Virus HIV/AIDS bukan hanya menyerang homoseksual, pengguna narkoba, jarum sutik yang di pakai berkali-kali, dll, tetapi juga dapat menyerang siapa saja. Sehingga dapat mengakibatkan perasaan takut mati, serta pengucilan terhadap orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Dan keluarga atau masyarakat memiliki stigma atau deskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS bahwa beranggapan bahwa anggotanya yang terinfeksi virus tersebut merupakan aib. Padahal disisi lain orang yang menderita HIV/AIDS sangat memerlukan dukungan seperti dukungan psikososial dalam menghadapi kehidupan yang dijalaninya sehari-hari. Sehingga orang yang terinfeksi HIV/AIDS harus berhati- hati dalam melakukan hubungan, sebaiknya harus menggunakan alat pengaman (kondom) untuk mencegah adanya penularan yang melalui sperma. Hal ini sesuai dengan jurnal: Rahakbauw, N. (2018). Dukungan keluarga terhadap kelangsungan hidup ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang bertendapat bahwa HIV/AIDS semakin berkembang cepat dan merupakan salah satu tantangan terbesar dimasa kini. Virus ini tidak hanya menyerang homoseksual, pekerja seks, pengguna narkoba tetapi juga dapat menyerang ibu rumah tangga dan anak-anak. Indikasi peningkatan ini dipicu oleh berbagai faktor terutama kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai penyakit tersebut sehingga hal ini dapat mengakibatkan adanya pemahan yang salah dari masyarakat ataupun keluarga. Dan mengakibatkan reaksi marah, panik, terguncang, perasaan takut yang berlebihan serta pengucilan terhadap orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Dan muncul stigma atau deskriminasi terhadap orang yang menderita HIV/AIDS. Diskriminasi terhadap HIV/AIDS dapat mendorong terjadinya diskriminasi yang pada akhirnya akan menyebabkan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
Lalu selanjutnya orang yang menderita HIV/AIDS berhak menikah. Serta
sebelum melakukan pernikahan atau sebelum menjadi pasangan suami istri orang yang terinfeksi virus HIV, diharuskan untuk jujur kepada pasanganya atau dapat dikatakan memiliki hubungan terbuka untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Atau menurut saya sebelum merencanakan pernikahan sebaik harus cek kesehatan terlebih dahulu seperti tes HIV, Sifilis, dan Hepatitis. Hal ini diperkuat oleh jurnal : Tandi, F. D. W., Asrifuddin, A., & Sekeon, S. A. (2018). HUBUNGAN KETERBUKAAN ODHA PADA PASANGAN DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS (MELALUI SAFER–SEX DAN PMTCT) PADA KELUARGA D KOTA MANADO. KESMAS, 7(4). Yang didalamnya berisi keterbukaan ODHA tentang status HIV/AIDS dan tindakan pencegahan penularan dapat terjadi, apabila ada kemauan dari ODHA itu sendiri, dukungan dari kelompok sebaya, keluarga, dan pasangan. Ketebukaan tersebut untuk mencegah andanya penularan, dan agar tidak berisiko menularkan.
Orang yang terinfeksi virus HIV/AIDS juga dapat memiliki keturunan
dengan cara meminum obat ARV secara teratur untuk mempertahankan konsistensi efektif ARV dalam tubuh penderita. Serta rutin melakukan pengecekan kepada dokter atau pihak kesehatan. Dan harus dipertimbangkan terlebih dahulu sebelumnya. Hal ini sesuai dengan jurnal: Marlinda, Y., & Azinar, M. (2017). Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS. JHE (Journal of Health Education), 2(2), 185-193. Bahwa penderita HIV yang ingin memiliki keturunan yang aman dan terhindar dari penularan HIV/AIDS harus dengan program terlebih dahulu. Misalnya program anak dengan konsultasi kepada dokter terlebih dahulu dan mengikuti prosedurnya. Sesuai dengan Pedoman Nasional Kemenkes RI bahwa pertimbangan untuk mengizinkan ODHA hamil antara lain jika daya tahan tubuh cukup baik (CD4 diatas 500) kadar virus (viral load) minimal atau tidak terdeteksi (kurang darai 1000 kopi/ml) dan menggunakan ARV secara teratur. (Kemenkes RI. 2011). DAFTAR PUSTAKA
Rahakbauw, N. (2018). Dukungan keluarga terhadap kelangsungan hidup ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS)
Tandi, F. D. W., Asrifuddin, A., & Sekeon, S. A. (2018). HUBUNGAN
KETERBUKAAN ODHA PADA PASANGAN DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS (MELALUI SAFER–SEX DAN PMTCT) PADA KELUARGA D KOTA MANADO. KESMAS, 7(4)
Marlinda, Y., & Azinar, M. (2017). Perilaku Pencegahan Penularan
HIV/AIDS. JHE (Journal of Health Education), 2(2), 185-193.