan melihat
2,1 liter hingga 2,8 liter perhari tergantung pada berat keberadaan senyawa yang membahayakan yaitu
badan dan aktivitasnya1. Namun ketersediaan air timbal, tembaga, raksa, perak, kobalt, sedangkan
bersih semakin berkurang seiring dengan syarat bakteriologis kualitas air minum ini dapat dilihat
perkembangan pertumbuhan penduduk. dari ada tidaknya bakteri coliform dalam air2. Air
Pertumbuhan penduduk yang semakin padat minum harus aman diminum yang artinya bebas
menyebabkan rendahnya kemampuan tanah untuk mikroba patogen dan zat berbahaya dan diterima dari
menyerap air karena perubahan tata guna tanah yang segi warna, rasa, bau dan kekeruhannya (Soemirat).
tidak terkendali sebagai dampak kepadatan Syarat bakteriologis air minum menurut peraturan
penduduk. Untuk dapat memenuhi kebutuhan air bagi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
masyarakat, menjadi alasan tumbuhnya 492/Menkes/SK/IV/2010 adalah air minum tidak boleh
industrialisasi dalam penyediaan air minum dengan mengandung bakteri patogen. Bakteri patogen adalah
dukungan kondisi geografi daerah yang mempunyai bakteri yang dapat menyebabkan penyakit terutama
beberapa sumber air pegunungan. penyakit saluran pencernaan. Salah satunya yaitu
Air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi bakteri coliform.
72 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 71-76

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907 melaporkan produk air minum yang dihasilkan oleh
Tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan depot air minum isi ulang jaminan kualitasnya rendah
kualitas air minum, indikator kualitas air minum dari dan banyak yang tercemar bakteri5,6.
segi bakteriologis adalah coliform, yang nilainya Berdasarkan hal itu, maka pada penelitian ini
ditentukan dengan pemeriksaan bakteriologi metode dilakukan uji bakteriologis pada sampel air minum isi
Most Probable Number (MPN) yang persyaratannya ulang yang berada di wilayah Poasia dengan
harus nol. Keberadaan coliform dalam air minum menggunakan metode MPN (Most Probable
menunjukkan bahwa air minum tersebut telah Number). Pemeriksaan ini dilakukan dengan tiga
tercemar feses. Coliform adalah flora normal yang tahapan, yaitu uji pendugaan (Presumtive Tes) yang
hidup pada usus manusia/hewan, jadi adanya bakteri menggunakan media Lactosa Broth yang terdiri dari
tersebut pada air minum menandakan bahwa dalam LB Double Strength dan LB Single Streth, uji penguat
satu atau lebih tahap pengolahan air minum pernah (Confirmed Tes) yang menggunakan media Brilliant
mengalami kontak dengan feses, dan oleh karenanya Green Lactose Bile Broth (BGLB) 2 %, dan uji
mungkin mengandung bakteri patogen lain yang kelengkapan (Completed test)7. Khusus untuk uji air
berbahaya3,. minum isi ulang, metode MPN dilakukan sampai pada
Konsumsi air minum yang terkontaminasi bakteri metode uji penguat, dikarenakan metode ini sudah
coliform dapat menimbulkan penyakit saluran cukup kuat digunakan sebagai pengujian ada
pencernaan seperti diare. Penyakit diare merupakan tidaknya bakteri coliform dalam sampel air minum isi
penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan ulang8.
penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
sering disertai dengan kematian. Hasil survei cemaran bakteri coliform pada depot air minum isi
morbiditas diare menunjukan penurunan angka ulang di wilayah Poasia Kota Kendari.
kesakitan penyakit diare yaitu dari 423 per 1.000
penduduk pada tahun 2006 turun menjadi 411 per METODE
1.000 penduduk pada tahun 2010. Jumlah penderita Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
pada KLB diare tahun 2012 menurun secara signifikan dengan pendekatan analitik yaitu melakukan
dibandingkan tahun 2011 dari 3.003 kasus menjadi pemeriksaan bakteriologis untuk mendapatkan nilai
1.585 kasus pada tahun 2012. MPN coliform total air minum isi ulang yang dihasilkan
Di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari oleh depot air minum di wilayah Poasia Kota Kendari.
pada tahun 2012 prevalensi penyakit diare sebesar Tempat pengambilan sampel yaitu di Wilayah
5738 per 100.000 penduduk, pada tahun 2013 Kecamatan Poasia dan penelitian dilaksanakan di
sebesar 2915 per 100.000 penduduk, pada tahun laboratorium Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
2014 sebesar 2900 per 100.000 penduduk, dan Kendari.
hingga November 2015 kasus diare di Pukesmas Populasi dalam penelitian ini adalah sepuluh (10)
Poasia mencapai 529 kasus. Pada tahun 2012 hingga depo air minum isi ulang di wilayah poasia Kota
2014 penyakit diare masuk dalam 10 besar penyakit di Kendari. Sampel pada penelitian ini adalah 10 depo
Pukesmas Poasia. Kasus diare di lingkup kerja air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Poasia
Pukesmas Poasia sebanyak 529 kasus, dimana sebanyak 10 sampel. Teknik pengambilaan sampel
Kelurahan Anggoeya merupakan salah satu wilayah adalah metode total sampling jenuh.
lingkup kerja Puskesmas Poasia yang memiliki 54
Tahap pertama dalam pemeriksaan MPN dimulai
prevalensi tertinggi sebesar 273 per 10.000
dengan melakukan uji penduga (Presumptive Test)
penduduk, diantara semua kelurahan yang termasuk
yakni menyiapkan 5 tabung berisi 10 mL media LB
wilayah kerja puskesmas Poasia4.
Double Strength diberi kode DS, kemudian 1 tabung
Salah satu usaha untuk mengurangi timbulnya berisi 10 mL media LB Single Strength di beri kode
penyakit diare adalah dengan memperhatikan SS1 dan 1 tabung berisi 10 mL media LB Single
kualitas air minum yang di konsumsi setiap hari. Di Strength diberi kode SS2. Selanjutnya sampel air
masyarakat saat ini khususnya di masyarakat wilayah minum isi ulang dipipet secara steril dan di masukkan
poasia pemenuhan air minum adalah dengan dalam tabung kode DS masing-masing 10 mL, tabung
memanfaatkan air minum isi ulang. Kehadiran air kode SS1 sebanyak 1,0 mL dan tabung kode SS2
minum isi ulang pada satu sisi mendukung upaya sebanyak 0,1 mL, kemudian tabung perlahan-lahan
mewujudkan masyarakat sehat karena selain dikocok agar sampel menyebar rata ke seluruh bagian
memperluas jangkauan konsumsi air bersih juga medium atau sampel homogen, dilanjutkan dengan
dapat menjadi alternative sebagai sumber air minum inkubasi pada inkubator dengan suhu 350C - 370C
yang layak minum dengan harga yang relative murah, selama 1 X 24 jam. Tahap akhir dari uji penduga
namun disisi lain masyarakat kurang memperhatikan adalah mengamati timbulnya gas pada setiap tabung
indikator mutu kualitas air minum yang di Durham. Setiap tabung yang mengalami kekeruhan
konsumsinya. Beberapa penelitian sebelumnya
Askrening, dkk, Analisis Bakteri Coliform Pada Air Minum.... 73

dan menghasilkan gas dalam tabung Durham Tabel 1. Hasil Pengujian pada Uji Penduga
(adanya gas menunjukan tes perkiraan positif). Menggunakan Media Pertumbuhan Lactosa Broth
Tahap kedua adalah uji penguat (confirmed Test) Kode Jumlah tabung positif (+) pada
dilakukan dengan menyiapkan 7 tabung berisi media sampel penanaman
BGLB sebanyak 10 mL, kemudian dari masing- 5 x 10 mL 1 x 1 mL 1x 0,1 mL
1 2 tabung 0 tabung 0 tabung
masing tabung yang positif pada media LB diambil 2 4 tabung 1 tabung 1 tabung
sebanyak 1-2 ose dari setiap tabung dan di 3 1 tabung 1 tabung 0 tabung
inokulasikan pada media BGLB. Pengamatan 4 4 tabung 1 tabung 1 tabung
dilakukan pada setiap tabung BGLB. Tabung yang 5 1 tabung 0 tabung 1 tabung
6 3 tabung 0 tabung 0 tabung
menghasilkan gas pada tabung Durham dinyatakan
7 3 tabung 0 tabung 1 tabung
positif. 8 1 tabung 1 tabung 1 tabung
9 1 tabung 0 tabung 1 tabung
10 2 tabung 0 tabung 0 tabung
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengujian dari uji penduga dan uji penguat Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa 10 sampel
sampel Air Minum Isi Ulang di Wilayah Poasia Kota dinyatakan positif bakteri coliform dan dilanjutkan
Kendari pada uji penegasan dengan hasil dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian pada Uji Penegasan Menggunakan Media Pertumbuhan
Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB) 2%
Kode Jumlah tabung positif (+) pada Indeks MPN
sampel penanaman PER 100 mL
5 x 10 mL 1 x 1 mL 1x 0,1 mL
1 2 tabung 0 tabung 0 tabung 5
2 3 tabung 1 tabung 1 tabung 16
3 0 tabung 0 tabung 0 tabung 0
4 3 tabung 0 tabung 0 tabung 9
5 0 tabung 0 tabung 0 tabung 0
6 2 tabung 0 tabung 0 tabung 5
7 3 tabung 0 tabung 1 tabung 12
8 0 tabung 0 tabung 0 tabung 0
9 0 tabung 0 tabung 0 tabung 0
10 1 tabung 0 tabung 1 tabung 4

Berdasarkan tabel 2, terdapat 6 sampel dinyatakan positif dan 4 sampel yang dinyatakan negatif. Adapun
distribusi frekuensi hasil pemeriksan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan dari lactosa broth sebanyak 1-2 senglit menggunakan
Identifikasi Bakteri Coliform pada Sampel Air Minum ose, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu
Isi Ulang Di Wilayah Poasia Kota Kendari 35-370C. Hasil pemeriksaan menunjukan 6 sampel
Hasil Frekuensi Persentase (60%) positif dari 10 (100%) sampel dimana terdapat
Positif 6 60 produksi gas dalam tabung durham pada medium
Negatif 4 40 Brilliant Green Lactose Bille Broth (BGLB). Nilai MPN
Total 10 100
yang didapatkan berdasarkan sampel positif yaitu 5, 16, 9,
5,
Tabel 3 memperlihatkan distribusi frekuensi hasil dan 12. Hal ini membuktikan adanya bakteri colifom
pemeriksaan identifikasi bakteri coliform pada sampel dalam air minum isi ulang yang di konsumsi oleh
air minum isi ulang di wilayah Poasia Kota Kendari dari masyarakat. Adanya bakteri dalam depo air minum isi
10 sampel yang dinyatakan posif bakteri coliform ulang dapat disebabkan oleh peralatan yang tidak
berjumlah 6 sampel (60%), dan sampel yang higienis, proses pengolahan, serta jenis polutan
dinyatakan negatif berjumlah 4 sampel (40%). berupa mikroba yang terdapat pada sumber air yang
Pengujian ini diawali dengan inokulasi sampel digunakan oleh depot air minum isi ulang. Penelitian
pada media lactosa broth kemudian media diinkubasi yang dilakukan oleh Rido9 melaporkan faktor-faktor
selama 24 jam pada suhu 370C, hasil pada media yang dapat mempengaruhi kualitas produk air yang
lactosa broth dengan adanya kekeruhan dan dihasilkan adalah bahan baku, penanganan terhadap
gelembung gas pada tabung durham. wadah pembeli, kebersihan operator, dan kondisi
Dari hasil penelitian ditemukan bakteri coliform depot. Selain itu, faktor pekerja yang memiliki
pada sampel air minum isi ulang di wilayah Poasia personal hygiene yang kurang baik akan
Kota Kendari dengan hasil positif 10 sampel pada memudahkan penyebaran berbagai bakteri seperti
media Lactosa Broth. Kemudian dilanjutkan pada E.coli10.
media BGLB dengan menginokulasi sampel positif Bakteri coliform dalam air menunjukkan adanya
74 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 71-76

mikroba yang bersifat toksigenik yang berbahaya bagi masyarakat mengandung bakteri coliform 7.
kesehatan. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri Berdasarkan pada kualitas air minum isi sesuai
coliform, semakin tinggi pula resiko kehadiran bakteri dengan ketentuan Permenkes Republik Indonesia
patogen lain, yang dapat menyebabkan penyakit pada Nomor 492/Menkes/SK/IV/2010 bahwa pada hasil
manusia1. Keberadan coliform merupakan indikasi yang telah diperoleh dari air minum isi ulang yang
dari kondisi prosessing atau sanitasi yang tidak terdapat di wilayah Poasia Kota Kendari Sulawesi
memadai6. Tenggara terdapat 6 (60%) sampel yang belum aman
Untuk menjamin kesehatan lingkungan dengan untuk dikonsumsi dan 4 (40%) sampel yang aman
tersedianya air berkualitas baik, ditetapkan peraturan untuk di konsumsi.
menteri kesehatan Republik Indonesia (Permenkes. Dari Penelitian yang dilakukan pada 10 sampel di
RI) Nomor 492/Menkes/SK/IV/2010 yang meliputi dapatkan nilai MPN yang berbeda (tabel 4).
berbagai persyaratan salah satunya persyaratan Perbedaan nilai MPN menunjukan tingkat
mikrobiologis, yaitu tidak adanya bakteri coliform kontaminasi dan tingkat pencemaran yang berbeda.
sebagai indikator pencemaran pada setiap 100 ml 2. Gambaran Umum Kualitas Cemaran Air Minum Isi
sampel air yang dinyatakan dengan 0 colonyforming Ulang di Wilayah Poasia Kota Kendari
units (cfu)/100 ml. Dari hasil pemeriksaan identifikasi bakteri coliform
Depo air minum adalah usaha industri yang pada sampel air minum isi ulang di wilayah Poasia
melakukan proses pengolahan air baku menjadi air Kota Kendari terdapat 6 sampel dinyatakan positif
minum dan menjual langsung kepada konsumen11. dan 4 sampel dinyatakan negatif, maka dapat
Pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua diketahui gambaran umum kualitas cemaran air
jenis polutan, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi12. minum dengan nilai cemaran seperti pada tabel 4
Hasil analisis dibeberapa daerah menunjukkan berikut :
bahwa air minum isi ulang yang di konsumsi oleh
Tabel 4. Gambaran Umum Cemaran Bakteri Coliform Berdasarkan
Permenkes Nomor 492/Menkes/SK/IV/2010

Berdasarkan tabel 4 gambaran umum cemaran di wilayah Poasia Kota Kendari tergolong tinggi (60 %
bakteri coliform berdasarkan Permenkes Nomor melewati batas cemaran).
492/Menkes/SK/IV/2010 hasil pemeriksaan Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
identifikasi bakteri coliform pada sampel air minum isi kualitas, tingginya nilai MPN dan tingkat pencemaran
ulang di wilayah Poasia Kota Kendari dari 10 sampel produk air minum yang dihasilkan adalah air baku
terdapat 4 sampel yang memiliki kualitas baik atau yang digunakan, kebersihan sekitar depo,
tidak melewati batas cemaran dan terdapat 6 sampel penanganan terhadap wadah pembeli, dan kondisi
yang memiliki kualitas jelek atau melewati batas depo. Nilai MPN yang tinggi di tunjukan oleh sampel
cemaran yang telah di tetapkan oleh Permenkes nomor dua. Dari hasil observasi peneliti terlihat
Nomor 492/Menkes/SK/IV/2010. Hasil tersebut dimana sampel tersebut merupakan sampel yang di
menunjukkan bahwa tingkat pencemaran air minum dapatkan dari depo yang terletak pada pinggir jalan
yang ada pada depo air minum isi ulang yang terdapat raya. Keberadaan depo air minum ini kemungkinan
Askrening, dkk, Analisis Bakteri Coliform Pada Air Minum.... 75

sangat rentan untuk terkontaminasi bakteri coliform. di Kecamatan Palu Timur Kota Palu6.
Hal lain yang dapat menjadi faktor tingginya tingkat
pencemaran pada depo air minum isi ulang adalah KESIMPULAN
kebersihan dari operator yang menangani dan Dari 10 sampel air minum isi ulang yang diperiksa,
melakukan pengisian terhadap wadah yang dibawa terdapat 6 sampel air minum isi ulang yang
oleh konsumen. Dari hasil observasi hanya beberapa terkontaminasi bakteri coliform, dan ke 6 sampel
depo yaitu di Kelurahan Anduonohu dengan kode tersebut telah melewati ambang batas cemaran yang
sampel S3 dan S5, Kelurahan Rahandouna dengan ditetapkan oleh Permenkes Nomor
kode sampel S8, dan Kelurahan Anggoeya dengan 492/Menkes/SK/IV/2010
kode sampel S9 yang terlihat yang memiliki operator
yang sadar akan higiene dan sanitasi pada saat
SARAN
pengemasan air minum isi ulang. Salah satu bentuk
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menguji
menjaga higiene dan sanitasi pada saat pengemasan
faktor faktor yang mempengaruhi keberadaan bakteri
air minum isi ulang adalah dengan mencuci tangan
coliform pada sampel air minum isi ulang.
sebelum menangani wadah yang dibawa konsumen,
gunanya adalah untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kontaminasi. DAFTAR PUSTAKA
Observasi higiene dan sanitasi untuk depo air 1. Suriawiria, 2003. Mikrobiologi Air, Bandung:
minum isi ulang di Wilayah Poasia Kota Kendari telah Penerbit PT Alumni.
dilakukan. Hasil dari uji 4 sampel yang layak atau yang 2. Athena , Sukar, Hendro M, D. Anwar, M dan
negatif bakteri coliform ini karena letak depo air minum Haryono, 2004. Kandungan Bakteri Total Coli dan
yang jauh dari pencemaran. Kondisi sanitasi dan Eschercia Coli/Fecal Coli Air Minum dari Depot Air
kebersihan depo yang sudah diperhatikan. Minum Isi Ulang di Jakarta, Bulletin Penelitian
Memperhatikan dan rutin membersihkan peralatan Kesehatan Vol 32 No.(4): 135-143.
depo air minum, seperti rutin mengganti filter dan 3. Widiyanti, R. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri
mencuci tangan sebelum mengemas air minum. Coliform Pada Depot air Minum Isi ulang Di
Menurut Suriawiria keberadaan bakteri coliform Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3,
dalam air sangat mempengaruhi baik buruknya No.1, April 2004.
kualitas air minum1. Oleh karena itu tidak adanya 4. Dinkes Kota Kendari, 2015. Profil Dinkes Kota
bakteri coliform pada sampel makasampel tersebut Kendari Tahun 2015, Dinas Kesehatan, Kendari.
layak untuk dikonsumsi. Untuk bakteri coliform kadar 5. Bambang, Andrian G. Fatimawali. Kojong,
maksimum yang diperbolehkan dalam air minum Novel,S. 2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform
adalah 0 MPN/100 ml, keberadaan bakteri ini dalam dan Identifikasi Escherichia coli pada air minum isi
air minum dapat membahayakan kesehatan dan ulang dari depot di Kota Manado. Jurnal
menyebakan penyakit seperti penyakit tifus, diare, Pharmacon, Vol.3(3): 325-334.
disentri dan kolera sehingga air minum tersebut tidak 6. Alwi, Muhammad & Maulina, Sri. Pengujian Bakteri
layak untuk dikonsumsi (Permenkes RI NO : coliform dan Escherchia coli pada beberapa depot
492/Menkes /SK/IV/2010), keputusan menteri air minum isi ulang di kecamatan Palu Timur Kota
kesehatan Republik Indonesia tentang syarat-syarat Palu. Jurnal Bioceebes, Vol6(1):40-47.
dan pengawasan kualitas air minum. Adanya bakteri 7. Farida N. 2009. Uji MPN coliform dan fecal coli
coliform pada air minum isi ulang di depo air minum di dalam sampel air limbah, air bersih dan air minum.
wilayah Poasia menunjukkan kemungkinan adanya Yogyakarta:SMTI.
mikroba yang bersifat enteropatogenik dan toksigenik 8. Shodikin MA. 2007. Kontaminasi bakteri coliform
yang berbahaya bagi kesehatan. Apabila tingkat pada air es yang digunakan oleh pedagang kaki
kontaminasi semakin tinggi, maka resiko kehadiran lima di sekitar kampus Universitas Jember. Jurnal
bakteri-bakteri patogen yang lain ysng biasa hidup Biomedis 1(1):26-33.
dalam kotoran manusia dan hewan juga semakin 9. Rido Wandrivel, Netty Suharti, Yuniar Lestari.
tinggi13. 2012. Kualitas Air Minum yang diproduksi Depot air
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang di Minum Isi Ulnag Di Kecamatan Bungus Padang
lakukan oleh Bambang, Andrian, G dkk5 yang Berdasarkan Persyaratan Mikrobiologi. Fakultas
melaporkan adanya bakteri coliform pada semua Kedokteran Universitas Andalas.
sampel air minum yang diperiksa (9 sampel air minum 10.Antara, S.,I.B.W.Gunam. 2002. Dunia Mikroba
isi ulang) yang berasal dari 9 depot yang berbeda di 9 (Bahaya mikrobiologis pada makanan). Pusat
Kecamatan yang ada di Kota Manado. Penelitian ini Kajian keamanan Pangan Universitas Udayana,
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Denpasar.
Alwi,dkk yang menemukan 1 sampel air minum isi
11.Deperindag RI, 2004. Persyaratan Teknis Depot
ulang yang tidak memenuhi persyaratn SNI air minum
76 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 71-76

Air Minum dan Perdagangannya, Menperindag 13.Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi
RI, Jakarta. untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga
12.Soemirat, J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Kesehatan yang sederjat. Bandung: Citra Aditya
Yogayakarta: Gadjah Mada University Press. Bakti.
KAJIAN VARIASI PENGOLAHAN TEH DAUN SIRSAK, SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN
KADAR VITAMIN E

Saila Maharani*, Idi Setyobroto, Joko Susilo

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email : saila_maharani@yahoo.com

ABSTRACT

Soursop leaf tea is a beverage product that has a high antioxidant consistency, so that many benefits are obtained when
taking it. It can be a healthy alternative beverage by knowing the best processing method and the content of soursop leaves.
Soursop leaf contains vitamin E of 12.05 g / 100gr, it also has other steroid / terpenoids, flavonoids, coumarin, alkaloids and
tannins. Flafonoid has functions as antioxidant for cancer, anti-microbial, anti-virus regulator of photosynthesis and plant
growth regulator. The highest nutrient the soursop leaf is vitamin E so it is beneficial for health. The purpose of this study is to
determine the best processing method and know the content of soursop leaf tea processing and this study aims to determine
the different variation in processing soursop leaf tea reviewed from the physical characteristic, the organoleptic characteristic
and vitamin E of the product.
This type of research was Random Simple (US) using two treatments, each treatment was done with twice repetition and
three times of the experiment so it had 18x experimental unit. The data of the physical characteristic were analyzed
descriptively and the organoleptic characteristic data were analyzed with the Kruskal-Wallis test while the data of vitamin E
level were analyzed descriptively. The results of the physical characteristics showed that tea has dark brown color, distinctive
aroma of soursop leaves and a very bitter taste. The organoleptic characteristic resulted the most preferred color was from
brewed soursop leaf tea, the best taste was from boiled soursop leaf tea and the most preferred aroma was from boiling
process. The highest level of vitamin E was tea powder that had not been processed into drinks. The conclusion from this
study is the best variation of soursop leaf tea processing on the physical properties (color, aroma, flavor) organoleptic
properties (color, aroma, flavor) and vitamin E is the boiling process.

Keywords : Soursop Leaf Tea, Physical Characteristics, Organoleptic Characteristics, Vitamin E

ABSTRAK

Minuman teh daun sirsak adalah produk minuman yang memiliki konsentrasi antioksidan yang tinggi, sehingga banyak
manfaat yang didapatkan ketika mengkonsumsinya. Bisa menjadi alternative minuman yang menyehatkan dan mengetahui
pengolahan yang paling baik untuk pengolahannya dan kandungan daun sirsak.. Daun sirsak mengandung vitamin E
sebesar 12,05 g/100gr, kandungan senyawa dalam daun sirsak antara lain steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid
dan tanin. Senyawa flafonoid mempunyai fungsi sebagai anti oksidan untuk penyakit kanker, anti mikroba, anti virus
pengatur fotosintesis dan pengatur tumbuh. Kandungan zat gizi paling tinggi pada daun sirsak adalah vitamin E sehingga
bermanfaat untuk kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan yang paling baik dan mengetahui
kandungan yang terdapat pada pengolahan teh daun sirsak dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan variasi
pengolahan teh daun sirsak pada produk terhadap sifat fisik, sifat organoleptik dan kadar vitamin E. Jenis penelitian ini
adalah Acak Sederhana (AS) dengan menggunakan dua perlakuan, masing-masing perlakuan dilakukan dua kali ulangan
dan tiga kali unit percobaan sehingga mendapatkan 18x unit percobaan. Pengolahan dan analisis data sifat fisik secara
deskriptif dan sifat organoleptik dengan Kruskal-Wallis, sedangkan uji kadar vitamin E dianalisis dengan uji deskriptif. Hasil
sifat fisik teh bewarna coklat tua, aroma khas daun sirsak dan rasa sangat pahit. Sifat organoleptik warna yang paling disukai
adlah teh daun sirsak dengan pengolahan penyeduhan, rasa adalah teh daun sirsak dengan pengolahan perebusan dan
aroma adalah pengolahan perebusan. Kadar vitamin E paling tinggi adalah serbuk teh yang belum diolah menjadi minuman.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah variasi pengolahan teh daun sirsak terbaik terhadap sifat fisik (warna, aroma, rasa) sifat
organoleptik (warna, aroma, rasa) dan kadar vitamin E adalah pengolahan seduh.

Kata Kunci : Teh Daun Sirsak, Sifat Fisik, Sifat Otganoleptik, Vitamin E

PENDAHULUAN Amozania Peru1. Kandungan senyawa dalam daun


Tanaman sirsak (Anona muricata Lin.) berasal dari sirsak antara lain steroid/terpenoid, flavonoid,
bahasa Belanda, yakni zurzak berarti kantong asam. kumarin, alkaloid, dan tanin. Senyawa flavonoid
Daun sirsak banyak digunakan sebagai obat herbal berfungsi sebagai antioksidan untuk penyakit kanker,
untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain : anti mikroba, anti virus, pengatur fotosintetis, dan
penyakit asma di Andes Peru, diabetes dan kejang di pengatur tumbuh2.
78 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 77-81

Daun sirsak mengandung vitamin E sebesar 12,05 penyebab luka, menjaga kesehatan sel darah merah
g/100gr, kandungan senyawa dalam daun sirsak dan syaraf serta melindungi membran sel.
antara lain steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin, Penelitian pada produk tanaman yang memiliki
alkaloid, dan tanin. Senyawa flavonoid mempunyai kandungan vitamin E yang tinggi menunjukan bahwa
fungsi sebagai antioksidan untuk penyakit kanker, anti tanaman ini dapat memberikan alternatif minuman
mikroba, anti virus, pengatur fotosintetis, dan herbal yang bersifat murah. Salah satunya adalah
pengatur tumbuh2,3. tanaman sirsak (Annona muricata). Sirsak adalah
Teh adalah minuman yang paling banyak tanaman yang daunnya mengandung flavanoid6.
dikonsumsi di Indonesia. Diwarung maupun rumah Flavanoid adalah senyawa yang terkandung dalam
makan manapun, minuman ini selalu jadi favorit tumbuhan dan dapat digunakan sebagai alternatif lain
konsumen, baik dalam bentuk dingin maupun panas. untuk pengobatan.
Faktanya tingkat konsumsi masyarakat indonesia Tuminah melaporkan bahwa ekstrak yang
terhadap teh masih ada di peringkat 70 dunia. Ini terkandung pada daun sirsak (Annona muricata)
dikatakan oleh pakar teh indonesia, Ratna Soemantri. memiliki kandungan vitamin E dengan kandungan
Peringkat itu memang tidak menggambarkan bahwa 45,9%7. Penelitian Daun teh dilayukan pada 70oC
masyarakat indonesia tidak menyukai teh. Tapi angka selama 4 menit. Kondisi operasi pelayuan ini diacu
itu menunjukkan berapa besar teh yang dikonsumsi sebagai kondisi optimum pelayuan daun sirsak pada
oleh orang dewasa Indonesia. penelitan ini. Sedangkan Proses pengeringan daun
Kesehatan kini masih menjadi masalah penting bagi sirsak dari hasil experimen dilakukan dengan 2 cara
manusi di seluruh dunia. Lebih dari satu milyar yaitu dengan bantuan sinar matahari dan oven,
manusia di dunia memiliki resiko yang sangat dengan waktu yang masing-masing sama. Hal ini
berbahaya dikarenakan salah memilih obat demi dapat diperhatikan bahwa adanya ketidak samaan
tubuhnya. Selain menimbulkan masalah kesehatan dalam proses pelayuan yang dilakukan. Uji yang
obat-obatan yang mengandung bahaya kimia kini dilakukan pada produk teh daun sirsak yang
sudah merenggut banak nyawa. Hal ini disebabkan dihasilkan meliputi: uji sifat fisik, uji sifat organoleptik,
oleh pemakaian yang cukup sering dan berdampak kadar vitamin E.
jangka panjang dan cacat tubuh yang sukar untuk Minuman teh daun sirsak adalah produk minuman
disembuhkan. yang memiliki konsistensi antioksidan yang tinggi,
Masyarakat Indonesia menggunakan daun sirsak sehingga banyak manfaat yang didapatkan ketika
sebagai obat herbal untuk mengobat penyakit kanker, mengkonsumsinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
yaitu dengan cara meminum air rebusan daun sirsak mempelajari adanya perbedaan hasil yang di
segar. Air rebusan daun sirsak segar dapat dapatkan setelah mengolah daun sirsak dengan dua
menimbulkan efek panas seperti pada kemoterapi, cara yaitu perebusan dan penyeduhan menjadi teh
namun air rebusan daun sirsak ini hanya membunuh daun sirsak.
sel-sel yang abnormal (kanker) dan membiarkan sel- Produksi teh di Indonesia berada pada urutan
sel normal tetap tumbuh. Hal ini berbeda dengan efek nomor 5 didunia. Meski berada pada urutan tersebut,
yang ditmbulkan pada pengobatan kemoterapi, namun konsumsi teh di Indonesia masih tergolong
dimana pengobatan kemoterapi ini tidak saja rendah. Teh yang banyak dan sering dikonsumsi
membunuh sel-sel abnormal (kanker) tetapi sel-sel masyarakat di Indonesia adalah teh hitam dan teh
yang normalpun ikut mati4. melati yang daya jualnya sangat tinggi dan kandungan
Air rebusan daun sirsak segar telah lama gizi pada daun tersebut belum memenuhi syarat sehat
digunakan sebagai obat herbal untuk penyakit kanker, masyarakat indonesia. Oleh karena itu akan dilakukan
namun bentuk teh daun sirsak belum banyak penelitian tentang variasi pengolahan teh daun sirsak
digunakan oleh masyarakat. Karena itu perlu ditinjau dari uji kadar sifat fisik organoleptik dan kadar
dilakukan kajian tentang analisis antioksidan dalam vitamin E yang akan dibandingkan pengolahan mana
teh daun sirsak, untuk mengali potensi daun sirsak yang baik dalam proses pembuatan teh daun sirsak.
sebagai minuman fungsional yang dapat difungsikan
antara lain sebagai obat herbal. METODE
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam Jenis penelitian ini merupakan penelitian
lemak, terdiri dari campuran tokoferol (a, b, g, dan d) eksperimental semu yang dilakukan dengan 2
dan tokotrienol (a, b, g, dan d). Pada manusia a- perlakuan, 2 ulangan dan 3 unit percobaan sehingga
tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting terdapat 18 unit percobaan. Produk dari penelitian ini
untuk aktifitas biologi tubuh5. Daun sirsak dengan kemudian diamati dan diukur sifat fisik, organoleptik
kadar kandungan vitamin E dapat menangkal radikal dan kadar vitamin E.
bebas selain itu juga dapat mempercepat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di
penyembuhan penyakit, mencegah terjadinya Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Jurusan Gizi
Saila Maharani, dkk, Kajian Variasi Pengolahan Teh Daun Sirsak, Sifat Fisik,.... 79

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta meliputi pengujian keluar dengan mudah pada saat diseduh, dan
sifat fisik dan pengujian sifat organoleptik. Pengujian membantu proses pengeringan agar lebih cepat,
kadar vitamin E teh dilakukan di Laboratorium Chem- Keringkan daun sirsak yang telah dirajang dengan
Mix Pratama, Banguntapan Bantul. Bahan yang cara dijemur pada matahari selama 3-4 jam
digunakan dalam penelitian ini antara lain : Daun sampai kandungan air tidak lebih dari 8 persen,
sirsak dan air mengalir. Cara pembuatan teh yaitu : Pastikan membolak-balik daun selama proses
1. Persiapan pembuatan teh penjemuran agar daun kering secara merata. Bila
Daun teh yang digunakan adalah daun sirsak yang ingin menggunakan oven, gunakan suhu 60
bermutu baik dan masih beraroma daun sirsak. derajat Celcius selama 30 menit, Teh daun sirsak
Bagian daun hijau yang baik digunakan untuk telah siap untuk dikemas dan dikonsumsi.
membuat teh adalah urutan ke 4 dari pucuk daun. Pengujian sifat fisik meliputi warna, aroma, rasa.
Dalam pemilihan daun sirsak memilih daun yang Pengujian organoleptik menggunakan panelis
bersih dari kotoran yang ada dan tidak ada goresan agak terlatih dengan metode hedonic scale test.
di permukaan daun. Pencucian daun sirsak Pengujian kadar vitamin E menggunakan metode
membersihkan kotoran-kotoran yang masih titrasi. Hasil uji sifat fisik dianalisis secara
tertinggal. Pengeringan bertujuan untuk deskriptif. Hasil uji organoleptik dianalisis
menghilangkan jumlah kadar air yang terkandung menggunakan uji Kruskall Wallis, jika ada
pada daun sirsak. Penggilingan merupakan proses perbedaan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.
untuk mendapatkan bubuk teh. Pengayakan Hasil uji kadar vitamin E dianalisis secara
dilakukan dengan 200 mesh sehingga diperoleh deskriptif.
teh yang sedikit halus.
2. Pengolahan Teh Daun Sirsak HASIL DAN PEMBAHASAN
Langkah-langkah pengolahan teh daun sirsak Sifat fisik teh adalah karakteristik teh daun sirsak
adalah sebagai berikut Seleksi daun sirsak, pilih secara fisik, yang meliputi warna, aroma, rasa.
daun sirsak yang tidak terlalu tua atau muda, pilih Warna, aroma, rasa dinilai secara subyektif. Hasil
daun yang memiliki bentuk sempurna tanpa ada sifat fisik teh daun sirsak dapat dilihat pada Tabel 1
bekas gigitan ulat, lalu Cuci daun sirsak dengan air
Tabel 1. Sifat Fisik Serbuk Teh Daun Sirsak
bersih agar kotoran yang menempel seperti tanah
atau debu dapat hilang, selanjutnya, Tiriskan daun Sifat fisik Hasil
sirsak yang telah dicuci agar sisa air dari pencucian Warna Hijau Tua
hilang, Setelah sisa air hilang, rajang atau potong- Aroma Khas Daun Sirsak
potong daun sirsak menjadi kecil-kecil. Hal ini Rasa Sangat Pahit
bertujuan agar kandungan pada daun sirsak dapat
Tabel 2. Sifat Fisik Pengolahan Teh Daun Sirsak

Tabel diatas menunjukkan hasil pengamatan sirsak antar variasi pengolahan sama. Semua variasi
terhadap warna Serbuk teh memiliki aroma yang khas pengolahan menunjukan aroma khas daun sirsak. Hal
dan bewarna hijau tua karena berbahan dasar daun ini dikarenakan bahan dasar pembuatan sudah
sirsak. Warna serbuk teh daun sirsak yaitu hijau tua disortir dengan kualitas yang bagus. Selain itu, aroma
disebabkan karena pada daun sirsak terdapat klorofil dedaunan merupakan sifat khas daun sirsak dan teh
yang memberi khas warna hijau, sehingga setelah yang dihasilkan juga masih baru belum melalui masa
daun sirsak dihaluskan akan tetap menghasilkan penyimpanan. Aroma khas daun sirsak dikatakan
warna hijau tua. Hal ini dikarenakan juga pada proses normal dan dapat diterima oleh indera pembau. Hal ini
pembuatan serbuk teh harus ada proses pengeringan sesuai dengan syarat mutu teh menurut SNI 03-3836-
sehingga pada waktu penghalusanpun teh juga 2012 (Badan Stadarisasi Nasional, 2012) bahwa
menghasilkan warna hijau tua, semakin banyak daun syarat mutu teh uji aroma dengan persyaratan normal
sirsak yang diolah semakin pekat warnanya. Seperti atau dapat diterima.
halnya Lenny (2006) yang menggunakan daun sirsak Rasa adalah karakteristik diamati dengan panca
sebagai bahan dasar pembuatan teh semakin banyak indera pengecap secara subyektif oleh peneliti. Rasa
daun sirsak yang diolah warnanya akan semakin teh daun sirsak antar variasi pengolahan berbeda.
hijau4. Semakin tinggi suhu pengolahan semakin pahit rasa
Aroma berasal dari molekul-molekul yang yang dihasilkan. Adanya rasa pahit ini disebabkan
menguap dari teh daun sirsak yang ditangkap oleh oleh kandungan daun sirsak yang memiliki senyawa
hidung sebagai indera pembau. Aroma teh daun alkaloid 2,9 mg8. Berdasarkan penelitian sebelumnya
80 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 77-81

yang dilakukan oleh Idesanti menunjukkan bahwa memiliki perbedaan bermakna (p<0,050), kemudian
semakin banyak daun sirsak yang diolah maka dilanjutkan menggunakan uji statistik Mann–Whitney
menghasilkan rasa yang semakin pahit6. untuk mengetahui adanya perbedaan antara dua
Hasil uji organoleptik dengan variasi pengolahan variasi perlakuan. Hasil uji organoleptik sosis dengan
teh daun sirsak meliputi warna, aroma, rasa. Hasil uji uji statistik dapat dilihat pada Tabel 2.
statistik menunjukkan bahwa warna dan aroma
Tabel 2. Uji Kruskall Wallis Sifat Organoleptik Teh Daun Sirsak
Perlakuan
Sifat Organoleptik P
Rebus Seduh
Warna 17,90a 33,10 b 0,000
Aroma 29,92a 21,08 b 0,021
Rasa 28,00a 23,00 a 0,196
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda (a,b) pada baris yang sama menyatakan ada perbedaan
yang nyata pada uji Mann-Whitney

Tabel 3. Kadar Vitamin E Variasi Pengolahan Teh Daun Sirsak


Kadar Vitamin E (g%)
Jenis Pengolahan
Ulangan I Ulangan II Rata-rata
Serbuk 4,66 4,18 4,42
Rebus 0,67 0,67 0,67
Seduh 0,84 0,85 0,84

Pengujian kadar vitamin E dilakukan dengan semakin bewarna coklat tua dan semakin pahit.
metode titrasi untuk mengetahui kadar vitamin (%g) 2. Tidak ada perbedaan sifat fisik aroma pada variasi
dalam teh daun sirsak. hasil yang diperoleh kemudian pengolahan teh daun sirsak yaitu aroma sama-
dianalisis secara deskriptif. Kadar vitamin E teh daun sama khas daun sirsak.
sirsak dengan variasi pengolahan seduh dan rebus 3. Ada perbedaan sifat organoleptik warna, aroma
dapat dilihat pada Tabel 3. dan rasa pada variasi pengolahan rebus dan
Pada hasil pengujian kadar vitamin E seperti seduh yaitu warna paling disukai variasi
terlihat pada tabel diatas memiliki perbedaan kadar pengolahan rebus, aroma paling disukai variasi
vitamin E dari setiap perlakuan. Berdasarkan pengolahan rebus, dan rasa paling disukai adalah
didapatkan hasil uji kadar vitamin E pengolahan teh variasi pengolahan rebus.
daun sirsak serbuk, rebus dan seduh dapat diketahui 4. Ada perbedaan kadar vitamin E pada variasi
bahwa vitamin E terbanyak pada serbuk teh yang pengolahan teh daun sirsak rebus dan seduh yang
belum di olah, hal ini disebabkan karena daun sirsak signifikan dengan uji deskriptif .
banyak mengandung vitamin E. Sedangkan pada 5. Berdasarkan analisa harga, uji fisik, uji
pengolahan serbuk teh yang di seduh dan di rebus organoleptik meliputi warna, aroma, rasa pada
memiliki kandungan vitamin E yang lebih sedikit. Dari produk teh dapat diterima dan dapat
tabel 3 menunjukan bahwa pengolahan teh daun dikembangkan
sirsak seduh memiliki kandungan lebih tinggi dari
pada pengolahan teh daun sirsak yang direbus.
SARAN
Sehingga saat pengolahan teh dengan suhu yang
1. Bagi peneliti selanjutnya dapat menemukan cara
lebih rendah tidak terlalu merusak vitamin yang ada
untuk menghilangkan rasa pahit yang ada pada
didalam daun.
produk teh daun sirsak variasi pengolahan rebus.
Teh daun sirsak dengan variasi pengolahan rebus
2. Bagi masyarakat yang ingin melakukan usaha teh
dan seduh ini dapat dikonsumsi sebagai minuman
daun sirsak dapat membudidayakan tanaman
yang memiliki kandungan vitamin E. Berdasarkan sifat
sirsak di sekitar rumah atau pekarangan karena
fisik, organoleptik, dan kadar serat vitamin E yang
disamping banyak khasiatnya juga memiliki
dapat diterima adalah pengolahan teh seduh.
vitamin E yang cukup bagus dan murah.

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
1. Zuhud, E,. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Menumpas Kanker. Yunita Indah. Cet-1.
1. Ada perbedaan sifat fisik warna dan rasa pada teh
Agromedia Pustaka : Jakarta.
daun sirsak pada variasi pengolahan rebus dan
2. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan
seduh yaitu semakin tinggi suhu pengolahan
Saila Maharani, dkk, Kajian Variasi Pengolahan Teh Daun Sirsak, Sifat Fisik,.... 81

Ti n g g i . E d i s i k e - 4 Te r j e m a h a n K o s a s i h 6. Idesanti. 1995. Telaah Senyawa Fenolik Daun


Padmawinata. ITB Press. Bandung Sirsak (Anona muricata Lin). Dept. Farmasi ITB:
3. Plantus. 2008. Biopestisida Sebagai Pengendali Bandung
Hama dan Penyakit Tanaman Hias 7. Tuminah. (2013). Aktivitas Antioksidan dan Sifat
4. L e n n y S . 2 0 0 6 . S e n y a w a F l a v o n o i d , Organoleptik Teh Daun Sirsak (Annona muricata
Fenilpropanoida dan Alkaloida. Medan : Fak. Linn.) Berdasarkan Variasi Lama Pengeringan.Vol.
MIPA. USU. 4, No. 7, pp.1-15
5. Maria C Linder, 2006, Biokimia Nutrisi dan 8. Indihastuti. 2007. Ekstrak Daun Sirsak. Jakarta : UI
Metabolisme, Universitas Indonesia, Jakarta. Press
TINGKAT KEPUASAN PASIEN PADA PELAYANAN BALAI PENGOBATAN GIGI DI
PUSKESMAS PETANAHAN KEBUMEN

Wiworo Haryani*, Aulia Nur Atikah, Aryani Widayati

Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


Jl. Kyai Mojo No 56, Pingit, Yogyakarta 55243, 0823-2798-8251
E-mail* : haryaniwiworo@gmail.com

ABSTRACT

Satisfaction is a feeling or perception of patients arising from the health performance that occurs after the patient compared to
what to expect. The number of patients visited Dental Service Center at Petanahan Community Health Center Kebumen in
October-November 2016 went up and down. This reaserch is aimed to know patients' satisfaction level at the Dental Service
Center at Petanahan Community Health Center, Kebumen. The type of research was descriptive research. The research
was conducted at Petanahan Community Health Center, Kebumen. The number of samples was 40 respondents with
determination of the sample by purposive sampling. Criteria of respondent were 20-45 years old, graduated from junior high
school (minimum), and willing to be the research respondent. The patients' satisfaction level research was conducted after
the patient received dental and oral health care and completed a questionnaire containing 20 statements. The results
showed the satisfaction level of patients in the category of very satisfied as much as 26 respondents (65%). Patient
satisfaction level seen from the comfort dimension showed 60% of respondents are very satisfied, seen from the dimensions
of reliability and professionalism officials 70% of respondents feel very satisfied and seen from the dimensions of
responsiveness and empathy 67.5% of respondents feel very satisfied. It can be concluded that the level of patient
satisfaction on Dental Service Center Puskesmas Petanahan Kebumen entered in the category very satisfied as much as 26
respondents (65%).
Keywords : Level of Satisfaction, Patient, Dental Service Center

ABSTRAK

Kepuasan adalah suatu tingkat perasaan atau persepsi pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan
yang diperoleh setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkan. Jumlah kunjungan pasien bulan Oktober-
November 2016 pada pelayanan Balai Pengobatan Gigi di Puskesmas Petanahan Kebumen mengalami fluktuasi. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien pada pelayanan Balai Pengobatan Gigi di Puskesmas Petanahan
Kebumen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Lokasi penelitian ini di Puskesmas Petanahan
Kebumen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2017. Jumlah sampel adalah 40 responden dengan penentuan
sampel secara purposive sampling. Kriteria responden berumur 20-45 tahun, pendidikan terakhir minimal SMP dan bersedia
menjadi responden. Penilaian tingkat kepuasan pasien dilakukan setelah pasien mendapatkan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut dan telah mengisi kuesioner yang berisi 20 pernyataan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pasien
dinyatakan dalam kategori sangat puas sebanyak 26 responden (65%). Tingkat kepuasan pasien dilihat dari dimensi
kenyamanan menunjukkan 60% responden menyatakan sangat puas, dilihat dari dimensi kehandalan dan profesionalisme
petugas 70% responden merasa sangat puas dan dilihat dari dimensi daya tanggap dan empati 67,5% responden merasa
sangat puas. Kesimpulan dari hasil penelitian yaitu tingkat kepuasan pasien pada Pelayanan Balai Pengobatan Gigi
Puskesmas Petanahan Kebumen masuk dalam kategori sangat puas dengan jumlah 26 responden (65%).

Kata Kunci : Tingkat Kepuasan, Pasien, Pelayanan Balai Pengobatan Gigi

PENDAHULUAN Indonesia Sehat 2025 dalam bidang upaya kesehatan


Tu j u a n p e m b a n g u n a n k e s e h a t a n a d a l a h adalah diselenggarakannya pembangunan
tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi kesehatan guna menjamin tersedianya upaya
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat
kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur maupun upaya kesehatan perorangan yang bermutu,
kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Dalam merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dikemukakan kesehatan diselenggarakan dengan pengutamaan
pentingnya sumber daya yang mendukung upaya pada upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan
tersebut yaitu : upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan
sediaan farmasi, alat kesehatan, manejemen dan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
informasi kesehatan, Ilmu Pengetahuan dan (rehabilitatif)2.
Teknologi (IPTEK). 1 Salah satu dari sasaran Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang
pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
Wiworo Haryani, dkk, Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Balai Pengobatan.... 83

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan Petanahan Kebumen dilihat dari dimensi sarana
meningkatkan kesehatan, mencegah dan prasarana dan kenyamanan, kehandalan dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan profesionalisme, serta daya tanggap dan empati
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan tenaga kesehatan Balai Pengobatan Gigi. Manfaat
atupun masyarakat3. dari penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah hasil penelitian memberikan data atau informasi yang
pelayanan kesehatan profesional yang ditujukan dapat digunakan sebagai bahan pustaka untuk
kepada masyarakat, keluarga maupun meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
peroranganbaik yang sakit maupun yang sehat. khususnya Balai Pengobatan Gigi di Puskesmas
Pelayanan kesehatan gigi dilakukan untuk Petanahan Kebumen. Penelitian ini diajukan kaji etik
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Poltekkes
masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan Kemenkes Yogyakarta dengan nomor LB.01.01/KE-
gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit 01/XXIV/587/2017.
gigi dan pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan METODE
berkesinambungan4. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
Keberhasialan yang diperoleh suatu pelayanan deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan pasien yang datang ke Balai Pengobatan Gigi
berhubungan erat dengan kepuasan pasien5. Puskesmas Petanahan Kebumen selama masa
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan atau penelitian yakni pada bulan Maret-April 2017 dengan
persepsi pasien yang timbul sebagai akibat dari kriteria inklusi: bersedia menjadi responden, umur 20 -
kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah 45 tahun, pendidikan terakhir minimal SMP. Besar
pasien membandingkan dengan apa yang sampel dalam penelitian ini adalah 15% dari jumlah
diharapkan6. Kepuasan pasien berhubungan erat populasi yaitu 40 orang responden yang datang ke
dengan berbagai kondisi sehat dan perilaku sakit. Balai Pengobatan Gigi Puskesmas Petanahan
Pasien yang puas akan patuh pada instruksi dan Kebumen yang diambil dengan teknik purposive
meneruskan perawatan selanjutnya. Setiap pasien sampling. Responden akan diberikan kuesioner
yang mengunjungi suatu unit pelayanan kesehatan setelah mendapatkan pelayanan di Balai Pengobatan
mempunyai keinginan atau harapan kepuasan dalam Gigi Puskesmas Petanahan Kebumen.
perawatan. Kebutuhan dan harapan terhadap Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner
pelayanan yang cepat dan tepat, biaya pengobatan tentang tingkat kepuasan pasien. Penilain tingkat
yang murah, tenaga medis yang terampil serta sikap kepuasan pasien dilihat dari pilihan jawaban dengan
yang ramah dan komunikatif adalah sebagian dari urutan perasaan dari terendah ke tinggi melalui
tuntutan pasien, tetapi hanya sebagian pelayanan ketentuan kode 1 s.d. 5 yaitu, tidak puas, kurang puas,
kesehatan yang mampu memenuhi tuntutan cukup puas, puas, dan sangat puas. Data yang
tersebut7. diperoleh akan diolah menggunakan program
Data yang penulis dapatkan dari buku register komputer.
Balai Pengobatan Gigi Puskesmas Petanahan
Kebumen menunjukkan jumlah kunjungan pasien dari HASIL PENELITIAN
bulan Oktober-Desember 2016 mengalami fluktuasi, Tabel 1. Distribusi Tingkat Kepuasan Responden
dengan rincian bulan Oktober jumlah kunjungan 240 Berdasarkan Pelayanan yang Diberikan
pasien, bulan November 227 pasien dan bulan
Desember 245 pasien. Fluktuasi juga terjadi pada Jumlah Persentase
Kategori
jumlah tindakan perawatan scaling. Rata-rata 25% n %
pasien yang datang ke Balai Pengobatan Gigi Kurang Puas 1 2,5
Puskesmas Petanahan Kebumen mendapatkan Puas 13 32,5
Sangat Puas 26 65
tindakan perawatan jaringan pulpa gigi, dengan
Jumlah 40 100
rincian pada bulan Oktober jumlah perawatan jaringan
pulpa yaitu 60 tindakan, bulan November 68 tindakan Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
dan bulan Desember 2016 yaitu 80 tindakan8. sebanyak 26 responden (65%) merasa sangat puas
Tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan adalah terhadap pelayanan yang diberikan.
untuk mengetahui tingkat kepuasaan pasien pada
pelayanan Balai Pengobatan Gigi di Puskesmas
84 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 82-86

Tabel 2. Distribusi Tingkat Kepuasan Dilihat dari Dimensi Kenyamanan

Tabel 2 menunjukkan kepuasan ditinjau dari dari dimensi kehandalan dan profesionalisme dimana
dimensi kenyamanan, dimana pasien merasa sangat pasien mersa sangat puas terhadap ketelitian petugas
puas dengan kelengkapan alat bahan yaitu sebesar dengan jumlah pasien yang memilih kategori sangat
80% serta kebersihan dan kerapihan petugas yaitu puas sebanyak 35 pasien (87,5%), namun ada 1
sebesar 80%. Pasien merasa kurang puas dengan pasien (2,5%) yang memberikan penilaian kurang
kenyamanan ruang periksa dengan jumlah pasien puas terhadap keterampilan petugas, keahlian
yang memilih kategori kurang puas sebanyak 2 pasien petugas, ketelitian, kejelasan memberikan instruksi,
(5%). kedisiplinan petugas.
Tabel 3 menunjukkan kepuasan pasien ditinjau
Tabel 3.Distribusi Tingkat Kepuasan Dilihat Dari Dimensi Kehandalan Dan Profesionalisme

Tabel 4. Distribusi Kepuasan Responden Dilihat Dari Dimensi Empati

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan (80%), puas 7 pasien (17,5%) dan 1 pasien (2,5%)
dilihat dari dimensi empati yang meliputi keramahan memberikan penilaian kurang puas.
petugas , kesungguhan petugas menangani keluhan, Hasil penelitian mengenai tingkat kepuasan dilihat
perhatian petugas dalam memberikan pelayanan, dari dimensi kenyamanan, kehandalan dan
pelayanan tanpa memandang status sosial, dan profesionalisme, serta daya tanggap dan empati
kesopanan petugas pasien memberikan penilaian adalah sebagai berikut:
dengan kategori sangat puas sebanyak 32 pasien
Wiworo Haryani, dkk, Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Balai Pengobatan.... 85

Tabel 5. Distribusi Tingkat Kepuasan Responden Dengan Dimensi Kenyamanan,


Kehandalan Dan Profesionalisme, Serta Daya Tanggap Dan Empati
Kehandalan dan Daya tanggap dan
Kenyamanan
Tingkat profesionalisme empati
Kepuasan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
Kurang Puas 0 0 0 0 1 2,5
Puas 16 40 12 30 12 30
Sangat Puas 24 60 28 70 27 67,5
Total 40 100 40 100 40 100

Kepuasan di tinjau dari dimensi kenyamanan untuk datang kembali dikemudian hari. Perilaku
(Tabel 5) menunjukkan bahwa 16 responden (40%) petugas yang menenangkan pasien, petugas yang
merasa puas dan 24 responden (60%) merasa sangat mendengarkan keluhan pasien, pelayanan yang tidak
puas. kepuasan responden terhadap pelayanan Balai membedakan status sosial pasien menyebabkan
Pengobatan Gigi Puskesmas Petanahan Kebumen di pasien memberikan penilaian yang baik11. Kepuasan
tinjau dari dimensi kehandalan dan profesionalisme pasien terhadap dimensi empati yang disebabkan
menunjukkan bahwa 12 responden (30%) merasa karena petugas kesehatan gigi dan mulut telah
puas dan 28 responden (70%) merasa sangat puas memberikan perhatian dan sikap peduli yang tulus
sedangkan di tinjau dari dimensi daya tanggap dan terhadap keluhan yang disampaikan pasien
empati 1 responden (2,5%) merasa kurang puas, 12 sehinngga menimbulkan kepuasan pasien pada
responden (30%) merasa puas dan 27 responden pelayanan tersebut12.
(67,5%) merasa sangat puas.
KESIMPULAN
PEMBAHASAN Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tingkat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien kepuasan pasien Balai Pengobatan Gigi Puskesmas
merasa sangat puas dengan pelayanan yang telah Petanahan Kebumen berdasarkan pelayanan yang
diberikan. Dilihat dari dimensi sarana prasarana dan diberikan, kenyamanan, kehandalan dan
kenyamanan mayoritas pasien merasa sangat puas. profesionalisme, daya tanggap dan empati
Fasilitas seperti kerapihan, kanyamanan, kebersihan dinyatakan dalam kategori sangat puas yang berarti
dari ruang perawatan atau klinik sangat pelayanan Balai Pengobatan Gigi Puskesmas
mempengaruhi kepuasan pasien. Penelitian Petanahan Kebumen sudah sesuai dengan harapan
berdasarkan dimensi kenyamanan menunjukkan pasien.
bahwa 40% merasa puas dan 60% pasien merasa
sangat puas, penampilan pelayanan tidak hanya SARAN
sebatas pada tampilan fisik bangunan tetapi juga Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian
penampilan petugas dan ketersediaan saranan ini, maka diajukan saran-saran sebagai pelengkap
prasarana penunjang9. kualitas pelayanan yang akan diberikan untuk
Tingkat kepuasan pasien pada penelitian ini dilihat mempertahankan dan meningkatkan kepuasan
dari dimensi kehandalan dan profesionalisme pasien yang berkunjung ke Balai Pengobatan Gigi
termasuk dalam kategori sangat puas. Petugas Puskesmas Petanahan Kebumen, yaitu puskesmas
kesehatan gigi dan mulut dalam melakukan suatu perlu melakukan pembenahan pelayanan dan
tindakan harus melakukan dengan kinerja yang pengembangan jenis pelayanan di balai pengobatan
sesuai dengan harapan pasien yang berarti ketepatan gigi sesuai permintaan dan kebutuhan penyakit gigi
waktu, pelayanan yang sama untuk semua pasien, yang ada di masyarakat. Kepada peneliti-peneliti yang
sifat yang simpatik dan akurasi yang tinggi. Hasil tertarik untuk meneliti tentang tingkat kepuasan untuk
penelitian kepuasan pasien berdasarkan dimensi melakukan penelitian yang lebih lanjut dan lebih
pelayanan kehandalan diperoleh 70% pasien merasa spesifik dengan metode, desain dan dimensi
sangat puas dan 30% pasien merasa puas. 84,5% kepuasan yang berbeda.
pasien merasa sangat puas dengan kinerja dokter gigi
karena kedisiplinan dokter gigi10. DAFTAR PUSTAKA
Hasil penelitian kepuasan pasien berdasarkan 1. Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem
dimensi pelayanan empati diperoleh hasil sebesar Kesehatan Nasional, Bentuk dan Cara
67,5% dengan kategori sangat puas, pasien merasa Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan.
sangat puas dengan keramahan dan kesopanan Jakarta: Departemen Kesehatan . h. 4-11.
petugas dalam memberikan pelayanan serta petugas
2. _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ . 2 0 1 0 . P r o fi l
yang tidak membedakan status sosial pasien yang
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen
menjadikan pasien merasa nyaman dan berkeinginan
86 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 82-86

Kesehatan. h. 61-96. Petanahan.


3. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 9. Nanza, M. R. 2015. Gambaran Tingkat Kepuasan
2009. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasien pada Pelayanan Poliklinik Gigi dan Mulut di
tentang Kesehatan. Jakarta. Puskesmas Kota Banda Aceh. Skripsi. Banda
4. Muninjaya, A.A.G. 2011. Manajemen Mutu Aceh: Universitas Syah Kuala Darussalam Banda
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC. h. 12-16. Aceh. h. 34-41.
5. Sudian,T. Hubungan Kepuasan Pasien terhadap 10.Rizal, Achmad., Yeni, Riza. Hubungan Kualitas
Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Cut Pelayanan Kesehatan dengan Tingkat Kepuasan
Mutia Kabupaten Aceh Utara. Jurnal. STIKES Pasien di BP. Gigi Puskesmas Kelayan Dalam
U'Budiyah. 2011. h. 1. Kota Banjarmasin. Jurnal. Fakultas Kesehatan
6. Nur, S. 2011. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Masyarakat UNISKA. 2014; 1(1); h.26-31.
Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah 11.Mumu, Like.J., Grace D. Kondou., Diana, V. Doda.
Sakit Haji. Tesis. Sumatera Utara: Universitas Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Sumatera Utara. h. 27. Kepuasan Pasien di Poliklinik Penyakit Dalam
7. Simbolon, R. 2011. Tingkat Kepuasan Pasien RSUP.Prof. Dr. R.D. Kondou Manado. Jurnal
Terhadap Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Universitas Sam Ratulangi Manado. 2015. h. 5.
RSUD Dr. Djaramen Seragih Pemtangsiantar. 12.Sembel, M., Henry, O.,Bernart, S, P, H. Gambaran
Tesis. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Perawatan
Utara. h. 1-19. Gigi dan Mulut di Puskesmas Bahu. Jurnal e-Gigi.
8. Puskesmas Petanahan. 2016. Buku Registrasi 2014; 2(2); h. 57-66.
Balai Pengobatan Gigi. Kebumen: Puskesmas
MODEL PENDAMPINGAN MELALUI KELOMPOK PERPULUHAN DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PENGELOLAAN DIABETUS MELITUS DI RUMAH PADA PENYANDANG
DIABETES MELLITUS TYPE II

Rosa Delima Ekwantini

Jurusan Keperawata Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


Email : rosadlm.delima@gmail.com

ABSTRACT

According to the Center for Data and Information PERSI (2003,) the prevalence of diabetes mellitus type II increased. WHO
estimates that the global prevalence of type II diabetes will increase from 171 million in 2000 to 366 million in 2030, and
Indonesia ranked fourth after the United States, China and India. Riskesdas (2013) showed that the prevalence of DM in
Yogyakarta in 2013 was 2.6% and the diagnosis based on the diagnosis and symptoms of 3.0%. Results of a preliminary
study conducted by researchers obtained data on the number raised DM 2014 in Puskesmas I Gamping Sleman many as
270 people. DM disease if left untreated can lead to complications or fatal complications such as coronary heart disease,
kidney failure, blindness, infections due to ulcer until amputated the affected part ulcers and can lead to death. Dasawisma
perpuluhan group is a group whose members consist of people or families with the same health problems who live nearby.
This group is one way for fostering community participation in the health sector so that the public be aware of the health
problems experienced thus participate in solving the problem. The purpose of this study to determine the effect through
perpuluhan group mentoring model to DM management improvement at home in persons with diabetes mellitus type II. Type
of this research is quasi experimental design with pretest-posttest design with control group. The number of samples in this
study were 64 respondents that were divided into 32 groups of respondents with assistance through the perpuluhan group
(treatment group) and 32 respondents with assistance through Elderly Posyandu (the comparison group). Sampling used
consecutive sampling. Data were analyzed using Mc Nemar test and Chi square. Respondents who received assistance
through the perpuluhan group capable of managing diabetes at home as much as 25 respondents (39.06%), while those
getting assistance through Elderly Posyandu were 14 respondents (21.89%). Respondents who received assistance
through perpuluhan groups that are unable to manage diabetes at home as much as 7 respondents (10.94%), while those
getting assistance through Posyandu Elderly many as 18 respondents (28.11%) p = 0.005 <0.05. It can be conclueded that
mentoring activities through a perpuluhan group is more effective than assistance through Posyandu Elderly in improving the
ability of the management of DM at home in the DM type II patient.

Keywords : Diabetus Mellitus, Capabilities, Management of DM, Perpuluhan Group

ABSTRAK
Menurut Pusat Data dan Informasi PERSI (2003) bahwa prevalensi diabetes mellitus tipe II meningkat. WHO
memperkirakan prevalensi global DM tipe II akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta orang di
tahun 2030 dan Indonesia menduduki urutan keempat setelah Amerika Serikat, China dan India. Hasil Riskesdas (2013)
menunjukan prevalensi DM di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 berdasarkan diagnosis 2,6 % dan berdasarkan
diagnosis dangejala 3,0%. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti diperoleh data jumlah penyandang DM tahun
2014 di wilayah kerja Puskesmas Gamping I Sleman sebanyak 270 orang. Penyakit DM apabila dibiarkan tidak terkendali
dapat menimbulkan penyulit atau komplikasi yang berakibat fatal seperti : penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan,
infeksi akibat ulkus sampai dengan diamputasi pada bagian yang terkena ulkus dan dapat mengakibatkan kematian.
Kelompok perpuluhan merupakan salah satu wahana pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan agar
masyarakat menyadari masalah kesehatan yang dialami sehingga ikut serta dalam menyelesaikan masalah kesehatan.
Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui pengaruh Model pendampingan melalui kelompok perpuluhan terhadap
peningkatan kemampuan pengelolaan DM di rumah pada penyandang DM tipe II. Jenis Penelitian ini adalah Quasi
eksperiment dengan rancangan pre test-post test design with control group. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
64 responden yang terbagi dalam 32 responden kelompok dengan pendampingan melalui kelompok perpuluhan (kelompok
perlakuan) dan 32 responden dengan pendampingan melalui posyandu Lansia (kelompok pembanding). Pengambilan
sampel secara consecutive sampling. Analisa data menggunakan uji Mc Nemar dan Chi square. Hasil penelitian ini diketahui
responden dengan pendampingan melalui kelompok perpuluhan yang mampu mengelola DM di rumah sebanyak 25
responden (39,06 %), sedangkan dengan pendampingan melalui posyandu Lansia sebanyak 14 responden (21,89 %).
Responden dengan pendampingan melalui kelompok perpuluhan yang tidak mampu mengelola DM di rumah sebanyak 7
responden (10,94%), sedangkan dengan pendampingan melalui posyandu Lansia sebanyak 18 responden (28,11%) p =
0,005 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendampingan melalui kelompok perpuluhan berpengaruh lebih efektif
disbanding pendampingan melalui posyandu Lansia dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan DM di rumah pada
enyandang DM tipe II.

Kata Kunci : Diabetus Melitus, Kemampuan, Pengelolaan DM, Kelompok Perpuluhan


88 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 87-93

PENDAHULUAN penilaian kemampuan pengelolaan DM di rumah


Menurut Pusat Data dan Informasi PERSI (2003) sebelum dilakukan intervensi yaitu pendampingan
bahwa prevalensi diabetes mellitus tipe II meningkat. melalui kelompok perpuluhan kemudian dilakukan
WHO memperkirakan prevalensi global DM tipe II post – test yang serupa. Kelompok pembanding
akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 dilakukan seleksi awal berupa pre test yaitu penilaian
menjadi 366 juta orang di tahun 2030, dan Indonesia kemampuan pengelolaan DM di rumahkemudian
menduduki urutan keempat setelah Amerika Serikat, mengikuti pendampingan atau penyuluhan yang
China dan India. Pada tahun 2006 jumlah dilakukan di posyandu Lansia setelah satu bulan
penyandang DM di Indonesia mencapai 14 juta orang, dilakukan post test dengan penilaian kemampuan
dengan 50 % penyandang yang sadar akan pengelolaan DM di rumah. Populasi dalam penelitian
penyakitnya dan diantara mereka baru 30% yang ini adalah semua penyandang DM tipe II yang berada
datang berobat secara teratur1. di wilayah Puskesmas Gamping I dan II.Teknik
Hasil Riskesdas 2013 menunjukan adanya sampling yang digunakan adalah consecutive
peningkatan prevalensi DM di 31 provinsi di Indonesia sampling dengan subjek penelitian 64 orang.Variabel
berdasarkan wawancara. Prevalensi DM meningkat penelitian ini meliputi variabel terikat dan variabel
dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1 % pada tahun bebas.Variabel bebas yaitupendampingan melalui
2013, dan prevalensi DM di Daerah Istimewa k e l o m p o k p e r p u l u h a n . Va r i a b e l t e r i k a t n y a
Yogyakarta tahun 2013 berdasarkan diagnosis 2,6 % adalahkemampuan pengelolaan DM di rumah pada
dan berdasarkan diagnosis dan gejala 3,0%. Angka penyandang DM tipe II.Instrumen dalam penelitian ini
tersebut tertinggi berdasarkan diagnosis diantara 33 berupa kusioner kemampuan pengelolaan DM di
propinsi di Indonesia. Prevalensi DM cenderung rumah. Analisis data menggunakan uji Mc Nemar dan
meningkat dengan bertambahnya umur sampai Chi Square.
dengan umur 64 tahun (0,1% berdasarkan diagnosis,
0,6% berdasarkan diagnosis dan gejala pada HASIL DAN PEMBAHASAN
kelompok umur 15 – 24 tahun; 4,8% berdasarkan Karakteristik responden dalam penelitian ini
diagnosis, 5,5% berdasarkan diagnosis dan gejala meliputi usia, jenis kelamin, lama menyandang DM,
pada kelompok umur 55 – 64 tahun) dan menurun pada table 1.Berdasarkan pada tabel 1 karakteristik
pada umur 65 tahun ke atas (4,2% berdasarkan responden, umur responden sebagian besar pada
diagnosis, 4,8% berdasarkan diagnosis dan gejala umur > 45 – 65 tahun baik pada kelompok perlakuan
pada kelompok umur 65–74 tahun) serta (40,6%) maupun kelompok pembanding (37,5%),
prevalensinya lebih tinggi didaerah perkotaan (2,0% jenis kelamin responden sebagian besar berjenis
berdasarkan diagnosis, 2,5% berdasarkan diagnosis kelamin perempuan (42,19%) pada kelompok
dan gejala) disbanding pedesaan (1,0% berdasarkan perlakuan (37,5%) pada kelompok pembanding.
diagnosis, 1,7% berdasarkan diagnosis dan gejala)2. Berdasarkan lama menderita DM sebagian besar
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti responden sudah menderita DM antara 1 - 5 tahun
diperoleh data jumlah penyandang DM tahun 2014 di (29,69 %) pada kelompok perlakuan dan (32,81%)
wilayah kerja Puskesmas Gamping I Sleman kelompok pembanding.
sebanyak 270 orang. Penyakit DM apabila dibiarkan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
tidak terkendali dapat menimbulkan penyulit atau Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,Lama
komplikasi yang berakibat fatal seperti : penyakit Menyandang DM, ( n = 64 )
jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan, infeksi akibat
Perlakuan Pembanding
ulkus sampai dengan diamputasi pada bagian yang Karakteristik p
f % f %
terkena ulkus dan dapat mengakibatkan kematian. Usia
WHO merekomendasikan bahwa strategi yang efektif < 45 tahun 1 1,56 4 6,25 0,370
perlu dilakukan secara integrasi, berbasis masyarakat > 45 – 65 tahun 26 40,63 24 37,5
melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor > 65 tahun 5 7,81 4 6,25
Jenis Kelamin
termasuk swasta. Pengembangan kemitraan dengan Perempuan 27 42,19 24 37,50 0,351
berbagai unsur di masyarakat dan lintas sektor yang Laki - laki 5 7,81 8 12,50
terkait dengan DM di setiap wilayah merupakan Lama
kegiatan yang penting dilakukan3 Pengembangan menderita DM 0,457
< 1 tahun 3 4,70 5 7,81
kemitraan dengan masyarakat dapat dilakukan 1 – 5 tahun 19 29,69 21 32,81
melalui dasawisma atau kelompok perpuluhan. > 5 - 10 tahun 4 6,25 4 6,25
> 10 tahun 6 9,36 2 3,13

METODE Kemampuan Pengelolaan DM di rumah pada


Jenis Penelitian ini adalah Quasi eksperiment kelompok perlakuan
dengan rancangan pre test-post test design with Kemampuan pengelolaan DM di rumah meliputi
control group. Pada rancangan ini kelompok kemampuan perencanaan makan, kemampuan
perlakuan dilakukan seleksi awal berupa pre test yaitu aktivitas fisik, kemampuan terhadap perawatan kaki,
Rosa Delima Ekwantini, dkk, Model Pendampingan Melalui Kelompok Perpuluhan.... 89

keemampuandalam kontrol gula darah, kemampuan pendampingan tidak mampu dan setelah
pengelolaan pengobatan dan kemampuan pendampingan tidak mampu 10 responden. Hasil uji
pengelolaan secara keseluruhan.Berdasarkan tabel Mc Nemar diperoleh α 1 > 0,05 yang berarti bahwa
2 diperoleh data bahwa responden yang mampu kemampuan pengelolaan aktivitas sebelum
mengelola DM di rumah sebelum pendampingan dan pendampingan melalui kelompok perpuluhan dan
sesudah pendampingan ada 15 responden, sebelum sesudahnya tidak berbeda secara bermakna.
pendampingan mampu mengelola DM di rumah Responden yang mampu mengelola kontrol gula
sesudah pendampingan tidak mampu ada 1 orang. darah sebelum pendampingan dan sesudah
Responden dengan kemampuan pengelolaan DM di pendampingan ada 6 responden, sebelum
rumah kategori tidak mampu sebelum pendampingan pendampingan mampu mengelola kontrol gula darah
melalui kelompok perpuluhan dan sesudah sesudah pendampingan tidak mampu ada 2 orang.
pendampingan mampumengelola ada 10 responden, Responden dengan kemampuan mengelola
sebelum pendampingan tidak mampu dan setelah mengontrol gula darah kategori tidak mampu
pendampingan tidak mampu 6 responden. Hasil uji Mc sebelum pendampingan dan sesudah pendampingan
Nemar diperoleh α 0,012 < 0,05 yang berarti bahwa mampu ada 11 responden, sebelum pendampingan
kemampuan pengelolaan DM di rumah sebelum tidak mampu dan setelah pendampingan tidak
pendampingan melalui kelompok perpuluhan dan mampu 13 responden. Hasil uji Mc Nemar diperoleh α
sesudahnya berbeda secara bermakna. 0,022 < 0,05 yang berarti bahwa kemampuan
Responden yang mampu mengelola perencanaan pengelolaan kontrol gula darah sebelum
makan sebelum pendampingan dan sesudah pendampingan melalui kelompok perpuluhan dan
pendampingan ada 18 responden, sebelum sesudahnya berbeda secara bermakna.
pendampingan mampu mengelola perencanaan Responden yang mampu mengelola perawatan
makan sesudah pendampingan tidak mampu ada 2 kaki sebelum pendampingan dan sesudah
orang. Responden dengan kemampuan mengelola pendampingan ada 14 responden, sebelum
perencanaan makan kategori tidak mampu sebelum pendampingan mampu mengelola perawatan kaki
pendampingan dan sesudah pendampingan mampu sesudah pendampingan tidak mampu ada 5 orang.
ada 11 responden, sebelum pendampingan tidak Responden dengan kemampuan mengelola
mampu dan setelah pendampingan tidak mampu 1 perawatan kaki kategori tidak mampu sebelum
responden. Hasil uji Mc Nemar diperoleh α 0,022 < pendampingan dan sesudah pendampingan mampu
0,05 yang berarti bahwa kemampuan pengelolaan ada 9 responden, sebelum pendampingan tidak
perencanaan makan sebelum pendampingan melalui mampu dan setelah pendampingan tidak mampu 4
kelompok perpuluhan dan sesudahnya berbeda responden. Hasil uji Mc Nemar diperoleh α 0,424 >
secara bermakna.Responden yang mampu 0,05 yang berarti bahwa kemampuan pengelolaan
mengelola aktivitas sebelum pendampingan dan perawatan kaki sebelum pendampingan melalui
sesudah pendampingan ada 14 responden, sebelum kelompok perpuluhan dan sesudahnya tidak berbeda
pendampingan mampu mengelola aktivitas sesudah secara bermakna.Responden yang mampu
pendampingan tidak mampu ada 4 orang. Responden mengelola pengobatan sebelum pendampingan dan
dengan kemampuan mengelola aktivitas kategori sesudah pendampingan ada 7 responden, sebelum
tidak mampusebelum pendampingan dan sesudah pendampingan mampu mengelola pengobatan
pendampingan mampu ada 4 responden, sebelum sesudah pendampingan tidak mampu ada 3 orang.
Tabel 2. Kemampuan Pengelolaan DM Di Rumah Pada Kelompok Perlakuan
Pre – Post Pendampingan Melalui Kelompok Perpuluhan (n = 32)
90 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 87-93

Responden dengan kemampuan mengelola responden yang mendapat pendampingan melalui


pengobatan kategori tidak mampu sebelum kelompok perpuluhan yang mampu mengelola DM di
pendampingan dan sesudah pendampingan mampu rumah sebanyak 25 responden (39,06 %), sedangkan
ada 21 responden, sebelum pendampingan tidak yang mendapatkan pendampingan melalui posyandu
mampu dan setelah pendampingan tidak mampu 4 Lansia sebanyak 14 responden (21,89 %).
responden. Hasil uji Mc Nemar diperoleh α 0,001 < Responden yang mendapat pendampingan melalui
0,05 yang berarti bahwa kemampuan pengelolaan kelompok perpuluhan yang tidak mampu mengelola
pengobatan sebelum pendampingan melalui DM di rumah sebanyak 7 responden ( 10,94 %),
kelompok perpuluhan dan sesudahnya berbeda sedangkan yang mendapatkan pendampingan
secara bermakna. melalui posyandu Lansia sebanyak 18 responden
(28,11 %). Hal ini berarti bahwa kelompok dengan
Kemampuan pengelolaan DM di rumah pendampingan melalui kelompok perpuluhan
setelahpendampingan melalui kelompok prosentase kemampuan pengelolaan DM di Rumah
perpuluhan dengan pendampingan melalui lebih besar dibandingkan dengan yang mendapatkan
posyandu Lansia pendampingan melalui posyandu Lansia.
Kemampuan pengelolaan DM di Rumah antara Hasil uji Chi Square diperoleh α 0,005 < 0,05 yang
responden setelah mendapatkan pendampingan berarti bahwa kemampuan pengelolaan DM di Rumah
melalui kelompok perpuluhan dengan responden pada kelompok dengan pendampingan melalui
yang mendapatkan pendampingan melalui posyandu kelompok perpuluhan dibandingkan dengan
Lansia pada tabel 3. kelompok mendapat pendampingan melalui
Berdasarkan tabel 3 didapatkan data bahwa posyandu Lansia berbeda secara bermakna.

Tabel 3. Kemampuan Pengelolaan DM Di Rumah Antara Kelompok Perlakuan


Dan Pembanding Setelah Pendampingan Melalui Kelompok Perpuluhan
Perlakuan Pembanding Jumlah
Variabel Kategori p
f % f % (%)
Kemampuan Mampu 25 39,06 14 21,89 60,95
pengelolaan di Tidak mampu 7 10,94 18 28,11 39,05 0,005
rumah Jumlah 32 50 32 50 100

PEMBAHASAN Jenis kelamin responden pada penelitian ini


Usia responden dari penelitian ini sebagian besar sebagian besar adalah perempuan. Perempuan
pada rentang usia > 45 – 65 tahun. Seseorang dengan memproduksi hormon estrogen yang menyebabkan
usia lebih dari 45 tahun adalah masuk dalam golongan meningkatnya pengendapan lemak pada jaringan sub
lanjut usia awal 3 sehingga mulai mengalami kutis sehingga perempuan cenderung memiliki status
penurunan fungsi dari organ termasuk pankreas. DM gizi yang lebih dari normal (> 110% BBI). Jenis
tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan kelamin mempengaruhi jumlah lemak tubuh sehingga
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, mempengaruhi terjadinya DM tipe II. Pada laki-laki
selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut1. Usia jumlah lemak tubuh >25% sedangkan pada
lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa perempuan jumlah lemak tubuh >35%, sehingga
mencapai 50-92%. Penelitian ini didukung penelitian insiden DM tipe II lebih banyak pada perempuan
dari Iram M et all yang menyatakan usia responden dibandingkan pada laki-laki1. Penelitian ini didukung
(pasien DM) berkisar antara usia 50 – 59 tahun4 dan penelitian Iram M et all yang menyatakan responden
juga penelitian Eman M et all yang menyatakan rata – sebagian besar perempuan 64,2% (dari 53
rata usia respoden 54 ± 6,3 tahun5, serta penelitian responden) kelompok intervensi dan kelompok
Adikusuma W dkk yang menyatakan umur responden kontrol 55,6% (dari 45 responden)4 dan penelitian
≥ 55 tahun (60,71%) 6 dengan demikian berarti Adikusuma W dkkyang menyatakan jenis kelamin
penyandang DM tipe II kebanyakan adalah usia lanjut. responden sebagian besar perempuan 62,5% (dari
Hal ini terjadi karena adanya penurunan fungsi dari 108 responden)6
organ pankreas dan penurunan fungsi sel sehingga Lama menderita DM sebagian besar antara 1 – 5
sensitivitas sel terhadap insulin menurun. P e n u a a n tahun 29,69% pada kelompok dengan pendampingan
mempengaruhi banyak hormon yang mengatur melalui kelompok perpuluhan dan 32,81% pada
metabolisme, reproduksi, dan fungsi tubuh lain. kelompok pendmpingan melalui posyandu Lansia.
Penuaan mempengaruhi sensitivitas sel beta Lama menderita DM sering dihubungkan dengan
pankreas terhadap glukosa dan menunda terjadinya komplikasi akibat penyakit DM. Faktor
pengambilan glukosa yang dimediasi oleh insulin. utama pencetus komplikasi pada diabetes melitus
Resistensi insulin pada penuaan terkait dengan adalah durasi dan tingkat keparahan diabetes.
kerusakan pada post reseptor6 Komplikasi akan timbul setelah seseorang menderita
Rosa Delima Ekwantini, dkk, Model Pendampingan Melalui Kelompok Perpuluhan.... 91

DM 10 tahun. Hal ini berarti sebagian besar gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan
responden belum mempunyai resiko mengalami kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
komplikasi, sehingga apabila pengelolaan penyakit membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan
dilakukan dengan baik maka kejadian komplikasi masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi
dapat ditunda. pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
Pada penelitian ini kemampuan pengelolaan di mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
rumah pada kelompok yang mendapatkan dibutuhkan edukasi yang komprehensif,
pendampingan melalui kelompok perpuluhan pengembangan keterampilan dan motivasi, Edukasi
mengalami peningkatan dan secara statistik ada secara individual maupun kelompok atau pendekatan
perbedaan secara bermakna antara sebelum dengan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
setelah mengikuti pendampingan pada kemampuan perubahan perilaku yang berhasil. Pendampingan
terhadap perencanaan makan, kontrol gula darah, adalah suatu bentuk edukasi, konseling dan motivasi
pengobatan dan kemampuan pengelolaan DM di untuk membantu penyelesaian permasalahan yang
rumah secara keseluruhan. Kemampuan pengelolaan dihadapi dalam pengelolaan penyakitnya di rumah.
aktivitas dan perawatan kaki secara statistik tidak ada Penyakit DM adalah penyakit yang berhubungan
perbedaan secara bermakna, hal ini terjadi karena dengan gaya hidup atau perilaku1. Perubahan perilaku
jalan – jalan pada pagi hari dan mengikuti senam hampir sama dengan proses edukasi yang
lansia seminggu sekali merupakan aktivitas yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi,
sudah lama dilakukan responden dan tidak ada dokumentasi, dan evaluasi, sehingga proses edukasi
responden yang mengalami masalah dengan kakinya bagi pasien DM sebaiknya dilakukan secara terus
selama ini. menerus dan perlu adanya evaluasi keberhasilan
Penyakit DM merupakan penyakit kronis yang penanganan dengan melihat adanya perubahan –
membutuhkan pengelolaan dan perawatan lama dan perubahan dari kriteria pengendalian seperti, kadar
secara terus – menerus serta memerlukan self gula darah, tekanan darah, IMT, kadar HbA1c, dan
management bagi penyandangnya. Pengetahuan, kadar kolesterol.
motivasi dan dukungan dari orang – orang terdekat Pengelolaan dan pengendalian diri bagi
atau yang berkompeten sangat diperlukan untuk penyandang DM dilakukan seumur hidup, maka
keberlanjutan pengelolaan penyakitnya. Kemampuan sangatlah perlu bagi mereka mendapatkan
dalam pengelolaan DM sangat dipengaruhi oleh pengetahuan secara terus menerus mengenai
pengetahuan dan pemahaman penyandang terhadap pengelolaan sehari – hari dirinya, mempunyai
4 pilar pengelolaan DM yaitu edukasi terhadap kesempatan untuk berkonsultasi tentang
penatalaksanaan penyakit dan pencegahan permasalahan yang terkait dengan penyakit yang
komplikasi, perencanaan makan, aktivitas fisik, diderita dan mendapatkan pembenaran dari tindakan
perawatan kaki dan pengobatan. Pengetahuan dan – tindakan yang telah dilakukan dalam pengelolaan
pemahaman seseorang terhadap pengelolaan DM dirinya, sehingga meningkatkan motivasi dalam
diperoleh dari pendidikan kesehatan atau konseling melakukan penyenyusaian gaya hidup terkait dengan
yang diberikan oleh petugas kesehatan baik dokter, penyakit DM yang diderita. Dengan kata lain
perawat atau kader kesehatan yang sudah dilatih. pendampingan akan membantu meningkatkan
Pengetahuan yang baik mengenai pengelolaan DM di pengetahuan dan motivasi penderita DM dalam
rumah akan meningkatkan motivasi penyandang DM melakukan penyesuai atau perubahan gaya hidup
dalam merawat diri mempertahankan kondisinya agar yang sehat.
tetap terkendali sehingga kejadian komplikasi dapat Pada penelitian ini 32 responden (97%) setelah
ditunda. Motivasi manusia didasarkan pada mengikuti kegiatan pendampingan baik melalui
pengetahuan yang dimiliki oleh individu7. kelompok perpuluhan (kelompok perlakuan) maupun
Pendampingan melalui kelompok perpuluhan posyandu Lansia ( kelompok pembanding) mampu
merupakan kegiatan penyuluhan atau pendidikan merencanakan makan (p = 0,022 kelompok perlakuan
kesehatan yang bisa dilakukan oleh kader atau ; p = 0,004 kelompok pembanding) dan terjadi
petugas kesehatan secara kelompok dengan perubahan yang bermakna antara sebelum dan
permasalahan kesehatan yang sama sehingga setelah mengikuti kegiatan. Kemampuan terhadap
mereka saling bertukar pengalaman terhadap perencanaan makan pada penyandang DM sangat
masalah dan penyelesaiannya yang selama ini penting. Perencanaan makan bagi penyandang DM
dialami terkait dengan penyakit DM yang disandang. bertujuan untuk memperbaiki kebiasaan makan
Hal ini diharapkan dengan saling bertukar sehingga dapat mempertahankan kadar gula darah
pengalaman dan pendampingan akan meningkatkan dan lipid serum sekitar normal, mempertahankan
pengetahuan danmemotivasi penyandang DM untuk berat badan normal yang akan berdampak pada
mengelola penyakitnya. peningkatan sensitivitas reseptor insulin.
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola Kemampuan perencanaan makan bagi penyandang
92 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 87-93

DM harus dipertahankan dalam jangka waktu yang dan patuh dalam menjalani terapi farmakologi.
lama agar komplikasi dapat ditunda. Hal ini adalah Ketidakpatuhan dalam terapi farmakologis.
tantangan terberat bagi penyandang DM untuk itu
diperlukan motivasi dan dukungan secara terus – KESIMPULAN
menerus agar tetap dapat dipertahankan. Kader Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
kesehatan dan keluarga merupakan orang terdekat dapat disimpulkan bahwa : pendampingan melalui
yang dapat memberikan motivasi. kelompok perpuluhan berpengaruh lebih efektif
Pada penelitian ini kemampuan pengelolaan dibanding pendampingan melalui posyandu Lansia
aktivitas tidak ada perbedaan antara sebelum dan dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan DM di
sesudah mengikuti pendampingan baik pada rumah pada penyandang DM tipe II.
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
Penelitian ini mirip dengan penelitian yang dilakukan SARAN
Santhanakrisman di India bahwa 62,9% penyandang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
DM tidak patuh terhadap aktivitas fisik. Hal ini tidak
dan pembahasan untuk membantu pengendalian
sejalan dengan pendapat PERKEN bahwa latihan
penyakit DM dan meningkatkan kemampuan
jasmani atau olahraga membantu pengendalian gula
pengelolaan DM di rumah pada penyandang DM tipe
darah dan dapat menurunkan berat badan. Latihan
IImaka :
jasmani juga dapat mengurangi resistensi insulin dan
1. Kepada penyandang DM tipe II hendaknya tetap
memperbaiki sensitivitas terhadap insulin. Latihan
mempertahankan pola makan yang sudah sesuai,
jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
melakukan aktivitas fisik minimal 3 kali seminggu
kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar
selama 30 menit, merawat kaki, kontrol gula darah
dalam pengelolaan diabetes. Pada saat melakukan
setiap bulan dan meminum obat atau menyuntikan
latihan jasmani, terjadi peningkatan pemakaian
insulin sesuai program dokter dan tidak
glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung
menghentikan pengobatan sebelum dokter
dapat menurunkan glukosa darah8.
menghentikan
Pada penelitian ini kemampuan pengelolaan
2. Perawat/ Perawat Pembina wilayah binaan di
terhadap perawatan kaki tidak ada perbedaan secara
wilayah kerja Puskesmas Gamping I dan II
bermakna sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan
pendampingan baik pada kelompok perlakuan a. Mengembangkan pendidikan kesehatan
maupun kelompok kontrol. Penelitian ini berbeda kepada masyarakat dengan membentuk
dengan penelitian yang dilakukan Santhanakrisman kelompokperpuluhan (dasa wisma) pada
yang menyatakan 54% penderita DM patuh terhadap keluarga yang mempunyai penyandang DM
perawatan kaki. Kemampuan pengelolaan perawatan dan melakukan pendampingan atau
kaki bagi penyandang DM akan membantu dalam memfasilitasi kegiatan sharing antar
pencegahan timbulnya luka di kaki sehingga penyandang dalam pengelolaan DM
mencegah terjadinya ulkus DM. Perawatan kaki b. Mengadakan pelatihan atau refresing kader
meliputi penggunaan alas kaki ketika beraktivitas, untuk meningkatkan pengetahuan kader
memeriksa dan membersihkan kaki, melakukan tentang perencanaan makan, aktivis fisik,
senam kaki agar vaskularisasi lancar. merawat kaki, senam kaki dan kontrol gula
Pada penelitian ini kemampuan responden terhadap darah pada penyandang DM sehingga kader
kontrol gula darah ada perbedaan secara bermakna mempunyai kepercayaan diri sehingga
antara sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan keaktifan Posyandu tetap terjaga.
pendampingan baik melalui kelompok perpuluhan
maupun melalui posyandu Lansia. Kontrol gula darah DAFTAR PUSTAKA
secara teratur merupakan salah satu bagian dari 1. Sudoyo S, Waspadji S, Soegondo S, dkk,
pengelolaan DM untuk mengetahui keberhasilan Penatalaksanaan Diabetus Melitus Terpadu, FK-
penyandang dalam pengendalian penyakitnya. UI, Jakarta, 2007
Pemantauan kadar gula darah secara teratur minimal 2. Kementerian Kesehatan RI, (2013) Hasil
1 bulan sekali akan membantu penyandang dalam Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan
menilai sesesuaian pengelolaan yang dilakukan. Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kemampuan pengelolaan terhadap pengobatan, Kesehatan RI, Jakarta
pada penelitian ini terdapat perbedaan secara 3. Dep.Kes. RI, 2009, Sistem Kesehatan Nasional,
bermakna antara sebelum dan sesudah mengikuti Jakarta
kegiatan pendampingan baik melalui kelompok 4. Mahvash Iram, Shobha Rani. R.H, Nalini Pais,
perpuluhan maupun melalui posyandu Lansia. Kontrol 2010, Impact Of Patient Counseling And Education
glikemik dapat dikendalikan jika pasien DM disiplin Of Diabetic Patients In Improving Their Quality Of
Rosa Delima Ekwantini, dkk, Model Pendampingan Melalui Kelompok Perpuluhan.... 93

Life, Archive of Pharmacy Practice, Vol 1 Issue 2 p ( BantulYogyakarta, Media Farmasi, Vol. 11 No.2
18 – 22) September 2014 : 208-220
5. Eman M. Mahfouz, Hala I. Awadalla, 2011, 7. Bandura, A (1986) Social Foundation of
Compliance to diabetes self - Management in Thought and Action, A social Cognitive
rural El-Mina, Egypt, Cent Eur J Public Health, Theory, Englewood Chiffs. New Jersey :
2011, 19 : 35 – 41 Prentice - Hall.Inc
6. Adikusuma W, Perwitasari DA, Supadmi W, 2014, 8. Perkeni, (2011), Konsensus Pengelolaan dan
Evaluasi Kepatuhan pasien diabetes melitus tipe II pencegahan DM tipe II di Indonesia accesed 19
di rumah sakit umum PKU Muhammadiyah Februari 2015 from www.academia.edu
PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT SUPRAPUBIK TERHADAP PEMULIHAN
REFLEK VESICA URINARIA PADA PASIEN POST SPINAL ANESTESI
DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Winda Arfian Sari*, Rosa Delima Ekwantini, Agus Sarwo Prayogi*

Jurusam Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


Email : windaarfian@gmail.com, saworbali@gmail.com

ABSTRACT

Spinal anesthesia causes urinary retention because the urethral sphincter muscle doesn't respond to urination desire. When
circumstances continue the pressure inhibits the flow of urine occurs hydroureter, hydronephrosis and gradually kidney
failure. Suprapubic warm compresses activated dopaminergic transmission in the mesolimbic central nervous system that
effectively improve circulation speeds recovery of vesica urinary reflex. This research is aimed to know the effect of warm
compress on the vesica urinaria recovery reflex in post spinal anesthesia patient at RS PKU Muhammadiyah Bantul. This
study was an experimental study with quasy experiment type with Non Equivalent Control Group After Only Design. The
treatment provided was suprapubic warm compress. Consecutive sampling with 40 respondents divided into control and
intervention group that undergo spinal anesthesia at RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Data analysis was done by Chi
square. In control group, 9 respondents (45%) had vesica urinary reflex recovery ≤ 8 hours, while in intervention group, 16
respondents (20%) had vesica urinary reflex ≤ 8 hours. Chi Square test resulted on p value 0.022 (≤0,05). There is an effect of
suprapubic warm compress toward vesica urinary reflex recovery in post spinal anesthesia patients at RSU PKU
Muhammadiyah Bantul.

Keywords: Warm Compress, Vesica Urinaria Recovery

ABSTRAK

Spinal anestesi menyebabkan retensi urin karena otot sfingter uretra tidak merespon keinginan berkemih. Bila keadaan
berlanjut tekanan menghambat aliran urin terjadilah hidroureter, hidronefrosis dan lambat laun gagal ginjal. Kompres hangat
suprapubik mengaktivasi transmisi dopaminergik dalam mesolimbik sistem saraf pusat sehingga efektif meningkatkan
sirkulasi mempercepat pemulihan reflek vesica urinaria pasca pembedahan. Penelitian ini bertujuan agar diketahuinya
pengaruh pemberian kompres hangat terhadap pemulihan reflek vesica urinaria pada pasien post spinal anestesi di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan jenis quasy eksperiment dengan
Non Equivalent Control Group After Only Design. Perlakuan yang diberikan adalah kompres hangat suprapubik.
Pengambilan sampel consecutive sampling dengan jumlah 40 responden terbagi menjadi kelompok kontrol dan intervensi
yang menjalani spinal anestesi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Analisis data dilakukan dengan Chi square. Responden
kelompok kontrol terdapat 9 responden (45%) yang pemulihan reflek vesika urinaria ≤8 jam, sementara kelompok intervensi
terdapat 16 responden (20%) pemulihan reflek vesika urinaria ≤8 jam. Hasil uji Chi Square diketahui nilai p value 0,022 (
≤0,05 ). Ada pengaruh pemberian kompres hangat suprapubik terhadap pemulihan reflek vesika urinaria pada pasien post
spinal anestesi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

Kata Kunci : Kompres Hangat, Pemulihan Vesica Urinaria

PENDAHULUAN menghambat berkemih. Spinal blok anestesi terutama


Proses pembedahan memerlukan upaya untuk menimbulkan retensi urin, karena akibat anestesi ini,
menghilangkan nyeri, keadaan itu disebut anestesi. klien tidak mampu merasakan adanya kebutuhan
Anestesi dibagi menjadi anestesi umum dan anestesi untuk berkemih dan kemungkinan otot kandung kemih
regional. Obat dan teknik anestesi pada umumnya dan otot sfingter juga tidak mampu merespon
dapat mengganggu fungsi nafas, peredaran darah terhadap keinginan berkemih2.
dan sistem saraf. Analgesik narkotik dan anestesi insiden retensi urin setelah anestesi dan
dapat memperlambat laju filtrasi glomerolus dan pembedahan berkisar antara 5% hingga 70%. Insiden
mengurangi haluaran urin. Obat farmakologi juga yang lebih tinggi dari Post Operative Urin Retention
merusak impuls sensorik dan motorik yang berjalan (POUR) terjadi pada pria (4,7%) dibandingkan
diantara kandung kemih, medula spinalis, dan otak1. dengan perempuan (2,9%). Dalam sebuah survei
Klien yang pulih dari anestesi dan analgetik tindak lanjut nasional di Swedia, ahli anestesi
seringkali tidak mampu merasakan bahwa kandung melaporkan insiden lebih besar dengan epidural
kemihnya penuh dan tidak mampu memulai atau morfin (38%) dibandingkan dengan morfin intratekal
Winda Arfian Sari, dkk, Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Suprapubik Terhadap Pemulihan.... 95

(13%)3. dari 10 pasien yang menjalani operasi dengan jenis


Anestesi spinal lebih signifikan menyebabkan RA. Tujuan Penelitian ini pengaruh pemberian
retensi urin dibandingkan dengan anestesi umum, 44 kompres hangat terhadap waktu pemulihan vesica
% dari pasien pasca pembedahan dengan anestesi urinaria pada pasien dengan post spinal anestesi.
spinal memiliki volume kandung kemih lebih 500 ml
(retensi urin) dan 54% tidak memiliki gejala distensi METODE
kandung kemih4. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
Akibat lanjut retensi urin, buli-buli akan quasy eksperimen. Desain yang digunakan adalah
mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga nonequivalent control group after only.
tekanan di dalam lumen dan tegangan dari dindingnya Tabel 1. Desain Penelitian
akan meningkat. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, Perlakuan Post test
tekanan yang meningkat di dalam lumen akan
Intervensi X O1
menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter Kontrol O2
sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan
Keterangan:
lambat laun terjadi gagal ginjal. Retensi urin juga
menjadi penyebab terjadinya infeksi saluran kemih X : Perlakuan
(ISK) dan bila ini terjadi dapat menimbulkan gawat O1: Observasi kelompok intervensi
yang serius seperti pielonefritis dan urosepsis5. O2: Observasi kelompok kontrol
Beberapa tindakan pencegahan retensi urin pasca Penelitian dilakukan satu jam setelah pasien
spinal anestesi adalah membatasi asupan cairan, berada di ruang rawat inap bedah, kelompok
mobilisasi dini, kompres hangat di supra pubik, dan intervensi dilakukan bladder training dan dilakukan
penggunaan obat anestesi spinal “short-acting”6. pemberian kompres hangat suprapubik selama 20
Kompres hangat di supra pubik, pemberian obat menit dengan suhu 45 0 C - 50,5 0 C, sedangkan
kolinergik, manuver crede, dan pemasangan kateter kelompok kontrol hanya dilakukan blader training.
merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi Kedua kelompok dinilai berapa lama waktu yang
retensi urin7. dibutuhkan untuk merasakan keinginan berkemih,
Berdasarkan penelitian yang di RS PKU dilakukan pelepasan bladder training apabila sudah
Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan angka ada keinginan berkemih dan setiap satu jam pada
kejadian ISK pada pasien yang dipasang kateter urin kelompok intervensi maupun kelompok kontrol
sebanyak 20 % dari 30 pasien. Oleh karena itu, walaupun belum merasakan keinginan untuk
diperlukan suatu manajemen untuk mengurangi risiko berkemih.
retensi urin, salah satunya dengan merangsang Sampel penelitian yaitu pasien post spinal anestesi
refleks vesika urinaria dalam fungsi berkemih dengan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Sampel diambil
kompres hangat pada pasien post spinal anestesi8. secara consecutive sampling dengan krteria inklusi:
Kompres hangat dengan suhu 450C-50,50C dapat bersedia menjadi responden dengan adanya informed
dilakukan dengan menempelkan kantung karet yang consent, menjalani operasi elektif, berusia 17 tahun –
diisi air hangat ke daerah tubuh yang nyeri. Secara 55 tahun, status fisik ASA I dan II, menggunakan obat
fisiologis, respon tubuh terhadap panas yaitu anestesi bupivacain, mampu berkomunikasi verbal
meningkatkan metabolisme jaringan dan dengan baik serta dengan kriteria eksklusi: pasien
permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang dirawat diruang intensive care, tidak bersedia menjadi
dipergunakan untuk keperluan terapi pada berbagai responden dan terdapat luka/kerusakan kulit di area
kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh9. suprapubik. Besar sampel sebanyak 40 dengan
Berdasarkan hasil catatan medik di RS PKU masing-masing 20 setiap kelompok yang diperoleh
Muhammadiyah Bantul, Instalasi Bedah Sentral (IBS) dari rumus penghitungan sampel. Data hasil penelitian
di RS PKU Muhammadiyah Bantul rata-rata pasien kemudian diuji dengan analisis univariat deskriptif dan
yang melakukan operasi dalam satu bulan sebanyak uji bivariat (chi square test).
300 hingga 400 pasien, 100 diantaranya menjalani
operasi elektif dengan regional anestesi (RA) teknik HASIL DAN PEMBAHASAN
subarahnoid block (SAB). RA tersebut dengan teknik Analisis data dalam penelitian ini meliputi
SAB sebesar 96,83% dan teknik epidural 3,17%. karakteristik responden, distribusi frekuensi, serta
Kateter urin dipasang di ruang pembedahan apabila analisis korelasi pengaruh pemberian kompres
pasien dilakukan anestesi spinal pada operasi elektif. hangat terhadap pemulihan vesica urinaria pada
Pelepasan kateter urin dilakukan setelah 24 jam pasien dengan post spinal anestesi.
pasca operasi atau tergantung dari kondisi pasien itu
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan
perawat bedah di RSU PKU Muhammadiyah Bantul,
Post Operative Urin Retention (POUR) terjadi pada 5
96 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 94-99

1. Karakteristik Responden jam dan 4 responden (20%) lainnya memiliki waktu


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik pemulihan reflek lebih lama atau > 8 jam.
Responden Berdasarkan tabel ini dapat dikatakan bahwa
responden dengan pemberian kompres hangat
memiliki waktu pemulihan reflek vesica urinaria
yang normal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan klien dalam berkemih diantaranya
diet dan asupan, respon keinginan awal untuk
berkemih, gaya hidup, stress psikologis, tingkat
aktifitas, usia, kondisi penyakit, tonus otot dan
pengobatan2. Kemungkinan penyebab lamanya
timbul reflek berkemih bila dicocokkan diantara
faktor tersebut yang pasti terjadi pada pasien pre
operasi adalah stress psikologis, kondisi penyakit,
usia dan pengobatan. Faktor usia, didukung pula
berdasarkan data analisa karakteristik responden
pada kelompok kontrol sebagian besar responden
yaitu sebanyak 13 responden (65%) dengan
rentang usia 46-55 tahun atau fase masa lansia
awal selain itu untuk faktor jenis penyakit, jenis
bedah dominan pada kelompok kontrol adalah
Berdasarkan tabel 2 dilihat dari jenis kelamin, bedah urologi sebesar 13 responden (65%).
kedua kelompok memiliki jumlah terbanyak
Faktor resiko terjadinya Post Operative Urine
responden berjenis kelamin laki-laki. Ditinjau dari
Retention (POUR) meliputi usia dan jenis kelamin,
pengelompokkan usia, kedua kelompok dengan
jenis operasi, komorbiditas, obat anestesi, cairan
usia terbanyak pada rentang 46-55 tahun. Status
IV serta lama operasi 2 . Usia, jenis kelamin,
fisik ASA masih sama antara kedua kelompok yaitu
kecemasan, riwayat POUR sebelumnya, jenis dan
terbanyak dengan ASA I dengan total 26 dari 40
durasi operasi, pemberian cairan pasca operasi,
responden. Walau memiliki persamaan jumlah
jenis anestesi dan jenis obat-obatan selama
terbanyak karakteristik jenis kelamin, umur dan
operasi merupakan faktor resiko terjadinya
ASA, namun jumlah masing-masing karakterisstik
POUR10.
berbeda. Karakteristik jenis bedah lebih terlihat
Ditinjau kembali dari faktor usia dan jenis
perbedaannya, kelompok kontrol lebih banyak
kelamin, 65% responden memasuki fase lansia
dengan kasus bedah urologi sedangkan kelompok
awal (46-55 tahun) dan 60% responden berjenis
intervensi lebih banyak pada kasus bedah umum.
kelamin laki-laki. Usia berpengaruh terhadap reflek
2. Pemulihan Reflek Vesica Urinaria
vesika urinaria karena semakin tua usia maka
Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Waktu semakin rentan mengalami degenerasi neuron
Pemulihan Reflek Vesica Urinaria sehingga menyebabkan disfungsi vesika urinaria.
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap reflek
vesika urinaria, ditinjau dari struktur anatomi
uretra, panjang uretra perempuan lebih pendek
yaitu 3,7 cm sedangkan laki-laki mencapai panjang
hingga 20 cm, sehingga pada pria lebih beresiko
mengalami retensi urin.
POUR telah terbukti meningkat seiring
Berdasarkan tabel 3 bahwa responden dengan
bertambahnya usia, dengan risikonya meningkat
spinal anestesi pada kelompok kontrol yang
2,4 kali pada pasien berusia di atas 50 tahun.
berjumlah 20 responden terdapat 11 responden
Kejadian POUR telah dilaporkan lebih tinggi pada
(55%) yang pemulihan reflek vesika urinarianya >
pria (4,7%) dibandingkan wanita (2,9%)3. Jenis
8 jam dan 9 responden (45%) sisanya memiliki
kelamin laki-laki, usia > 50 tahun, dan operasi di
waktu pemulihan reflek normal atau ≤8 jam,
area abdomen meningkatkan resiko terjadinya
sementara itu responden dengan spinal anestesi
POUR11.
pada kelompok intervensi terdapat 16 responden
3. Uji Chi Square
(80%) yang pemulihan reflek vesika urinarianya ≤ 8
Winda Arfian Sari, dkk, Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Suprapubik Terhadap Pemulihan.... 97

Tabel 4. Uji Chi Square test Pengaruh Pemberian kompres kantong air panas ke daerah suprapubik
Kompres Hangat Suprapubik terhadap Pemulihan pasien, serta membantu pasien agar melakukan
Reflek Vesica Urinaria mobilisasi dini10.
Hasil pengujian statistik antara kedua variabel
dengan pengolahan data dengan menggunakan
uji Chi square menunjukkan nilai p value 0,022.
Nilai ɑ yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
0,05. Jika p ≤ 0,05 maka Ho ditolak. Hasil dalam
penelitian ini diperoleh 0,022 ≤ 0,05. Hasil tersebut
mengartikan bahwa ada pengaruh pemberian
kompres hangat suprapubik terhadap pemulihan
Berdasarkan hasil pada tabel 4, diketahui reflek vesika urinaria pada pasien post operasi
pemulihan reflek vesika urinaria pada pasien post dengan spinal anestesi di ruang rawat inap bedah
operasi dengan spinal anestesi yang dilakukan RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
kompres hangat di ruang rawat inap bedah umum karena p value lebih kecil dari 0,05.
RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
Adanya perbedaan lama waktu timbul reflek
sebanyak 16 responden (80%) yang pemulihan
vesica urinaria pada pasien post operasi dengan
reflek vesika urinarianya ≤8 jam dan 4 responden
spinal anestesi kelompok intervensi dan kontrol
(20%) lainnya memiliki waktu pemulihan reflek
dapat disebabkan karena adanya perlakuan
lebih lama atau > 8 jam.
kompres hangat, spinal blok anestesi terutama
Apabila ditinjau dari data analisa karakteristik menimbulkan retensi urin, karena akibat anestesi
responden pemberian kompres hangat suprapubik ini, klien tidak mampu merasakan adanya
pada kelompok intervensi atau yang dilakukan kebutuhan untuk berkemih dan kemungkinan otot
pemberian kompres hangat, maka dari karakter kandung kemih dan otot sfingter uretra juga tidak
rentang usia paling banyak sama dengan mampu merespon terhadap keinginan berkemih2.
kelompok kontrol yaitu pada usia 46-55 tahun atau
Pemberian kompres hangat dilakukan dengan
lansia awal sebanyak 9 responden (45%), jumlah
menggunakan buli-buli panas atau kantong air
ini lebih sedikit 20% dari kelompok kontrol. Nilai p
panas terjadi pemindahan panas secara konduksi
juga menunjukkan 0,028 yang berarti varian tidak
dari buli-buli sehingga akan menyebabkan
sama. Karakteristik jenis bedah yang terbanyak
pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi
pada kelompok intervensi adalah bedah umum
penurunan ketegangan otot12.
yaitu sebanyak 10 responden (50%). Status fisik
Kompres hangat memiliki beberapa pengaruh
operasi ASA I sebanyak 15 responden (75%).
yaitu melebarkan pembuluh darah dan
Perbedaan karakteristik responden pada kedua
memperbaiki peredaran darah didalam jaringan,
kelompok tersebut kemungkinan memberikan
efek kompres hangat pada otot dapat menurunkan
pengaruh pemulihan reflek vesika urinaria dari
ketegangan serta dilatasi pembuluh darah yang
faktor usia dan kondisi penyakit responden.
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta
Cepatnya proses berkemih pada pasien yang
pembuluh kapiler. Efek ini diharapkan akan
diberikan kompres hangat karena terapi kompres
menyebabkan dilatasi arteriol aferen dan
hangat dapat meningkatkan dan memperlancar
meningkatkan aliran darah ke dalam glomerulus
sirkulasi. Kompres hangat yang lembab efektif
sehingga meningkatkan GFR. Spinal anestesi
dapat memberikan stimulus sensorik yang dapat
menurunkan 5-10% GFR, sehingga dari
membantu klien untuk relaksasi otot abdomen.
pemberian kompres hangat ini diharapkan dapat
Keberhasilan kompres hangat dapat
meningkatkan GFR untuk membantu haluaran
mempercepat pemulihan pasca pembedahan7.
urin13.
Beberapa tindakan pencegahan terjadinya
Efek pemberian kompres hangat terhadap
retensi urin pasca spinal anestesi meliputi
tubuh dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh
mobilisasi dini, membatasi asupan cairan,
darah dan meningkatkan sirkulasi. Adanya
kompres hangat di suprapubik dan penggunaan
peningkatan aliran darah ini akan meningkatkan
obat anestesi “short-acting”6, sementara itu
proses metabolisme dari sisa obat anestesi yang
intervensi keperawatan untuk mencegah POUR
masih tertinggal dalam sirkulasi sehingga dapat
yaitu membuat pasien kencing sebelum operasi
mengurangi efek obat anestesi. Dengan adanya
agar mereka bisa memasuki ruang operasi dengan
penurunan efek obat anestesi tersebut maka dapat
kandung kemih yang kosong, menghidupkan
mengembalikan impuls sensorik dan motorik yang
keran yang cukup dekat untuk didengar agar
berjalan diantara kandung kemih, medula spinalis,
membuat lebih nyaman serta membantu otot
dan otak sehingga dapat menimbulkan adanya
perineum pasien menjadi rileks, memberikan
98 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 94-99

reflek vesika urinaria1. SARAN


Pemakaian kompres hangat biasanya hanya Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
dilakukan setempat saja pada bagian tubuh sebagai intervensi keperawatan dan non farmakologi
tertentu. Dengan pemberian panas dari kompres pada pasien post operasi dengan spinal anestesi
hangat, pembuluh-pembuluh darah melebar khususnya ruang rawat inap bedah sebagai tindakan
sehingga akan memperlancar peredaran darah asuhan keperawatan mandiri Bagi peneliti selanjutnya
didalam jaringan tersebut. Panas cukup berguna diharapkan dapat meminimalisir kelompok varian
untuk pengobatan, meningkatkan aliran darah ke responden dan berfokus pada salah satu jenis bedah
bagian yang cedera. Apabila panas digunakan saja serta melakukan pengendalian dan
selama 1 jam atau lebih maka aliran darah akan penghitungan asupan cairan kebutuhan responden.
menurun akibat refleks vasokontriksi karena tubuh
berusaha mengontrol kehilangan panas dari area DAFTAR PUSTAKA
tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali 1. Sjamsuhidajat & Jong, W. (2005). Buku Ajar Ilmu
panas lokal secara periodik akan mengembalikan Bedah (2nd Ed). Jakarta : EGC
efek vasodilatasi9. 2. Mulroy, M. F., Bernard, C. M., McDonald, S. B., &
Adanya perbedaan lama waktu timbul reflek Salinas, F. V. (2009). A Practical Approach To
vesica urinaria pada pasien post operasi dengan Regional Anesthesia (4th Ed). Wolters Kluwer
spinal anestesi kelompok intervensi dan kontrol Health
lainnya dapat disebabkan karena adanya faktor 3. Baldini, G. (2009). Postoperative Urinary Retention
karakteristik responden yang mempengaruhi, Anesthetic and Perioperative Consideration.
diantaranya usia, jenis kelamin, dan status fisik Journal of Anesthesiology, 5 2009, Vol.110, 1139-
ASA. Usia >50 tahun mengalami peningkatan 1157. doi:10.1097/ALN.0b013e31819f7aea
resiko POUR 2,4 kali lebih tinggi daripada usia <50
4. Hasanah, R. (2013). Pengaruh Mobilisasi Dini
tahun. Pria lebih tinggi resiko mengalami
Terhadap Pemulihan Fungsi Kandung Kemih
pemanjangan waktu muncul reflek berkemih yaitu
( S k r i p s i ) . R e t r i e v e d f r o m
4,7% dibandingkan wanita 2,9%. Status fisik
http://digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/70/umj
pasien (ASA) berpengaruh terhadap pemulihan
-1x-roifatulha-3478-1-manuskrip.pdf.
reflek vesika urinaria, pasien dengan hipertensi
5. Gardjito, W. (2000). Retensio Urine Permasalahan
dan yang menerima analgetik opiat serta epidural
dan Penanganannya. Lab/UPF Ilmu Bedah. FK
meningkatkan resiko terjadinya POUR11.
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Waktu tercepat yang dibutuhkan untuk
6. Akhrita, Z. (2011). Pengaruh Mobilisasi Dini
pemulihan reflek vesika urinaria pada kelompok
Terhadap Pemulihan Kandung Kemih Pasca
intervensi tercatat 5 jam, sementara itu waktu
Pembedahan dengan Anestes Spinal di IRNA B
terlama pada kelompok intervensi membutuhkan 7
(Bedah Umum) RSUP Dr.M Djamil Padang
jam dan waktu pemulihan reflek vesika urinaria
( S k r i p s i ) . R e t r i e v e d f r o m
rata-rata pada kelompok intervensi yaitu 6,35 jam.
http://repository.unand.ac.id/
Waktu yang dibutuhkan pada pasien post spinal
anestesi untuk kembali memiliki kontrol volunter 7. Kozier, B., Erb, G., & Berman, A. (2010). Buku Ajar
berkemih yaitu 7 – 8 jam3. Kelompok kontrol Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, &
memiliki sebanyak 11 responden dengan waktu Praktik (7th ed). Jakarta: EGC
pemulihan reflek vesica urinaria >8 jam. Hal ini 8. Afsah. R. (2008). Tingkat Kejadian ISK Pada
menandakan bahwa pemberian kompres hangat Pasien Dengan Kateter Urin di RS PKU
suprapubik cukup efektif untuk membantu Muhammadiyah Yogyakarta (Skripsi).Retrieved
mempercepat pengembalian reflek vesika urinaria. fromhttp://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/1
23456789/5766/bab%20i.pdf?sequence=2&isAllo
wed=y
KESIMPULAN
9. Potter & Perry. (2010). Fundamental Keperawatan
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh
(7th ed). Singapore : Elsevier, Publikasi Salemba
pemberian kompres hangat suprapubik terhadap
Medika
pemulihan reflek vesica urinaria pada pasien post
spinal Anestesi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul, 10.Simsek, Y. Z dan Surreya, K. (2016). Postoperative
dengan hasil uji nilai p = 0,022 < 0,05. Antara Urinary Retention and Nursing Approaches.
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. International Journal of Caring Sciences
Dengan demikian hasil penelitian ini dapat digunakan September – December 2016 Volume 9. Issue 3
sebagai pertimbangan tindakan keperawatan untuk Page 1157
mencegah terjadinya retensi urin dan memberikan 11.Steggall, M et a.l (2013). Post-Operative Urinary
rasa nyaman pada pasien post spinal anestesi. Retention. Nursing Standart Jounal. 2013 Oct 2-
Winda Arfian Sari, dkk, Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Suprapubik Terhadap Pemulihan.... 99

8 ; 2 8 ( 5 ) : 4 3 - 8 . 13.Morgan, G. E., Mikhail, M.S., & Murray, M.J.


doi:10.7748/ns2013.10.28.5.43.e792 (2006). Clinical Anesthesiology 4th edition. USA:
12.Kusmiyati, Y., dkk. (2009). Perawatan Ibu Hamil. Lange Medical Books
Yogyakarta : Fitramaya Mulroy, M. F., Bernard, C. 14.Elsamra, S. E. & Ellsworth, P. (2012). Effects of
M., McDonald, S. B., & Salinas, F. V. (2009). A Analgesic and Anesthetics Medications on Lower
Practical Approach To Regional Anesthesia (4th Urinary Tract Function. Urologic Nursing Journal,
Ed). Wolters Kluwer Health March-April 2012 / Volume 32 Number 2 32 (2), 60-68
RASIO PREVALENSI ANEMIA IBU BERSALIN TERHADAP KEJADIAN PERSALINAN
PRETERM DI RSUD WONOSARI TAHUN 2016

Noviana Dewi Rengganis*, Siti Tyastuti, Anita Rahmawati

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email: novianadrengganis@gmail.com
ABSTRACT

Preterm labor is a delivery that occurs in pregnancy before 37 weeks' gestation. Complications in preterm-born infants are
the single largest cause of neonatal death and are currently the leading cause of death among children under 5 years. Infant
Mortality Rate (IMR) in Indonesia is still very high at 34 of 1000 live births. The prevalence of preterm delivery in Gunungkidul
Regency in 2013 was 16.1%. Anemia is one of the causes of preterm labor. The incidence of anemia in Gunungkidul Regency
has increased in the last 3 years. This study aims to determine the prevalence ratio of maternal anemia on the occurrence of
preterm labor in Wonosari Hospital 2016. Type of observational analytical research with cross sectional design. The subject
of this research is maternity mother in RSUD Wonosari. Data collection was taken from secondary data that is maternity
register and medical record from January to December 2016. Target population in this study amounted to 953, with simple
random sampling. The number of samples in this study amounted to 208 respondents. Data were analyzed using Ratio
Prevalensi (RP). Preterm birth mothers with anemia of 38,5% and preterm birth mothers who did not have anemia of 18.2%
with analysis of RP = 2,115. The result indicates that maternal mother with anemia has a chance to experience preterm labor
2.115 times bigger than mothers who are not anemia. (CI:1,330-3,365).

Keywords : Preterm, Anemia, Maternity


ABSTRAK

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan sebelum usia gestasi 37 minggu. Komplikasi pada bayi
yang lahir preterm merupakan penyebab tunggal terbesar kematian neonatal dan saat ini menjadi penyebab utama
kematian di kalangan anak-anak di bawah 5 tahun. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih sangat tinggi yaitu
mencapai 34 per 1000 Kelahiran Hidup (KH). Prevalensi kejadian persalinan preterm di Kabupaten Gunungkidul pada tahun
2013 sebesar 16,1%. Anemia merupakan salah satu peyebab persalinan preterm. Kejadian anemia di Kabupaten
Gunungkidul mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar rasio
prevalensi anemia ibu bersalin terhadap kejadian persalinan preterm di RSUD Wonosari Tahun 2016. Penelitian ini adalah
analitik observasional dengan desain cross setional. Subyek penelitian ini adalah ibu bersalin di RSUD Wonosari.
Pengumpulan data diambil dari data sekunder yaitu register ibu bersalin dan rekam medis dari bulan Januari-Desember
2016. Populasi target dalam penelitian ini sejumlah 953, pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik simple random
sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sejumlah 208 responden. Analisis data menggunakan Ratio Prevalence (RP).
Ibu bersalin preterm yang mengalami anemia sejumlah 38,5% dan ibu bersalin preterm yang tidak anemia sejumlah 18,2%.
Hasil analisis RP=2,115. Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan anemia berpeluang mengalami persalinan
preterm 2,115 kali lebih besar dibandingkan ibu bersalin yang tidak anemia. (CI:1,330-3,365).

Kata Kunci : Preterm, Anemia, Ibu Bersalin

PENDAHULUAN kematian bayi, sehingga penting untuk melakukan


Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi usaha penurunan AKN di Indonesia3.
pada kehamilan sebelum usia gestasi 37 minggu. Menurut laporan WHO tahun 2012 yang berjudul
Menurut World Health Organization (WHO) Born too Soon mengatakan bahwa setiap tahun
persalinan preterm merupakan persalinan yang diperkirakan 15 juta bayi dilahirkan secara preterm
terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai dan angka ini dapat terus meningkat4. Masalah lain
kurang dari 37 minggu yang dihitung dari hari pertama yang dapat ditimbulkan persalinan preterm adalah
haid terakhir. Komplikasi pada bayi yang lahir preterm organ vital bayi (otak, jantung, paru, dan ginjal) belum
merupakan penyebab tunggal terbesar kematian terbentuk sempurna, sehingga mengalami kesulitan
neonatal dan saat ini menjadi penyebab utama dalam adaptasi untuk tumbuh dan berkembang
kematian di kalangan anak-anak di bawah 5 tahun1. dengan baik5.
Angka kejadian persalinan preterm dari seluruh Angka kejadian preterm secara nasional maupun
kelahiran adalah 7-10% dan bertanggung jawab daerah di Indonesia masih belum ada, tetapi angka
terhadap 85% dari semua morbiditas dan mortalitas kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dapat
perinatal2. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar mencerminkan angka kejadian pretermitas secara
(Riskesdas) tahun 2013, Angka Kematian Bayi (AKB) kasar6. Berdasarkan data profil DIY tahun 2016,
di Indonesia masih sangat tinggi yaitu mencapai 34 menunjukkan bahwa angka prevalensi BBLR paling
per 1000 Kelahiran Hidup (KH). Angka Kematian tinggi yaitu Kabupaten Gunungkidul sebesar 6,45%
Neonatal (AKN) memberi kontribusi 59% dari dan diurutan kedua adalah Kabupaten Kulon Progo
Noviana Dewi Rengganis, dkk, Rasio Prevalensi Anemia Ibu Bersalin Terhadap.... 101

sebesar 6,05%7. Berdasarkan hasil penelitian yang METODE


telah dilakukan oleh Vitrianingsih, Kusharisupeni, & Penelitian ini menggunakan metode analitik
Luknis (2013), prevalensi kejadian persalinan preterm observasional dengan desain cross sectional.
di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2013 sebesar Variabel independen dalam penelitian ini adalah
16,1%8. anemia ibu bersalin, dan variabel dependen adalah
Beberapa faktor yang menyebabkan persalinan kejadian persalinan preterm. Penelitian ini dilakukan
preterm antara lain: sosial ekonomi rendah, gizi pada tanggal 2 Mei 2017 sampai dengan 16 Mei 2017,
kurang, anemia, perokok, pekerja keras, usia ibu tempat di RSUD Wonosari Gunungkidul.
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, serta Populasi penelitian ini adalah ibu bersalin di RSUD
penyulit dan penyakit kehamilan lainnya9. Data profil Wonosari tahun 2016 sejumlah 1.866 pasien.
Kabupaten Gunungkidul tahun 2015 menunjukkan Mengingat adanya ibu bersalin yang tidak memenuhi
angka kejadian anemia ibu hamil mengalami syarat maka peneliti menggunakan populasi target.
peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Kejadian Populasi target adalah populasi yang kemudian
anemia ibu hamil di Kabupaten Gunungkidul dikenakan kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sejumlah
meningkat dari 14,97% menjadi 21,88% ditahun 953 pasien. Besar sampel minimal yang dibutuhkan
201510. sebanyak 208 dengan teknik sampling simple random
Beberapa penelitian mendukung adanya sampling.
hubungan antara faktor penyebab preterm, salah Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder
satunya dalam penelitian Almabruroh, Ziyadatul C, & yang diperoleh dari catatan RM ibu bersalin di RSUD
Alfi A (2013), menunjukkan ada hubungan anemia Wonosari Gunungkidul dalam kurun waktu 1 Januari
terhadap persalinan preterm11. Namun penelitian lain sampai 31 Desember tahun 2016. Peneliti ingin
yang dilakukan oleh Amartha, Tecky A, Indri M, & Sigit meneliti rasio prevalensi anemia ibu bersalin dengan
A (2014) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kejadian persalinan preterm di RSUD Wonosari.
yang bermakna secara statistik antara anemia Analisis data untuk mendapatkan besar Rasio
dengan kejadian persalinan preterm12. Prevalensi (RP) menggunakan program komputer
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui SPSS 1,6.
seberapa besar rasio prevalensi anemia ibu bersalin
terhadap kejadian persalinan preterm di RSUD HASIL
Wonosari tahun 2016. Ruang lingkup penelitian ini
Tabel Karakteristik Subjek Penelitian Dapat dilihat
termasuk dalam analisis informasi data untuk
pada tabel 1.
pengambilan keputusan yang tepat dalam asuhan
kebidanan.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Subjek
Terpapar dan Tidak Terpapar di RSUD Wonosari

Sumber: Data Sekunder RSUD Wonosari


102 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 100-104

Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek dari 208 sebanyak 33 (15,9%) dan persalinan tidak preterm
responden dalam penelitian ini yaitu usia, paritas, sebanyak 90 (43,3%).
jarak hamil dan bersalin, pendidikan, dan pekerjaan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian
ibu. Adapun penjelasan berdasarkan masing-masing Persalinan di RSUD Wonosari
karakteristik adalah sebagai berikut: Kejadian frekuensi Persentase
1. Usia ibu persalinan (f) (%)
Proporsi kejadian persalinan di RSUD Wonosari Preterm
paling banyak terdapat pada usia 20-35 tahun yaitu 51 24,5
Tidak
preterm sebanyak 31 (14,9%) dan tidak preterm 157 75,5
Preterm
sebanyak 106 (50,9%).
Jumlah 208 100
2. Paritas
Sumber : Data Sekunder RSUD Wonosari
Proporsi kejadian persalinan di RSUD Wonosari
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa subjek
paling banyak dengan paritas 1 kali yaitu
penelitian yang mengalami persalinan preterm 51
persalinan preterm 30 (14,5%) dan tidak preterm
(24,5%) dan tidak preterm sebanyak 157 (75,5%).
sebanyak 75 (36,1%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persalinan
3. Jarak kehamilan
Berdasarkan Kejadian Anemia di
Proporsi persalinan dengan jarak kehamilan pada
RSUD Wonosari
ibu bersalin di RSUD Wonosari paling banyak
Kejadian frekuensi Persentase
terdapat pada jarak <2 tahun yaitu preterm
anemia (f) (%)
sebanyak 33 (15,9%) dan tidak preterm sebanyak
77 (37%). Anemia 65 31,2
Tidak
4. Pendidikan 143 68,8
anemia
Proporsi ibu bersalin di RSUD Wonosari Jumlah 208 100
menunjukkan tingkat pendidikan yang dimiliki ibu Sumber : Data Sekunder RSUD Wonosari
paling banyak pada tingkat pendidikan dasar yaitu Tabel 3 menunjukkan dari 208 persalinan yang
preterm sebanyak 31 (14,9%) dan persalinan tidak memenuhi kriteria ditemukan ibu bersalin dengan
preterm sebanyak 92 (44,2%). anemia sebanyak 65 (31,2%), presentase ini cukup
5. Pekerjaan tinggi karena hampir mencapai sepertiga dari jumlah
Proporsi ibu bersalin yang tidak bekerja lebih besar seluruh sampel ibu bersalin.
daripada ibu bersalin yang bekerja yaitu preterm
Tabel 4. Hubungan Kejadian Anemia Dengan Kejadian Persalinan Preterm
di RSUD Wonosari

Sumber : Data Sekunder RSUD Wonosari

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 208 ibu bersalin PEMBAHASAN


di RSUD Wonosari yang memenuhi kriteria inklusi dan Persalinan preterm adalah salah satu kelainan
ekslusi terdapat 51 ibu bersalin preterm yang persalinan yang ditinjau dari usia kehamilan.
mengalami anemia sebesar 38,5% dan yang tidak Berdasarkan pandangan usia kehamilan, janin bisa
anemia sebanyak 18,2%. Sedangkan pada 157 ibu lahir preterm, aterm, dan postterm. Persalinan
bersalin tidak preterm yang mengalami anemia preterm yaitu persalinan yang terjadi pada kehamilan
sebesar 61,5%, dan yang tidak anemia sebesar 37 minggu atau kurang. Pada penelitian ini diketahui
81,8%. Berdasarkan hasil penelitian, ibu bersalin bahwa persalinan preterm yang ada di RSUD
dengan anemia paling banyak terdapat pada Wonosari sebesar 24,5%. Persalinan preterm
persalinan tidak preterm. Setelah dianalisis merupakan hal yang berbahaya karena potensial
menggunakan program komputer SPSS 1,6 meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%
didapatkan Rasio Prevalensi (RP) 2,115 dan selain itu juga dapat menimbulkan dampak negatif
Confident Interval (CI) 1,330 - 3,365. tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas,
Noviana Dewi Rengganis, dkk, Rasio Prevalensi Anemia Ibu Bersalin Terhadap.... 103

potensi generasi yang akan datang, kelainan mental 5 menunjukkan bahwa 38,5% persalinan preterm
dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara mengalami anemia dan 18,2% persalinan preterm
keseluruhan. tidak mengalami anemia. Analisis data menggunakan
Persalinan preterm sulit diduga dan sulit dicari program komputer SPSS Versi 16 didapatkan hasil
penyebabnya, menurut Manuaba dan Krisnadi rasio prevalensi yaitu 2,115. Rasio prevalensi dalam
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penelitian ini merupakan prevalens efek (preterm)
persalinan preterm salah satunya adalah anemia6,8. pada kelompok dengan risiko (anemia) dibagi
Penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Rahmawati prevalens efek pada kelompok tanpa risiko.
juga menyatakan bahwa anemia merupakan faktor Confidence Interval (CI) merupakan suatu nilai
risiko terjadinya persalinan preterm13. Persalinan interval kepercayaan yang dihitung dengan sampel
preterm dengan anemia yang ada di RSUD Wonosari dalam penelitian, didapatkan hasil 1,330 – 3,365.
sebesar 38,5% dari jumlah subjek penelitian. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa batas atas
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa besar Rasio interval kepercayaan adalah 3,365 dan batas bawah
Prevalensi (RP) anemia ibu bersalin terhadap 1,330. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai
kejadian persalinan preterm di RSUD Wonosari tahun RP 2,115 berada pada rentang interval kepercayaan
2016 adalah sebesar 2,115. Hal ini berarti bahwa dan nilai kepercayaan di atas 1. Sehingga dapat
anemia pada ibu bersalin berpeluang mengalami diartikan perbandingan kejadian persalinan preterm
kejadian persalinan preterm 2,115 kali lebih besar antara kejadian anemia ibu bersalin dengan kejadian
daripada ibu bersalin tidak dengan anemia. ibu bersalin tidak anemia sebesar 2,115, angka
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan, hal tersebut >1 sehingga perhitungaan ini menunjukkan
ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan bahwa ibu bersalin dengan anemia berpeluang
akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi mengalami persalinan preterm 2,115 kali lebih besar
perubahan pada darah dan sum-sum tulang. dibandingkan ibu bersalin yang tidak anemia.
Perubahan hematologi sehubungan dengan Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
kehamilan disebabkan karena perubahan sirkulasi dilakukan oleh Dian Rahmawati yang menunjukkan
yang semakin meningkat terhadap plasenta dan hasil bahwa anemia ibu bersalin merupakan salah
pertumbuhan payudara14. Pada penelitian ini terdapat satu faktor yang mempengaruhi kejadian persalinan
31,2 % ibu bersalin dengan anemia, hal ini sejalan preterm dengan p-value 0,00113. Penelitian lain yang
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyuni, menguatkan adanya hubungan anemia ibu bersalin
Sri, & Triana menunjukkan ada hubungan antara dengan kejadian persalinan preterm dilakukan oleh
anemia ibu bersalin dengan kejadian persalinan Almabruroh, Ziyadatul C, & Alfi A dengan hasil ada
preterm 1 5 . Penelitian lain juga dilakukan oleh hubungan yang bermakna antara anemia dengan
Almabruroh, Ziyadatul C, & Alfi A yang menyatakan kejadian persalinan preterm (p-value 0,012).
bahwa ada hubungan yang bermakna antara anemia
dengan kejadian persalinan preterm11. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis distribusi frekuensi pada Karakteristik ibu bersalin di RSUD Wonosari tahun
persalinan dalam penelitian ini terdapat 24,5% ibu 2016 antaralain: usia ibu pada penelitian ini paling
bersalin preterm dan 75,5% ibu bersalin tidak preterm. banyak terdapat pada rentang 20-35 tahun, ibu
Sedangkan frekuensi kejadian anemia dalam dengan paritas 1 kali lebih banyak terjadi daripada
penelitian ini terdapat 31,2% ibu bersalin dengan paritas 2-3 atau > 3 kali, jarak kehamilan berisiko yaitu
anemia dan 68,8% ibu bersalin tidak dengan anemia. < 2 tahun paling banyak terjadi daripada jarak
Penelitian ini juga melihat karakteristik ibu bersalin di kehamilan 2-5 tahun atau > 5 tahun, pendidikan yang
RSUD Wonosari yaitu usia ibu, paritas, jarak dimiliki ibu paling banyak adalah pendidikan dasar,
kehamilan, pendidikan, dan pekerjaan. Tabel 2 dan paling banyak ibu bersalin dalam penelitian ini
menjelaskan hasil penelitian berdasarkan karakteritik tidak bekerja. Jumlah ibu bersalin preterm dalam
subjek penelitian, dimana usia ibu pada penelitian ini penelitian ini yang mengalami anemia sejumlah
paling banyak terdapat pada rentang 20-35 tahun. Ibu 38,5% dan tidak anemia sejumlah 18,2%. Jumlah ibu
dengan paritas 1 kali lebih banyak terjadi dalam dalam bersalin tidak preterm dalam penelitian ini yang
penelitian ini. Jarak kehamilan berisiko yaitu < 2 tahun mengalami anemia sejumlah 61,5% dan tidak anemia
dalam penelitian ini merupakan jarak yang paling sejumlah 81,8%. Rasio prevalensi ibu bersalin
banyak terjadi pada subjek penelitian. Pendidikan dengan anemia terhadap kejadian persalinan preterm
yang dimiliki ibu paling banyak adalah pendidikan di RSUD Wonosari tahun 2016 adalah 2,115. Hal ini
dasar dan paling banyak ibu bersalin dalam penelitian berarti ibu bersalin dengan anemia berpeluang
ini tidak bekerja. mengalami persalinan preterm 2,115 kali lebih besar
Hasil analisis tabel silang yang terdapat pada tabel dibandingkan dengan ibu bersalin tidak anemia.
104 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 100-104

SARAN New York: PMNCH.


Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan 5. Sujiyatini, Mufdillah, & Asri. 2009. Asuhan Patologi
kesimpulan penelitian di atas adalah sebagai berikut: Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika.
1. Bagi direktur RSUD Wonosari Gunungkidul 6. Krisnadi, Sofie R. 2009. Prematuritas. Bandung:
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai PT Refika Aditama.
masukan dalam upaya deteksi dini anemia ibu 7. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
bersalin dengan kejadian persalinan preterm, 2016. Profil Kesehatan DIY 2015. Yogyakarta:
sehingga dapat segera diambil langkah-langkah Dinas Kesehatan DIY.
efektif untuk menekan angka kejadian persalinan 8. Vitrianingsih, Kusharisupeni, & Luknis. 2012.
preterm di RSUD Wonosari Gunungkidul. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Berat
2. Bagi bidan pelaksana Lahir Bayi Di RSUD Wonosari Gunungkidul
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan Yo g y a k a r t a Ta h u n 2 0 1 2 ( S k r i p s i ) . Ti d a k
masukan untuk meningkatkan kewaspadaan dan diterbitkan. Universitas Respati Indonesia Jakarta.
deteksi dini faktor risiko persalinan preterm 9. Manuaba, IBG, Ida Ayu, & IBG Fajar. 2012. Ilmu
terutama faktor risiko anemia ibu hamil yang harus Kebidanan Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta:
dikelola sejak awal kehamilan dengan EGC.
memberikan konseling yang adekuat kepada ibu 10.Dinas Kesehatan Gunungkidul. 2016. Profil
hamil tentang cara pencegahan anemia selama Kesehatan Gunungkidul 2015. Yogyakarta: Dinas
kehamilan. Selain itu mampu berkolaborasi secara Kesehatan Gunungkidul.
efektif dengan tim medis untuk menyusun 11.Almabruroh, Ziyadatul C, & Alfi A. 2013. Hubungan
penatalaksanaan preventif yang adekuat. Antara Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian
3. Bagi peneliti selanjutnya Partus Prematur di Rsud Brebes Tahun 2013
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat (Skripsi). Tidak diterbitkan. AKBID YPBHK.
mengembangkan penelitian ini dengan 12.Amartha, Tecky A, Indri M, & Sigit A. 2014.
menambahkan faktor penyebab lainnya serta Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Dengan
menggunakan metode yang lebih kuat. Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Ambarawa
(Jurnal). Diterbitkan di Jurnal DIV Kebidanan
DAFTAR PUSTAKA STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Februari 2014.
1. World Health Organization (WHO). 2015. 13.Rahmawati, Dian, & Triana. 2013. Faktor-Faktor
Highlights and Key Messages from the World yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan
Health Organization's 2015 Global Preterm di RSUD DR.Moewardi Surakarta
Recommendations. WHO. (Skripsi). Tidak diterbitkan. Fakultas Kesehatan
2. Norwitz, Errol, & John. 2007. At a Glance Obstertri Universitas Surakarta.
& Gynekologi. Jakarta: Erlangga. 14.Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan,
3. Kementrian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Edisi keempat (Ed, Abdul Bari Saifuddin). Jakarta:
Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian Dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pengembangan KesehatanKementerian 15.Wahyuni, Sri, & Triana. 2010. Hubungan Anemia
Kesehatan RI. Dengan Kejadian Persalinan Prematur di RSU
4. McDougall, Lori, &Carole Presern. 2012. Born Too PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2009
Soon: The Global Action Report on Preterm Birth. (Jurnal, Vol 1, No. 2).
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN SIKAP
TERHADAP PEMERIKSAAN PAP SMEAR PADA WUS DI DUSUN PANCURAN BANTUL
TAHUN 2017

Amalia Ratna Kusumaningrum*, Siti Tyastuti, Hesty Widyasih

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


E-mail: amaliaratnak@gmail.com

ABSTRACT

In Indonesia, the highest prevalence of cervical cancer is located in D.I Yogyakarta. Low knowledge of cervical cancer
becomes one of the factors causing high incidence of cervical cancer. Cervical cancer can be prevented by using Pap smear
early on. Coverage of Pap smear can be used below 10%. Good knowledge also can support Pap smear. The purpose of this
study is to know the correlation between knowledge level on cervical cancer and attitude toward Pap smear on women at
fertile age in Pancuran, Bantul, 2017. The population was 191 women's fertile age at Pancuran village, Bantul. This study
used cross sectional study design with simple random sampling technique. The sample of this study was 90 participants. The
data collection used the questionnaire on the level of knowledge and the attitude on April 16, 23, and 27, 2017. Data analysis
used Chi-Square test. The result of the study shows 80% of the sample was elementary, economic status was 69% below
Bantul minimum wage, 82% had not done Pap smear test before, 48% with good knowledge, and 39% the attitude was
supporting Pap smear. The result of statistical test showed p-value 0.000, with the power was moderate (0.504). This study
concludes that there is a correlation between the level of knowledge and the attitude toward Pap smear test which the value is
moderate.

Keywords : Knowledge, Attitude, Cervical Cancer, Pap Smear

ABSTRAK

Prevalensi kanker serviks tertinggi di Indonesia berada di Provinsi D.I Yogyakarta. Rendahnya pengetahuan mengenai
kanker serviks secara umum berhubungan dengan masih tingginya angka kejadian kanker serviks. Kanker serviks
merupakan salah satu kanker yang dapat dicegah sejak dini dengan pap smear. Cakupan pap smear masih <10%.
Pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang mendukung pula untuk pap smear. Tujuan dalam penelitian ini adalah
diketahuinya keeratan hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks dengan sikap terhadap pemeriksaan pap
smear pada WUS Di Dusun Pancuran, Bantul tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional study.
Populasi nya adalah WUS Di Dusun Pancuran berjumlah 191 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
simple random sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 responden. Pengambilan data menggunakan kuesioner
tingkat pengetahuan dan kuesioner sikap, pada tanggal 16, 23, dan 27 April 2017. Analisis data menggunakan uji Chi-
Square test. Hasil penelitian menunjukkan 80% responden berpendidikan dasar (SD/SMP), status ekonomi 69% <UMK
Bantul, pengalaman 82% belum pernah melakukan pemeriksaan pap smear, 48% berpengetahuan baik, dan 39% bersikap
mendukung. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0.000, dengan keeratan hubungan sedang (0.504). Kesimpulan
penelitian ini terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kanker serviks dengan sikap terhadap pemeriksaan
pap smear dengan keeratan hubungan sedang.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Kanker Serviks, Pap Smear

PENDAHULUAN sebanyak 341 kasus, di Kabupaten Sleman sebanyak


Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah kanker 962 kasus, di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 105
yang banyak ditemukan pada wanita di negara kasus, di Kabupaten Kulonprogo sebanyak 205
berkembang. Indonesia termasuk negara kasus, dan terbanyak berada di Kabupaten Bantul
berkembang yang setiap tahun tidak kurang dari sebanyak 1355 kasus3.
170.000 kasus kanker serviks terjadi, dan menjadikan Informasi mengenai kanker serviks masih kurang
sebagai pembunuh nomor 2 di Indonesia1. dipahami oleh sebagian besar wanita usia subur
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan (WUS) di Indonesia. Rendahnya pengetahuan
prevalensi kanker serviks tertinggi berada di Provinsi mengenai kanker serviks secara umum berhubungan
D.I Yogyakarta yaitu sebesar 1,5‰2. Selain itu data dengan masih tingginya angka kejadian kanker
dari dinas kesehatan Provinsi D.I Yogyakarta angka serviks. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat
kejadian kanker serviks pada Kota Yogyakarta kanker serviks merupakan salah satu kanker yang
106 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 105-109

dapat dicegah sejak dini dengan deteksi dini salah menggunakan uji Chi-Square, dan uji keeratan
satunya adalah pap smear4. hubungan menggunakan Koefisien Kontingency.
Di Desa Terong, Bantul latar belakang pendidikan
perempuannya mempunyai proporsi terbanyak yaitu HASIL
tamatan SD sebesar 32% 5 . Belum optimalnya Karakteristik responden mengenai pendidikan,
penggunaan pap smear sebagai sarana untuk deteksi pengalaman pap smear, dan status ekonomi.
dini juga yang menjadi masalah hingga sekarang. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
Cakupan pap smear diseluruh dusun di Desa Terong berdasarkan karakteristik pada WUS di Dusun
terjadi merata yaitu <10%, padahal cakupan yang Pancuran Bantul Tahun 2017
efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan angka Frekuensi Persentase
kematian karena kanker serviks adalah 80% 3 . Karakteristik
(f) (%)
Menurut hasil studi pendahuluan di Dusun Pancuran, Pendidikan
Terong, Bantul sendiri mempunyai pasangan usia Dasar (SD, SMP) 72 80
Menengah (SMA) 18 20
subur (PUS) yang terbanyak dibanding dusun yang Tinggi (diploma, 0 0
lain. sarjana, pasca sarjana)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Pengalaman Pap smear
Pernah 16 18
salah satunya yaitu pendidikan, pengalaman, dan Belum pernah 74 82
status ekonomi6. Seseorang setelah mengetahui Status ekonomi
sesuatu objek, lalu mengorganisasikan dan <UMK (Rp 1.404.760) 62 69
menginterprestasikan berbagai macam informasi =UMK (Rp 1.404.760) 28 31
Jumlah 90 100
yang ia terima, dan setelah tahu, proses selanjutnya
mereka kemudian bersikap terhadap objek tersebut. Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan tingkat
Faktor pembentukan sikap sendiri salah satunya yaitu pendidikan responden paling banyak adalah lulusan
dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan pendidikan dasar (SD/SMP) sebanyak 72 responden
seseorang berhubungan dengan sikap terhadap (80%), pengalaman sebanyak 74 responden (82%)
sesuatu objek, dengan pengetahuan yang baik, akan belum pernah melakukan pemeriksaan pap smear,
membentuk sikap yang mendukung pula dan dan sebagian besar responden status ekonomi masih
diharapkan dapat terwujud dalam tindakan nyata <UMK Bantul (Rp 1.404.760) sebanyak 62 responden
untuk pap smear7. (69%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
METODE WUS tentang Kanker Serviks di Dusun Pancuran,
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey Bantul Tahun 2017
analitik dengan desain cross sectional. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan WUS tentang kanker serviks dan
variabel dependen nya adalah sikap terhadap
pemeriksaan pap smear. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 16, 23 dan 27 April 2017, di Dusun Pancuran,
Terong, Bantul. Populasi dalam penelitian ini adalah Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar
seluruh wanita usia subur (WUS) di Dusun Pancuran, responden berpengetahuan baik sebanyak 43
Terong, Bantul yang berusia 15-49 tahun baik yang responden (48%).
berstatus kawin maupun yang belum kawin atau janda Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap WUS Terhadap
dan berjumlah 191 orang. Metode pengambilan Pemeriksaan Pap Smear Di Dusun Pancuran Bantul
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Tahun 2017
simple random sampling dengan besar sampel Frekuensi Persentase
Sikap
(f) (%)
minimal 68 responden dan dalam penelitian ini
Mendukung 35 39
didapatkan 90 responden. Penelitian ini Tidak mendukung 55 61
menggunakan jenis data primer. Alat untuk mengukur Jumlah 90 100
atau mengumpulkan data adalah kuesioner yang Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar
sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan reabilitas responden bersikap tidak mendukung sebanyak 55
di Dusun Gulon, Bantul. Analisis yang digunakan responden (61%).
adalah analisis univariabel, analisis bivariabel
Amalia Ratna Kusumaningruma, dkk, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker.... 107

Tabel 4. Tabel Silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap WUS


Di Dusun Pancuran Bantul Tahun 2017
Sikap Terhadap
Pemeriksaan Pap
P
Tingkat Pengetahuan Smear Jumlah CC
value
tentang Kanker Serviks Tidak
Mendukung
mendukung
f % f % f %
Kurang 17 94.4 1 5.6 18 100
Cukup 25 83.3 5 16.7 30 100 0.000 0.504
Baik 13 31.0 29 69.0 42 100
Jumlah 55 61.1 35 38.9 90 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar dari faktor pendidikan saja9. Faktor-faktor yang
responden mempunyai pengetahuan baik dengan mempengaruhi pengetahuan salah satunya, yaitu
sikap mendukung pemeriksaan pap smear sebanyak usia, pengalaman, pendidikan, dan status ekonomi6.
29 responden (69%) dan sikap tidak mendukung Sebagian besar pengalaman responden belum
sebanyak 13 responden (31%). Data diolah dengan uji pernah melakukan pap smear sebanyak 74
statistika chi-square dan diperoleh nilai p-value = responden (82.2%). Peneliti juga menanyakan alasan
0.000 (<0.05). Hal ini menujukkan bahwa secara responden tidak melakukan pap smear, dengan
statistik ada hubungan antara tingkat pengetahuan alasan paling banyak yaitu takut sebanyak 45
tentang kanker serviks dengan sikap pemeriksaan responden (60.8%), dengan alasan malu sebanyak 18
pap smear. Hasil uji statistik koefisien kontingency responden (24.3%), dengan alasan tidak tahu
yaitu sebesar 0.504 (0.4 sd <0.6) hal ini menunjukkan sebanyak 7 responden (9.5%), dengan alasan belum
bahwa keeratan hubungan tingkat pengetahuan menikah sebanyak 4 responden (5.4%). Hal ini
dengan sikap terhadap pemeriksaan pap smear yaitu mendukung penelitian Shina Oranratanaphan alasan
sedang. terbanyak tidak melakukan pap smear karena takut
sebanyak 27.6% dan malu 26.3% dari total 78
PEMBAHASAN responden10.
Hasil karakteristik responden penelitian di Dusun Pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
Pancuran, Bantul tahun 2017, yaitu sebagian besar dan pengalaman itu adalah suatu cara memperoleh
responden tingkat pendidikan nya adalah pendidikan kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman
dasar (SD/SMP), yaitu sebanyak 78 responden dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
(72%). Menurut Notoatmodjo, pendidikan adalah pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi
tertentu 8 . Pendidikan seseorang berpengaruh pada masa lalu, dan ada kaitannya dengan pengaruh
terhadap pengetahuan seseorang. Pada umumnya pengalaman sendiri maupun pengalaman dari orang
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lain 6 . Pengalaman juga dapat menjadi dasar
baik pula pengetahuannya, begitu pula dengan pembentukan sikap apabila pengalaman tersebut
pendidikan yang rendah berkontribusi terhadap meninggalkan kesan yang kuat dan pernah
seberapa besar pengetahuan seseorang. Namun, melakukan hal tersebut. Apa yang telah dan sedang
perlu ditekankan bahwa seseorang yang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
berpengetahuan rendah pula. Hasil penelitian Tanggapan akan menjadi salah satu dasar
pengetahuan responden menunjukkan bahwa terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai
sebagian besar responden sudah berpengetahuan tanggapan dan penghayatan, seseorang harus
baik sebanyak 42 responden (46.7%), pengetahuan mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
cukup sebanyak 30 responden (33.3%), dan objek psikologis. Apakah penghayatan tersebut akan
pengetahuan kurang sebanyak 18 responden (20%). membentuk sikap yang mendukung ataukah sikap
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang tidak mendukung.
oleh Sinta Oktavyany, pengetahuan sebagian besar Middlebrook (1974) dalam Azwar mengatakan
responden tentang kanker serviks berpengetahuan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan
baik dan sebagian besar karakteristik pendidikan nya suatu objek psikologis cenderung akan membentuk
adalah menengah (SMA), dan dalam hal ini, tidak sikap tidak mendukung terhadap objek tersebut7.
menutup kemungkinan seseorang tersebut Melihat dari hasil penelitian ini sejalan dengan teori
memperoleh pengetahuan dari faktor lain, tidak hanya tersebut. Sebagian besar pengalaman responden
108 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 105-109

belum pernah melakukan pap smear sebanyak 74 pengalaman sebagian besar belum pernah
responden (82.2%), dan sikap responden terhadap melakukan pemeriksaan pap smear, dan status
pemerikaan pap smear juga sebagian besar tidak ekonomi berpenghasilan <UMK Bantul.
mendukung yaitu sebanyak 55 responden (61.1%). 2. Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks pada
Hal ini juga didukung dengan penelitian dari Ni Ketut WUS Di Dusun Pancuran Bantul sebagian besar
Martini menunjukkan bahwa sikap terbukti dalam kategori baik.
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan pap 3. Sikap terhadap pemeriksaan pap smear pada
smear 11 . Hasil penelitian ini juga mendukung WUS Di Dusun Pancuran Bantul sebagian besar
penelitian Ranabhat, S., Dhungana, G., Neupane, M., tidak mendukung.
Shrestha R., dan Tiwari, M. yaitu ada hubungan sikap 4. Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang
tentang pap smear untuk melakukan tes pap smear12. kanker serviks dengan sikap terhadap
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa pemeriksaan pap smear pada WUS Di Dusun
pengalaman mempengaruhi seseorang untuk Pancuran Bantul dengan keeratan hubungan
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan sedang.
yang membentuk suatu niat kepada objek tertentu.
Memperhatikan hal tersebut, pembentukan sikap SARAN
tidak hanya dipengaruhi oleh 1 faktor saja, tetapi
Bagi bidan Puskesmas Dlingo 2 disarankan untuk
d i p e n g a r u h i o l e h b e b e r a p a f a k t o r, s e p e r t i
memberikan penjelasan dan informasi lebih sering
pengalaman, kebudayaan, pengaruh orang lain yang
tentang kanker serviks sebagai upaya promotif dan
dianggap penting, media massa, institusi atau
preventif dalam deteksi dini kanker serviks. Bagi
lembaga pendidikan dan lembaga agama,
wanita usia subur disarankan untuk mencari informasi
pengetahuan, serta faktor emosi dalam diri individu7.
tambahan mengenai kanker serviks dan beserta
Pengetahuan juga didukung salah satunya oleh faktor deteksi dini lainnya. Bagi peneliti selanjutnya
status ekonomi seseorang tersebut. Status ekonomi disarankan untuk membuktikan ulang hipotesis
sebagian besar WUS di Dusun Pancuran, Bantul dengan menambah sampel.
berpenghasilan <UMK Bantul (Rp 1.404.760), yaitu
sebanyak 62 responden (68.9%). Konsekuensi akibat
DAFTAR PUSTAKA
pendapatan yang rendah mempengaruhi kebutuhan
primer maupun sekunder seseorang6. Seseorang 1. PUSDATIN. Situasi Penyakit Kanker. Jakarta:
yang mempunyai pendapatan lebih akan lebih mampu Pusat Data dan Informasi; 2015.
untuk memenuhi kebutuhan sekunder nya, tetapi hal 2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan
tersebut juga tidak mutlak karena faktor tersebut. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Hasil penelitian uji statistika tingkat pengetahuan Kementerian RI tahun 2013. Jakarta: Kementrian
kanker serviks dengan sikap terhadap pemeriksaan RI; 2013. [Diunduh pada 2016, 10 Desember] di:
pap smear pada WUS di Dusun Pancuran Bantul http://www.depkes.go.id/resources/download/gen
tahun 2017 diketahui bahwa nilai p-value pada uji Chi- eral/Hasil%20Riskesdas%20 2013.pdf
Square sebesar 0.000 sedangkan taraf kesalahan 3. Dinkes DIY. Profil Kesehatan Provinsi DIY.
yang ditentukan adalah 5% (0.05). Hal ini Yogyakarta: Dinkes Provinsi DIY; 2016.
m e n u n j u k k a n b a h w a a d a h u b u n g a n a n ta r a 4. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Draft
pengetahuan kanker serviks dengan sikap terhadap Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker
pemeriksaan pap smear dengan keeratan hubungan Serviks. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2015.
sedang (0.504). Hal ini sesuai dengan teori yang [Diunduh pada 2017, 10 Januari] di:
menyatakan bahwa seseorang mampu http://kanker.kemkes.go.id/
mengorganisasikan dan menginterprestasikan guidelines_read.php?id=1&cancer=3
berbagai macam informasi yang ia terima, lalu setelah 5. Birotapem Setda DIY. Jumlah Penduduk
mengetahui informasi tersebut, proses selanjutnya Kecamatan Dlingo Menurut Jenjang Pendidikan
mereka kemudian bersikap terhadap objek tersebut. Semester I 2016. DIY : Biro Tata Pemerintahan
Pengetahuan memegang peranan penting dalam Setda DIY; 2017. [Diunduh pada 2017, 10
penentuan sikap8. Februari] di: http://kependudukan.jogjaprov.
go.id/olah.php?module=statistik&periode=5&jenis
KESIMPULAN data=penduduk&berdasarkan=pendidikan&prop=
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan 34&kab=02&kec=11
pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai 6. Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
berikut: Rineka Cipta; 2010.
1. Karakteristik WUS Di Dusun Pancuran Bantul 7. A z w a r , S . S i k a p M a n u s i a Te o r i d a n
sebagian besar berpendidikan dasar (SD/SMP), Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Amalia Ratna Kusumaningruma, dkk, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker.... 109

2013. 30%2011.28%20Shina% 20Oranratanaphan.pdf


8. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Perilaku 11.Martini, Ni Ketut. Hubungan Karakteristik,
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2014. Pengetahuan dan Sikap Wanita Pasangan Usia
9. Oktavyany, S., Yusriana, C., dan Ratnaningsih, D. Subur Dengan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear
Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Di Puskesmas Sukawati II; 2013. [Diunduh pada
Serviks dengan Sikap Terhadap Pemeriksaan Pap 2 0 1 6 , 1 0 D e s e m b e r ] d i :
Smear Pada PUS Di Puskesmas Semanu http://www.pps.unud.ac.id/thesis/detail-778-
Gunungkidul. Jurnal Permata Indonesia. 2015; hubungan-karakteristik-pengetahuan-dan-sikap-
6(2): 57-67. [Diunduh pada 2017, 7 Mei] di: wanita-pasangan-usia-subur-dengan-tindakan-
.ac.id/wp-content /uploads/2016/01/06.-Jurnal- pemeriksaan-pap-smear--di-puskesmassukawati-
PI_Sinta-Chinthia-Dwi.pdf. ii.html
10.Oranratanaphan, S., Amatyakul, P., Iramaneerat, 12.Ranabhat, S., Dhungana, G., Neupane, M.,
K., dan Srithipayawan, S. Knowledge, Attitudes Shrestha, R., dan Tiwari, M. Pap Smear Coverage
and Practices about the Pap Smear among And Effect Of Knowledge And Attitude Regarding
Medical Workers in Naresuan University Hospital. Cervical Cancer On Utilization Of The Test By
Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Women In Udayapur District Of Nepal. Journal of
2010;11(1). [Diunduh pada 2017, 7 Mei] di: Chitwan Medical College. 2014; 4(10): 31-35.
http://www.apocpcontrol.net/paperfile/issue_abs/ [Diunduh pada 2016, 10 Desember]
V o l u m e 11 _ N o 6 / c % 2 0 1 7 2 7 - di:ww.jcmc.cmc.edu.
PENGARUH PENAMBAHAN LABU KUNING DAN KACANG HIJAU DITINJAU DARI SIFAT
FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN GIZI MAKANAN TRADISIONAL NAGASARI

Desi Nur Yuniyanti, Elza Ismail*, Joko Susilo

Jurusan Gizi Poltekes Kemenkes Yogyakarta


*Email: elza.ismail@gmail.com

ABSTRAK
An effort done to decrease dependence toward rice flour is by changing rice flour with pumpkin. High potentcy of pumpkin and
mung beans production in Indonesia is not matched with the public interest on its utilization. Nagasari is a white-colored
traditional cake with chewy texture and is filled with banana.The addition of yellow pumpkin and mung beans can provide
additional nutrients and as an alternative healthy snack. The research was aimed to know the effect of pumpkin and mung
beans addition on nagasari reviewed from physical properties, organoleptic and nutrient content of nagasari. This research
was a quasi experimental with simple random sampling. The data of physical properties was analized descriptively. Data of
favorite level test was analyzed using Kruskal-Wallis test and if there were differences, it would be continued by Mann-
Whitney test. The physical properties of Nagasari with pumpkin addition made the yellow colour looks brighter, its aroma
would be decreased and the pumpkin aroma would be stronger, the sweet taste of it will be dominant and the chewy texture
could be decreased. The favorite level of nagasari with variation of pumpkin and mung beans based on the quality of colour,
aroma, taste, and texture was significantly different (p<0,05). The addition of pumpkin in nagasari showed the difference of
betakaroten, so that the more pumpkin added the more betakaroten content. The addition of mung beans in nagasari showed
the difference. Nagasari with mung beans showed the protein content was higher than the one without mungbeans addition.
The content of energy, carbohydrate, and fat were not matched with the theory. It might be caused by biased of the research
which did not take nagasari sampling homogeneously. Conclusion: There was an effect of pumpkin and mung bean saddition
toward the physical properties, organoleptic and the nutrient content of the nagasari traditional food.

Keywords: Nagasari, physical properties, organoleptic, nutrient content, pumpkin, mungbeans

ABSTRAK

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung beras adalah memvariasikan tepung beras
dengan labu kuning. Tingginya potensi produksi labu kuning dan kacang hijau di Indonesia tidak diimbangi oleh minat
masyarakat dalam pemanfaatan bahan pangan tersebut. Nagasari merupakan kue basah berwarna putih dengan tekstur
kenyal yang diberi isian pisang. Penambahan labu kuning dan kacang hijau dapat memberi tambahan zat gizi dan sebagai
alternatif makanan selingan sehat yang mengenyangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
labu kuning dan kacang hijau pada nagasari ditinjau dari sifat fisik, sifat organoleptik dan kandungan gizi nagasari.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan acak sederhana. Data hasil uji sifat fisik dianalisis
dengan metode deskriptif. Data hasil uji tingkat kesukaan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan apabila ada perbedaan
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian : Sifat fisik nagasari dengan penambahan labu kuning maka warna
kuning pada nagasari akan semakin terang, aroma nagasari akan semakin berkurang dan aroma labu kuning akan semakin
kuat, rasa manis nagasari akan semakin dominan serta tekstur kekenyalan menjadi berkurang. Tingkat kesukaan terhadap
nagasari dengan variasi labu kuning dan kacang hijau secara statistik mutu warna, aroma, rasa dan tekstur memiliki
perbedaan yang bermakna (p<0,05). Penambahan labu kuning pada nagasari menunjukan perbedaan kandungan
betakaroten pada nagasari, semakin banyak labu kuning yang ditambahkan maka kandungan betakaroten akan semakin
banyak. Penambahan kacang hijau dalam nagasari menunjukan perbedaan, nagasari dengan kacang hijau menunjukan
kandungan protein yang lebih tinggi daripada nagasari tanpa penambahan kacang hijau. kandungan energi, karbohidrat dan
lemak tidak sesuai dengan teori yang ada disebabkan oleh bias penelitian kemungkinan akibat nagasari yang diambil
sampel tidak homogen. Kesimpulan: Ada pengaruh penambahan labu kuning dan kacang hijau terhadap sifat fisik,
organoleptik dan kandungan gizi makanan tradisional nagasari

Kata Kunci: Nagasari, sifat fisik, sifat organoleptik, kandungan gizi, labu kuning, kacang hijau

PENDAHULUAN vanili dan daun pandan.


Nagasari merupakan salah satu pangan khas Kandungan zat gizi per bungkus nagasari (±50
Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Barat. gram) yaitu energi 216.5 kkal, protein 2.8 g, lemak 5.1
Nagasari terbuat dari tepung beras, gula dan pisang g, karbohidrat 40.5 g, kalsium 14.5 mg, fosfor 50.3 mg
yang merupakan bahan makanan tinggi karbohidrat. dan besi 0.3 mg1.Penganekaragaman konsumsi
Selain itu ada pula santan yang mengandung tinggi pangan merupakan upaya untuk membudayakan pola
lemak. Sebagai tambahan digunakan garam, essen konsumsi pangan yang beranekaragam, seimbang
Desi Nur Yuniyanti, dkk, Pengaruh Penambahan Labu Kuning Dan Kacang Hijau Ditinjau.... 111

dan aman dalam jumlah dankomposisi yang cukup METODE


guna memenuhi kebutuhan zat gizi untuk hidup Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
sehat2. Beranekaragam memiliki arti suatu menu yang adalah penelitian eksperimental semu dengan
terdiri dari berbagai macam bahan pangan untuk rancangan acak sederhana (RAS). Perlakuan dalam
menunjang hidup sehat, kreatif dan produktif yang penelitian ini adalah variasi penambahan labu kuning,
hendaknya mencakup dan memenuhi unsur kacang hijau, tepung beras dalam satu resep olahan
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. adonan nagasari. Dampak atau variabel terukur yang
Permasalahan pola konsumsi pangan diukur dan diamati adalah sifat fisik, sifat organoleptik
dimasyarakat disebabkan oleh banyak hal, seperti dan kandungan gizi.
masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Jenis penelitian ini merupakan penelitian
konsumsi pangan beragam dan bergizi seimbang. Hal eksperimental semu, memberikan perlakuan dengan
tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya berbagai variasi penambahan labu kuning dan kacang
masalah gizi dan penyakit degeneratif2. hijau dengan rancangan acak sederhana
Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan menggunakan empat perakuan, tiga ulangan dan dua
yang kaya akan vitamin A dan C, mineral serta unit percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah
karbohidrat. Daging buahnya mengandung variasi penambahan labu kuning 0% kacang hijau 0%,
antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis penambahan labu kuning 25% kacang hijau 0%,
kanker3. penambahan labu kuning 25% kacang hijau 5% dan
Walaupun tanaman labu kuning dipercaya berasal penambahan labu kuning 50% dan kacang hijau 5%.
dari Ambon (Indonesia), budi daya tanaman tersebut Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari
secara monokultur dan besar-besaran belum lazim sampai Juni 2017. Proses pembuatan nagasari
dilakukan oleh masyarakat tempat kita. Tingkat dilakukan di rumah peneliti yaitu di dusun
konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat Randugowang, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, pengujian
rendah, kurang dari 5 kg perkapita pertahun3. sifat fisik dan organoleptik dilakukan di Laboratorium
Labu kuning sendiri setiap 100 gram memiliki Uji Cita Rasa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,
kandungan energi 51 kkal, protein 1,7 gram, lemak 0,5 sedangkan uji kandungan gizi dilakukan di CV Chemix
gram, karbohidrat 10 gram, kalsium 40 mg, fosfor 180 pratama, Kretek, Jambidan, Banguntapan, Bantul.
mg, besi 0,7 mg, seng 1,5 mg, betakaroten 1569 ug, Pengujian sifat fisik meliputi warna, aroma, rasa
tiamin 0,2 mg, niasin 0,1 mg dan vitamin C 2 mg4. dan tekstur nagasari secara subyektif. Sedangkan
Melihat dari data Dinas Pertanian, Perikanan dan untuk mengetahui kandungan karbohidrat diukur
Kehutanan Kabupaten Sleman, rata-rata produksi menggunakan metode Anthrone, kandungan protein
kacang hijau di kabupaten Sleman pada tahun 2009 diukur dengan menggunakan metode Micro Kjedahl,
mencapai 7,37 kw/ha dengan luas panen 19 ha, lemak diukur dengan menggunakan metode Soxlet
posisinya menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan betakaroten diukur dengan menggunakan
dan kacang tanah 5 . Namun, masyarakat belum metode Spektrofotometri. Pengujian tingkat kesukaan
mengonsumsi kacang hijau secara maksimal. Dalam dilakukan pada 25 panelis agak terlatih dengan
tatanan sehari-hari kacang hijau biasa dikonsumsi Hedonic test yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
sebagai bubur dan sayur (taoge)6. penerimaan konsumen terhadap nagasari meliputi
Kacang hijau merupakan bahan makanan sebagai warna, aroma, rasa dan tekstur. Cara penilaian
sumber protein nabati yang setiap 100 gramnya melalui pemberian nilai kesukaan dengan rentang 4-7
mengandung energi 323 kkal, protein 22,9 gram, yang meliputi: sangat suka (7), suka (6), tidak suka (5),
lemak 1,5 gram, karbohidrat 56,8 gram, kalsium 223 sangat tidak suka (4). Hasil uji sifat fisik dan
mg, fosfor 319 mg, besi 7,5 mg, karoten total 223 ug, kandungan gizi selanjutnya dianalisis secara
tiamin 0,46 mg, riboflavin 0,15 mg, niasin 1,5 mg deskriptif . hasil tingkat kesukaan panelis
dan vitamin C 10 mg4. menggunakan Kruskal-Wallis jika ada perbedaan
Dengan kekurangan dari nagasari dan kelebihan yang signifikan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney
dari labu kuning dan kacang hijau, maka peneliti untuk mengetahui perbedaan antar sampel.
tertarik untuk mengetahui pengaruh penambahan
labu kuning dan kacang hijau ditinjau dari sifat fisik, HASIL PENELITIAN
organoleptik dan kandungan gizi makanan tradisional Sifat Fisik Nagasari
nagasari. Pengamatan sifat fisik nagasari dilakukan secara
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengaruh subyektif oleh peneliti dengan menggunakan indera
penambahan labu kuning dan kacang hijau pada penglihatan, pembau dan perasa. Sifat subyektif
nagasari ditinjau dari sifat fisik, sifat organoleptik dan nagasari dinilai menggunakan alat indera meliputi
kandungan gizi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat warna, aroma, rasa dan tekstur. Pengukuran uji fisik
bermanfaat bagi peneliti, masyarakat dan pemerintah pada nagasari akan mempengaruhi pada karakteristik
112 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 110-117

mutu yang diuji, apakah produk tersebut layak atau dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
tidak untuk diproduksikan. Hasil pengamatan uji fisik

Tabel 1. Sifat Fisik Nagasari

Keterangan : semakin banyak tanda (+) sifat fisik subyektif yang ditunjukan semakin dominan

Wa r n a n a g a s a r i b e r d a s a r k a n h a s i l d a r i dengan penambahan labu kuning 25% dan kacang


pengamatan nagasari dengan variasi penambahan hijau 0% juga memiliki aroma yang hampir sama,
labu kuning 0% dan kacang hijau 0% berwarna putih, namun aroma labu kuning juga mulai muncul.
karena pada pembuatan nagasari hanya berbahan Sedangkan nagasari dengan penambahan labu
dasar tepung beras dan tepung hunkwe tanpa ada kuning 25% dan kacang hijau 5% memiliki aroma
penambahan dari labu kuning. Sehingga nagasari nagasari dan labu kuning, namun ketika diiris bagian
berwarna putih seperti nagasari pada umumnya. tengahnya, samar-samar aroma bubur kacang hijau
Pada variasi penambahan labu kuning 25% baik tercium. Dan pada nagasari dengan penambahan
dengan penambahan kacang hijau atau tidak labu kuning 50% dan kacang hijau 5% memiliki aroma
memiliki warna kuning muda dengan bercak kuning labu kuning yang tercium semakin kuat, disisi lain
dari labu kuning yang kurang halus. aroma langu khas tepung berkurang. Saat diirispun
Dan variasi penambahan labu kuning 50% dan dari nagasari tercium aroma samar bubur kacang
kacang hijau 5% menunjukan warna kuning yang hijau. Hal tersebut menunjukan nagasari dengan
sedikit lebih terang namun memiliki bercak kuning variasi labu kuning memiliki aroma khas labu kuning,
lebih banyak. Hasil tersebut menunjukan bahwa serta aroma labu kuning akan meningkat seiring
semakin persentase penambahan labu kuning maka peningkatan persetase labu kuning yang
warna yang dihasilkan akan semakin kuning. ditambahkan. Sedangkan dengan penambahan
Sedangkan penambahankacang hijau tidak kacang hijau, aroma khas bubur kacang hijau hanya
berpengaruh pada warna luar nagasari karena tercium jika diiris karena memang bubur kacang hijau
kacang hijau ditempatkan ditengah sebagai isian. Hal diletakkan didalam nagasari.
ini sesuai dengan teori yang ada karena labu kuning Rasa nagasari dengan penambahan labu kuning
berwarna kuning atau jingga akibat kandungan 0% dan kacang hijau 0% yaitu agak manis (manis +)
karotenoidnya yang sangat tinggi. Penambahan labu seperti nagasari pada umumnya. Nagasari dengan
kuning dengan tepung beras dan santan yang penambahan labu kuning 25% baik dengan kacang
berwarna putih sedikit menetralisir warna kuning pada hijau maupun tidak, memiliki rasa manis (++).
labu kuning sehingga nagasari menjadi lebih pucat Sedangkan nagasari dengan penambahan labu
dari warna asli labu kuning. Hasil yang sama juga kuning 50% dan kacang hijau 5% menunjukan
ditemukan pada penelitian Oki Marta Saputi tahun kenaikan rasa manis(+++). Hal ini menunjukan bahwa
2013 yaitu variasi pencampuran tepung labu kuning semakin banyak persentase labu kuning dalam
sebagai bahan penstabil es krim ditinjau dari sifat fisik, nagasari maka rasa manis pada nagasari menjadi
organoleptik dan kadar betakaroten7. Pada penelitian semakin kuat. Rasa manis yang muncul pada
Oki Marta Saputi es krim yang dihasilkan dari variasi nagasari selain karena penggunaan gula juga karena
pencampuran tepung labu kuning dapat penambahan labu kuning sendiri memiliki rasa sedikit
mempengaruhi warna dari es krim tersebut. semakin manis. Hal ini karena labu kuning sebagai buah
banyak pencampuran tepung labu kuning, maka mengandung karbohidrat yang sebagian besar
warna es krim yang dihasilkan semakin tampak penyusunnya adalah fruktosa, yang merupakan jenis
kekuningan7. monosakarida paling manis.
Aroma nadasari berdasarkan hasil uji fisik yang Tekstur yang dimiliki oleh nagasari dengan
dilakukan, nagasari dengan penambahan labu kuning penambahan labu kuning 0% dan kacang hijau 0%
0% dan kacang hijau 0% memiliki aroma khas menunjukan tekstur yang kenyal (+++) diatas nagasari
nagasari yaitu gabungan antara aroma gurih santan, pada umumnya. Hal ini karena nagasari dikukus
manis gula dan langu dari tepung beras. Nagasari dengan mengguakan cetakan bukan dengan
Desi Nur Yuniyanti, dkk, Pengaruh Penambahan Labu Kuning Dan Kacang Hijau Ditinjau.... 113

dibungkus daun pisang, sehingga memungkinkan karena berkurangnya campuran tepung beras yang
nagasari mengalami proses penguapan pada saat merupakan perekat dalam adonan nagasari sehingga
didinginkan. Nagasari dengan penambahan labu menyebabkan berkurangnya kekenyalan dari nagasari.
kuning 25% baik dengan penambahan kacang hijau
ataupun tidak, justru memiliki tektur mendekati Sifat Organoleptik Nagasari
nagasari pada umumnya yaitu kenyal (++). Sedangkan Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui
nagasari dengan campuran tepung beras, labu kuning tingkat penerimaan nagasari dengan penambahan
50% dan kacang hijau 5% menunjukan tekstur kenyal labu kuning dan penambahan kacang hijau terhadap
(+) yang berkurang dari nagasari dengan penambahan warna, aroma, rasa dan tekstur yang diuji cobakan
labu kuning 25% bahkan ketika dikeluarkan dari pada 25 panelis agak terlatih yaitu Mahasiswa
cetakan menjadi mudah hancur. Penurunan Jurusan Gizi tingkat II. Hasil dari uji organoleptik
kekenyalan pada variasi nagasari seiring dengan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Mean Rank
penurunan tepung beras yang digunakan. Hal ini tingkat kesukaan panelis dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Mean Rank Uji Organoleptik Nagasari

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda (a,b, c, d) pada kolom yang sama menyatakan ada
perbedaan yang nyata pada uji Mann-Whitney

Tingkat kesukaan suatu makanan dapat bermakna terhadap warna nagasari. Hanya nagasari
dipengaruhi oleh kenampakan warna, sehingga dengan penambahan labu kuning 25% kacang hijau
warna dapat menentukan mutu makanan. 0% dan nagasari dengan penambahan labu kuning
Berdasarkan hasil uji statistik tabel 2 dengan 25% kacang hijau 5% yang tidak memiliki perbedaan
menggunakan uji Kruskal Wallis pada pengamatan nyata. Hal ini dibuktikan dengan hasil mean rank yang
warna variasi pencampuran tepung beras, labu terlihat pada tabel 2. Dengan demikian angka
kuning dan kacang hijau di dapatkan angka (p<0,05) probabilitas pada uji warna <0,05 menunjukan bahwa
yaitu terdapat perbedaan warna. Setelah itu dilakukan pengaruh pencampuran labu kuning dan kacang hijau
uji Mann Whitney diketahui bahwa nagasari dengan terhadap warna nagasari adalah berpengaruh nyata.
penambahan labu kuning dan kacang hijau Tingkat kesukaan panelis terhadap warna nagasari
berpengaruh nyata dan memiliki perbedaan yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Warna Nagasari

Warna nagasari yang dibuat secara umum adalah kesukaan panelis dengan skala sangat tidak suka dan
berwarna putih. Berdasarkan pada gambar 1, nilai tidak suka terhadap warna nagasari diperoleh pada
tertinggi dengan tingkat kesukaan panelis terhadap variasi kontrol dengan nilai 15 dan nilai mean rank
warna nagasari diperoleh pada variasi campuran 32,74. Hal ini karena nagasari dengan penambahan
penambahan labu kuning 50% dan kacang hijau 5% labu kuning 50% kacang hijau 5% memiliki warna
dengan nilai 23 dan nilai mean rank 23 sebesar 67,12 kuning paling terang sehingga tampak lebih menarik
seperti pada tabel 2. dan disukai. Warna kuning ini berasal dari betakaroten
Sedangkan nilai terendah terendah pada tingkat dari labu kuning yang digunakan.
114 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 110-117

Aroma nagasari berdasarkan hasil uji statistik tabel Hanya nagasari dengan variasi labu kuning 0%
2 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis pada kacang hijau 0% dan labu kuning 15% kacang hijau
pengamatan aroma variasi pencampuran tepung 0% yang tidak memiliki perbedaan nyata. Dengan
beras, labu kuning dan kacang hijau di dapatkan demikian angka probabilitas pada uji aroma <0,05
angka (p<0,05) yaitu terdapat perbedaan aroma. menunjukan bahwa pengaruh pencampuran labu
Setelah itu dilakukan uji Mann Whitney diketahui kuning dan kacang hijau terhadap aroma nagasari
bahwa nagasari dengan penambahan labu kuning adalah berpengaruh nyata.
dan kacang hijau berpengaruh nyata dan memiliki Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
perbedaan yang bermakna terhadap aroma nagasari. nagasari adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Aroma Nagasari

Berdasarkan dari hasil uji hedonik nagasari, dapat labu kuning dan kacang hijau di dapatkan angka
dilihat pada gambar 2. Panelis memberikan penilaian (p<0,05) yaitu terdapat perbedaan rasa. Setelah itu
tertinggi pada aroma nagasari dengan variasi dilakukan uji Mann Whitney diketahui bahwa nagasari
campuran labu kuning 50% dan kacang hijau 5% dengan penambahan labu kuning dan kacang hijau
dengan kategori nilai suka dan suka sekali sebanyak berpengaruh nyata dan memiliki perbedaan yang
23 serta nilai mean rank 62,62. Penilaian terendah bermakna terhadap rasa nagasari. Hal ini dibuktikan
yaitu dengan kategori nilai sangat tidak suka dan tidak dengan hasil mean rank yang terlihat pada tabel 2,
suka pada variasi pencampuran labu kuning 25% dan pada variasi penambahan labu kuning dan kacang
kacang hijau 0% yaitu sebanyak 7 dengan nilai mean hijau berbeda dengan mean rank pada perlakuan
rank 43,56. Variasi dengan penambahan labu kuning kontrol. Dengan demikian angka probabilitas pada uji
dan tanpa kacang hijau kurang disukai oleh panelis, rasa <0,05 menunjukan bahwa pengaruh
keberadaan kacang hijau dinilai dapat meningkatkan pencampuran labu kuning dan kacang hijau terhadap
kesukaan panelis terhadap aroma yang dihasilkan. rasa nagasari adalah berpengaruh nyata.
Rasa nagasari berdasarkan hasil uji statistik tabel Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nagasari
2 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis pada adalah sebagai berikut:
pengamatan rasa variasi pencampuran tepung beras,

Gambar 3. Tingkat Penilaian Panelis terhadap Rasa Nagasari


Hasil dari uji hedonik rasa nagasari, dapat dilihat labu kuning 50% dan kacang hijau 5% dengan
pada gambar 3. Panelis memberikan penilaian kategori nilai suka dan suka sekali sebanyak 22 serta
tertinggi pada rasa nagasari dengan variasi campuran nilai mean rank 52,78. Penilaian terendah yaitu
Desi Nur Yuniyanti, dkk, Pengaruh Penambahan Labu Kuning Dan Kacang Hijau Ditinjau.... 115

dengan kategori nilai sangat tidak suka dan tidak suka penambahan labu kuning dan kacang hijau
pada variasi pencampuran labu kuning 0% dan berpengaruh nyata dan memiliki perbedaan yang
kacang hijau 0% yaitu sebanyak 6 dengan nilai mean bermakna terhadap tekstur nagasari. Hal ini
rank 38,86. Variasi dengan penambahan labu kuning dibuktikan dengan hasil mean rank yang terlihat pada
dan tanpa kacang hijau kurang disukai oleh panelis, tabel 2, pada variasi penambahan labu kuning dan
keberadaan kacang hijau dinilai dapat meningkatkan kacang hijau berbeda dengan mean rank pada
kesukaan panelis terhadap rasa yang dihasilkan perlakuan kontrol. Dengan demikian angka
Tekstur nagasari berdasarkan hasil uji statistik probabilitas pada uji tekstur <0,05 menunjukan
tabel 2 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis pada bahwa pengaruh pencampuran labu kuning dan
variasi pencampuran tepung beras, labu kuning dan kacang hijau terhadap tekstur nagasari adalah
kacang hijau di dapatkan angka (p<0,05) yaitu berpengaruh nyata.
terdapat perbedaan tekstur. Setelah itu dilakukan uji Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
Mann Whitney diketahui bahwa nagasari dengan nagasari adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Nagasari


Hasil uji hedonik nagasari dengan berbagai variasi yang paling banyak dinilai dapat meningkatkan
campuran, dapat dilihat pada gambar 4. Panelis kesukaan panelis terhadap tekstur yang dihasilkan.
memberikan penilaian tertinggi pada tekstur nagasari
dengan variasi campuran labu kuning 50% dan Kadar Kandungan Gizi Nagasari
kacang hijau 5% dengan kategori nilai suka dan suka Analisis kadar energi pada nagasari menggunakan
sekali sebanyak 22 serta nilai mean rank 61,42. perhitungan didasarkan pada kandungan protein,
Penilaian terendah yaitu dengan kategori nilai sangat lemak dan karbohidrat yang diketahui, setelah diubah
tidak suka dan tidak suka pada variasi pencampuran kedalam satuan energi kemudian dijumlahan. Analisis
labu kuning 0% dan kacang hijau 0% yaitu sebanyak kandungan energi bertujuan untuk mengetahui
13 dengan nilai mean rank 31,94. Variasi dengan kandungan energi yang terkandung dalam keempat
tanpa penambahan labu kuning dan kacang hijau perlakuan dengan teknik duplo.
kurang disukai oleh panelis, penambahan labu kuning

Tabel 3. Kadar Energi Nagasari dengan Variasi Perlakuan

Berdasarkan dari hasil uji energi dilihat pada tabel dengan penambahan labu kuning 25% dan kacang
3 menunjukan adanya perbedaan kadar energi pada hijau 5%.
masing-masing perlakuan. Pada keempat perlakuan Analisis kadar protein pada nagasari
menunjukan kadar energi tertinggi yaitu pada kontrol. menggunakan perhitungan didasarkan pada metode
Hal ini disebabkan karena pada nagasari kontrol Micro Kjeldahl. Analisis kandungan protein bertujuan
menggunakan paling banyak tepung beras yang untuk mengetahui kandungan protein yang
merupakan bahan pangan sumber energi. terkandung dalam keempat perlakuan dengan teknik
Sedangkan kadar energi terendah yaitu nagasari duplo.
116 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 2, September 2017, hlm. 110-117

Tabel 4. Kadar Protein Nagasari dengan Variasi Perlakuan

Hasil uji protein menunjukan adanya perbedaan dapat meningkatkan kandungan protein pada
kadar protein pada masing-masing perlakuan. Bahan nagasari. Pada keempat perlakuan menunjukan
penyumbang protein adalah kacang hijau, tepung kadar protein tertinggi yaitu pada penambahan
beras, santan dan labu kuning. Santan yang diberikan kacang hijau 5%. Hal ini disebabkan karena pada
pada masing – masing perlakuan adalah sama jadi nagasari dengan penambahan kacang hijau 5%
bukan merupakan penyebab perbedaan kandungan menggunakan kacang hijau yang merupakan bahan
protein pada nagasari. Tepung beras, kacang hijau pangan sumber protein. Sedangkan kadar protein
dan labu kuning yang merupakan sumber utama terendah yaitu nagasari kontrol.
protein dalam nagasari memegang peranan penting. Analisis kadar lemak pada nagasari menggunakan
Pengurangan tepung beras yang digantikan dengan perhitungan didasarkan pada metode Soxhlet.
labu kuning serta kacang hijau menunjukan bahwa Analisis kandungan lemak bertujuan untuk
ketiganya memiliki kandungan protein yang mengetahui kandungan lemak yang terkandung
cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dalam keempat perlakuan dengan teknik duplo.
membuktikan bahwa labu kuning dan kacang hijau
Tabel 5. Kadar Lemak Nagasari dengan Variasi Perlakuan

Hasil uji lemak menunjukan adanya perbedaan nagasari. Namun disisi lain perlakuan A dan B serta C
kadar lemak pada masing-masing perlakuan. Sumber dan D yang memiliki komposisi kacang hijau yang sama
lemak dari nagasari adalah santan, labu kuning, tepung menunjukan hasil yang cukup berbeda hal ini mungkin
beras dan kacang hijau. Keempat perlakuan karena santan yang pada nagasari tidak homogen pada
menggunakan santan dalam jumlah yang sama, maka saat perebusan sehingga menyebabkan hasil
santan bukan merupakan penyebab perbedaan kandungan lemak seperti pada tabel 13. Pada keempat
kandungan lemak pada nagasari. Tepung beras dan perlakuan menunjukan kadar lemak tertinggi yaitu pada
labu kuning memiliki kandungan lemak yang sama, nagasari dengan penambahan labu kuning 50% dan
sedang pada keempat perlakuan komposisi tepung kacang hijau 5%. Sedangkan kadar lemak terendah
beras dan labu kuning jika dijumlahkan hasilnya sama, yaitu nagasari kontrol.
maka tepung beras dan labu kuning juga bukan Analisis kadar karbohidrat pada nagasari
merupakan penyebab perbedaan. Sedang untuk menggunakan perhitungan didasarkan pada metode
kacang hijau yang ditambahkan pada dua perlakuan (C Anthrone. Analisis kandungan karbohidrat bertujuan untuk
dan D) memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi mengetahui kandungan karbohidrat yang terkandung
menunjukan bahwa kacang hijau berperan dalam dalam keempat perlakuan dengan teknik duplo.
menyumbang peningkatan kandungan lemak dalam
Tabel 6. Kadar Karbohidrat Nagasari dengan Variasi Perlakuan

Berdasarkan dari hasil uji karbohidrat dilihat pada perlakuan memiliki jumlah yang sama sehingga bukan
tabel 6 menunjukan adanya perbedaan kadar merupakan penyebab dari perbedaan kandungan
karbohidrat pada masing-masing perlakuan. Sumber karbohidrat. Penurunan komposisi tepung beras
karbohidrat pada nagasari adalah tepung beras, dengan kandungan karbohidrat tidak berbanding
tepung hunkwe dan sedikit pada kacang hijau. lurus sehingga kemungkinan perbedaan kandungan
Tepung hunkwe yang diberikan pada keempat gizi kerbohidrat disebabkan oleh campuran tepung
Desi Nur Yuniyanti, dkk, Pengaruh Penambahan Labu Kuning Dan Kacang Hijau Ditinjau.... 117

beras dan hunkwe yang tidak homogen pada saat menggunakan perhitungan didasarkan pada metode
perebusan. Pada keempat perlakuan menunjukan Spektrofotometri. Analisis kandungan betakaroten
kadar karbohidrat tertinggi yaitu pada nagasari bertujuan untuk mengetahui kandungan betakaroten
kontrol. Sedangkan kadar lemak terendah yaitu yang terkandung dalam keempat perlakuan dengan
nagasari dengan penambahan labu kuning 25% dan teknik duplo. Hasil analisis kandungan betakaroten
kacang hijau 5%. dapat dilihat pada tabel 7.
Analisis kadar betakaroten pada nagasari
Tabel 7. Kadar Betakaroten Nagasari dengan Variasi Perlakuan

Hasil uji betakaroten menunjukan adanya yang paling disukai oleh panelis.
perbedaan kadar betakaroten pada masing – masing 2. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang
perlakuan. Pada perlakuan menunjukan kadar variasi penambahan labu kuning dan kacang hijau
betakaroten tertinggi yaitu pada perlakuan variasi pada nagasari untuk mengetahui perbedaan
pencampuran labu kuning 50% dan kacang hijau 5%. kandungan gizi dengan lebih memperhatikan
Hal ini disebabkan karena pada nagasari dengan hambatan yang ada dalam penelitian ini agar tidak
variasi perlakuan ini mendapat penambahan labu menjadi bias, seperti dengan perebusan adonan
kuning paling banyak yaitu sebanyak 50%. disamping pengadukan juga dengan suhu rendah
Sedangkan kadar betakaroten terendah yaitu pada dan waktu agak lama agar adonan tetap homogen
variasi pencampuran labu kuning 0% dan kacang saat terjadi penggumpalan.
hijau 5%. Hal ini disebabkan nagasari tersebut tidak
mendapat penambahan labu kuning, padahal labu
kuning merupakan bahan pangan sumber vitamin A. UCAPAN TERIMAKASIH
sehingga dapat dikatakan bahwa semakin banyak Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
penambahan labu kuning maka kadar betakaroten Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Panelis yang telah
pada nagasari akan semakin tinggi.. berpartisipasi dalam penelitian ini.

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


1. Ada pengaruh penambahan labu kuning dan 1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa
kacang hijau terhadap sifat fisik nagasari. Sifat fisik Barat. 2012. Makanan Tradisional : Nagasari.
nagasari dengan penambahan labu kuning dan Ensiklopedia Makanan Khas Jawa Barat. Cirebon :
kacang hijau yaitu semakin banyak penambahan Disparbud Press.
labu kuning, maka warna kuning pada nagasari 2. Badan Ketahanan Pangan, 2012. Roadmap
semakin terang, aroma khas nagasari semakin Diversifikasi Pangan Tahun 2011-. 2015, Jakarta :
berkurang dan aroma labu kuning semakin kuat, Kementerian Pertanian.
rasa manis nagasari semakin dominan serta 3. Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan
tekstur kekenyalan menjadi berkurang. Kacang dan Biji-bijian. Jakarta : Penebar
2. Ada pengaruh penambahan labu kuning dan Swadaya.
kacang hijau terhadap sifat organoleptik nagasari. 4. Persatuan ahli gizi Indonesia. 2009. Tabel
Tingkat kesukaan panelis paling tinggi pada Komposisi Pangan indonesia. Jakarta : PT Elex
nagasari dengan penambahan labu kuning 50% Media Komputindo.
dan kacang hijau 5% baik dari segi warna, aroma, 5. BPS. Kabupaten Sleman. 2009. Kabupaten
rasa dan juga tekstur. Sleman dam Angka 2009. Yogyakarta : BPS.
3. Ada pengaruh penambahan labu kuning terhadap 6. Soeprapto, 1999. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta
kandungan gizi nagasari. Kandungan energi : Penebar Swadaya.
nagasari paling tinggi terdapat pada nagasari
kontrol. Kandungan protein dan betakaroten paling 7. Saputi, Oki M. 2013. Variasi Pencampuran Tepung
tinggi terdapat pada nagasari dengan Labu Kuning sebagai Bahan Penstabil Es Krim
penambahan labu kuning 50% dan kacang hijau Ditinjau dari Sifat Fisik, Organoleptik dan Kadar
5%. Beta Karoten. Karya Tulis Ilmiah. Tidak
Dipublikasikan. Program Diploma Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
SARAN
1. Variasi penambahan labu kuning 50% dan kacang
hijau 5% dapat direkomendasikan kepada
masyarakat karena sifat fisik dan organoleptik
INDEKS JURNAL TEKNOLOGI KESEHATAN
Volume 13, Nomor 2, September 2017
INDEKS PENULIS
Affandi P ................................................. .............................................................................. (1) 38-44
Arum D N S.............................................. .............................................................................. (1) 17-22
Askrening ................................................ .............................................................................. (2) 71-76
Atikah A N ................................................ .............................................................................. (2) 82-86
Dina A A .................................................. .............................................................................. (1) 33-37
Ekwantini R D .......................................... .............................................................................. (2) 87-93
Ekwantini R D .......................................... .............................................................................. (2) 94-99
Ermawan B .............................................. .............................................................................. (1) 38-44
Hakim R I ................................................. .............................................................................. (1) 17-22
Hardisari N R ........................................... .............................................................................. (1) 45-49
Hardisari N R ........................................... .............................................................................. (2) 58-64
Hariani .................................................. .............................................................................. (2) 65-70
Harmilah .................................................. .............................................................................. (1) 38-44
Haryani W ................................................ .............................................................................. (2) 82-86
Hendarsih S ............................................. .............................................................................. (1) 12-16
Induniasih ................................................ .............................................................................. (1) 5-11
Ismail E .................................................. .............................................................................. (1) 50-54
Ismail E .................................................. .............................................................................. (2) 110-117
Kurniati A ................................................. .............................................................................. (1) 33-37
Kusumaningrum A K ................................ .............................................................................. (2) 105-109
Maharani S .............................................. .............................................................................. (2) 77-81
Majid A .................................................. .............................................................................. (1) 12-16
Mardalena I .............................................. .............................................................................. (1) 5-11
Maryani T ................................................. .............................................................................. (1) 17-22
Mendri N K ............................................... .............................................................................. (1) 55-57
Ningsih D R.............................................. .............................................................................. (1) 50-54
Nuryati A .................................................. .............................................................................. (1) 23-32
Olfah Y .................................................. .............................................................................. (1) 55-57
Prasetyo U S ........................................... .............................................................................. (1) 1-4
Prayogi A S .............................................. .............................................................................. (1) 12-16
Prayogi A S .............................................. .............................................................................. (2) 94-99
Rahmawati A ........................................... .............................................................................. (2) 100-104
Ratna W .................................................. .............................................................................. (1) 5-11
Ratnawati A.............................................. .............................................................................. (1) 1-4
Rengganis N D ........................................ .............................................................................. (2) 100-104
Sari W A .................................................. .............................................................................. (2) 94-99
Sari W M .................................................. .............................................................................. (1) 45-49
Setyobroto I ............................................. .............................................................................. (2) 77-81
Subrin D A................................................ .............................................................................. (2) 65-70
Sugeng .................................................. .............................................................................. (1) 1-4
Sujono .................................................. .............................................................................. (1) 23-32
Sujono .................................................. .............................................................................. (1) 45-49
Sumarah .................................................. .............................................................................. (1) 33-37
Surantono ........................................... ................................................................................... (1) 12-16
Susilo J .................................................. .............................................................................. (2) 77-81
Susilo J .................................................. .............................................................................. (2) 110-117
Suwerda B ............................................... .............................................................................. (1) 50-57
Tyastuti S ................................................. .............................................................................. (2) 100-104
Tyastuti S ................................................. .............................................................................. (2) 105-109
Waluyo .................................................. .............................................................................. (1) 50-54
Widayati A ............................................... .............................................................................. (2) 82-86
Widyasih H............................................... .............................................................................. (2) 105-109
Yuniyanti D N ........................................... .............................................................................. (2) 110-117
Yunus R .................................................. .............................................................................. (2) 71-76
INDEKS JURNAL TEKNOLOGI KESEHATAN
Volume 13, Nomor 2, September 2017

INDEKS KATA KUNCI


Air Minum Isi Ulang ................................. .............................................................................. (2) 71-76
Akseptor KB ............................................. .............................................................................. (1) 17-22
Anemia .................................................. .............................................................................. (2) 100-104
Anestesi spinal......................................... .............................................................................. (1) 38-44
Aspergillus flavus ..................................... .............................................................................. (1) 23-32
Coliform .................................................. .............................................................................. (2) 71-76
Diabetus Melitus....................................... .............................................................................. (2) 87-93
Disiplin Memilah Sampah......................... .............................................................................. (1) 55-57
Getuk .................................................. .............................................................................. (1) 50-54
Ibu Bersalin .............................................. .............................................................................. (2) 100-104
Intelegensia Lansia .................................. .............................................................................. (1) 5-11
Jenis Persalinan....................................... .............................................................................. (1) 33-37
Kacang Hijau............................................ .............................................................................. (2) 110-117
Kacang Tolo ............................................. .............................................................................. (1) 50-54
Kandungan Gizi ....................................... .............................................................................. (2) 110-117
Kanker Serviks......................................... .............................................................................. (2) 105-109
Kecemasan .............................................. .............................................................................. (1) 38-44
Kelas Ibu Hamil (KIH)............................... .............................................................................. (1) 17-22
Kelompok Perpuluhan .............................. .............................................................................. (2) 87-93
Kemampuan............................................. .............................................................................. (2) 87-93
Kepuasan................................................. .............................................................................. (2) 58-64
Kompres Hangat ...................................... .............................................................................. (2) 94-99
Kreatinin .................................................. .............................................................................. (1) 45-49
Labu Kuning............................................. .............................................................................. (2) 110-117
Media Kacang .......................................... .............................................................................. (1) 23-32
Media leaflet............................................. .............................................................................. (1) 38-44
Most Probable Number (MPN) ................. .............................................................................. (2) 71-76
Nagasari .................................................. .............................................................................. (2) 110-117
Oksigenasi ............................................... .............................................................................. (1) 1-4
Pap Smear ............................................... .............................................................................. (2) 105-109
Pasien .................................................. .............................................................................. (2) 58-64
Pasien .................................................. .............................................................................. (2) 82-86
Pelayanan ................................................ .............................................................................. (2) 58-64
Pelayanan Balai Pengobatan Gigi............ .............................................................................. (2) 82-86
Pemulihan Vesica Urinaria ....................... .............................................................................. (2) 94-99
Pengelolaan DM ...................................... .............................................................................. (2) 87-93
Pengetahuan............................................ .............................................................................. (2) 105-109
Peran Kader............................................. .............................................................................. (1) 5-11
Perawatan dan Kenyamanan ................... .............................................................................. (1) 12-16
Pertumbuhan Jamur................................. .............................................................................. (1) 23-32
Phlebotomy .............................................. .............................................................................. (2) 58-64
Polyethylene Glycol.................................. .............................................................................. (1) 45-49
Posyandu ................................................. .............................................................................. (1) 5-11
Preterm .................................................. .............................................................................. (2) 100-104
Protein dan Kalsium ................................. .............................................................................. (1) 50-54
Rentang Waktu Penggunaan Kontrasepsi .............................................................................. (1) 17-22
Serum Lipemik ......................................... .............................................................................. (1) 45-49
Shivering .................................................. .............................................................................. (1) 1-4
Sifat Fisik ................................................. .............................................................................. (1) 50-54
Sifat Fisik ................................................. .............................................................................. (2) 77-81
Sifat Fisik ................................................. .............................................................................. (2) 110-117
Sifat Organoleptik .................................... .............................................................................. (1) 50-54
Sifat Organoleptik .................................... .............................................................................. (2) 77-81
Sifat Otganoleptik..................................... .............................................................................. (2) 110-117
SIFOEDT ................................................. .............................................................................. (1) 12-16
Sikap .................................................. .............................................................................. (2) 105-109
Spinal Anestesi ........................................ .............................................................................. (1) 1-4
Status Gizi dan Menstruasi Dini ............... .............................................................................. (2) 65-70
Stimulasi Media Gambar Kartun Indonesia............................................................................. (1) 55-57
The Daun Sirsak ...................................... .............................................................................. (2) 77-81
Tingkat Kepuasan .................................... .............................................................................. (2) 82-86
Ulkus Diabetik .......................................... .............................................................................. (1) 12-16
Vitamin E.................................................. .............................................................................. (2) 77-81
Waktu Pengeluaran Kolostrum................. .............................................................................. (1) 33-37
JURNAL Journal of Health Technology

TEKNOLOGI KESEHATAN FORMULIR BERLANGGANAN

Mohon dicatat sebagai Pelanggan Jurnal Teknologi Kesehatan


Nama : .............................................................................................................................................
Alamat : .............................................................................................................................................
................................................. Kode Pos ........................................ Telp ..........................

Mohon dikirimkan .... eksemplar Jurnal Teknologi Kesehatan mulai volume .... nomor ...... tahun ......

..................., ..........................

(..........................)

Harga berlangganan mulai 1 Januari 2016 (2 nomor)untuk satu tahun (termasuk ongkos kirim)
Rp 150.000,- (kilat khusus) wilayah Jawa
Rp 175.000,- (kilat khusus) wilayah luar Jawa

............gunting dan kirimkan ke alamat redaksi atau fax (0274) 617601............

BERITA PENGIRIMAN UANG LANGGANAN

Dengan ini saya kirimkan uang sebesar :


Rp 150.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor), mulai nomor .......... tahun ..........
Rp 175.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor), mulai nomor .......... tahun ..........
Uang ini saya kirim melalui :
Bank BNI No. Rek. 6176018899 a.n Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai