Anda di halaman 1dari 9

Rangkuman pert5&6

Pert5

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 5 dinyatakan bahwa
“Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orangpribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang beradadi Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, sertabadan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia” yang dapat
berupa:
1. tempat kedudukan manajemen
2. cabang perusahaan
3. kantor perwakilan
4. gedung kantor
5. pabrik
6. bengkel
7. gudang
8. ruang untuk promosi dan penjualan
9. pertambangan dan penggalian sumber alam
10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
13. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet”
Semua subjek pajak luar negeri, orang pribadi ataupun badan, menjadi wajib pajak
karena mendapatkan penghasilan yang berasal dari Indonesia lewat bentuk usaha tetap.

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri

Pengenaan pajak dilakukan atas Pengenaan pajak hanya


penghasilan, baik yang diterima dilakukan atas penghasilan
maupun diperoleh dari Indonesia yang bersumber di Indonesia
dan dari luar Indonesia. saja.

Penghasilan neto merupakan Penghasilan bruto merupakan


dasar pengenaan pajak dasar pengenaan pajak

Menggunakan tarif sepadan


Menggunakan tarif umum
yang diatur dalam UU PPh
berdasarkan UU PPh Pasal 17
Pasal 26

Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan SPT

1. Kewajiban Pajak Subjektif


Berdasarkan Pasal 2A Undang-Undang Pajak Penghasilan, “kewajiban pajak subjektif orang
pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi
tersebut lahir, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya”. Sedangkan Pasal 2
ayat (3) huruf b mengatur tentang kewajiban pajak subjektif untuk wajib pajak badan dimana
“kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai
pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada
saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia”.
2. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap
Berikut ini adalah objek pajak menurut UU PPh Pasal 5 ayat (1) : “penghasilan dari usaha atau
kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; penghasilan
kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia
yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat
sepanjang ada hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud”.
Kantor pusat yang ada di luar Negara Indonesia dan mendirikan BUT di Indonesia menjual
produk yang sama dengan yang di jual BUT-nya secara langsung kepada konsumen yang ada
di Indonesia tanpa perantara BUT-nya. Penyediaan jasa maintenance yang sama dengan jasa
BUT-nya oleh kantor pusat kepada kliennya yang ada di Indonesia tanpa melalui perantara
bentuk usaha tetapnya yang ada di Indonesia.
c. Pendapatan lain yang menjadi Objek Pajak BUT sesuai UU PPh Pasal 26 adalah “Dividen;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang,royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
Mendapatkan royalti dari PT Yudha Persada Happy for Work, Inc. juga memberikan jasa
manajemen kepada PT Yudha Persada dalam suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam
rangka pemasaran produk PT Yudha Persada yang mempergunakan merek produk dagang
tersebut. Konsep hubungan efektif ini berasal dari effectively connectedincome yang berasal
dari Undang-Undang Pajak Domestik Amerika Serikat (internal revenue code).
Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang Ditanamkan Kembali di Indonesia Selain pajak
atas pendapatan bruto, BUT yang dikenai PPh Pasal 26 juga terkena kebijakan tarif pajak dari
laba bersih, yakni 20% dari jenis penghasilan sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak BUT Tahun 2015 = Rp 60.500.000.000
PPh : 25% x Rp60.500.000.000 = Rp 15.125.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak = Rp 45.375.000.000
PPh 26 yang terutang: 20% x Rp 45.375.000.000 = Rp 9.075.000.000
Atas penghasilan setelah pajak sebesar Rp 45.375.000.000 tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia maka berdasarkan peraturan yang berlaku, atas penghasilan tersebut tidak dipotong
pajak.

Pert6

Ekspor barang-barang seperti tekstil, mobil, peralatan listrik, minyak, dan gas menjadi fokus
utama perekonomian Indonesia. Menurut laporan McKinsey, “sektor e-commerce Indonesia
sudah menghasilkan lebih dari 5 miliar dolar dari bisnis formal e-tailing dan lebih dari 3 miliar
dolar dari perdagangan informal”. Data statistik menunjukkan bahwa anak muda Indonesia
adalah pengguna sosial media yang rajin dan negara ini memiliki jumlah pengguna Facebook
terbesar keempat di dunia dengan 122 juta orang dan memiliki salah satu populasi terbesar
pengguna Instagram. Kepentingan nasional tersebut meliputi: “mendorong pertumbuhan
ekonomi, mendorong daya saing perdagangan, melindungi produksi dalam negeri, memperluas
pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang dan
jasa, penguatan UMKM dan lain sebagainya”.
Secara sistematis Undang-Undang perdagangan memiliki lingkup peraturan mengenai
perdagangan yang meliputi, perdagangan dalam negeri, perdagangan luar negeri, perdagangan
perbatasan, standarisasi, perdagangan melalui sistem elektronik, perlindungan dan
pengamanan perdagangan, pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil menengah,
pengembangan ekspor, kerjasama perdagangan internasional, sistem informasi perdagangan,
tugas dan wewenang pemerintah dibidang perdagangan, komite perdagangan nasional,
pengawasan dan penyidikan. Secara lebih rinci, berikut ini akan disadur Pasal 65 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan, dimana pasal tersebut secara khusus
mengatur mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik :
Ayat (1) “setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan
menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap
dan benar”
Ayat (2) “setiap pelaku usaha dilarang memperdagangkan barnag dan/atau jasa dengan
menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”
Ayat (3) “penggunaan sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik”
Ayat (4) “data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen atau pelaku usaha distribusi;
persyaratan teknis barang yang ditawarkan; persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang
ditawarkan; harga dan cara pembayaran barang dan/atau jasa; dan cara penyerahan barang”
Ayat (5) “dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melali sistem elektronik,
orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut
melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya”
Ayat (6) “setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan
menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan/atau informasi secara
lengkap dan benar akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin”
Selain dilihat pada pasal 65, aspek perlindungan konsumen dalam hukum perdagangan juga
dapat dilihat dari adanya aturan terkait standarisasi dan label. Terkait dengan label, hal ini juga
merupakan salah satu aspek perlindungan konsumen yang ada dalam Undang Undang
Perdagangan, karena dalam ketentuannya “semua barang / jasa yang masuk ke Indonesia
harus menggunakan label bahasa Indonesia”. Adanya amanat dari Pasal 65 UU Perdagangan
terkait pelaku usaha e-commerce yang diharuskan menyediakan data dan informasi akan
memberikan dampak baik bagi perlindungan konsumen.
b. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga hadir
dalam memberikan pengawasan atas kegiatan jual beli antara penjual dan konsumen dalam
bisnis online. Transaksi elektronik yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah “perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media
elektronik lainnya” (pasal 1 ayat 2 UU ITE).
Seiring perkembangan zaman yang serba digital Pemerintah mewajibkan pedagang
maupun penyedia jasa transaksi jual-beli secara elektronik (e-commerce) termasuk penyedia
platform marketplace harus melaporkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta membayar
pajak sesuai ketentuan, terhitung mulai 1 April 2019. Kewajiban Memiliki NPWP dan
Dikukuhkan Sebagai PKP Bagi Penyedia Platform Marketplace Berdasarkan Pasal 3 ayat (1)
PMK Nomor 210/PMK.010/2018, kementerian Keuangan melalui peraturan ini “menyasar
sejumlah Wajib Pajak yang melakukan transaksi jual-beli secara elektronik. Kedua, pedagang
atau penyedia jasa yang bertransaksi tidak menggunakan platform marketplace, seperti
menggunakan online retail, classified ads, daily deals, atau media social. Sedangkan Pasal 3
ayat (2) menyebutkan bahwa “kegiatan perdagangan seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) dilakukan dengan cara (a) penyedia platform marketplace menyediakan layanan
perdagangan melalui sistem elektronik atas barang dan/atau jasa, (b) pedagang atau penyedia
jasa menggunakan fasilitas platform yang disediakan oleh penyedia platform arketplace untuk
melakukan perdagangan melalui sistem elektronik, (c) pembeli barang atau penerima jasa
melakukan transaksi pembelian dan/atau jasa melalui penyedia platform marketplace, dan (d)
pembayaran atas perdagangan barang dan jasa melalui sistem elektronik oleh pembeli kepada
pedagang atau penyedia jasa dilakukan melalui penyedia Platform Marketplace”. Intinya, para
pelaku transaksi e- commerce tidak luput dari ketentuan perpajakan yang berlaku secara
umum, baik yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Apabila belum memiliki NPWP, pedagang atau penyedia jasa e-commerce dapat
melakukan registrasi pembuatan NPWP melalui aplikasi daring yang disediakan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) atau fitur khusus yang disediakan oleh marketplace. Pada Pasal (3)
sampai dengan Pasal 6 PMK tersebut hanya menyebutkan bahwa “penyedia platform
marketplace wajib memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, penyedia
platform marketplace melaksanakan kewajiban Pajak Penghasilan sesuai dengan Ketentuan
perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan serta kewajiban untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak juga diberlakukan kepada penyedia platform marketplace, meskipun
memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil”.
3. Perlakukan Perpajakan bagi Pedagang dan Penyedia Jasa
Selain kewajiban memberitahukan NPWP atau NIK, pedagang atau penyedia jasa juga
diwajibkan untuk mematuhi aturan perpajakan lainnya, seperti membayar dan melaporkan PPh,
PPN, PPnBM, bea masuk, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pada Pasal 5 PMK Nomor
210/PMK.010/2018 dijelaskan bahwa “PKP Pedagang dan PKP Penyedia Jasa yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP secara elektronik melalui penyedia platform
marketplace wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Terutang
sebesar 10% darinilai transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP, dan Pajak Pertambahan Nilai dan

Adapun, kriteria transaksi impor yang masuk dalam ketentuan ini adalah sebagai berikut: 1)
Transaksi dilakukan penyedia platform yang terdaftar di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 2)
Pengiriman dilakukan melalui penyelenggara pos; dan
3) Transaksi memiliki nilai pabean Freight on Board (FOB) kurang dari AS$1.500 Penyedia
platform marketplace
harus mengajukan permohonan terkait dengan transaksi impor barang melalui platform
marketplace dimana tatacaranya diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 PMK Nomor
210/PMK.010/2018 sebagai berikut :
1) penyedia platform marketplace mengajukan permohonan pendaftaran kepada Kepala Kantor
Pabean yang memiliki frekuensi tinggi atas impor barang yang transaksinya dilakukan melalui
Penyedia Platform Marketplace
2) permohonan harus mencantumkan informasi paling sedikit memuat (a) nomor NPWP, (b)
nomor Surat Keputusan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, (c) nomor Surat Keterangan
Terdaftar sebagai wajib pajak
3) terhadap permohonan tersebut, Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau
surat penolakan dalam jangka waktu paling lama satu hari kerja terhitung setelah permohonan
diterima secara lengkap
4) persetujuan tersebut berlaku secara nasional
5) setelah mendapat persetujuan, penyedia platform marketplace harus menyampaikan (a) e-
invoice untuk setiap pengiriman atas transaksi barang, dan (b) e-catalog kepada Direktorat
Jenderal Bea Cukai
6) e-catalog paling sedikit memuat uraian barang, kode barang, kategori barang, spesifikasi
barang, harga barang, identitas penjual, negara asal barang serta harus dilakukan
pemutakhiran atas barang yang terdapat perubahan harga
7) penyedia platform marketplace wajib menggunakan skema DDP”
8) penyedia platform marketplace wajib menghitung bea masuk dan/atau PDRI dan
bertanggung jawab atas kewajiban penyetoran bea masuk dan/atau PDRI atas barang.

Meskipun pernah menghadapi gejolak ekonomi dalam krisis keuangan pada Tahun
1997, namun saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi
tercepat di dunia. Akhir-akhir ini pun, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia juga memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan negara. Bisnis e-tailing di Indonesia seperti
yang kita ketahui Tokopedia, Bukalapak, JD.id, Lazada, dan Shopee. Salah satu hal yang
memicu e-commerce mengalami peningkatan yang begitu cepat di Indonesia salah satunya
peningkatan penggunaan smartphone dengan sangat cepat.

Seperti kita ketahui bahwa harga smartphone jauh lebih terjangkau dibandingkan komputer dan
laptop yang membuatnya mudah diakses oleh sebagian besar orang Indonesia. Di sisi
lain, muda-mudi Indonesia yang sangat mengerti dunia digital juga menjadi salah hal yang
memicu begitu cepatnya e-commerce berkembang di Indonesia. Data statistik menunjukkan
bahwa anak muda Indonesia adalah pengguna sosial media yang rajin dan negara ini memiliki
jumlah pengguna Facebook terbesar keempat di dunia dengan 122 juta orang dan memiliki
salah satu populasi terbesar pengguna Instagram. Dengan begitu banyak pengguna sosial
media, tidak mengherankan terjadi perdagangan informal yang besar di negara ini.

Hukum E-Commerce

Segala sesuatau yang menyangkut perdagangan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7
Tahun 2014. Undang-Undang Perdagangan juga mengatur mengenai bentuk perdagangan
yang dilakukan dengan media internet. Undang-Undang perdagangan ini merupakan wujud
keinginan demi memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan
perdagangan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Secara sistematis Undang-
Undang perdagangan memiliki lingkup peraturan mengenai perdagangan yang
meliputi, perdagangan dalam negeri, perdagangan luar negeri, perdagangan
perbatasan, standarisasi, perdagangan melalui sistem elektronik, perlindungan dan
pengamanan perdagangan, pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil
menengah, pengembangan ekspor, kerjasama perdagangan internasional, sistem informasi
perdagangan, tugas dan wewenang pemerintah dibidang perdagangan, komite perdagangan
nasional, pengawasan dan penyidikan.

Undang-Undang Perdagangan ini juga mengatur mengenai perdagangan melalui sistem


elektronik atau e-commerce, yang diatur dalam pasal 65 dan 66. Maksudnya adalah seluruh
transaksi elektronik yang dilakukan pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri, yang
menjadikan Indonesia sebagai pasar wajib mematuhi aturan e-commerce yang ada di dalam
UU Perdagangan dan peraturan pelaksanaannya.

Perpajakan bagi Pedagang dan Penyedia Jasa

Sesuai ketentuan yang berlaku umum, baik pedagang maupun penyedia jasa e-commerce
melalui platform marketplace harus melaksanakan kewajiban PPh sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang PPh.

Meskipun pernah menghadapi gejolak ekonomi dalam krisis keuangan pada Tahun 1997,
namun saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi
tercepat di dunia. Ekspor barang-barang seperti tekstil, mobil, peralatan listrik, minyak, dan gas
menjadi fokus utama perekonomian Indonesia. Akhir-akhir ini pun, pertumbuhan ekonomi digital
Indonesia juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan negara.
Diperkirakan, akan ada 50 juta pengguna internet baru di Indonesia setiap 5 tahunnya.
Mengapa? Karena Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna sosial media tertinggi
di dunia.

Hukum E-Commerce

Sebagaimana kegiatan bisnis pada umumnya, bisnis online juga tidak lepas dari pengawasan
hukum. Sebenarnya banyak undang-undang yang terkait dengan bisnis online, seperti:
a.Undang-Undang Perdagangan
Segala sesuatau yang menyangkut perdagangan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7
Tahun 2014. Undang-Undang Perdagangan juga mengatur mengenai bentuk perdagangan
yang dilakukan dengan media internet. Bahasan lebih lanjut mengenai bisnis online dalam
Undang-Undang Perdagangan akan dijelaskan dalam paragraf di bawah.
Undang-Undang perdagangan ini merupakan wujud keinginan demi memajukan sektor
perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan perdagangan dengan mengedepankan
kepentingan nasional. Hal ini sangat jelas tertuang dalam Pasal 2 huruf UU Perdagangan
tersebut yang menyatakan bahwa: "Kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas
kepentingan nasional". Kepentingan nasional tersebut meliputi: "mendorong pertumbuhan
ekonomi, mendorong daya saing perdagangan, melindungi produksi dalam negeri, memperluas
pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang dan
jasa, penguatan UMKM dan lain sebagainya".

Selain dilihat pada pasal 65, aspek perlindungan konsumen dalam hukum perdagangan juga
dapat dilihat dari adanya aturan terkait standarisasi dan label. Ini akan sangat mendukung
praktek perlindungan bagi konsumen. Standarisasi sebuah produk akan membuat produk yang
akan dijual kepada konsumen memiliki kualitas yang telah distandarisasi serta diakui oleh
pemerintah, sehingga akan mengurangi resiko dalam hal keamanan dan keselamatan
konsumen. Terkait dengan label, hal ini juga merupakan salah satu aspek perlindungan
konsumen yang ada dalam Undang Undang Perdagangan, karena dalam ketentuannya "semua
barang / jasa yang masuk ke Indonesia harus menggunakan label bahasa Indonesia". Isu yang
penting dari perdagangan e- commerce dalam UU Perdagangan ini ini adalah bagaimana UU
ini dapat melindungi pelaku usaha mikro yang baru berkembang tanpa mengenyampingkan
perlindungan konsumen. Adanya amanat dari Pasal 65 UU
Perdagangan terkait pelaku usaha e-commerce yang diharuskan menyediakan data dan
informasi akan memberikan dampak baik bagi perlindungan konsumen.
b.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga hadir dalam
memberikan pengawasan atas kegiatan jual beli antara penjual dan konsumen dalam bisnis
online. Undang-Undang Perlindungan Konsumen memperlakukan konsumen yang membeli
barang di dunia maya sama selayaknya konsumen pada umumnya.
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 diatur mengenai aspek-aspek perbuatan yang dilarang
untuk dilakukan bagi pelaku usaha serta tanggung jawabnya. Apabila dapat diberikan
pembuktian bahwa barang dan/atau jasa yang dijual melalui e-commerce melanggar ketentuan
ini, maka aspek ini dapat diberlakukan. Selanjutnya terdapat larangan juga terhadap iklan yang
mnenyesatkan konsumen, dimana barang dan/atau jasa yang ditawarkan seolah-olah memiliki
kondisi yang baik namun pada kenyataannya rusak atau cacat. Apabila konsumen menemukan
barang dan/atau jasa yang dibelinya tidak seusai dengan apa yang telah disepakati, maka
aspek tanggung jawab juga berlaku untuk pelaku usaha, dalam hal ini merchant. Aspek
tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur dalam
Pasal 19 hingga Pasal 28. Aspek ini berlaku ketika pelaku usaha melakukan tindakan yang
menyebabkan konsumen menderita kerugian. Kerugian ini dapat berupa kerusakan,
pencemaran barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Aspek tanggung
jawab ini tidak hanya berlaku bagi pelaku usaha dalam memproduksi barang dan/atau jasa,
tetapi juga untuk perusahaan periklanan serta importir barang atau penyedia layanan jasa
asing.

Memiliki NPWP dan Dikukuhkan Sebagai PKP Bagi Penyedia Platform Marketplace

Berdasarkan Pasal 3 ayat PMK Nomor 210/PMK.010/2018, kementerian Keuangan melalui


peraturan ini "menyasar sejumlah Wajib Pajak yang melakukan transaksi jual-beli secara
elektronik. Pertama, pedagang atau penyedia jasa yang menggunakan platform marketplace.
Kedua, pedagang atau penyedia jasa yang bertransaksi tidak menggunakan platform
marketplace, seperti menggunakan online retail, classified ads, daily deals, atau media social.
Ketiga, penyedia platform marketplace". Sedangkan Pasal 3 ayat menyebutkan bahwa
"kegiatan perdagangan seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat dilakukan dengan cara
penyedia platform marketplace menyediakan layanan perdagangan melalui sistem elektronik
atas barang dan/atau jasa, pedagang atau penyedia jasa menggunakan fasilitas platform yang
disediakan oleh penyedia platform arketplace untuk melakukan perdagangan melalui sistem
elektronik, pembeli barang atau penerima jasa melakukan transaksi pembelian dan/atau jasa
melalui penyedia platform marketplace, dan pembayaran atas perdagangan barang dan jasa
melalui sistem elektronik oleh pembeli kepada pedagang atau penyedia jasa dilakukan melalui
penyedia Platform Marketplace". Intinya, para pelaku transaksi e- commerce tidak luput dari
ketentuan perpajakan yang berlaku secara umum, baik yang meliputi Pajak Penghasilan , Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah .

Perpajakan bagi Pedagang dan Penyedia Jasa

Selain kewajiban memberitahukan NPWP atau NIK, pedagang atau penyedia jasa juga
diwajibkan untuk mematuhi aturan perpajakan lainnya, seperti membayar dan melaporkan PPh,
PPN, PPnBM, bea masuk, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor .

Anda mungkin juga menyukai