Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kebutuhan dasar pada manusia adalah pangan, dimana pangan diperlukan tubuh
sebagai penunjang nutrisi untuk tumbuh dan mengatur kerja organ tubuh. Nutrisi yang dibutuhkan
berupa Karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Protein berfungsi sebagai bahan
pembentuk jaringan-jaringan pada tubuh, pertumbuhan embrio, sumber energi, dan sebagai
pertahanan tubuh terhadap benda asing didalam tubuh (Afifah, 2013)
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani selain daging, ikan dan susu yang
memiliki rasa lezat, bergizi tinggi serta mudah untuk dicerna (Agustina et al., 2013). Kualitas telur
dapat diamati berdasarkan karakteristiknya seperti kebersihan, berat telur, kualitas cangkang,
Indeks yolk, Indeks albumin dan komposisi kimia telur. Faktor yang mempengaruhi kualitas telur
adalah penyakit, suhu lingkungan dan penyimpanan, pakan, serta waktu penyimpanan (Indrawan et
al., 2012).
Menurut (Azis & Lestaringingsih, 2018) produk pangan asal hewan yang terjamin
keamanannya harus memenuhi 4 aspek yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Yang dimaksud
dengan ASUH adalah pangan harus bebas dari kontaminasi berbahaya, mempunyai nilai gizi tinggi,
tidak tercampur bahan lain serta diolah berdasarkan syariat islam, sehingga halal untuk dikonsumsi.
Bahaya atau hazard yang berkaitan dengan pangan asal hewan dikelompokkan menjadi 4 bagian,
yaitu : (1) penyakit ternak (zoonosis); (2) penyakit bawaan makanan (foodborne disease); (3)
kontaminasi; (4) pemalsuan dan bahan pengawet.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah sampel telur ayam yang diuji mempunyai mutu dan kualitas yang baik serta sudah
sesuai dengan mutu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) untuk dikonsumsi masyarakat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui mutu dan kualitas telur ayam yang diuji sudah sesuai dengan mutu aman, sehat,
utuh, dan halal (ASUH), sehingga dapat dinyatakan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
1.4 Manfaat
Mengetahui dan memahami prosedur pengujian sampel bahan pangan asal hewan berupa
telur ayam yang diuji sudah sesuai standar, sehingga sampel dinyatakan aman, sehat, utuh, dan
halal (ASUH) untuk dikonsumsi oleh masyarakat
BAB II METODE

2.5 Telur Ayam


2.5.1 Pemeriksaan Organoleptik (Lukman dkk., 2009)
Prinsip : Pemeriksaan kualitas meliputi bentuk, kehalusan, ketebalan, keutuhan, dan
kebersihan yang dilakukan dengan menggunakan panca indera.
Cara Kerja : Sampel telur ayam ditimbang dahulu, lalu dilihat serta diraba mulai dari ujung
tumpul sampai lancip untuk mengamati bentuk, kehalusan, ketebalan, keutuhan, dan
kebersihan.

2.5.2 Pemeriksaan Kesegaran Telur (Lukman dkk., 2009)


 Candling
Prinsip : Sorotan sinar lampu candler dapat membantu melihat bagian dalam si telur
seperti kebebasan bergerak kantung hawa, kuning telur, keretakan pada kerabang.
Cara Kerja : Sampel telur ayam mentah diarahkan ke sinar dari candler sambil diputar
untuk melihat kemungkinan adanya kelainan si telur.
Interpretasi Hasil : Telur dalam kondisi bersih dan tidak adanya embrio.
 Tinggi Kantung Hawa
Prinsip : Semakin tua umur telur maka semakin besar atau tinggi kantung hawa.
Cara Kerja : Sampel telur ayam mentah diletakkan di depan candler kemudian hitung
diameter dan tinggi kantung hawa dengan alat pengukur. Pemberian grade dilakukan
dengan mengukur tinggi kantung hawa yaitu kelas AA (0,30 cm), kelas A (0,60 cm), kelas
B (0,75) dan kelas C (0,90).
Interpretasi Hasil : Semakin tinggi kantung hawa maka umur telur semakin tua.
 Perendaman Air Garam
Prinsip : Telur yang baru dikeluarkan mempunyai kantung hawa relatif kecil sehingga
telur akan tenggelam apabila dimasukkan ke dalam larutan air garam 10%.
Cara Kerja : Larutan garam 10% dibuat dengan cara mencampur 10 g garam dan 100 ml
air kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Dimasukkan telur ayam ke dalam
larutan garam 10%. Dicatat hasilnya.
Interpretasi Hasil : Kualitas telur bagus apabila telur pada perendaman air garam
tenggelam.

2.5.3 Pemeriksaan Kualitas Telur Setelah Dibuka (Lukman dkk., 2009)


 Indeks Kuning Telur
Prinsip : Semakin tua umur telur, maka semakin besar kuning telur dan semakin kecil
Indeks kuning telur.
Cara Kerja : Kuning telur dipisahkan dari putihnya, kemudian diukur tinggi dan
diameter kuning telur. Dihitung Indeks kuning telur.
a
Indeks Kuning Telur =
b
Interpretasi Hasil : Telur segar adalah telur yang memiliki yolk Indeks antara 0,33
hingga 0,50.
 Indeks Putih Telur
Prinsip : Semakin tua umur telur, maka akan semakin lebar diameter putih telur, sehingga
semakin kecil Indeks putih telur.
Cara Kerja : Diukur tinggi dari putih telur, tebal (thick albumin). Dihitung Indeks putih
telur dengan menggunakan rumus.
a
Indeks Putih Telur =
b 1+ b 2/2
Interpretasi Hasil : Telur segar adalah telur yang memiliki Indeks albumin antara 0,050
sampai 0,174.
 Pemeriksaan Haugh Unit
Prinsip : Pemeriksaan HU digunakan untuk melihat kesegaran telur berdasarkan pada
pengukuran tinggi putih telur, kental dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU maka
menunjukkan bahwa telur itu semakin baik.
Cara Kerja : Telur ayam ditimbang beratnya dan dicatat. Telur dipecah di atas cawan
petri. Diukur tebal atau tinggi putih telur dengan menggunakan mikrometer. Pengukuran
dibatas putih telur dan kuning telur. Dihitung HU menggunakan rumus.
HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37)
Interpretasi Hasil : Semakin tinggi nilai HU maka menunjukkan bahwa telur tu semakin
baik.

2.5.4 Pemeriksaan Mikrobiologi (Lukman dkk., 2009)


 Total Plate Count (TPC)
Prinsip : Untuk menunjukkan jumlah mikroba yang berada pada produk dengan
menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media agar.
Cara Kerja : Pindahkan 1 ml suspensi pengenceran 10 -1 menggunakan pipet steril ke
dalam larutan 9 ml BPW untuk mendapat pengenceran 10 -2. Kemudian lakukan
pengenceran bertingkat hingga 10-6, lalu masukkan 1 ml suspensi setiap pengenceran ke
dalam cawan petri menggunakan metode duplo. Selanjutnya tambahkan 15-20 ml PCA
yang sudah didinginkan pada suhu 45℃ pada cawan berisi suspensi. Kemudian lakukan
pemutaran cawan membentuk angka 8, diamkan hingga padat. Selanjutnya inkubasi
cawan pada posisi terbalik dengan suhu 34℃ - 36℃ selama 24-48 jam. Hitung jumlah
koloni.
 Uji SS Agar
Prinsip : Sampel diuji dengan diinokulasikan pada media agar selektif (media SSA)
untuk meyakinkan ada tidaknya bakteri Salmonella.
Cara Kerja : Diinokulasikan koloni hasil TPC pada media Salmonella Shigella Agar
(SSA). Diinkubasi cawan petri dengan posisi terbalik dengan inkubator suhu 37 oC selama
24 jam
Interpretasi Hasil : Positif, jika warna koloni berwarna coklat, abu-abu hingga hitam dan
terkadang kilap logam.
 Uji EMB Agar (Fatiqin et al., 2019)
Prinsip : Merupakan media selektif tinggi untuk mengisolasi bakteri Eschericia Coli
Cara Kerja: Pindahkan 1 ml suspensi pengenceran 10-1 menggunakan pipet steril ke
dalam larutan 9 ml aquades steril untuk mendapat pengenceran 10 -2, kemudian diambil 1
ml suspensi pada larutan 10-1 dan 10-2 dan dilakukan metode tuang ke dalam media, lalu
diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam.
Interpretasi Hasil : Jika positif ada koloni bakteri berwana hijau metalik dengan bintik
hitam pada bagian tengah
 Uji Residu Antimikroba
Prinsip: Melihat adanya residu antibiotik dengan melihat zona hambat yang terbentuk
Cara Kerja: dilakukan pembuatan pelarut dapur 2, kemudian telur ditimbang sebanyak
10g (putih dan kuning telur) kemudian ditambahkan pelarut dapur 2 sebanyak 20 ml dan
dihomogenkan dengan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, diambil
supernatan, kemudian celupkan paper disc pada supernatan dan diletakkan pada
permukaan media sudah berisi bakteri uji vegetatif, lalu diinkubasi selama 16-18 jam
dengan suhu 30oC.
 Uji Yeast and Mold
Prinsip : Pertumbuhan kapang/khamir setelah sampel diinokulasikan pada media yang
sesuai.
Cara Kerja : Siapkan media SDA yang sudah dicampur antibiotic, tuangkan pada cawan
petri sebanyak 15-20 ml pada suhu 45-50oC, ditunggu memadat. Diletakkan sampel 1
gram pada media Sabaroud Dextrose Agar (SDA). Diinkubasi pada suhu ruang selama 3-
5 hari, amati hasilnya.
Interpretasi Hasil : Yeast / khamir (berbentuk sperikal hingga ovoid); Mold / kapang
(berbentuk filamen/hifa).
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.5 Telur Ayam Ras


3.5.1 Hasil Telur Ayam Ras
PEMERIKSAAN HASIL Standar SNI
1. Uji Organoleptik
- Kehalusan Halus Halus
- Bentuk Normal Normal
- Ketebalan Tipis Tebal
- Kebersihan Sedikit noda Bersih
- Berat Telur 56 g 50-60 g
2. Pemeriksaan Kesegaran Telur
- Candling Tidak terdapat
-
blood spot
- Tinggi Kantung Udara 0,90 cm < 0,5 cm
- Perendaman Air Garam Telur
-
mengapung
3. Pemeriksaan Kualitas Telur
Setelah Dibuka
- Indeks Kuning Telur 0,330 0,458 – 0,521
- Indeks Putih Telur 0,091 0,134 – 0,175
- Pemeriksaan Haugh Unit 50 HU -
4. Uji Mikrobiologi
- Jumlah Total Mikroba 2,6 x 104 cfu/g 1 x 105 cfu/g
- Uji SS Agar Positif Negatif
- Uji EMB Agar Negatif Negatif
- Uji Residu Antibiotik Negatif Negatif
3.5.2 Pembahasan
Pada pengujian oragnoleptik didapatkan hasil sampel mempunyai bentuk normal,
permukaan kerabang halus, ketebalan kerabang tipis, terdapat sedikit noda pada cangkang dan
mempunyai berat 56 gram. Menurut (Suharyanto et al., 2016) telur akan mengalami
penurunan kualitas seiring berjalannya waktu simpan. Adanya penurunan berat telur terjadi
karena penguapan dan hilang gas CO2, NH3, N2, H2S dan air dari albumin. Menurut
(Widyantara et al., 2013) pada telur dengan kerabang yang tipis mempunyai pori-pori lebih
banyak dan besar, sehingga akan mempercepat penurunan kualitas telur yang disebabkan oleh
penguapan dan pembusukan yang cepat. Tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh strain
ayam, umur Induk, pakan dan penyakit pada Induk. Semakin tua umur Induk maka semakin
tipis kerabang telurnya, hal tersebut dikarenakan ayam sudah tidak mampu produksi kalsium
yang cukup guna kebutuhan dalam pembentukan kerabang telur. Hasil candling tidak
ditemukan adanya blood spot, keretakan pada kerabang telur atau perkembangan embrio di
dalam. Tinggi kantung udara didapatkan tinggi yaitu 0,90 cm, yang mana berdasarkan SNI
3926-2008 telur dikategorikan dalam mutu II atau berada dikisaran 0,5-0,9 (BSNI, 2008).
Pada perendaman telur dengan air garam 10% diamati telur dalam keadaan mengapung, hal
tersebut menunjukan kantung udara pada telur sudah mengalami perbesaran akibat adanya
pengupan yang disebabkan karena lama penyimpana telur (Suharyanto et al., 2016).
Pada pemeriksaan kualitas telur setelah dibuka untuk kuning telur memiliki bau khas
telur, tidak ditemukan adanya blood spot, ukuran kuning telur besar dan Indeks kuning
telurnya 0,330. yang mana berdasarkan SNI 3926-2008 telur dikategorikan dalam mutu III
atau berada dikisaran 0,330 – 0,393 (BSNI, 2008). Kemudian untuk putih telur memiliki bau
khas telur, putih telur cair, dan Indeks putih telur didapatkan 0,091, yang mana berdasarkan
SNI 3926-2008 telur dikategorikan dalam mutu III atau berada dikisaran 0,050 – 0,090 .
Menurut (Widyantara et al., 2013) semakin lama telur disimpan maka kualitas dan kesegaran
telur akan menurun. Hal tersebut disebabkan CO2 pada telur akan keluar dalam jumlah besar
sehingga derajat keasaman akan meningkat, selain itu penguapan juga dapat terjadi dan putih
telur akan lebih encer. Mengencernya putih telur disebabkan karena adanya perubahan pada
struktur gelnya, karena kerusakan serabut ovomucin yang menyebabkan keluarnya air.
Pengukuran haugh unit (HU) didapatkan hasil 50 HU. Haugh Unit diukur berdasarkan
tinggi albumin dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU maka kualitas telur semakin baik.
Nilai HU bergantung dengan kesegaran telur, semakin lama umur telur maka kualitas telur
akan turun. Semakin tinggi nilai HU maka semakin tinggi ovomusinnya. Ovomusin berperan
dalam pengikatan air untuk membentuk gel albumin sehingga albumin dapat kental. Kemudian
apabila nilai HU telur diatas 72 maka mutunya baik, sedangkan nilai HU telur dibawah 50
mutu yang dihasilkan kurang bagus atau busuk (Purwati et al., 2015).
Pada pengujian mikrobiologi didapatkan Hasil TPC 2,6 x 10-4 cfu/g, dimana hasil
tersebut masih berada dibawah nilai maksimal TPC SNI 3926-2008 yaitu 1 x 10-5 cfu/g. Pada
pemeriksaan menggunakan media SS Agar didapatkan hasil positif yang ditandai tumbuhnya
koloni bakteri dengan noda hitam atau black spot, yang mana menurut (Afifah, 2013)
dikatakan positif apabila pada media selektif SSA ditemukan adanya pertumbuhan koloni
bakteri berwarna coklat dengan black spot. Adanya bakteri salmonella pada telur dapat
disebabkan kontaminasi pada saat dikloaka dan juga lingkungan kandang yang tidak bersih,
dimana bakteri salmonela dapat masuk dengan menembus barier telur (Afifah, 2013). Pada
pemeriksaan menggunakan media agar EMB didapatkan hasil negatif karena tidak
terbentuknya koloni bakteri berwana hijau metalik dengan bintik hitam pada bagian tengah.
Media agar EMB merupakan media selektif terhadap bakteri Eschericia coli dan dikatakan
positif apabila adanya koloni bakteri berwarna hijau metalik dengan bintik hitam pada bagian
tengah (Fatiqin et al., 2019). Pada pengujian residu antibiotik didapatkan hasil negatif, karena
tidak terbentuk zona hambat pada media yang berisi bakteri. Menurut (Masrianto et al., 2013)
sampel dinyatakan positif apabila terbentuk zona hambat >12 mm pada media MHA yang
sudah ditambahkan bakteri. Adanya residu antibiotik pada produk hewani dapat menyebabkan
reaksi hipersensitivitas, resistensi antibiotik, dan kemungkinan keracunan (Meutia et al.,
2016).
Berdasarkan pembahasan diatas diketahui telur memiliki kualitas yang buruk yang
disebabkan karena lamanya penyimpanan telur. Telur juga tidak layak dikonsumsi karena pada
pemeriksaaan bakteri patogen salmonella, diketahui telur positif adanya bakteri salmonella.
Sehingga telur tidak layak dikonsumsi karena tidak memenuhi standar ASUH (Aman, Sehat,
Utuh, dan Halal).
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Telur memiliki kualitas yang buruk yang disebabkan karena lamanya penyimpanan
telur. Telur juga tidak layak dikonsumsi karena pada pemeriksaaan bakteri patogen salmonella,
diketahui telur positif adanya bakteri salmonella. Sehingga telur tidak layak dikonsumsi karena
tidak memenuhi standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).
4.2 Saran
Diperlukan sosialiasi terhadap peternak, produsen, dan konsumen bahaya dari
konsumsi salmonella dan bagaimana pencegahannya
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N. (2013). Uji Salmonella-Shigella Pada Telur Ayam Yang Disimpan Pada Suhu Dan Waktu
Yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Edu Research, Vol.2 No.1 . Jurnal Ilmiah Edu Research, 2(1), 35–
46.
Agustina, N., Thohari, I., & Rosyidi, D. (2013). Evaluasi sifat putih telur ayam pasteurisasi ditinjau
dari pH, kadar air, sifat emulsi dan daya kembang Angel Cake. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan,
23(2), 6–13.
Azis, R., & Lestaringingsih. (2018). Pelatihan Pengolahan Nugget Sayuran Untuk Meningkatkan
Produktivitas Anggota Pendamping Keluarga Harapan Di Desa Jatinom-Blitar. 3(1), 230–236.
Fatiqin, A., Novita, R., & Apriani, I. (2019). Pengujian Salmonella Dengan Menggunakan Media Ssa
Dan E. coli Menggunakan Media Emba Pada Bahan Pangan. Indobiosains, 1(1), 22–29.
https://doi.org/10.31851/indobiosains.v1i1.2206
Indrawan, I., Sukada, I., & Suada, I. (2012). Kualitas Telur Dan Pengetahuan Masyarakat Tentang
Penanganan Telur Di Tingkat Rumah Tangga. Indonesia Medicus Veterinus, 1(5), 607–620.
Masrianto, Fakhrurrazi, & Azhari. (2013). Uji Residu Antibiotik Pada Daging Sapi Yang Dipasarkan
Di Pasar Tradisional Kota Banda Aceh. Jurnal Medika Veterinaria, 7(1), 13–14.
https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v7i1.2909
Meutia, N., Rizalsyah, T., Ridha, S., & Sari, M. K. (2016). Residu Antibiotika Dalam Air Susu Segar
yang Berasal Dari Peternakan di Wilayah Aceh Besar ( Antibiotic Residuesin Water Fresh Milk
Derivat From Farms in TheTerritory of Aceh Besar ). Ilmu Peternakan, 16(1), 1–5.
Purwati, D., Djaelani, M. A., & Yuniwarti, E. Y. W. (2015). Indeks Kuning Telur (IKT), Haugh Unit
(HU) dan Bobot Telur pada Berbagai Itik Lokal di Jawa Tengah. Jurnal Biologi, 4(2), 1–9.
Suharyanto, Sulaiman, N. B., Zebua, C. K. N., & Arief, I. I. (2016). Kualitas Fisik, Mikrobiologis, dan
Organoleptik Telur Konsumsi yang Beredar di Sekitar Kampus IPB, Darmaga, Bogor. Jurnal
Ilmu Produksi Dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(2), 275–279.
https://doi.org/10.29244/jipthp.4.2.275-279
Widyantara, P. R. ., Dewi, G. A. M. ., & Ariana, I. N. . (2013). Pengaruh Lama Penyimpanan
Terhadap Kualitas. 20, 5–6.

Anda mungkin juga menyukai