َوعَىَل آهِل ِ َوَأحْص ِ ا ِب ِه,الس اَل ُم عَىَل النَّيِب ِ ّ امل ُ ْص َط َفى َّ الص اَل ُة َو َّ َو. َ َالْ َحمْدُ هّلِل ِ َر ِ ّب الْ َع الَ ِمنْي
هللا َوحْدَ ُه اَل رَش ِ يْ َك هَل ُ َو َا ْش هَدُ َأ َّن ُم َح َّمدً ا َعبْدُ ُه ُ َا ْش هَدُ َا ْن اَل ِا َهل اَّل.ا َّلط ِ ّي ِبنْي َ ىَل ي َ ْو ِم ّ ِادل ْي َن
ِإ ِإ
هللا َح ّق تُ َقا ِت ِه َو َال تَ ُم ْوتُ ّن ّال َوَأنْمُت ْ ُم ْس ِل ُم ْو َن
َ اَي َأهّي َا اذّل َ ْي َن آ َمنُ ْوا ات ّ ُقوا: ُ َأ َّماب َ ْعد.ُ َو َر ُس ْوهُل
ِإ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita tingkatkan rasa syukur kita kepada Allah Ta’ala. Sebab,
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu...” (QS. Ibrahim: 8).
Pesan Alquran ini, merupakan jawaban dari fenomena yang kita lihat
saat ini. Yakni, agar kita terhindar dari perbuatan ghibah (menggunjing),
mencari-cari kesalahan orang lain. Karena menggunjing ini
menyebabkan rusaknya kehormatan seseorang, merusak hati, dan
ketenangan masyarakat. Perbuatan menggunjing merupakan salah satu
dosa besar yang membinasakan, merusak agama para pelakunya, baik
sebagai pelaku ataupun orang yang rela ketika mendengarkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
....
“.…dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Menggunjing orang lain tidak lepas dari salah satu dari tiga istilah, yang
semuanya disebutkan di dalam Alquran, yaitu: ghibah, ifku, dan buhtan.
Apabila yang kita sebutkan tentang saudara kita itu memang ada pada
diri mereka, maka ini disebut ghibah. Apabila kita menyampaikan semua
yang kita dengar, maka ini adalah ifku. Dan apabila yang kita sebutkan
itu tidak ada pada diri saudara kita, maka ini dinamakan buhtan. Ghibah
(menggunjing) adalah segala sesuatu yang dapat dipahami dan
dimaksudkan untuk menghina, baik berupa perkataan, isyarat atau
tulisan. Ghibah juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang
mengenai agamanya, fisiknya, akhlak, dan keturunannya. Barangasiapa
yang mencela ciptaan Allah, berarti ia telah mencela penciptanya.
Nabi saw menyeru pelaku perbuatan ini dengan sabdanya,
اَي َم ْعرَش َ َم ْن آ َم َن ِب ِل َس ا ِن ِه َولَ ْم ي َ دْ خ ُْل ا يْ َم ُان قَلْ َب ُه اَل تَ ْغ َت ابُ ْوا امل ُ ْس ِل ِمنْي َ َواَل تَت َّ ِب ُع ْوا
هللا َع ْو َرتَ ُه ي َ ْفضَ ْح ُه يِف بَيْ ِت ِه عوراهِت م فَ نَّه من اتَّبع عوراهِت م يت َّ ِبع ِإل
ُ ِ هللا َع ْو َرا ِت ِه َو َم ْن يَت َّ ِبع
ُ ُ َ ِْ َ َْ ََ ِ َ ُ ِْ َ َْ
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan
ِإ
itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah
(menggunjing) kaum muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka.
Barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, maka Allah akan mencari-
cari aibnya, niscaya Allah akan membeberkan aibnya, meskipun dia di
dalam rumahnya.”
Maka sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai ahlul haq
dan ahlul iman, ternyata ia melakukan perbuatan ghibah (menggunjing),
sedangkan dia mengetahui akibat buruk perbuatan tersebut. Firman
Allah Ta’ala mengingatkan,
“.…Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya....” (QS. Al-Hujurat: 13)
Setiap orang pasti dicintai dan dibenci, diridhai dan dimarahi, disukai
dan dimusuhi. Orang yang berakal dalam mencintai kekasihnya, ia tidak
akan berbuat berlebihan; sebab, mungkin suatu hari orang yang
dikasihinya tersebut akan dibencinya. Sebaliknya, manakala seorang
muslim harus membenci, maka dia pun bersikap sewajarnya; sebab,
mungkin suatu hari orang yang dibencinya akan menjadi kekasihnya.
Oleh karena itu, jadilah orang yang selalu menegakkan kebenaran dan
bersikap adil. Jangan sampai ketidak sukaan membuat kita bersikap
zalim. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Maidah: 9)
Setiap orang memiliki cacat dan aib, kesalahan dan kekeliruan. Oleh
karena itu, kita jangan merasa mengetahui apa yang tidak diketahui
orang lain. Daripada mengurusi aib orang lain, mengapa kita tidak
menyibukkan diri dengan aib sendiri? Jagalah hak dan kehormatan
saudaramu! Dalam sebuah hadis dinyatakan,
َم ْن َذ َّب َع ْن لَ ْح ِم َأ ِخي ِه اِب لْ ِغي َب ِة اَك َن َحقًّا عَىَل اهَّلل ِ َأ ْن يُ ْع ِت َق ُه ِم َن النَّ ِار
“Barangsiapa yang membela daging (kehormatan) saudaranya dari
ghibah, maka menjadi hak Allah untuk membebaskannya dari api
neraka.” (HR. Ahmad)
َو َم ْن قَا َل ىِف ُم ْؤ ِم ٍن َما لَي َْس ِفي ِه؛ َأ ْس َكنَ ُه اهَّلل ُ َر ْدغَ َة الْ َخ َبالِ َحىَّت خَي ْ ُر َج ِم َّما قَا َل
“Barang siapa membicarakan mukmin dengan sesuatu yang tidak benar
adanya; niscaya Allah akan benamkan dia ke dalam kubangan
nanahnya para penghuni neraka, hingga ia bertaubat dari perkataan
tersebut.” (HR. Abu Dawud)
َم ْن اَك ن َْت ِع ْندَ ُه َم ْظ ِل َم ٌة َأِل ِخي ِه:َع ْن َأيِب ه َُر ْي َر َة َأ َّن َر ُسو َل اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ قَا َل
فَ ْن،فَلْ َي َت َحلَّهْل ُ ِمهْن َا؛ فَ ن َّ ُه لَي َْس مَث َّ ِدينَ ٌار َوال ِد ْرمَه ٌ ِم ْن قَ ْبلِ َأ ْن يُ ْؤخ ََذ َأِل ِخي ِه ِم ْن َح َسنَا ِت ِه
ِإ ات َأ ِخي ِه فَ ُط ِر َح ْت عَلَ ْي ِه ٌ لَ ْم يَ ُك ْن هَل ُ َح َسنَِإ
ِ َات ُأ ِخ َذ ِم ْن َس ِِّي ّئ
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa
melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta
dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi
perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada
saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan
saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR. Bukhari)