Anda di halaman 1dari 10

Nama : Berkat Widodo Sangkai

Kelas :B

Nim : 19.00.05864/ STIH-TB

Nprm : 19.11.317.3001100.04711

Angkatan : 2019/2020

Mata Kuliah : Hukum Keluarga\Waris

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau
bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata yang
memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk
hukum waris perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata terdapat unsur paksaan
didalamnya.

Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian hak mutlak (legitime portie)
kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang
pewaris telah membuat ketetapan seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka
penerima hibah mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya
ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitimeportie) ahli waris yang mempunyai hak
mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang
hibah-hibah yang wajib inbreng (pemasukan).

Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur paksaan, namun posisi hukum waris perdata,
sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur tidak berpengaruh. Konsekwensi dari
hukum waris perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, adalah apa saja
yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia masih hidup adalah kewenangannya, namun
kalau pelaksanaan kewenangan itu melampui batas yang diperkenankan oleh Undang-Undang, maka
harus ada resiko hukum yang dikemudian hari akan terjadi terhadap harta warisannya setelah ia
meninggal dunia.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Hak Mewaris pada Umumnya


A.    Pengertian Warisan
Menurut  Ali Afandi hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, dimana
berhubung dengan meninggalnya seorang dan akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan di atur
yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik
di dalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.
Pada dasarnya pewarisan merupakan proses berpindahnya harta peninggalan dari seseorang yang
meninggal dunia kepada ahli warisnya.

Efendi Peranginangin
Di dalam KUHPer terdapat  tiga unsur warisan :
1.      Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater )
2.      Harta warisan ( Erfenis )
3.      Ahli waris ( Erfgenaam )

Subekti
Warisan itu adalah harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia atau
sebagai pewaris kepada ahli warisnya yang berhak yang ditentukan oleh Undang – undang atau
karena mendapat wasiat/testmen.

Pengertian Warisan secara umum


Warisan adalah segala hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang harta yang
ditinggalkannya oleh pewaris atau orang yang mennggalkan harta kekayaannya kepada ahli waris
yang berhak untuk menerima warisan tersebut.

B.     Hak dan kewajiban ahli Pewaris


Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris
sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah testamen/wasiat.
Kewajiban si pewaris adalah merupakan pemberesan terhadap haknya yang ditentukan Undang –
undang. Ia harus mengindahkan adanya ligitime portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta
peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan  ( Pasal 913
KUHPer )

C.    Hak dan Kewajiban Ahli Waris


Setelah terbukanya warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap sbb :
1.      Menerima secara penuh (zuivere aanvaarding), yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain.
2.      Menerima dengan Reserve ( hak untuk menukar ), hak ini harus dinyatakan pada Panitera
Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka
3.      Menolak warisan.

Kewajiban Ahli Waris


a.       Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi
b.      Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain – lain.
c.       Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang
d.      Melaksanakan wasiat jika ada
Selanjutnya Pasal 954 KUHPer mengatakan “ Bahwa wasiat pengangkatan waris adalah
suatu wasiat dengan mana si yang mewasiatkan kepada seorang atau lebih memberikan harta
kekayaan yang akan ditinggalkan apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagaian
seperti misalnya setengahnya, sepertiganya”.

Untuk terjadinya pewarisan harus dipenuhi 3 unsur :


a.       Pewaris ( erflater ), adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang lain;
b.      Ahli Waris ( erfgenaam ), adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya
terhadap warisan, baik untuk seluruhnya maupun sebagaian;
c.       Harta warisan ( erfenis ), adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia, yang
berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua
utangnya.

Pasal 838 KUHPer ttg orang – orang yang tidak patut menjadi ahli waris
a.       Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si
yang meninggal atau pewaris. Dalam hal ini sudah ada keputusan Hakim.
b.      Mereka yang dengan keputusan Hakim pernah dipersalahkan memfitnah pewaris, terhadap fitnah
mana diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih berat.
c.       Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat
atau mencabut surat wasiatnya.
d.      Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

2.1  Hak Mewaris menurut UU


Dalam golongan pertama, dimasukan anak – anak berserta turunan – turunan dalam garis
lancang kebawah, dengan tidak membedakan laki – laki atau perempuan dan dengan tidak
membedakan urutan kelahiran.
Golongan kedua dimasukan orang tua dan saudara – saudara dari si meninggal. Pada
asasnya orang tua itu dipersamakan dengan saudara, tetapi bagi orang tua ditiadakan peraturan –
peraturan yang menjamin bahwa ia pasti mendapat bagian yang tidak kurang dari seperempat harta
peninggalan.
Golongan ketiga sebagai ahli waris, jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari
golongangan pertama dan kedua, harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang sama.
Satu bagian untuk para anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk keluarga pihak ibu.
Golongan keempat, ahli waris dari harta yang ditinggalkan, apabila golongan pertama,
kedua dan ketiga tidak ada. Maka warisan jatuh pada ahli waris yang terdekat pada tiap garis.
Apabila seluruh ahli waris dari golongan pertama sampai ke empat tidak ada, maka seluruh harta
warisan jatuh pada negara.

3.1  Arti Hukum Waris/Pewarisan
a.       Karena berdasarkan pasal 584 KUH Perdata hak milik atas suatu kebendaan yang ditinggalkan
oleh seseorang yang meninggal selaku pewaris antara lain dapat diperoleh karena
pewarisan, dalam KUH Perdata Hukum Waris diatur dalam Buku Kedua tentang Benda Bab XII
sampai dengan Bab XVIII (pasal 830 – pasal 1130, meskipun perlu diingat bahwa seorang ahli waris
tidak hanya menerima aktiva (hak) tetapi juga passiva (kewajiban) pewaris.
b.      Oleh sebab Hukum Waris selain merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (Vermogens-
recht) karena biasanya yang dapat diwariskan hanyalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, juga erat hubungannya dengan Hukum Keluarga karena biasanya didasarkan pada
hubungan kekeluargaan dari suatu perkawinan, maka karena sifatnya yang setengah-setengah ini
Hukum Waris menurut Ilmu Hukum (Doktrin Hukum) diatur secara tersendiri.
c.       Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI No.1 Tahun
1991 tanggal 10 Juni 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf:
         Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemin dahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing,
         Ahli Waris adalah orang yang pada saat pewaris meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum
untuk menjadi ahli waris.
Maka Hukum Pewarisan berkaitan erat dengan Hukum Perkawinan dan Hukum Keturunan.

4.1  Unsur-unsur pewarisan

Pewarisan baru terjadi jika ada:


a)      Pewaris, ialah seseorang yang meninggal-dunia dan meninggalkan harta warisan.
b)      Harta warisan, ialah kekayaan (vermogen), kumpulan aktiva dan passiva yang ditinggalkan pewaris.
c)      Ahli waris, ialah mereka yang untuk seluruhnya atau untuk sebagian secara berimbang, berhak
menerima harta warisan dari pewaris yang disebut  “penerima hak berdasar atas hak umum”.

5.1  Dasar-dasar / asas-asas pewarisan


a)      le mort saisit le vif, artinya pewarisan hanya berlangsung karena kematian (pasal 830 KUH
Perdata). Sejak saat pewaris meninggal dunia sekalian ahli waris dengan sendirinya karena
hukum tanpa ada perbuatan penyerahan atau penerimaan menggantikan kedudukan pewaris.
memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang si yang meninggal .....
(pasal 833 KUH Perdata).
Dalam hal ini, menurut KUH Perdata setiap orang sekalipun masih berada dalam kandungan
ibunya asalkan lahir hidup cakap untuk menerima warisan (pasal 2 KUH Perdata).
Seorang anak adalah ahli waris jika ia mempunyai hubungan keperdataan dengan ayahnya
selaku pewaris seperti anak sah, anak yang disahkan, anak yang diakui, sedangkan menurut pasal
43 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu
dan keluarga ibunya.

b)      hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan (yang dapat dinilai dengan uang) saja
yang dapat diwariskan/diwarisi.
Jadi hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan seperti hak dan kewajiban
sebagai seorang suami atau isteri, sebagai orang tua/wali, dengan beberapa pengecualian seperti
hak seorang anak untuk dinyatakan sebagai anak sah dari bapak dan ibunya, tidak dapat diwarisi.
Selain itu, hak dan kewajiban seseorang sebagai anggota perkumpulan, sebagai sekutu dagang,
buruh, serta  perjanjian untuk melakukan suatu jasa seperti melukis dan memimpin konser, juga
tidak dapat diwariskan.
c)      Seseorang ahli waris cakap untuk mewaris asalkan: (a) pewaris telah meninggal dunia, (b)
penunjukkan ahli waris dilakukan menurut undang-undang atau menurut surat wasiat pewaris, (c)
objek warisan nyata ada berupa hak maupun kewajiban kebendaan pada saat pewaris meninggal
dunia, (d) ahli waris tidak dinyatakan sebagai orang yang tidak layak menerima warisan itu.

6.1  Cara memperoleh warisan


Menurut Hukum Perdata Barat ada dua cara untuk memperoleh warisan:
a.       Secara ab intestato (bij versterf) atau menurut undang-undang (KUH Perdata) yang menetapkan
siapa berhak mewaris tanpa membedakan siapa yang lahir lebih dahulu dan jenis kelaminnya
pria/wanita, bahkan anak-anak luar kawin yang diakui (natuurlijke erkende kinderen) merupakan ahli
waris,
b.      secara testamentair atau ditunjuk dalam Surat Wasiat (testament).

7.1  Cara Memperoleh Warisan Secara Abintestato


Penggolongan ahli waris ab intestate
Menurut pasal 832 KUH Perdata ada empat golongan ahli waris ab intestato di mana golongan
kedua baru tampil jika golongan pertama tidak ada dan demikian seterusnya.
Pembagian golongan ini meliputi:

a.      golongan pertama
anak-anak dan keturunannya, serta isteri atau suami yang masih hidup. Contoh Amir dan
Badriah kawin tanpa anak, jika Amir meninggal, satu-satunya ahli waris Amir ialah Badriah demikian
sebaliknya. Namun, jika Amir dan Badriah kawin dan ada anak sah Cholid, Daud dan Eki, jika Amir
meninggal, Badriah, Cholid, Daud dan Eki ialah para ahli waris Amir dengan bagian yang masing-
masing sama.

b.      golongan kedua
orang tua (ayah dan/atau ibu), saudara-saudara dan keturunannya tampil jika golongan pertama
tidak ada.
Contoh: Amir dan Badriah kawin dan ada anak sah Cholid, Daud dan Eki. Jika Daud
meninggal tanpa meninggalkan isteri dan anak, ahli warisnya ialah Amir, Badriah, Cholid dan Eki de-
ngan bagian yang masing-masing sama. Jika Eki meninggal sebelum Daud meninggal, dengan me-
ninggalkan isteri Febi, dan Galang, Hamid (anak), maka bagian warisan Eki dibagikan secara
merata kepada Febi, Galang dan Hamid yang mewaris menggantikan Eki.

c.       golongan ketiga
golongan ini ialah kakek dan/atau nenek dan/atau leluhur mereka, yang tampil jika golongan kedua
tidak ada. Jika pewaris tidak meninggalkan suami/isteri, keturunan dan saudara, tanpa mengurangi
ketentuan pasal 859 KUH Perdata, warisan dibagi dua bagian sama, satu bagian untuk keluarga
sedarah dalam garis bapak ke atas dan satu bagian untuk garis ibu ke atas (pasal 853 KUH
Perdata).

d.      golongan keempat:
golongan ini ialah sanak saudara dari garis ke samping seperti paman, bibi, dengan hak pergantian
kedudukan tampil jika golongan ketiga tidak ada.

         Jika pewaris dan ahli waris sama-sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu
meninggal, mereka dianggap meninggal pada saat yang sama dan di antara mereka tidak terjadi
saling mewaris (pasal 831 dan 894 KUH Perdata).
         Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi
utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi.

`           Pembedaan ahli waris ab intestato


a.       mereka yang mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap pewaris, seperti anak terhadap
orang tuanya, isteri terhadap suami, adik terhadap kakak kandungnya,
b.      mereka yang mewaris menggantikan kedudukan orang lain yang meninggal lebih dahulu dari
pewaris, dinamakan ahli waris pengganti.
Mereka mewaris menggantikan kedudukan orang lain yang meninggal lebih dahulu dari pewaris
dalam bentuk:
1.      penggantian dalam garis lencang ke bawah (vertikal):
Setiap anak yang telah meninggal sebelum pewaris meninggal, digantikan oleh anak-anaknya tanpa
batas.
2.      penggantian ke samping (horizontal):
Setiap saudara kandung atau saudara tiri yang telah meninggal sebelum pewaris meninggal,
digantikan oleh keturunan mereka tanpa batas.
Ahli waris pengganti dapat mewaris dengan memenuhi syarat: (1) bahwa orang tidak boleh
bertindak sebagai pengganti dari orang yang masih hidup (pasal 847 KUH Perdata), (2) jika yang
menggantikan lebih dari satu orang, mereka disebut mewaris berdasarkan cabang (bij staken) dan
makin banyak cabang makin kecil bagian masing-masing.
Contoh: Amir suami Badriah, ayah dari Cholid, Daud, dan Eki serta kakek dari Galang dan
Hamid yang lahir dari perkawinan Eki dan Fitri. Jika Amir meninggal, para ahli warisnya adalah
Badriah, Cholid, Daud, Eki yang mewaris atas kedudukan sendiri terhadap si pewaris.
Jika Eki telah meninggal sebelum Amir meninggal, bagian Eki dibagikan secara merata
kepada Fitri, Galang dan Hamid yang mewaris menggantikan Eki.
Ahli waris anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya dengan pewaris seperti
paman dan/atau keponakan, yang meninggal sebelum pewaris meninggal, tidak dapat digantikan
oleh keturunannya.

Yang dianggap tidak layak menerima suatu warisan ialah


a.       mereka yang  telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh
pewaris,
b.      mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman penjara sekurang-
nya 5 tahun,
c.       mereka yang dengan kekerasan telah mencegah pewaris membuat atau mencabut surat wasiatnya,
d.      mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris (pasal 838 KUH
Perdata).
Berbagai sikap ahli warisan intestato:
a.       menerima/menolak secara penuh bagian warisannya dengan menyatakannya secara tegas dalam
sebuah akta, atau dengan mengambil, menjual bagian warisannya atau membayar utang-utang
pewaris.
b.      menerima dengan syarat bahwa ia tidak akan diwajibkan membayar utang-utang pewaris melebihi
dari bagian harta warisan yang diterima (beneficiare aanvaarding) yang dilakukandengan membuat
pernyataan pada Panitera Pengadilan Negeri tempat terbukanya warisan dan wajib dalam waktu
empat bulan sejak ia menyatakan sikapnya:

1.      mencatat segala harta warisan yang diterima,


2.      mengurus harta warisan dengan sebaik-baiknya,
3.      memanggil melalui surat kabar semua pihak yang berpiutang dan belum dikenalnya,
4.      membereskan segala urusan yang berkaitan dengan warisan,
5.      atas permintaan pihak-pihak yang berpiutang, menyerahkan nilai harga harta warisan yang tidak di-
serahkan kepada pemegang hipotik atas harta warisan,
6.      memberikan pertanggunganjawaban kepada para pihak yang berpiutang secara sah.
Sikap ini tidak boleh digantungkan pada suatu ketetapan waktu dengan bersyarat, atau
dilakukan hanya untuk sebagian harta warisan yang menjadi bagiannya dan jika ia meninggal
sebelum menentukan sikap, hak menentukan sikap beralih kepada ahli warisnya.
Kedudukan harta kekayaan seseorang
Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangannya (pasal 1131 KUH Perdata).

Legitieme Portie:
a.      Menurut KUH Perdata, Legitieme Portie adalah suatu bagian mutlak tertentu dari harta warisan
terutama bagi anak sah maupun anak luar kawin yang disahkan, yang dijamin hukum tidak dapat
dihapuskan oleh siapapun termasuk pewaris dengan surat wasiat.
b.      Hak Legitieme Portie baru timbul jika ada ahli waris ab intestato tampil menuntut pembatalan suatu
surat wasiat dan/atau menuntut supaya diadakan pengurangan terhadap pembagian warisan jika ia
merasa dirugikan karena dikurangi legitieme portienya.
c.       Besarnya legitieme portie menurut pasal 914 KUH Perdata ialah:

1.      Jika hanya ada satu orang anak sah, legitieme-portie adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan
yang sebenarnya akan diterima,
2.      Jika ada dua orang anak sah, legitieme-portie masing-masing anak adalah 2/3 (dua pertiga) dari
harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima,
3.      Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, legitieme portie masing-masing anak adalah ¾ (tiga
perempat) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima,
4.      jika seorang anak belum beristeri dan beranak meninggal dunia, maka legitieme portie ahli warisnya
menurut garis vertikal ke atas seperti orang tua atau nenek adalah ½ (setengah) dari harta pening-
galan yang sebenarnya akan diterima (pasal 915 KUH perdata)
5.      legitieme-portie dari anak luar kawin yang telah diakui adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan
yang sebenarnya akan diterima.

8.1  Cara memperoleh warisan secara testamentair


1.      Wasiat (testament)
ialah akta yang berisi kehendak terakhir (uiterste will) seseorang tentang apa yang ia ingin-
kan terjadi pada harta kekayaannya setelah ia meninggal (pasal 874 KUH Perdata).
Meskipun wasiat merupakan kehendak terakhir pewaris, tidak berarti harus selalu
dilaksanakan jika isinya bertentangan dengan undang-undang atau meniadakan/menghapuskan,
mengurangi Legitieme Portie.

2.      Ahli waris (testamentair)


Meskipun biasanya suatu wasiat berisi kehendak terakhir (uiterste will) seseorang untuk
memberikan hibah wasiat, tetapi selaku pewaris ia dapat mengangkat atau menunjuk satu/beberapa
orang menjadi ahli waris testamentair (erfstelling) untuk mendapat seluruh atau sebagian harta
warisannya dengan kedudukan sama dengan ahli waris ab intestato.

3.      Legatant
Selaku penghibah wasiat (legataris) ia juga dapat mengangkat/menunjuk satu/beberapa
orang ahli waris (legataris) maupun bukan ahli waris (legatant atau penerima hak berdasar atas hak
khusus/bijzondere titel) menjadi penerima hibah wasiat (legaat) untuk mendapatkan harta tertentu
yang dapat diganti (vervang-baar).

4.      Wasiat (testament) lahir secara sepihak


Oleh sebab wasiat (testament) lahir secara sepihak, setiap saat wasiat (testament) dapat diubah
atau ditarik kembali oleh pembuatnya.

5.      Kecakapan untuk membuat surat wasiat


setiap orang dapat/boleh membuat surat wasiat (pasal 896 KUH Perdata), kecuali: (a) anak-anak di
bawah usia 18 tahun (pasal 897 KUH Perdata); dan (b) mereka yang tidak mempunyai pikiran sehat,
berada di bawah pengampuan (pasal 898 KUH Perdata);

6.      Testamen bersama
Menurut pasal 930 KUH Perdata, dua orang atau lebih dapat menetapkan kehendaknya dalam satu
surat wasiat (mutuele testateur bij eene acte).

7.      Macam-macam Surat Wasiat (Testament)


a.       Wasiat Terbuka (Openbaare Testament)
yaitu wasiat berbentuk akta notaris yang isinya dibuat sesuai dengan kehendak pembuat surat
wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal
dunia.

b.      Wasiat tulisan tangan (Olografis Testament)


yaitu wasiat yang ditulis tangan oleh pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi,
kemudian diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan dan nantinya diserahkan
kepada Kantor Balai Harta Peninggalan (BHP) untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat mening-
gal dunia.
c.       Wasiat Rahasia (Geheimde Testament):
yaitu wasiat yang dibuat sendiri oleh pembuat Surat Wasiat di hadapan 4 (empat) orang saksi,
kemudian dimasukkan dalam sampul tertutup yang disegel serta diserahkan kepada seorang notaris
untuk disimpan dan dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia.

8.      Legaat,  Fidei Commis, dan Codicil


a.       Legaat ialah harta tertentu yang dapat diganti (vervang-baar) yang atas kehendak pewaris
diperoleh penerima hibah wasiat (legataris) dari suatu harta warisan, berupa

1)      satu atau beberapa benda tertentu,


2)      seluruh benda dalam satu macam/jenis,
3)      hak untuk menarik hasil dari sebagian atau seluruh harta warisan dengan kewajiban menjaga agar
harta warisan itu tetap dalam keadaan semula (hak vruchtgebruik) dengan maksud memberi
tunjangan, misalnya sampai ia meninggal dunia (pasal 756 KUH Perdata).
4)      hak lain seperti untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari harta warisan, yang dapat
disertai:
         suatu beban/kewajiban seperti agar legatant memelihara ibu pewaris,
         syarat tertentu seperti jika legatant melahirkan anak laki-laki atau telah berusia 21 tahun.

b.      Fidei Commis ialah suatu pemberian harta warisan melalui surat wasiat dengan ketentuan agar
penerimanya menyimpan harta warisan yang diterimanya dan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan, menyerahkan harta warisan itu kepada seseorang yang ditunjuk dalam surat wasiat itu
(verwachter).
c.       Codicil ialah suatu akta di bawah tangan yang berisi ketetapan pembuatnya yang sudah meninggal
tentang

1)      penguburan jenazahnya,
2)      penunjukkan seseorang sebagai pelaksana wasiat (executeur testamentair),
3)      hibah wasiat mengenai pakaian, perhiasan, atau mebel tertentu (pasal 951 KUH Perdata).
Contoh Pewarisan
1)      A meninggal dan meninggalkan B (isteri) serta C, D, E (anak). dalam hal ini ahli waris A adalah: B,
C, D, dan E masing-masing 1/4 bagian.
2)      A meninggal dan meninggalkan B, C, D (anak),  serta F,G, H cucu dari anak E yang sudah
meninggal. Dalam hal ini ahli waris A adalah: B, C, D, E masing-masing 1/4 bagian, sedangkan F,
G, H menggantikan E masing-masing 1/3 x 1/4 = 1/12 bagian.
3)      A meninggal dan meninggalkan empat orang cucu (E, F, G, H) dan dua cicit (J,K) dari tiga anak (B,
C, D) dan satu cucu (I) yang sudah meninggal dengan rincian: satu cucu (E) dari anak B yang sudah
meninggal, dua cucu (F, G) dari anak C yang juga sudah meninggal, satu cucu (H) dan dua cicit (J,
K) dari cucu (I) dari anak D yang juga sudah meninggal. Dalam hal ini pembagian harta warisan A
adalah:
4)      E menerima 1/3 bagian, F dan G masing-masing menerima 1/2 x 1/3 = 1/6 bagian, H menerima 1/2
x 1/3 = 1/6 bagian, sedangkan J dan K masing-masing menerima 1/2 x 1/2 x 1/3 = 1/12 bagian.
5)      A meninggal dan hanya meninggalkan keluarga terdekat dari pihak ayah yaitu: seorang nenek (B),
ibu dari ayah A, dan seorang kakek (C), ayah dari ibu A, serta D ayah dari nenek (B). Dalam hal ini
pembagian harta warisan A adalah B dan C masing-masing menerima 1/2 bagian, sedangkan D
tidak dapat menggantikan kedudukan C, kecuali B telah meninggal saat warisan A terbuka.

9.1  Cara Mewaris
Menurut ketentuan UU dan testament
KUHPerdata mengenal 3 macam sikap dari ahli waris terhadap harta warisan,
yakni:
         Ia dapat menerima harta warisan seluruhnya menurut hakekat tersebut dari KUHPerdata, termasuk
seluruh hutang si pewaris.
         Ia dapat menolak harta warisan dengan akibat bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan itu.
         Ia dapat menerima harta warisan dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan
pengertian bahwa hutang-hutang hanya dapat ditagih sekedar harta warisan mencukupi untuk itu.
         Oleh karena pemilihan satu dari tiga sikap tersebut di atas dapat berpengaruh besar terhadap ahli
waris, maka oleh KUHPerdata kepada mereka secara tegas diberi kesempatan untuk berpikir
dahulu sebelum memilih salah satu sikap itu. Hak-hak berpikir ini diatur dalam pasal 1023 sampai
pasal 1029 KUHPerdata.
         Akibat dari penerimaan warisan secara penuh atau tanpa syarat (point 1) adalah bahwa harta
warisan dan harta kekayaan pribadi dari ahli waris dicampur menjadi satu, berarti bahwa semua
hutang-hutang pewaris diambil alih oleh ahli waris, dan ia tidak dapat menolak warisan itu .

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
sikap ahli waris terhadap harta warisan,
yakni:
a.       Ia dapat menerima harta warisan seluruhnya menurut hakekat tersebut dari KUHPerdata, termasuk
seluruh hutang si pewaris.
b.      Ia dapat menolak harta warisan dengan akibat bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan itu.
c.       Ia dapat menerima harta warisan dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan
pengertian bahwa hutang-hutang hanya dapat ditagih sekedar harta warisan mencukupi untuk itu.
DLL
Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, dimana berhubung dengan
meninggalnya seorang dan akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan di atur yaitu akibat dari
beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik di dalam
hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.
Warisan adalah segala hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang harta yang
ditinggalkannya oleh pewaris atau orang yang mennggalkan harta kekayaannya kepada ahli waris
yang berhak untuk menerima warisan tersebut.
B.       Saran
Dalam Pembahasan materi di atas mengenai Sikap ahli waris terhadap harta warisan mngkin
masih banyak kekurangan, baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan kalimat dan kata-
katamya,oleh sebap itu penulis minta maaf sebesar-besarnya kepada dosen semua, terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai