Anda di halaman 1dari 5

BAHAYA MENGGUNJING

‫ َوعَىَل آهِل ِ َوَأحْص ِ ا ِب ِه‬,‫الس اَل ُم عَىَل النَّيِب ِ ّ امل ُ ْص َط َفى‬ َّ ‫الص اَل ُة َو‬ َّ ‫ َو‬. َ ‫َالْ َحمْدُ هّلِل ِ َر ِ ّب الْ َع الَ ِمنْي‬
‫هللا َوحْدَ ُه اَل رَش ِ يْ َك هَل ُ َو َا ْش هَدُ َأ َّن ُم َح َّمدً ا َعبْدُ ُه‬ ُ ‫ َا ْش هَدُ َا ْن اَل ِا َهل اَّل‬.‫ا َّلط ِ ّي ِبنْي َ ىَل ي َ ْو ِم ّ ِادل ْي َن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫هللا َح ّق تُ َقا ِت ِه َو َال تَ ُم ْوتُ ّن ّال َوَأنْمُت ْ ُم ْس ِل ُم ْو َن‬
َ ‫ اَي َأهّي َا اذّل َ ْي َن آ َمنُ ْوا ات ّ ُقوا‬: ُ‫ َأ َّماب َ ْعد‬.ُ ‫َو َر ُس ْوهُل‬
‫ِإ‬
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Marilah kita tingkatkan rasa syukur kita kepada Allah Ta’ala. Sebab,
Allah Ta’ala berfirman:
   
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu...” (QS. Ibrahim: 8).

Dengan bersyukur, Allah Ta’ala pasti akan menambahkan terus


karunianya kepada kita baik secara zahir maupun batin. Dan terutama
kita patut bersyukur karena Allah Ta’ala telah mengaruniai kita nikmat
iman yakni kepada Hadhrat Imam Mahdi dan Masih Mau’ud as.

Shalawat dan salam terhatur kepada junjungan tercinta kita Hadhrat


Muhammad saw yang syafaatnya senantiasa kita nanti-nantikan.

Marilah kita juga senantiasa bertakwa kepada Allah dan meningkatkan


ketakwaan dalam kehidupan kita karena barangsiapa bertakwa kepada
Allah, maka Allah akan mencukupinya. Dan barangsiapa yang takut
kepada manusia, sesungguhnya manusia tidak bisa memberikan
manfaat sedikit pun di hadapan Allah Ta’ala. Kita juga harus menyadari
bahwa tidak ada yang bisa mendapatkan rahmat kecuali orang-orang
yang bertakwa. Tidaklah mendapatkan pahala, kecuali orang-orang yang
berada di atas ketakwaan.

Nasihat untuk bertakwa ini sangatlah banyak, akan tetapi betapa


disesalkan karena yang melaksanakannya sangatlah sedikit. Semoga
Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertakwa.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Sebagai agama yang sempurna, Islam mengajak berbicara akal, hati,


perasaan, akhlak dan pendidikan. Agama yang mulia ini mengharuskan
adanya peraturan-peraturan agar seorang muslim dapat memiliki hati
yang selamat, perasaan yang bersih, menjaga kehormatan lisan, dan
menjaga rahasia pribadinya, serta dapat berakhlak mulia terhadap
Rabb-nya, dirinya sendiri, dan seluruh manusia. Allah Ta’ala berfirman,
        
....     
“Hai, orang-orang yang beriman, hindarilah banyak prasangka karena
sebagian prasangka dosa. Dan, jangan kamu mencari-cari keburukan
orang lain....” (QS. Al-Hujurat: 13)

Pesan Alquran ini, merupakan jawaban dari fenomena yang kita lihat
saat ini. Yakni, agar kita terhindar dari perbuatan ghibah (menggunjing),
mencari-cari kesalahan orang lain. Karena menggunjing ini
menyebabkan rusaknya kehormatan seseorang, merusak hati, dan
ketenangan masyarakat. Perbuatan menggunjing merupakan salah satu
dosa besar yang membinasakan, merusak agama para pelakunya, baik
sebagai pelaku ataupun orang yang rela ketika mendengarkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
....           
         
“.…dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Menggunjing orang lain tidak lepas dari salah satu dari tiga istilah, yang
semuanya disebutkan di dalam Alquran, yaitu: ghibah, ifku, dan buhtan.
Apabila yang kita sebutkan tentang saudara kita itu memang ada pada
diri mereka, maka ini disebut ghibah. Apabila kita menyampaikan semua
yang kita dengar, maka ini adalah ifku. Dan apabila yang kita sebutkan
itu tidak ada pada diri saudara kita, maka ini dinamakan buhtan. Ghibah
(menggunjing) adalah segala sesuatu yang dapat dipahami dan
dimaksudkan untuk menghina, baik berupa perkataan, isyarat atau
tulisan. Ghibah juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang
mengenai agamanya, fisiknya, akhlak, dan keturunannya. Barangasiapa
yang mencela ciptaan Allah, berarti ia telah mencela penciptanya.
Nabi saw menyeru pelaku perbuatan ini dengan sabdanya,
‫اَي َم ْعرَش َ َم ْن آ َم َن ِب ِل َس ا ِن ِه َولَ ْم ي َ دْ خ ُْل ا يْ َم ُان قَلْ َب ُه اَل تَ ْغ َت ابُ ْوا امل ُ ْس ِل ِمنْي َ َواَل تَت َّ ِب ُع ْوا‬
‫هللا َع ْو َرتَ ُه ي َ ْفضَ ْح ُه يِف بَيْ ِت ِه‬ ‫عوراهِت م فَ نَّه من اتَّبع عوراهِت م يت َّ ِبع ِإل‬
ُ ِ ‫هللا َع ْو َرا ِت ِه َو َم ْن يَت َّ ِبع‬
ُ ُ َ ِْ َ َْ ََ ِ َ ُ ِْ َ َْ
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan
‫ِإ‬
itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah
(menggunjing) kaum muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka.
Barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, maka Allah akan mencari-
cari aibnya, niscaya Allah akan membeberkan aibnya, meskipun dia di
dalam rumahnya.”

Tentang bahaya menggunjing ini, Hasan al-Bashri berkata, “Ghibah,


demi Allah, lebih cepat merusak agama seseorang daripada ulat yang
memakan tubuh mayit.”

Maka sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai ahlul haq
dan ahlul iman, ternyata ia melakukan perbuatan ghibah (menggunjing),
sedangkan dia mengetahui akibat buruk perbuatan tersebut. Firman
Allah Ta’ala mengingatkan,
        
“.…Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya....” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Seburuk-buruk ghibah, yaitu menggunjing para pemimpin, para guru


spiritual, orang-orang shaleh, dan orang-orang yang mengajak berbuat
adil. Pelaku ghibah ini merendahkan kedudukan mereka,
menghilangkan kewibawaan mereka, menghilangkan kepercayaan
terhadap mereka, mencela perbuatan dan usaha baik dan tulus mereka,
dan meragukan kemampuan mereka.

Bayangkan, tidak disebut seorang yang mulia di hadapannya, kecuali dia


rendahkan. Tidaklah muncul orang yang mulia, kecuali dicelanya. Tidak
pula orang yang shaleh, kecuali dia akan menuduhnya. Pelaku ghibah
ini, senang menuduh orang-orang terpercaya, menggunjing orang-orang
shaleh. Pelaku ghibah menanamkan permusuhan dan membingungkan
orang-orang kebanyakan, memutuskan silaturahmi dan memecah
persatuan.

Allahu Akbar! Apakah seorang muslim layak bersikap demikian kepada


saudaranya?

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Setiap orang pasti dicintai dan dibenci, diridhai dan dimarahi, disukai
dan dimusuhi. Orang yang berakal dalam mencintai kekasihnya, ia tidak
akan berbuat berlebihan; sebab, mungkin suatu hari orang yang
dikasihinya tersebut akan dibencinya. Sebaliknya, manakala seorang
muslim harus membenci, maka dia pun bersikap sewajarnya; sebab,
mungkin suatu hari orang yang dibencinya akan menjadi kekasihnya.
Oleh karena itu, jadilah orang yang selalu menegakkan kebenaran dan
bersikap adil. Jangan sampai ketidak sukaan membuat kita bersikap
zalim. Allah Ta’ala berfirman,
         
         
          
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Maidah: 9)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Jika dikatakan kepada Anda, “Fulan telah menggunjingmu, sampai kami


merasa kasihan kepadamu.” Maka jawablah dengan perkataan,
“Seharusnya, dialah yang patut engkau kasihani.”

Hendaknya kita bertakwa kepada Allah. Sungguh beruntung orang yang


bisa menahan diri, tidak berlebihan dalam berbicara. Sungguh
beruntung orang yang bisa menguasai lisannya. Sungguh beruntung
orang yang terhidar dari menggunjing orang lain, karena ia lebih sibuk
mengoreksi dirinya. Sungguh beruntung orang yang berpegang kepada
petunjuk Alquran, kemudian menghadap Allah dengan hati yang khusyu,
lisan yang jujur, dan ikhlas mencintai saudaranya.
         
        
“Ya, Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang
mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian tinggal dalam hati kami untuk orang-orang yang beriman.
Ya Tuhan kami Sesungguhnya Engkau Maha Pengantun, Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Hendaklah kita jauhi perbuatan ghibah atau menggunjing orang lain.


Ketauhilah, orang yang mendengarkan ghibah, ia mendapatkan dosa
yang sama seperti pelakunya. Sehingga orang yang mendengarkan
ghibah tidak selamat dari dosa, kecuali jika ia mengingkari dengan
lisannya, atau dengan hatinya. Apabila bisa, hendaklah ia tinggalkan
tempat berlangsungnya ghibah tersebut, atau memutusnya dengan
mengalihkan kepada pembicaraan yang lain. Karena orang yang diam
ketika mendengar ghibah, maka ia termasuk bergabung dengan
pelakunya. Ibnu al-Muabarak mengarakan, “Pergilah dari orang yang
menggunjing, sebagaimana engkau lari dari kejaran singa.”

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Setiap orang memiliki cacat dan aib, kesalahan dan kekeliruan. Oleh
karena itu, kita jangan merasa mengetahui apa yang tidak diketahui
orang lain. Daripada mengurusi aib orang lain, mengapa kita tidak
menyibukkan diri dengan aib sendiri? Jagalah hak dan kehormatan
saudaramu! Dalam sebuah hadis dinyatakan,
‫َم ْن َذ َّب َع ْن لَ ْح ِم َأ ِخي ِه اِب لْ ِغي َب ِة اَك َن َحقًّا عَىَل اهَّلل ِ َأ ْن يُ ْع ِت َق ُه ِم َن النَّ ِار‬
“Barangsiapa yang membela daging (kehormatan) saudaranya dari
ghibah, maka menjadi hak Allah untuk membebaskannya dari api
neraka.” (HR. Ahmad)

‫َو َم ْن قَا َل ىِف ُم ْؤ ِم ٍن َما لَي َْس ِفي ِه؛ َأ ْس َكنَ ُه اهَّلل ُ َر ْدغَ َة الْ َخ َبالِ َحىَّت خَي ْ ُر َج ِم َّما قَا َل‬
“Barang siapa membicarakan mukmin dengan sesuatu yang tidak benar
adanya; niscaya Allah akan benamkan dia ke dalam kubangan
nanahnya para penghuni neraka, hingga ia bertaubat dari perkataan
tersebut.” (HR. Abu Dawud)

‫ َم ْن اَك ن َْت ِع ْندَ ُه َم ْظ ِل َم ٌة َأِل ِخي ِه‬:‫َع ْن َأيِب ه َُر ْي َر َة َأ َّن َر ُسو َل اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ قَا َل‬
‫ فَ ْن‬،‫فَلْ َي َت َحلَّهْل ُ ِمهْن َا؛ فَ ن َّ ُه لَي َْس مَث َّ ِدينَ ٌار َوال ِد ْرمَه ٌ ِم ْن قَ ْبلِ َأ ْن يُ ْؤخ ََذ َأِل ِخي ِه ِم ْن َح َسنَا ِت ِه‬
‫ِإ‬ ‫ات َأ ِخي ِه فَ ُط ِر َح ْت عَلَ ْي ِه‬ ٌ ‫لَ ْم يَ ُك ْن هَل ُ َح َسنَِإ‬
ِ َ‫ات ُأ ِخ َذ ِم ْن َس ِِّي ّئ‬
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa
melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta
dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi
perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada
saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan
saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR. Bukhari)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: Saya melihat kondisi akhlak pada


masa sekarang ini sudah sangat runtuh. Kebanyakan orang mengidap
penyakit prasangka buruk yang sudah parah. Mereka tidak lagi
berprasangka baik terhadap saudara mereka. Akibat perkara-perkara
kecil saja mereka mulai berprasangka buruk terhadap saudara mereka,
dan mereka mulai mengaitkan aib-aib tertentu terhadap saudara-
saudara mereka itu, yang jika dituduhkan kepada mereka maka mereka
akan merasa sakit sekali.

Oleh karena itu pertama-tama adalah penting supaya sejauh mungkin


tidak berprasangka buruk terhadap saudara-saudara. Dan selalulah
bersikap prasangka baik, sebab dengan itu kecintaan akan bertambah,
dan timbul rasa kasih-sayang, serta kekuatan akan timbul di antara
sesama. Dan karena [prasangka buruk] itu pula manusia akan tetap
merugikan diri mereka, dan hampir-hampir membuat mereka biadab
seperti binatang buas. (Malfuzat)

Aku katakan, sebenarnya, prasangka buruk adalah petaka sangat buruk


yang membinasakan iman manusia, dan yang melemparkan manusia
jauh dari kejujuran serta kebenaran, dan yang mengubah kawan-kawan
menjadi musuh. Untuk mencapai kesempurnaan para shiddiq, mutlak
agar manusia benar-benar menghindarkan diri dari prangsangka buruk.
Dan jika mengenai seseorang timbul prasangka buruk, maka banyak-
banyaklah beristighfar, dan banyaklah berdoa kepada Allah Ta’ala,
supaya kalian terhindar dari dosa itu serta dari dampak buruknya.
Jangan pernah menganggapnya sebagai hal biasa, Ini adalah penyakit
rohani yang sangat berbahaya yang darinya manusia sangat cepat
binasa.

Jadi, ingatlah baik-baik, dampak akhir prasangka buruk adalah neraka.


Jangan menganggapnya sebagai penyakit biasa. Dari prasangka buruk
itu timbul keputus-asaan, dari keputus-asaan timbul kejahatan-
kejahatan, dan dari kejahatan-kejahatan itu yang diperoleh adalah
neraka. Prasangka buruk adalah sesuatu yang memotong akar
kebenaran, Oleh karena itu kalian harus menghindarkan diri darinya,
dan banyaklah berdoa untuk meraih kemampuan-kemampuan sebagai
orang shiddiq. (Malfuzat).

Mudah-mudahan Allah Ta’ala mengaruniakan taufik dan hidayah-Nya


kepada semua kita supaya selalu dapat berprasangka baik terhadap
sesama dan terhadap hal apa pun yang berada di sekitar kita.

  َ ‫َوآ ِخ ُر َدع َْوااَن َأ ِن الْ َح ْمدُ هلل َر ِ ّب الْ َعالَ ِمنْي‬

Anda mungkin juga menyukai