Kelas :B
Nprm : 19.11.317.3001100.04711
Angkatan : 2019/2020
BAB I PENDAHULUAN
Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian hak mutlak (legitime portie)
kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang
pewaris telah membuat ketetapan seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka
penerima hibah mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya
ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitimeportie) ahli waris yang mempunyai hak
mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang
hibah-hibah yang wajib inbreng (pemasukan).
Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur paksaan, namun posisi hukum waris perdata,
sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur tidak berpengaruh. Konsekwensi dari
hukum waris perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, adalah apa saja
yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia masih hidup adalah kewenangannya, namun
kalau pelaksanaan kewenangan itu melampui batas yang diperkenankan oleh Undang-Undang, maka
harus ada resiko hukum yang dikemudian hari akan terjadi terhadap harta warisannya setelah ia
meninggal dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
Efendi Peranginangin
Di dalam KUHPer terdapat tiga unsur warisan :
1. Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater )
2. Harta warisan ( Erfenis )
3. Ahli waris ( Erfgenaam )
Subekti
Warisan itu adalah harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia atau
sebagai pewaris kepada ahli warisnya yang berhak yang ditentukan oleh Undang – undang atau
karena mendapat wasiat/testmen.
Pasal 838 KUHPer ttg orang – orang yang tidak patut menjadi ahli waris
a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si
yang meninggal atau pewaris. Dalam hal ini sudah ada keputusan Hakim.
b. Mereka yang dengan keputusan Hakim pernah dipersalahkan memfitnah pewaris, terhadap fitnah
mana diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih berat.
c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat
atau mencabut surat wasiatnya.
d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.
3.1 Arti Hukum Waris/Pewarisan
a. Karena berdasarkan pasal 584 KUH Perdata hak milik atas suatu kebendaan yang ditinggalkan
oleh seseorang yang meninggal selaku pewaris antara lain dapat diperoleh karena
pewarisan, dalam KUH Perdata Hukum Waris diatur dalam Buku Kedua tentang Benda Bab XII
sampai dengan Bab XVIII (pasal 830 – pasal 1130, meskipun perlu diingat bahwa seorang ahli waris
tidak hanya menerima aktiva (hak) tetapi juga passiva (kewajiban) pewaris.
b. Oleh sebab Hukum Waris selain merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (Vermogens-
recht) karena biasanya yang dapat diwariskan hanyalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, juga erat hubungannya dengan Hukum Keluarga karena biasanya didasarkan pada
hubungan kekeluargaan dari suatu perkawinan, maka karena sifatnya yang setengah-setengah ini
Hukum Waris menurut Ilmu Hukum (Doktrin Hukum) diatur secara tersendiri.
c. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI No.1 Tahun
1991 tanggal 10 Juni 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf:
Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemin dahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing,
Ahli Waris adalah orang yang pada saat pewaris meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum
untuk menjadi ahli waris.
Maka Hukum Pewarisan berkaitan erat dengan Hukum Perkawinan dan Hukum Keturunan.
4.1 Unsur-unsur pewarisan
b) hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan (yang dapat dinilai dengan uang) saja
yang dapat diwariskan/diwarisi.
Jadi hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan seperti hak dan kewajiban
sebagai seorang suami atau isteri, sebagai orang tua/wali, dengan beberapa pengecualian seperti
hak seorang anak untuk dinyatakan sebagai anak sah dari bapak dan ibunya, tidak dapat diwarisi.
Selain itu, hak dan kewajiban seseorang sebagai anggota perkumpulan, sebagai sekutu dagang,
buruh, serta perjanjian untuk melakukan suatu jasa seperti melukis dan memimpin konser, juga
tidak dapat diwariskan.
c) Seseorang ahli waris cakap untuk mewaris asalkan: (a) pewaris telah meninggal dunia, (b)
penunjukkan ahli waris dilakukan menurut undang-undang atau menurut surat wasiat pewaris, (c)
objek warisan nyata ada berupa hak maupun kewajiban kebendaan pada saat pewaris meninggal
dunia, (d) ahli waris tidak dinyatakan sebagai orang yang tidak layak menerima warisan itu.
a. golongan pertama
anak-anak dan keturunannya, serta isteri atau suami yang masih hidup. Contoh Amir dan
Badriah kawin tanpa anak, jika Amir meninggal, satu-satunya ahli waris Amir ialah Badriah demikian
sebaliknya. Namun, jika Amir dan Badriah kawin dan ada anak sah Cholid, Daud dan Eki, jika Amir
meninggal, Badriah, Cholid, Daud dan Eki ialah para ahli waris Amir dengan bagian yang masing-
masing sama.
b. golongan kedua
orang tua (ayah dan/atau ibu), saudara-saudara dan keturunannya tampil jika golongan pertama
tidak ada.
Contoh: Amir dan Badriah kawin dan ada anak sah Cholid, Daud dan Eki. Jika Daud
meninggal tanpa meninggalkan isteri dan anak, ahli warisnya ialah Amir, Badriah, Cholid dan Eki de-
ngan bagian yang masing-masing sama. Jika Eki meninggal sebelum Daud meninggal, dengan me-
ninggalkan isteri Febi, dan Galang, Hamid (anak), maka bagian warisan Eki dibagikan secara
merata kepada Febi, Galang dan Hamid yang mewaris menggantikan Eki.
c. golongan ketiga
golongan ini ialah kakek dan/atau nenek dan/atau leluhur mereka, yang tampil jika golongan kedua
tidak ada. Jika pewaris tidak meninggalkan suami/isteri, keturunan dan saudara, tanpa mengurangi
ketentuan pasal 859 KUH Perdata, warisan dibagi dua bagian sama, satu bagian untuk keluarga
sedarah dalam garis bapak ke atas dan satu bagian untuk garis ibu ke atas (pasal 853 KUH
Perdata).
d. golongan keempat:
golongan ini ialah sanak saudara dari garis ke samping seperti paman, bibi, dengan hak pergantian
kedudukan tampil jika golongan ketiga tidak ada.
Jika pewaris dan ahli waris sama-sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu
meninggal, mereka dianggap meninggal pada saat yang sama dan di antara mereka tidak terjadi
saling mewaris (pasal 831 dan 894 KUH Perdata).
Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi
utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi.
Legitieme Portie:
a. Menurut KUH Perdata, Legitieme Portie adalah suatu bagian mutlak tertentu dari harta warisan
terutama bagi anak sah maupun anak luar kawin yang disahkan, yang dijamin hukum tidak dapat
dihapuskan oleh siapapun termasuk pewaris dengan surat wasiat.
b. Hak Legitieme Portie baru timbul jika ada ahli waris ab intestato tampil menuntut pembatalan suatu
surat wasiat dan/atau menuntut supaya diadakan pengurangan terhadap pembagian warisan jika ia
merasa dirugikan karena dikurangi legitieme portienya.
c. Besarnya legitieme portie menurut pasal 914 KUH Perdata ialah:
1. Jika hanya ada satu orang anak sah, legitieme-portie adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan
yang sebenarnya akan diterima,
2. Jika ada dua orang anak sah, legitieme-portie masing-masing anak adalah 2/3 (dua pertiga) dari
harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima,
3. Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, legitieme portie masing-masing anak adalah ¾ (tiga
perempat) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima,
4. jika seorang anak belum beristeri dan beranak meninggal dunia, maka legitieme portie ahli warisnya
menurut garis vertikal ke atas seperti orang tua atau nenek adalah ½ (setengah) dari harta pening-
galan yang sebenarnya akan diterima (pasal 915 KUH perdata)
5. legitieme-portie dari anak luar kawin yang telah diakui adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan
yang sebenarnya akan diterima.
3. Legatant
Selaku penghibah wasiat (legataris) ia juga dapat mengangkat/menunjuk satu/beberapa
orang ahli waris (legataris) maupun bukan ahli waris (legatant atau penerima hak berdasar atas hak
khusus/bijzondere titel) menjadi penerima hibah wasiat (legaat) untuk mendapatkan harta tertentu
yang dapat diganti (vervang-baar).
6. Testamen bersama
Menurut pasal 930 KUH Perdata, dua orang atau lebih dapat menetapkan kehendaknya dalam satu
surat wasiat (mutuele testateur bij eene acte).
b. Fidei Commis ialah suatu pemberian harta warisan melalui surat wasiat dengan ketentuan agar
penerimanya menyimpan harta warisan yang diterimanya dan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan, menyerahkan harta warisan itu kepada seseorang yang ditunjuk dalam surat wasiat itu
(verwachter).
c. Codicil ialah suatu akta di bawah tangan yang berisi ketetapan pembuatnya yang sudah meninggal
tentang
1) penguburan jenazahnya,
2) penunjukkan seseorang sebagai pelaksana wasiat (executeur testamentair),
3) hibah wasiat mengenai pakaian, perhiasan, atau mebel tertentu (pasal 951 KUH Perdata).
Contoh Pewarisan
1) A meninggal dan meninggalkan B (isteri) serta C, D, E (anak). dalam hal ini ahli waris A adalah: B,
C, D, dan E masing-masing 1/4 bagian.
2) A meninggal dan meninggalkan B, C, D (anak), serta F,G, H cucu dari anak E yang sudah
meninggal. Dalam hal ini ahli waris A adalah: B, C, D, E masing-masing 1/4 bagian, sedangkan F,
G, H menggantikan E masing-masing 1/3 x 1/4 = 1/12 bagian.
3) A meninggal dan meninggalkan empat orang cucu (E, F, G, H) dan dua cicit (J,K) dari tiga anak (B,
C, D) dan satu cucu (I) yang sudah meninggal dengan rincian: satu cucu (E) dari anak B yang sudah
meninggal, dua cucu (F, G) dari anak C yang juga sudah meninggal, satu cucu (H) dan dua cicit (J,
K) dari cucu (I) dari anak D yang juga sudah meninggal. Dalam hal ini pembagian harta warisan A
adalah:
4) E menerima 1/3 bagian, F dan G masing-masing menerima 1/2 x 1/3 = 1/6 bagian, H menerima 1/2
x 1/3 = 1/6 bagian, sedangkan J dan K masing-masing menerima 1/2 x 1/2 x 1/3 = 1/12 bagian.
5) A meninggal dan hanya meninggalkan keluarga terdekat dari pihak ayah yaitu: seorang nenek (B),
ibu dari ayah A, dan seorang kakek (C), ayah dari ibu A, serta D ayah dari nenek (B). Dalam hal ini
pembagian harta warisan A adalah B dan C masing-masing menerima 1/2 bagian, sedangkan D
tidak dapat menggantikan kedudukan C, kecuali B telah meninggal saat warisan A terbuka.
9.1 Cara Mewaris
Menurut ketentuan UU dan testament
KUHPerdata mengenal 3 macam sikap dari ahli waris terhadap harta warisan,
yakni:
Ia dapat menerima harta warisan seluruhnya menurut hakekat tersebut dari KUHPerdata, termasuk
seluruh hutang si pewaris.
Ia dapat menolak harta warisan dengan akibat bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan itu.
Ia dapat menerima harta warisan dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan
pengertian bahwa hutang-hutang hanya dapat ditagih sekedar harta warisan mencukupi untuk itu.
Oleh karena pemilihan satu dari tiga sikap tersebut di atas dapat berpengaruh besar terhadap ahli
waris, maka oleh KUHPerdata kepada mereka secara tegas diberi kesempatan untuk berpikir
dahulu sebelum memilih salah satu sikap itu. Hak-hak berpikir ini diatur dalam pasal 1023 sampai
pasal 1029 KUHPerdata.
Akibat dari penerimaan warisan secara penuh atau tanpa syarat (point 1) adalah bahwa harta
warisan dan harta kekayaan pribadi dari ahli waris dicampur menjadi satu, berarti bahwa semua
hutang-hutang pewaris diambil alih oleh ahli waris, dan ia tidak dapat menolak warisan itu .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
sikap ahli waris terhadap harta warisan,
yakni:
a. Ia dapat menerima harta warisan seluruhnya menurut hakekat tersebut dari KUHPerdata, termasuk
seluruh hutang si pewaris.
b. Ia dapat menolak harta warisan dengan akibat bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan itu.
c. Ia dapat menerima harta warisan dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan
pengertian bahwa hutang-hutang hanya dapat ditagih sekedar harta warisan mencukupi untuk itu.
DLL
Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, dimana berhubung dengan
meninggalnya seorang dan akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan di atur yaitu akibat dari
beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik di dalam
hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.
Warisan adalah segala hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang harta yang
ditinggalkannya oleh pewaris atau orang yang mennggalkan harta kekayaannya kepada ahli waris
yang berhak untuk menerima warisan tersebut.
B. Saran
Dalam Pembahasan materi di atas mengenai Sikap ahli waris terhadap harta warisan mngkin
masih banyak kekurangan, baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan kalimat dan kata-
katamya,oleh sebap itu penulis minta maaf sebesar-besarnya kepada dosen semua, terimakasih.