Anda di halaman 1dari 7

CARA PENANGANAN COVID-19 DI ZONA MERAH

A.1 Kondisi Riil dan Prediksi ke Depan


Meskipun penanganan pandemi Covid-19 ini sudah berjalan 54 hari sejak Presiden Jokowi
mengumumkan adanya dua warga negara Indonesia yang positif terpapar Covid-19, namun
data resmi Pemerintah menunjukkan bahwa jumlah orang yang terkonfirmasi positif terpapar
virus ini dan jumlah kematian terus bertambah. Selama 54 hari semenjak pengumunan
Presiden Jokowi orang terkonfirmasi positif Covid-19 bertambah dari dua orang menjadi
5.923 orang. Jadi terjadi penambahan 110 kali lipat (Kompas.com - 17/04/2020, 15:51 WIB).
Khusus untuk Jumat, 17 April 2020 terjadi penambahan 407 kasus. Data itu menunjukkan
bahwa perkembangan pandemi ini masih sangat mengkhawatirkan. Bahkan beberapa ahli
kesehatan masyarakat memperkirakan jika wabah ini tidak ditangani dengan baik, maka
jumlah orang yang terpapar virus ini bisa mencapai 2,5 juta orang. Jika prosentase kematian
saat ini dijadikan sebagai patokan yaitu sekitar 9%, maka tentu saja kita akan menghadapi
salah satu bencana kemanusiaan yang paling mengerikan dalam sejarah. Apalagi jika
pandemi ini baru akan berakhir pada penghujung tahun ini sebagaimana yang diprediksikan
oleh Presiden Jokowi sendiri (detikNews, 17 Apr 2020 08:04 WIB).
A.2 Latar Belakang Sosial, Budaya, dan Religi Perilaku masyarakat sangat ditentukan oleh
latar belakang sosial, budaya dan religi.
Dengan melihat latar belakang masyarakat Indonesia yang penuh dengan kegiatan sosial,
budaya, keagamaan, ditambah dengan kepentingan ekonomi bagi masyarakat menengah ke
bawah, maka pola penanganan Covid-19 yang berupa PSBB, WFH, Social distancing akan
mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, secara sosiologis dan
antropologis, pola penanganan wabah yang dilakukan selama ini tidak akan bisa
membuahkan hasil yang optimal.
A.3 Eksisting Pola Penanganan Covid-19
Pola penangan Covid-19 yang selama ini diterapkan oleh pemerintah masih mencerminkan
kegamangan. Baik itu dalam bentuk PSBB, WFH, Social Distancing, dan sebagainya.
Kegamangan ini berakibat bahwa pola-pola penangan Covid-19 itu tidak terlaksana dengan
optimal. Misalnya, masih ada jalan yang macet, kerumunan masih banyak dijumpai, dan
gerakan mudik dari zona merah yang akan sulit bisa dicegah. Sementara keberhasilan
pencegahan dan penanggulangan wabah ini dari sisi kesehatan juga belum bisa diukur jelas.
Bahkan angka keterpaparan dan kamatian terus meningkat. Tentu saja, situasi ini sangat
mengkhawatirkan. Di satu sisi sudah banyak anggaran dikeluarkan oleh pemerintah dan
masyarakat, tetapi di sisi lain kita belum bisa menyelesaikan masalah utama dengan baik,
yaitu semakin meluasnya wabah dan meningkatnya kehancuran ekonomi kita.
B. Pengertian Social separation atau pemisahan sosial
yang dimaksud di sini adalah merupakan metode dalam penanggulangan wabah penyakit
dengan memisahkan orang yang sakit dengan orang yang sehat.
Kelaziman Metode ini sudah lumrah dilakukan di dunia peternakan yang sedang menghadapi
wabah dengan memisahkan ternak yang sehat dan yang sakit atau lazim disebut metode
karantina. Bahkan metode ini secara historis dokumenter pernah diterapkan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan memerintahkan: "Janganlah (unta) yang sakit itu didekatkan
dengan (unta) yang sehat." Terkait dengan penyakit yang diderita manusia, Nabi juga pernah
bersabda: "Janganlah orang yang berpenyakit berdekatan dengan orang yang sehat."
Tujuan Metode separasi sosial ini bertujuan agar tidak terjadi penyebaran virus dari orang
yang terpapar Covid-19 kepada orang yang sehat. ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP
(Pasien Dalam Pengawasan) serta Pasien Positif Corona diisolasi di rumah dan rumah sakit,
sedangkan lingkungan luar rumah (ruang public) merupakan ruang orang-orang yang sehat
dan produktif untuk menggerakkan roda ekonomi guna membiayai orang-orang yang terkena
wabah Covid-19.
C. Teknis Penerapan Social Separation (SS) Penanganan Covid-19 dengan pola Social
Separation yang memisahkan kelompok masyarakat berdasarkan status kesehatannya
(memisahkan yang sehat dan yang sakit) ini harus menjadi sebuah gerakan sosial yang total.
Pola SS ini secara garis besar terdiri dari tiga langkah. Yakni, Tahap Tracking dan Tahap
Testing serta Tahap Healing. Sementara itu, petugas utama adalah birokrasi dari level RT,
aparat keamanan, dan tenaga medis mulai dari level Puskesmas.
C.1 Tahap Tracking Tracking atau pelacakan terhadap penyebaran virus Corona, basisnya
dilakukan terhadap semua penduduk di tingkat RT. Tujuan tracking untuk mendeteksi dan
menemukan ODP yaitu orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita Covid-19
atau orang-orang yang pernah bepergian ke negara atau wilayah pandemic dan orang-orang
yang memiliki gejala Covid-19.
C.2 Tahap Testing Testing dilakukan dengan metode dan peralatan yang cepat dan akurat
serta bisa untuk deteksi sedini mungkin, yaitu menggunakan swab test (hasil bisa diketahui 8
jam) yang dilakukan terhadap: ODP dan orang yang memiliki gejala Covid-19 (PDP). Setelah
dites, penduduk yang positif Covid-19 harus diisolasi. Orang positif Covid-19 dengan gejala
ringan cukup diisolasi di rumah, sedangkan yang memiliki gejala sedang diisolasi di Rumah
Sakit Darurat. Sedangkan yang memiliki gejala berat diisolasi di Rumah Sakit Rujukan.
Sementara itu penduduk yang sehat dan produktif justru didorong untuk bekerja dan
beraktivitas di luar rumah. Tentu saja hal ini tidak menutup kemungkinan pekerjaan
dilakukan di dalam rumah. Penduduk sehat yang keluar rumah bisa diberi keterangan oleh
petugas medis.
C.3 Tahap Caring and Healing Tahap ini merupakan tahap perawatan dan penyembuhan
yang dilakukan bagi orang-orang yang menderita COVID-19 baik di rumah, Rumah Sakit
Darurat, maupun Rumah Sakit Rujukan. Perawatan dan penyembuhan di rumah dilakukan
oleh anggota keluarga yang sehat dan/atau tidak bekerja sedangkan di rumah sakit dilakukan
tenaga medis. Baik perawatan dan penyembuhan di rumah maupun di rumah sakit harus
menggunakan protocol dan peralatan kesehatan yang standar dan/ atau aman dari
kemungkinan penyebaran virus.
D. Syarat yang Dibutuhkan Syarat pendukung agar Pola SS ini bisa berhasil dengan baik
maka syarat dan sarana pendukung antara lain:
1) Swab test dengan metode Rapid Test PCR dengan peralatan yang mampu deteksi dini,
cepat dan akurat.
2) Peralatan APD yang aman bagi person yang merawat dan mengobati pasien, baik di rumah
maupun di rumah sakit
3) Untuk kehati-hatian: protocol kesehatan tetap dilaksanakan, yaitu penggunaan masker,
physical distancing, cuci tangan, penggunaan hand snitizer, penggunaan disinfektan yang
tepat.
4) Edukasi yang benar terhadap semua masyarakat. 5) Pengawasan yang ketat dari apparat
yang diberi wewenang.
E. Sekedar Alternatif alat Rapid Test PCR Ada salah satu alat yang canggih yaitu produksi
Bioneer atau yang perusahaan sejenisnya. Dimana yang menjadi penting adalah: bisa deteksi
dini (sehari terpapar bisa terdeteksi, sedangkan rapid test dengan serologi hanya bisa
mengetahui setelah seminggu terpapar Covid-19), cepat (8 jam), dan akurat.
F. Simpulan dan Harapan Pola Social Separation dalam penanganan Covid-19 ini sesuai
dengan latar belakang sosial dan budaya serta kondisi ekonomi masyarakat Indonesia
sehingga akan bisa efektif. Semoga pola ini bisa segera diterapkan atau setidaknya pola yang
ada bisa dimodifikasi dengan Pola SS ini
protokol new normal telah dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada Senin (25/5/2020)
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang
Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri
dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Pola hidup baru dapat dijalankan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam
kegiatan sehari-hari.

Adapun protokol kesehatan yang dimaksud di antaranya menjaga kebersihan tangan,


menggunakan masker ketika keluar rumah, menjaga jarak, serta menjaga kesehatan dengan
asupan makanan dan berolahraga.

Protokol kesehatan juga mengatur tata cara berkumpul di luar rumah, makan di restoran
hingga beribadah.

Adapun isi dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020, antara


lain:

1. Perusahaan wajib membentuk Tim Penanganan Covid-19 di tempat kerja yang terdiri
dari pimpinan, bagian kepegawaian, bagian K3 dan petugas Kesehatan yang diperkuat
dengan surat keputusan dari pimpinan tempat kerja.
2. Pimpinan atau pemberi kerja memberikan kebijakan dan prosedur untuk pekerja
melaporkan setiap ada kasus dicurigai Covid-19 (gejala demam atau batuk/pilek/nyeri
tenggorokan/sesak napas) untuk dilakukan pemantauan oleh petugas kesehatan.
3. Tidak memperlakukan kasus positif sebagai suatu stigma.
4. Pengaturan bekerja dari rumah (work from home) dengan menentukan pekerja
esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat kerja dan pekerja yang dapat
melakukan pekerjaan dari rumah.
5. Di pintu masuk tempat kerja lakukan pengukuran suhu dengan menggunakan
thermogun, dan sebelum masuk kerja terapkan Self Assessment Risiko Covid-19
untuk memastikan pekerja yang akan masuk kerja dalam kondisi tidak terjangkit
Covid-19.
6. Pengaturan waktu kerja tidak terlalu panjang (lembur) yang akan mengakibatkan
pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat menyebabkan penurunan
sistem kekebalan/imunitas tubuh.
7. Jika memungkinkan tiadakan shift 3 (waktu kerja yang dimulai pada malam hingga
pagi hari). Bagi pekerja shift 3 atur agar yang bekerja, terutama pekerja berusia
kurang dari 50 tahun.
8. Mewajibkan pekerja menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan
selama di tempat kerja.
9. Mengatur asupan nutrisi makanan yang diberikan oleh tempat kerja, pilih buah-
buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu, dan sebagainya
untuk membantu mempertahankan daya tahan tubuh. Jika memungkinkan pekerja
dapat diberikan suplemen vitamin C.
10. Memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan pembersihan
secara berkala menggunakan pembersih dan desinfektan yang sesuai (setiap 4 jam
sekali). Terutama pegangan pintu dan tangga, tombol lift, peralatan kantor yang
digunakan bersama, area dan fasilitas umum lainya.
11. Menjaga kualitas udara tempat kerja dengan mengoptimalkan sirkulasi udara dan
sinar matahari masuk ruangan kerja, pembersihan filter AC.
12. Menyediakan hand sanitizer dengan konsentrasi alkohol minimal 70 persen di tempat-
tempat yang diperlukan (seperti pintu masuk, ruang meeting, pintu lift, dll).
13. Menyediakan sarana cuci tangan (sabun dan air mengalir). Kemudian memberikan
petunjuk lokasi sarana cuci tangan. Lalu memasang poster edukasi cara mencuci
tangan yang benar.
14. Physical distancing dalam semua aktivitas kerja. Pengaturan jarak antar-pekerja
minimal 1 meter pada setiap aktivitas kerja (pengaturan meja kerja/workstation,
pengaturan kursi saat di kantin, dll).
15. Mengampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui Pola Hidup
Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat kerja seperti makanan
seimbang dan olahraga teratur.
16. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Mendorong pekerja mencuci tangan saat tiba di
tempat kerja, sebelum makan, setelah kontak dengan pelanggan/pertemuan dengan
orang lain, setelah dari kamar mandi, setelah memegang benda yang kemungkinan
terkontaminasi.
17. Hindari penggunaan alat pribadi secara bersama seperti alat shalat, alat makan, dan
lain lain.

PENANGANAN COVID-19PROTOKOL KOMUNIKASI PUBLIK


TUJUAN KOMUNIKASI
1.Menciptakan masyarakat yang tenang, dan paham apa yang mereka harus lakukan bagi
lingkungan terdekatnya;
2.Membangunpersepsi masyarakat bahwa Negara hadir dan tanggap dalam mengendalikan
situasi krisis yang terjadi
EMPAT PILAR KOMUNIKASI PUBLIK TERKAIT COVID-19
1.Himbauanmasyarakat tetap tenang dan waspada
2.Koordinasi dengan instansi terkait.
3.Pemberianakses informasi ke media
4.Pengarusutamaan gerakan “cuci tangan dengan sabun”
KOMUNIKASI PEMERINTAH PUSAT
1.Membentuk Tim Komunikasi.
2.Menunjuk Juru Bicara dari Kementerian Kesehatan yang memiliki artikulasi dan
kemampuan dalam menghadapi media.
3.Membuat media center.
4.Membuat website sebagai rujukan informasi utama.
5.Menyampaikan data harian nasional secara berkala melalui konferensi pers(yang dilakukan
HANYA oleh Juru Bicara COVID-19), rilis dan update di website:
a.Jumlah dan sebaran, Orang dalam Risiko (ODR).
b.Jumlah dan sebaran, Orang dalam Pemantauan (ODP).
a.Jumlah dan sebaran, Pasien dalam Pengawasan (PDP).
b.Jumlah dan sebaran, pasien yangsudah dinyatakan sehat.
c.Jumlah dan sebaran, spesimen yang diambil.
d.Jumlah dan sebaran, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap spesimen.
6.Membuat produk komunikasi dan menyebarkan Informasi lain tentang:
a.Penjelasan dasar mengenai apa COVID-19
b.Penjelasan Pencegahan wabah COVID-19.
c.Protokol penanganan dari Orang dalam Pengawasan sampai dinyatakan sehat.
d.Kriteria Pasien dalam Pengawasan.
e.Tindakan terhadap Pasien dalam Pengawasan.
f.Penjelasan tentang karantina dan karantina yang dapat dilakukan di rumah.
g.Kriteria Orang dalam Pemantauan.
h.Protokol penanganan orang masuk dari negara berisiko dan pengawasan di perbatasan.
i.Protokol WHO tentang penggunaan masker dan alat pelindung diri yang digunakan.
j.Protokol komunikasi sekolah.
k.Kesiapan logistik dan pangan.
l.132 rumah sakit rujukan penanganan COVID-19.
m.Penjelasan tentang pemeriksaan kesehatan beserta biaya yang dibebankan.
n.Penjelasan virus mati dalam 5-15 menit.
o.Penjelasan detail tentang fasilitas HOTLINE Pemerintah Pusat: 119.
p.Penjelasan mengenai hoax dan disinformasi yang terjadi.
KEGIATAN KOMUNIKASI PEMERINTAH DAERAH
1.Membentuk Tim Komunikasi yang diketuai oleh Pimpinan Daerah.
2.Menunjuk Juru Bicara dari Dinas Kesehatan yang memiliki artikulasi dan kemampuan
dalam menghadapi media.
3.Informasi berikut dapat disampaikan setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat,
dan HANYA disampaikan oleh Juru Bicara COVID-19 Pemerintah Daerah :
a.Jumlah dan sebaran, Orang dalam Risiko (ODR) khusus di daerah tersebut.
b.Jumlah dan sebaran, Orang dalam Pemantauan (ODP) khusus di daerah tersebut.
c.Jumlah dan sebaran, Pasien dalam Pengawasan (PDP) khusus di daerah tersebut.
d.Jumlah dan sebaran, pasien yang sudah dinyatakan sehat khusus di daerah tersebut.
e.Jumlah dan sebaran, spesimen yang diambil khusus di daerah tersebut.
f.Jumlah dan sebaran, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap spesimen khusus di daerah
tersebut.
g.DATA DAN IDENTITAS PASIEN TIDAK DISEBARLUASKAN KE PUBLIK.
4.Juru Bicara dari tingkat Provinsi dapat mengumumkan informasi yang disebut di nomor 3
di atas pada tingkat provinsi masing-masing.
5.JuruBicara dari tingkat kab/kota dapat mengumumkan informasi yang disebut di nomor 3 di
atas pada tingkat Kab/Kota masing-masing.
6.Menggunakan materi yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian
Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi) untuk dapat disebarluaskan di
daerah masing-masing:
a.Penjelasan dasar mengenai apa COVID-19
b.Penjelasan Pencegahan wabah COVID-19.
c.Protokol penanganan dari Orang dalam Pengawasan sampai dinyatakan sehat.
d.Kriteria Pasien dalam Pengawasan.
e.Tindakan terhadap Pasien dalam Pengawasan.
f.Penjelasan tentang karantina dan karantina yang dapat dilakukan di rumah.
g.Kriteria Orang dalam Pemantauan.
h.Protokol penanganan orang masuk dari negara berisiko dan pengawasan di perbatasan.
i.Protokol WHO tentang penggunaan masker dan alat pelindung diri yang digunakan.
j.Protokol komunikasi sekolah.
k.Kesiapan logistik dan pangan.
l.132 rumah sakit rujukan penanganan COVID-19.
m.Penjelasan tentang pemeriksaan kesehatan beserta biaya yang dibebankan.
n.Penjelasan virus mati dalam 5-15 menit.
o.Penjelasan detail tentang fasilitas HOTLINE Pemerintah Pusat: 119.
p.Penjelasan mengenai hoax dan disinformasi yang terjadi.
7.Seluruh pimpinan daerah di tingkat provinsi dan kab/kota dihimbau untuk
mensosialisasikan informasi yang disebutkan di nomor 6 di atas kepada seluruh lapisan
masyarakat, dengan dipandu oleh Dinas Kesehatan setempat, dan menggunakan narasi-narasi
yang disiapkan di website rujukan Kementerian Kesehatan.8.Pemerintah Daerah dapat
membuat produk komunikasi sesuai dengan data dan kebutuhan daerah masing-masing.
PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT
Berikut merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi penanganan COVID-19:
1.Instalasi Kesehatan Tingkat Pertama.
2.Rumah Sakit Rujukan.
3.Dinas KesehatanProvinsi danKota/Kabupaten.
4.Dinas Kominfo Provinsi dan Kota/Kabupaten
5.Kementerian Kesehatan RI.
6.Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
7.Kantor Staf Presiden RI.
SASARAN KHALAYAK
Sasaran khalayak dibagi menjadi 2 klaster utama seperti dibawah ini.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama-sama menyusun dan menyebarkan produk
komunikasi yang sesuai untuk kedua klaster tersebutsecara nasional dan spesifik sesuai
dengan daerah masing-masing.Klaster sasaran khalayak:
1.Pelaksana penanganan/pihak-pihak yang terlibat.
a.Para pelaksana harus mengerti rencana aksi yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah
dalam penanganan dan komunikasi. Pastikan jalur informasi dua arah berlaku dan disepakati
oleh seluruh pihak.
b.Sistem komunikasi harus dibentuk untuk memastikan komunikasi terjadi dengan lancar.
2.Publik.
a.Perkotaan
b.Pedesaan
c.Generasi tua
d.Generasi muda
KANAL KOMUNIKASI
Sasaran khalayak dapat dijangkau melalui berbagai kanal, baik melalui media mainstream,
media sosial maupun melalui jaringan komunikasi yang telah terbentuk. Berikut adalah daftar
kanal yang bisa digunakan:
●Website sebagai rujukan pertama. Silahkan merujuk kepada website resmi Kemenkes
khusus untuk COVID-19.
●Televisi●Media Cetak
●Media Online
●Radio
●SMS gateaway
●Media Sosial
●Jaringan sekolah
●Jaringan organisasi kepemudaan/agama/politik
●Jaringan informal lainnya
PENDEKATAN
Tindakan yang bolehdilakukan:
●Sampaikan himbauan untuk tetap tenang;
●Pemerintah Daerah agar berkomunikasi secara intens dengan pemerintah pusat;
●Apabila ada kasus di daerah Anda, langsung lapor ke Dinas kesehatan secepat-cepatnya;
●Memberikan akses kepada media untuk mengetahui informasi terkini mengenai virus
●Lakukan koordinasi dengan instansi terkait/Forkopimda untuk menjaga situasi tenang dan
kondusif;
●Meningkatkan kewaspadaan pada kelompok-kelompok yang berpotensi terdampak;
●Memonitor tanggapan dari masyarakat tentang isu terkait;
●Ketika bertemu media, berikan informasi sejelas-jelasnya kepada publik;
●Jubir harus bisa ditemui dan bisa dihubungi setiap saat.●Selalu sampaikan pesan Pola
Hidup Bersih dan Sehat;
●Apabila bertemu media, gunakan bahasa Indonesia yang sederhana sehingga bisa dipahami
masyarakat awam.
●Menunjukkan bahasa tubuh yang menampilkan pesan “siap dan mampu” menangani
COVID-19.
●Sampaikan update informasi secara berkala (jumlah kasus,penanganan, dll) yang
disampaikan oleh otoritas resmi
●Saat memberikan update informasi, pastikan mencantumkan keterangan waktu untuk
menjamin ketepatan informasi (sebagai contoh, status pada hari Senin tanggal 3 Februari
2020 Pukul 10.00 WIB, tidak ada warga yang terinfeksi COVID-19)
●Pada setiap perubahan yang terjadi, informasikan bahwa ini merupakan perubahan dari
informasi sebelumnya.
●Sampaikan juga bahwa stok sembako cukup sehingga masyarakattidak perlu panik
Tindakan yang tidak bolehdilakukan:
●Jangan gunakan kata “genting”, “krisis” dan sejenisnya.
●Pastikan identitasdan lokasipasien tidak disampaikan ke publik..
●Jangan memberikan informasi yang berisi asumsi dan dugaan.
●Jangan menggunakan bahasa teknis atau bahasa asing yang sulit dipahami masyarakat
awam.
●Jangan menunjukkan bahasa tubuh yang tidak serius apalagi meremehkan situasi dengan
bercanda

Anda mungkin juga menyukai